BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Makhluk bumi yang bernama manusia diciptakan Sang Pencipta dengan pasangannya. Karena itu kapan dan dimana pun, pada saatnya mereka
saling mencari dan menemukan pasangannya masing-masing. Begitu pula kalau hukum alam untuk menurunkan generasi sudah berfungsi tak satu
manusia yang dapat menghambat.
1
Salah satu ciri yang tidak dapat dipisahkan dari manusia adalah bahwa manusia makhluk yang bermasyarakat.
Ibnu Khaldun pernah juga mengatakan bahwa manusia pasti dilahirkan di tengah-tengah masyarakat dan tidak mungkin hidup kecuali bersama-sama
masyartakat itu.
2
Islam sebuah agama dan pedoman hidup mengatur pola masyarakat terkecil itu dalam aturan melalui lembaga pernikahan, yang bertujuan
membangun keluarga yang tentram dan penuh cinta kasih antara orang yang ada di dalamnya. Hal ini ditunjukkan dalam firman Allah dalam surat ar-
Ruum30: 21
1
Hasan Aedy, Antara Poligami Syari‟ah dan Perjuangan kaum perempuan, Bandung:
Alfabeta 2007, Cet. 1,h. 82.
2
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Negara Muslim, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, h. 1.
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir ”.
Tema poligami telah banyak dibahas oleh ulama sejak dahulu dan perdebatannya sampai sekarang. Hal ini dapat dikemukakan terutama dalam
kitab-kitab fiqih dan tafsir. Hanya saja, pandangan yang berkembang selama ini cenderung memperkuat pendapat yang membolehkan konsep poligami
ta‟addud al-zawjat
3
dengan menggunakan dalil al- Qur‟an, yakni surat an-
Nisa‟4:3
Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-
hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau
3
Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta 2010, Cet. 1, h. 97.