Zillman 1991 dalam Eriyanto, 2001 mengemukakan teori exitation transfer yang memperkenalkan properti arousal inducing pada media violence
untuk memahami intensitas reaksi emosional setelah menonton. Hasilnya, seorang penonton bangkit rasa marahnya setelah diterpa media violence. Arousal atau
bangkitnya rasa marah ini dapat ditransfer pada kemarahan yang sesungguhnya, bahkan mengintensifkan hingga menambah kecenderungan berperilaku agresif.
2.1.12 Semiotika
Semiotik atau ada yang menyebut dengan semiotika berasal dari kata
Yunani semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari
kedokteran hipokratik atau sklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial Sobur, 2004:95. Tanda pada masa itu masih bermakna
sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan dengan pengkajian tanda dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda van Zoest, 1993:1.
Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Ahli sastra Teew 1984:6
mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua
faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Semiotik merupakan cabang ilmu yang
relatif masih baru. Penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari secara lebih sistematis pada abad kedua puluh.
Para ahli semiotik modern mengatakan bahwa analisis semiotik modern telah diwarnai dengan dua nama yaitu seorang linguis yang berasal dari Swiss
bernama Ferdinand de de Saussure 1857-1913 dan seorang filsuf Amerika yang bernama Charles Sanders Peirce 1839-1914. Peirce dalam Eriyanto, 2001
menyebut model sistem analisisnya dengan semiotik dan istilah tersebut telah menjadi istilah yang dominan digunakan untuk ilmu tentang tanda. Semiologi de
Saussure berbeda dengan semiotik Peirce dalam beberapa hal, tetapi keduanya berfokus pada tanda.
Istilah semiotik yang diartikan sebagai tanda, yakni sesuatu atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dan dapat mewakili sesuatu yang
lain. Tanda dapat diartikan sebagai perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah manusia dan bersama manusia. Secara terminologis
semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek- obyek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda Eco dalam Sobur,
2001. Menurut Fiske analisis semiotik pada sinema atau film dapat diterapkan juga pada iklan, tetapi tidak untuk semua level dapat dibagi menjadi beberapa
level : 1.
Level Realitas, pada level ini realitas dapat dilihat dari kostum pemain, tata rias, linkungan, gesture, ekspresi, suara, perilaku, ucapan, dan
sebagainya sebagai kode budaya yang ditangkap melalui kode-kode
teknis.kode-kode sosial yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini, dapat berupa:
a. Penampilan kostum dan make up yang digunakan pemain dalam
iklan hexos. b.
Lingkungan dan Setting, yang ditampilkan dalam iklan tersebut, bagaimana simbol-simbol yang ditonjolkan serta fungsi dan
maknanya. c.
Dialog, berupa apa makna dari kalimat-kalimat yang di ucapkan dalam dialog.
2. Level representasi, meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, suara, dan
casting. level representasi meliputi :
a. Teknik Kamera ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi :
1. Long Shot LS yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia
maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari Long Shot dapat dikembangkan menjadi Extreme Long
Shot, yaitu dari sedikit ruang dibawah kaki hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar long shot ini menggambarkan dan
memberikan informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh ekspresi tubuh, gerak cara berjalan dan sebagainya dari ujung rambut
sampai ujung kaki yang kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjadi dalam adegan tersebut.
2. Medium Shot MS, yaitu shot gambar yang jika objeknya manusia,
maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari medium shot dapat dikembangkan menjadi Wide Medium Shot
WMS yaitu gambar medium shot tetapi agak melebar kanan kiri. Pengambilan gambar medium shot ini menggambarkan dan
memberikan informasi kepada penonton mengenai ekspresi dan karakter, secara lebih dekat lagi dibandingkan long shot.
3. Close Up CU yaitu shot gambar yang jika objeknya manusia, maka
dapat diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar medium shot ini menggambarkan dan
memberikan informasi kepada penonton mengenai penguatan karakter dan dialog penting untuk diperhatikan penonton. Dari Close up dapat
dikembangkan menjadi Extreme Close Up yaitu gambar secara detail ekspresi pemain dari suatu peristiwa.
b. Pencahayaan cahaya menjadi salah satu unsur media visual, karena dalam cahayalah
informasi dapat dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsur teknis yang membuat benda bisa dilihatnamun dalam
perkembangan bertutur dengan gambar, ternyata fungsinya berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang
mood atau atmosfer set dan bisa menunjang dramatik adegan Biran, 2006:43.
c. Penata Suara
dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas penggunaan voice over yaitu suara-suara diluar kamera, dapat berupa narasi atau penuturan
suorang tokoh. Effendy, 2002:155 voice Over sering digunakan sebagai penjelasan suatu cerita yang berasal dari sudut pandang orang
pertama. d. teknik editing
e. penataan musik 3.
Level ideologi, meliputi suatu kesatuan dan penerimaan sosial seperti kelas, patriarkhi, gender. Pada level ini menurut Hamad 2004 ideologi
yang menguasai budaya sebuah kelompok pemakai tanda mempengaruhi tanda yang diproduksi, dan ideologi menentukan visi atau pandangan
kelompok budaya terhadap realitas. Berbicara tanda simbol berbicara ideologi. Untuk mengetahui ideologi
dalam suatu tanda perlu diketahui konteks dimana tanda itu berada dan bagaimana budaya si pemakai. Untuk kepentingan analisis, teori semiotika dapat difungsikan
sebagai metode analisis yakni metode analisis terhadap teks. Dalam penerapannya, metode semiotika memperhatikan seluruh aspek sebuah teks yang
pantas disebut tanda entah itu berupa kata, frase, gambar, ataupun suatu cara penulisan bahkan penyembunyian fakta tertentu. Kajian terhadap teks merupakan
kajian kualitatif. Dalam kajian ini fokus meliputi konteks atau situasi sosial di seputar dokumen atau teks yang diteliti, kealamiahan the nature, makna kultural
the meaning dari teks gambar, tulisan, ucapan, atau tanda verbal lainnya. Selain itu proses yakni bagaimana suatu pesan diproduksi dan diorganisasikan secara
bersama serta emergence yakni pembentukan secara gradual atau bertahap dari sebuah pesan melalui interpretasi Mansour,1999.
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan mengamati tanda -tanda yang ditonjolkan dalam iklan tersebut. Unit analisis dalam analisis semiotika ini
adalah tanda berupa ikon, indeks, dan simbol. Seperti telah disebutkan bahwa analisis dibagi dalam tiga level yakni level realitas, ideologi, dan representasi.
Contoh analisis data dapat dilakukan dengan menganalisis makna tanda yang dimunculkan pada tokoh Sinetron Bajuri-Oneng. Kedua tokoh ini dianggap dapat
merepresentasikan kekerasan gender yang ditampilkan dalam sinetron komedi Bajaj Bajuri. Setelah menganalisis makna tanda selanjutnya diinterpretasikan
dengan menggunakan model segitiga Pierce dan level realitas dari Fiske Listianingsi, 2006.
2.1.13 Model Semiotik Roland Barthes