Perencanaan Kebutuhan Obat di UPT RSK Lau Simomo

Fenomena ini justru berbeda dengan konsideran yang normatif dalam mengumpulkan data dan dokumen yang dibutuhkan seperti anjuran dalam pedoman pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan RI 2008, bahwa data yang dibutuhkan sebelum dilakukan analisis kebutuhan obat adalah data tentang DOEN, data morbiditas, data penggunaan obat sebelumnya, dan data harga obat yang berlaku.

5.1.2. Perencanaan Kebutuhan Obat di UPT RSK Lau Simomo

Perencanaan kebutuhan obat di UPT RSK Lau Simomo ada variasinya dengan UPT lainnya. Perencanaan yang dilakukan sudah memperhatikan pemakaian obat sebelumnya, jenis dan jumlah penyakit yang diobati, serta analisis sisa stok obat. RSK Lau Simono juga melayani pasien rawat jalan, dan rawat inap, dan tidak hanya untuk penanganan penderita Kusta saja, tetapi jenis penyakit atau keluhan lain yang dialami oleh penderita Kusta yang sudah diizinkan untuk rawat jalankontrol ulang, sehingga berdampak terhadap kebutuhan obat selain obat-obat untuk pemulihan penyakit Kusta. Fenomena ketersediaan obat, diketahui masih ada permasalahan yaitu masih rendahnya ketersediaan obat kategori C yaitu hanya 46,2, sedangkan untuk kategori A, dan B dinilai sudah berada pada range 20-40 dari seluruh obat yang termasuk investasi., dan berdasarkan alokasi usulan anggaran berdasarkan golongan ada kecenderungan lebih baik dimana obat golongan generik sudah mencapai 60,6, dan obat golongan non generik dibawah 40. Hal ini mencerminkan bahwa ada kecenderungan manajemen RSK Lau Simomo memperhatikan kebutuhan obat sesuai Universitas Sumatera Utara dengan analisis situasi kebutuhan obat. Menurut Suciati 2006, kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 50 dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5 dari total nilai inventory. Menurut Kementerian Kesehatan RI 2008, Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan. Dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran persediaan. Pedoman Perencanaan antara lain a DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, b ketentuan setempat yang berlaku, c data catatan medik, d anggaran yang tersedia, e penetapan proritas, f siklus penyakit, g sisa persediaan, h data pemakaian periode lalu, dan i rencana pengembangan. Berdasarkan analisa VEN, diketahui masih tinggi alokasi obat kategori Esensial seperti Chloramfenicol 250 mg, Amoxicillin 500 mg, Cyprofloxacin 500 mg, sedangkan obat kategori Non Esensial lebih dominan jenis obat Cyprofloxacin 500 mg. Pemilahan dan seleksi obat tersebut dinilai masih belum maksimal, dan sangat perlu analisa lebih akurat dan valid dengan menganalisis jenis dan frekuensi penyakit yang dominan dilayani selain pengobatan penderita Kusta. Perencanaan kebutuhan obat yang baik akan berimplikasi terhadap efesiensi anggaran yang ada. Menurut Stoner 1996, pembuat rencana amat berkepentingan untuk mengetahui berapa standar dana yang dianggarkan sehingga perencanaan obat Universitas Sumatera Utara dapat dilakukan dengan efektif dan efisien, yang artinya dapat disesuaikan antara perencanaan kebutuhan obat dengan dana yang dianggarkan. Menurut Depkes RI 2002, terdapat beberapa teknik manajemen untuk menunjang tujuan tersebut diantaranya adalah Analisis ABC yaitu suatu teknik analisis yang berdasarkan aspek kebutuhan dana, sedangkan Analisis VEN merupakan suatu teknik manajemen yang berdasarkan aspek dampak obat terhadap kesehatan. Teknik manajemen tersebut bertujuan untuk penyesuaian perencanaan obat sehingga tercapai tingkat efektifitas dan efisiensi yang optimum. Efektifitas disini berarti sistem telah memberikan pelayanan yang cukup sehingga obat tersedia tepat jumlah, tepat jenis dan tepat waktu, sedangkan efisiensi adalah suatu tingkat dimana efektifitas dicapai dengan biaya yang minimum. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Aditama 2000, yaitu manajemen logistik khususnya perlu dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam arti bahwa segala macam barang, bahan ataupun peralatan harus dapat disediakan tepat pada waktu dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup tidak kurang atau lebih, dan yang paling penting adalah ketersediaanya dengan mutu yang memadai.

5.1.3. Perencanaan Kebutuhan Obat di UPT RSK P. Sicanang