Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013

(1)

ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DI UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2013

T E S I S

Oleh

AUDREY MARSELINA ZEBUA 117032019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE ANALISYS PLANNING OF DRUGS DEMAND FOR THE TECHNICAL SERVICES UNIT ON NORTH SUMATERA PROVINCE HEALTH

DISTRICT

T H E S I S

By

AUDREY MARSELINA ZEBUA 117032019/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DI UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2013

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

AUDREY MARSELINA ZEBUA 117032019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DI UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2013

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2013 Penulis,

117032019/IKM Audrey Marselina Zebua


(5)

Judul Proposal : ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DI UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Audrey Marselina Zebua Nomor Induk Mahasiswa : 117032019

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

,

(

Ketua

Dr. Juanita SE,M.Kes) (Dra. Jumirah, M.Kes. Apt

Anggota

)

Dekan


(6)

Tanggal Lulus: 05 September 2013 Telah di Uji

Pada Tanggal : 05 September 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, SE, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah, M.Kes.Apt

2. dr. Heldy BZ, M.PH


(7)

ABSTRAK

Perencanaan kebutuhan obat merupakan bagian integral dari manajemen pengelolaan obat di unit layanan kesehatan. Perencanaan kebutuhan obat disetiap sarana pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk menentukan kebutuhan obat bagi pengguna jasa pelayanan kesehatan. Beberapa unit layanan yang termasuk dalam Unit Pelayanan Teknis Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara adalah Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), Rumah Sakit Kusta Lau Simomo, dan Rumah Sakit Kusta P. Sicanang, juga mempunyai variasi perencanaan kebutuhan obat.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk menganalisis perencanaan kebutuhan obat di tiga UPT Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), RS Kusta Lau Simomo, dan RS Kusta P.Sicanang Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data primer melalui wawancara mendalam berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan, serta menggunakan data sekunder dari data yang tersedia dimasing-masing UPT. Informan dalam penelitian ini sebanyak 7 (tujuh) orang dari masing-masing UPT, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis isi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proses perencanaan kebutuhan obat di UPT BKIM, RS Kusta Lau Simomo, dan UPT RS Kusta P.Sicanang masih belum sesuai dengan pedoman pengelolaan obat dan perbekalan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan, baik berkaitan dengan proses perencanaan, seleksi kebutuhan obat, evaluasi obat dan proyeksi kebutuhan obat. Berdasarkan penilaian analisis ABC Investasi, diketahui pada UPT BKIM persentase obat kategori A sebesar 19,6%, B sebesar 30,4%, dan C sebesar 50,0%, pada UPT RS Kusta Lau Simomo, obat kategori A sebesar 24,6%, kategori B sebesar 29,2%, dan C sebsar 46,2%, dan UPT RS Kusta P.Sicanang kategori obat A sebesar 26,4%, B sebesar 29,2%, dan C adalah sebesar 44,4%.

Disarankan bagi seluruh UPT, perlu menyusun perencanaan kebutuhan obat setiap tahunnya sesuai dengan analisis kebutuhan obat yang efisien, efektif dan tepat guna, dan perlu adanya penyusunan dan evaluasi Formularium obat setiap UPT serta perlu penelitian lanjutan tentang peramalan pemakaian obat disetiap UPT.


(8)

ABSTRACT

Planning of need for medicine is an integral part of medicine management in the health service unit. Planning of the need for medicine is intended to determine teh need for medicine for helath service users. Some service units include in ther Technical Service of the Health of North Sumetara Utara are BKIM, RSK.Lau Simomo, RSK.Sicanang Belawan, all of wich have planning variation of the need for medicine.

The research used qualitative approach which was aimed to analyse the planning of the need for medicine in the three UPT of North Sumatera Utara which consisted of BKIM, RSK.Lau Simomo, and RSK.Sicanang Belawan in 2013. The research used primary data through in-depth interviews, guided by interview guide and secondary data which were available in each UPT. There were seven informants from each UPT and the data were analyzed by using content analysis.

The result of the research showed that the planning process of the need for medicine in UPT BKIM, in RSK.Kusta Lao Simomo, and in UPT RS Kusta P.Sicanang was not in line with the guidance for medicine management and stock which had been recommended by the Health Minister, either related to the planning process, to the need for medicine, to medicine evaluation or the projection of need for medicine. Based on the evaluation of ABC investment analysis, it was found that ini UPT BKIM, A category was 19,6%, in B category was 30,4% and C category was 50,0%; in UPT RS Kusta Lau Simomo, A category was 24,6%, B category was 29,2% adn in C category 46,2% and in UPT RS Kusta P.Sicanang, A category was 26,4%, in B category was 29,2% and C category was 44,4%

It’s recommended that all UPT should arrage the planning of the need for medicine each year which is in line with the analysis of effecient, effective and correct need for medicine and arrange and evaluate medicine formularium of each UPT in order to be used in the future reasearch about the prediction of the use of medicine in each UPT.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penyusunan proposal tesis dengan judul “Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013”.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Juanita S.E. M.Kes. selaku ketua komisi pembimbing dan Dra. Jumirah, M.Kes. Apt. selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. dr. Heldy BZ, M.P.H dan dr. Rumondang M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh kesabaran dan perhatian membimbing, mengarahkan dan


(10)

meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara dan seluruh Kepala UPT di lingkungan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, dukungan materil dan moril serta bantuan lainnya selama penulis dalam proses pendidikan.

Terima kasih tak terhingga, kepada yang teramat disayang dan dihormati orang tua penulis dan yang sangat dicintai suami dan anak-anak yang senantiasa menjadi sumber inspirasi, memberi doa, dan dukungan.

Semua pihak yang telah memberi dukungan moril, dan perhatiannya mulai dari masa perkuliahan sampai pada proses penyusunan tesis ini dengan baik dan sempurna.

Penulis menyadari bahwa tesis ini ini masih banyak terdapat kekurangan dan keselamahan, untuk itu kiritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Oktober 2013 Penulis,

Audrey Marselina Zebua 117032023/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Audrey Marselina Zebua lahir pada tanggal 11 September 1981 di Gunungsitoli, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm.Oddy Rousseau Zebual Sinuraya dan Ibunda Yulimas Zebua

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar di SD Mutiara Gunung Sitoli selesai tahun 1994, tahun 1997 menamatkan pendidikan di SMP Swasta Bunga Mawar Gunung Sitoli, tahun 2000 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri I Gunung Sitoli, dan tahun 2010 menamatkan pendidikan profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara, dan tahun 2011 memulai pendidikan di Pasca Sarjana IKM USU sampai sekarang.

Penulis mulai berkarir sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Balai Besar POM Medan tahun 2005, dan menjadi PNS di tempat yang sama pada tahun 2006 kemudian tahun 2011 sebagai staf Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara dan ditempatkan di UPT BKIM hingga sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1Manajemen Persediaan Obat... 9

2.2Perencanaan Kebutuhan Obat ... 16

2.3Langkah-langkah Perencanaan Kebutuhan Obat ... 19

2.4Landasan Teori ... 30

2.5Kerangka Teori... 32

2.6Kerangka Konsep ... 33

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.3. Informan ... 34

3.4. Variabel dan Definisi Operasional ... 35

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.6. Metode Pengukuran ... 36

3.7. Metode Analisis Data ... 36

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 37

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

4.2. Karakteristik Informan ... 39

4.3. Perencanaan Kebutuhan Obat ... 40


(13)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 58

5.1. Perencanaan Kebutuhan Obat di UPT Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara... 58

5.2. Kendala Perencanaan ... 66

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

6.1. Kesimpulan ... 69

6.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Siklus Manajemen Obat ... 31 2.2. Kerangka Teori ... 32 2.2. Kerangka Konsep Penelitian... 33


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Karakteristik Informan... 39 4.2. Analisis Perhitungan Kebutuhan Obat dengan Teknik ABC di UPT

BKIM Propinsi Sumatera Utara ... 49 4.3. Analisis Perhitungan Kebutuhan Obat dengan Teknik VEN di UPT

BKIM Propinsi Sumatera Utara ... 49 4.4. Analisis Alokasi Obat Berdasarkan Golongan di UPT BKIM Tahun

2013 ... 50 4.5. Analisis Perhitungan Kebutuhan Obat dengan Teknik ABC di UPT

RS.Kusta Lau Simomo Propinsi Sumatera Utara ... 51 4.6. Analisis Perhitungan Kebutuhan Obat dengan Teknik VEN di UPT

RS.Kusta Lau Simomo Propinsi Sumatera Utara ... 51 4.7. Analisis Pemakaian Obat Berdasarkan Golongan di UPT RS Kusta

Lau Simomo Tahun 2012 ... 52 4.8. Analisis Perhitungan Kebutuhan Obat dengan Teknik ABC di UPT

RS.Kusta Sicanang Propinsi Sumatera Utara ... 53 4.9. Analisis Perhitungan Kebutuhan Obat dengan Teknik VEN di UPT

RS.Kusta Sicanang Propinsi Sumatera Utara ... 53 4.10. Analisis Pemakaian Obat Berdasarkan Golongan di UPT RS Kusta


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara Mendalam... 74

2. Hasil Pengolahan Data ... 75

2. Surat Izin Melakukan Penelitian/Riset ... 77


(17)

ABSTRAK

Perencanaan kebutuhan obat merupakan bagian integral dari manajemen pengelolaan obat di unit layanan kesehatan. Perencanaan kebutuhan obat disetiap sarana pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk menentukan kebutuhan obat bagi pengguna jasa pelayanan kesehatan. Beberapa unit layanan yang termasuk dalam Unit Pelayanan Teknis Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara adalah Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), Rumah Sakit Kusta Lau Simomo, dan Rumah Sakit Kusta P. Sicanang, juga mempunyai variasi perencanaan kebutuhan obat.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk menganalisis perencanaan kebutuhan obat di tiga UPT Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), RS Kusta Lau Simomo, dan RS Kusta P.Sicanang Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data primer melalui wawancara mendalam berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan, serta menggunakan data sekunder dari data yang tersedia dimasing-masing UPT. Informan dalam penelitian ini sebanyak 7 (tujuh) orang dari masing-masing UPT, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis isi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proses perencanaan kebutuhan obat di UPT BKIM, RS Kusta Lau Simomo, dan UPT RS Kusta P.Sicanang masih belum sesuai dengan pedoman pengelolaan obat dan perbekalan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan, baik berkaitan dengan proses perencanaan, seleksi kebutuhan obat, evaluasi obat dan proyeksi kebutuhan obat. Berdasarkan penilaian analisis ABC Investasi, diketahui pada UPT BKIM persentase obat kategori A sebesar 19,6%, B sebesar 30,4%, dan C sebesar 50,0%, pada UPT RS Kusta Lau Simomo, obat kategori A sebesar 24,6%, kategori B sebesar 29,2%, dan C sebsar 46,2%, dan UPT RS Kusta P.Sicanang kategori obat A sebesar 26,4%, B sebesar 29,2%, dan C adalah sebesar 44,4%.

Disarankan bagi seluruh UPT, perlu menyusun perencanaan kebutuhan obat setiap tahunnya sesuai dengan analisis kebutuhan obat yang efisien, efektif dan tepat guna, dan perlu adanya penyusunan dan evaluasi Formularium obat setiap UPT serta perlu penelitian lanjutan tentang peramalan pemakaian obat disetiap UPT.


(18)

ABSTRACT

Planning of need for medicine is an integral part of medicine management in the health service unit. Planning of the need for medicine is intended to determine teh need for medicine for helath service users. Some service units include in ther Technical Service of the Health of North Sumetara Utara are BKIM, RSK.Lau Simomo, RSK.Sicanang Belawan, all of wich have planning variation of the need for medicine.

The research used qualitative approach which was aimed to analyse the planning of the need for medicine in the three UPT of North Sumatera Utara which consisted of BKIM, RSK.Lau Simomo, and RSK.Sicanang Belawan in 2013. The research used primary data through in-depth interviews, guided by interview guide and secondary data which were available in each UPT. There were seven informants from each UPT and the data were analyzed by using content analysis.

The result of the research showed that the planning process of the need for medicine in UPT BKIM, in RSK.Kusta Lao Simomo, and in UPT RS Kusta P.Sicanang was not in line with the guidance for medicine management and stock which had been recommended by the Health Minister, either related to the planning process, to the need for medicine, to medicine evaluation or the projection of need for medicine. Based on the evaluation of ABC investment analysis, it was found that ini UPT BKIM, A category was 19,6%, in B category was 30,4% and C category was 50,0%; in UPT RS Kusta Lau Simomo, A category was 24,6%, B category was 29,2% adn in C category 46,2% and in UPT RS Kusta P.Sicanang, A category was 26,4%, in B category was 29,2% and C category was 44,4%

It’s recommended that all UPT should arrage the planning of the need for medicine each year which is in line with the analysis of effecient, effective and correct need for medicine and arrange and evaluate medicine formularium of each UPT in order to be used in the future reasearch about the prediction of the use of medicine in each UPT.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) yaitu bidang: Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana, Pemberantasan Penyakit Menular dan Pengobatan. Untuk dapat melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar khususnya bidang pengobatan dibutuhkan obat. Oleh karena itu obat perlu dikelola dengan baik diantaranya perencanaan kebutuhan obat agar persediaan sesuai dengan kebutuhan.

Salah satu sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 adalah subsistem obat dan perbekalan kesehatan yang merupakan tatanan berbagai upaya perencanaan, pemenuhan kebutuhan, pemanfaatan dan pengawasan obat serta perbekalan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung. Tujuan subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang mencukupi, terdistribusi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh


(20)

pemerintah dan/atau masyarakat. Penyelenggaraan upaya kesehatan tidak terlepas dari tersedianya obat-obatan (Kementerian Kesehatan RI, 2009a).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Suciati dkk (2006), menyatakan bahwa pelayanan farmasi untuk penyediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan pelayanan penunjang sekaligus revenue center atau pusat pendapatan bagi rumah sakit, mengingat lebih dari 90% pelayanan kesehatan menggunakan perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi.

Penelitian yang dilakukan Aditama (2006) menyimpulkan bahwa untuk menunjang pelaksanaan kegiatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya diperlukan bahan-bahan logistik. Bahan logistik merupakan bahan operasional yang sifatnya habis pakai seperti obat-obatan dan dan alat kesehatan habis pakai. Kegiatan logistik secara umum memiliki 3 (tiga) tujuan yaitu tujuan operasional, tujuan keuangan dan tujuan pengamanan. Dalam memenuhi tujuan kegiatan logistik sarana pelayanan kesehatan diperlukan manajemen logistik sehingga barang-barang logistik yang tersedia di sarana pelayanan kesehatan dapat terus terjamin keberadaannya.

Salah satu upaya penting dalam manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan adalah perencanaan kebutuhan obat, karena proses perencanaan yang baik akan menghasilkan pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan sarana pelayanan kesehatan. Perencanaan merupakan rangkaian proses pembuatan daftar kebutuhan obat sejak dari pemilihan macam dan jumlah obat serta menghitung dana yang


(21)

dibutuhkan sampai pada penyesuaian dana yang ada,sehingga diperoleh sebuah daftar perencanaan kebutuhan obat (Kementerian Kesehatan RI, 2008).

Ada dua metode perencanaan yaitu metode konsumsi dan metode morbiditas. Metode konsumsi dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan obat masa lalu sebagai dasar penentuan perkiraan kebutuhan, kemudian disesuaikan dengan rencana dari rumah sakit maupun farmasi rumah sakit. Metode ini memberikan prediksi keakuratan yang baik terhadap perencanaan kebutuhan obat. Namun demikian tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan, karena metode ini hanya meramalkan berapa jumlah kebutuhan obat yang akan direncanakan, tidak dapat diketahui kapan saatnya harus memesan obat lagi. Disamping itu, metode konsumsi juga tidak bisa memberikan informasi tentang perencanaan obat berdasarkan prioritas nilai investasinya. Metode morbiditas dilakukan dengan melihat berapa episode masalah kesehatan yang ada, standar terapi, tingkat kepatuhan terhadap standar terapi, maka akan diperoleh jumlah obat yang dibutuhkan (Kementerian Kesehatan RI, 2008).

Hasil penelitian Maimun (2009), perencanaan obat bahwa di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal dilakukan oleh kepala IFRS dengan menggunakan metode konsumsi yaitu dengan penambahan sekitar 10% dari pemakaian sebelumnya. Tetapi penggunaan metode konsumsi tidak dapat diketahui obat apa saja yang harus diprioritaskan dalam perencanaan, juga tidak dapat diketahui kapan saatnya memesan obat yang tepat. Sehingga dengan perencanaan obat seperti yang berjalan selama ini dimungkinkan terjadinya kelebihan stok obat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya nilai persediaan antibiotik yang meningkat dari tahun


(22)

2005 sebesar 26,77% (Rp. 44.193.750) menjadi 34,30% (Rp. 80.835.000) pada tahun 2006, ini berarti adanya penggunaan dana yang kurang efisien.

Fenomena ketersediaan obat secara umum masih menjadi masalah dalam menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan di Indonesia yang ditandai dengan belum terjangkaunya masyarakat terhadap kebutuhan obat dalam membantu pemulihan kesehatannya, padahal secara kuantitas jumlah obat yang direkomendasikan telah ditentukan setiap wilayah dan adanya kewajiban menggunakan obat-obat generik agar dapat terjangkau oleh masyarakat, dengan mutu obat yang sama dengan obat non generik. Fenomena ini juga terjadi di Propinsi Sumatera Utara baik di sarana kesehatan private maupun sarana kesehatan public.

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara adalah institusi kesehatan daerah otonom propinsi Sumatera Utara yang mempunyai kewenangan untuk penyediaan obat-obatan bagi seluruh Unit Pelayanan Teknis (UPT) nya. Secara organisatoris, terdapat lima UPT di bawah kewenangan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yaitu Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Rumah Sakit Kusta Lau Simomo, dan Rumah Sakit Kusta P.Sicanang, dan PTC Indrapura. Keseluruhan UPT tersebut mendapatkan subsidi obat-obatan dan perbekalan kesehatan dari gudang Farmasi Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, dan seluruh anggaran kebutuhan obat disusun oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, berdasarkan usulan dari masing-masing UPT tersebut (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2012a).


(23)

Penyediaan obat-obatan pada masing-masing UPT bervariatif, baik dari aspek kuantitas obat maupun jumlah anggaran obat. Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2012), diketahui bahwa selama 2 (dua) tahun terdapat kecenderungan fluktuasi alokasi anggaran obat dan perbekalan kesehatan. Tahun 2011 alokasi anggaran untuk obat-obatan adalah Rp. 4.084.198.192, tahun 2012 menurun menjadi Rp. 3.910.000.000,-, (terjadi penurunan sebesar 4,3%). Anggaran tersebut didistribusikan ke 5 UPT yang ada di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Besaran alokasi anggaran pada masing-masing UPT tidak selalu sama dan ditentukan berdasarkan usulan rencana kebutuhan obat dan anggaran masing-masing UPT (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2012b).

Idealnya perencanaan kebutuhan obat secara umum berkorelasi dengan jumlah anggaran yang dialokasikan. Besarnya alokasi anggaran tergantung dari jumlah obat yang dibutuhkan dan diusulkan UPT ke Dinas Kesehatan. Sedangkan pada UPT PTC Indrapura perencanaan kebutuhan obat sudah baik, dan tidak ditemukan permasalahan kebutuhan obat oleh pasien. Selain jumlah kebutuhan obat yang dialokasikan cenderung sedikit karena jumlah pasien juga relatif sedikit, dan itupun hanya untuk pasien-pasien yang gawat darurat karena PTC Indrapura prioritas kegiatan dan program di PTC adalah untuk pendidikan dan pelatihan.

Adanya perbedaan alokasi anggaran berimplikasi terhadap ketersediaan obat di masing-masing UPT. Seyogyanya penyediaan obat masing-masing diberikan kewenangan kepada UPT agar dapat lebih memahami kebutuhan yang sebenarnya


(24)

terhadap obat yang dibutuhkan pasien dengan analisis situasi dan perencanaan yang sesuai. Namun, mengingat seluruh UPT tersebut dibawah kewenangan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, maka hanya menerima alokasi obat, meskipun usulan anggaran kebutuhan obat terlebih dahulu di usulkan oleh masing-masing UPT. Akan tetapi karena kemungkinan terbatasnya anggaran, maka tidak semua obat yang diusulkan UPT dapat dipenuhi. Hal ini tentunya sangat berdampak terhadap pemenuhan obat di masing-masing UPT.

Berdasarkan hasil survai awal peneliti pada UPT RS Kusta Lau Simomo pada 15 Januari 2012, diketahui bahwa penyusunan rencana kebutuhan obat masih mengikuti pada usulan-usulan tahun anggaran sebelumnya, kalaupun dianalisa kebutuhannya hanya berdasarkan jumlah kunjungan terbanyak, dan disinergiskan dengan jumlah dan jenis obat yang dominan digunakan, sehingga berdampak terhadap stok obat kebutuhan pasien.

Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan petugas farmasi RSK. Lau Simomo, menjelaskan bahwa dalam proses pemenuhan obat-obatan di rumah sakit, rumah sakit (UPT) hanya menerima obat yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu hal ini menjadi masalah di rumah sakit yaitu: (1) banyak obat yang diperlukan tidak disediakan atau sangat sedikit tersedia, (2) obat yang kurang diperlukan disediakan dalam jumlah yang banyak, (3) banyak obat yang tersedia tetapi tidak digunakan oleh dokter dengan alasan yang tidak jelas, (4) banyak obat yang isi atau gunanya sama dengan nama berbeda. Keadaan tersebut mencerminkan adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan oabat (need) dengan ketersediaan obat (demand). Hal


(25)

ini juga menunjukkan bahwa perencanaan obat masih belum optimal, dan belum didasarkan pada metode yang lebih efektif dan efesien.

Hasil survai awal berikutnya pada bulan Mei 2013, di UPT BKIM juga menunjukkan ada ketimpangan antara usulan anggaran obat dengan alokasi obat dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Menurut Kepala UPT BKIM Propinsi Sumatera Utara bahwa secara umum adanya fluktuasi peningkatan jumlah pasien mata yang datang berobat ke BKIM propinsi Sumatera Utara karena sudah ada beberapa puskesmas di Kota Medan yang bekerja sama untuk rujukan ke BKIM. Hal ini tentunya berdampak terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan obat bagi pasien, yaitu terjadi kekosongan obat dipertengahan tahun karena alokasi anggaran obat sudah ditentukan pada akhir tahun, sehingga dipertengahan tahun terjadi kekurangan obat untuk pasien.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang analisis perencanaan kebutuhan obat di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Rumah Sakit Kusta Lau Simomo, dan Rumah Sakit Kusta P.Sicanang Tahun 2013.

1.2Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis perencanaan kebutuhan obat di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013.


(26)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis perencanaan kebutuhan obat di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan adalah:

1. Bagi UPT Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Rumah Sakit Kusta Lau Simomo, dan Rumah Sakit Kusta P.Sicanang menjadi masukan dalam melakukan analisis kebutuhan obat dan anggaran obat melalui teknik yang lebih profesional dan mampu mengakomodir kebutuhan obat sesuai dengan kebutuhan pasien.

2. Bagi Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara sebagai induk dari seluruh UPT pelayanan kesehatan di Propinsi Sumatera Utara tentang evaluasi ketersediaan dan perencanaan obat pada masing-masing UPT, sehingga dapat dijadikan dasar penyusunan anggaran pada Tahun anggaran berikutnya.

3. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya, dan pengembangan khazanah pengetahuan tentang analisis perencanaan kebutuhan obat, dan manajemen pengelolaan obat pada sarana kesehatan.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Pengelolaan Obat

Menurut Aditama (2006), bahwa fungsi manajemen pengelolaan obat membentuk sebuah siklus pengelolaan (1) fungsi perencanaan dan proses penentuan kebutuhan, mencakup aktifitas menetapkan sasaran, pedoman dan pengukuran penyelenggaraan bidang logistik, (2) fungsi penganggaran, merupakan usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, (3) fungsi pengadaan, merupakan kegiatan memenuhi kebutuhan operasional sesuai fungsi perencanaan dan penentuan kepada instansi pelaksana, (4) fungsi penyimpanan dan penyaluran, diadakan melalui fungsi terdahulu untuk disalurkan kepada instansi pelaksana, (5) fungsi pemeliharaan, merupakan proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil barang inventaris, dan (6) fungsi penghapusan, berupa kegiatan dan usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban yang berlaku, serta (7) fungsi pengendalian, merupakan usaha untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik.

2.1.1. Persediaan

Persediaan menurut Quick (1997) dalam Maimun (2008) adalah stok barang untuk keperluan produksi, pelayanan, atau memenuhi permintaan pasien/masyarakat. Untuk menjaga ketersediaan obat kebutuhan pasien perlu dilakkan manajemen persediaan obat secara cermat dan penuh tanggung jawab. Selain itu persediaan obat menjadi sangat penting karena begitu besar jumlah yang diinvestasikan dalam


(28)

persediaan. Pengendalian persediaan yang tepat memiliki pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan kembali investasi.

Kekurangan persediaan obat akan mengakibatkan terlambatnya pelayanan pasien. Ketersediaan item yang tepat pada waktu yang tepat dan tempat yang tepat akan membantu tujuan organisasi dalam melayani pasien, produktivitas, keuntungan dan kembali modal. Ini bisa berlaku kepada pabrik, pedagang grosir, eceran, pelayanan kesehatan, dan organisasi pendidikan. Dengan kata lain persediaan merupakan aset perusahaan. Mengukur kinerja dan produktivitas berbeda untuk setiap perusahaan, tetapi semuanya membutuhkan manajemen persediaan yang adekuat.

Pada dasarnya persediaan akan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan atau rumah sakit. Mengingat besarnya investasi yang disediakan diperlukan kebijakan yang bervariasi dan cepat tanggap terhadap perencanaan dan gaya kepemimpinan dari top manajemen. Pengendalian manajemen persediaan dilakukan dengan cara mengelola proses rutin pengadaan perbekalan farmasi, termasuk di dalamnya adalah mengatur pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran barang sampai pada pemesanan kembali. Maka diperlukan inventory system, yaitu suatu cara untuk menentukan bagaimana dan kapan suatu pembelian dilakukan untuk mengisi persediaan, sehingga diperlukan pencatatan stok yang benar dan akurat, sebagai sumber informasi, sehingga dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan akan barang tersebut dan untuk memperkirakan pengadaan barang berikutnya.


(29)

Menurut Sabarguna (200), persediaan dapat dibedakan atas:

1. Batch stock atau lot size inventory ytaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Terjadinya persediaan karena pengadaan bahan/barang yang dilakukan lebih banyak dari yang dibutuhkan.

2. Fluctuation stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut.

3. Anticipation stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat.

4. Raw materials stock (Persediaan Bahan Baku) yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang-barang mana dapat diperoleh dari sumber alam ataupun dibeli dari pemasokatau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan yang menggunakannya.

5. Purchased parts/components stock (persediaan bagian produk) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari bagian-bagian yang diterima dari


(30)

perusahaan lain, yang dapat secara langsung di assembling dengan bagian-bagian lain tanpa melalui proses produksi sebelumnya.

6. Supplies stock (persediaan bahan-bahan pembantu) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi.

7. Work in process/progress stock (persediaan barang setengah jadi/barang dalam proses) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

Manajemen persediaan merupakan suatu cara mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan yang tepat dengan biaya yang optimal. Oleh karena itu konsep mengelola sangat penting diterapkan oleh perusahaan agar tujuan efektifitas maupun efisiensi tercapai. Persediaan mempunyai beberapa fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan, antara lain:

a. memberikan stock agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan terjadi.

b. menyeimbangkan produksi dengan distribusi.

c. memperoleh keuntungan dari potongankuantitas, karena membeli dalam jumlah banyak biasanya ada diskon.

d. menghindari kekurangan stok yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, mutu, ketidaktepatan pengiriman.


(31)

e. menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam proses.

Pudjaningsih (1996) seperti yang dikutip oleh Patria Jati (2009) menyatakan bahwa manajemen persediaan merupakan serangkaian kegiatan kompleks dan merupakan suatu siklus yang saling terkait yang pada dasarnya terdiri atas 4 fungsi dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan.

Quick (1997) dalam Patria Jati (2009) menyatakan dalam sistim manajemen obat, masing-masing fungsi utama terbangun berdasarkan fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya. Seleksi seharusnya didasarkan pada pengalaman aktual terhadap kebutuhan untuk melakukan pelayanan kesehatan dan obat yang digunakan, perencanaan dan pengadaan memerlukan keputusan seleksi dan seterusnya. Siklus manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung manajemen (management support) yang meliputi organisasi, keuangan, atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistim informasi manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manajemen obat yang baik harus didukung oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

Pada dasarnya manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dan kegiatan-kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat dicapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.


(32)

Menurut Subagya (1994), dalam Maimun (2009) manajemen obat sebagai bagian dari manajemen Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material atau alat-alat. Bowersox (1995) dalam Zuliani (2009), manajemen logistik dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para pemasok, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para pelanggan.

Menurut Silalahi (1989) dalam Mulyardewi (2010), bahwa prinsip dasar manajemen obat adalah optimalisasi dana dalam rangka pengadaan obat keperluan lain rumah sakit. Setiap rumah sakit harus mempunyai stok obat dan bahan peninjang lainnya. Stok obat tidak bisa sampai di bawah titik aman (safety level).

2.1.2. Tujuan Manajemen Persediaan

Kementerian Kesehatan RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentangstandar pelayanan farmasi, menjelaskan bahwa manajemen persediaan farmasi bertujuan untuk : (a) mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, (b) menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan, (c) meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi, (d) mewujudkan sistim informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna, dan (e) melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.


(33)

2.1.3. Pengendalian Persediaan

Menurut Aditama (2006) pengendalian persediaan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Oleh karena itu hasil stock opname harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan, atau kurang dari satu tahun. Pengadaan barang yang dalam sehari-hari disebut juga pembelian, merupakan titik awal dari pengendalian persediaan. Jika titik awal ini sudah tidak tepat, maka pengendalian akan sulit dikontrol.

Dalam pengendalian persediaan terdapat dua jenis keseimbangan, yaitu keseimbangan total dan keseimbangan komposisi. Keseimbangan total adalah keseimbangan antara seluruh persediaan dan permintaan, dengan kata lain antara seluruh pembelian dengan seluruh penjualan dilakukan secara professional. Wentz (1994) dalam buku The AUPHA Manual of Health Service Management menyatakan bahwa pengendalian dilakukan pada setiap tahapan proses manajemen persediaan untuk memastikan persediaan (a) didapat dengan harga yang disetujui, (b) sesuai dengan standar kualitas dan performa, (c) diterima dalam jumlah yang ditentukan dan dalam kondisi yang baik, (d) ridak rusak, atau mengalami proses perusakan selama penyimpanan, (e) aman dari pencurian, dan (f) siap untuk digunakan.


(34)

2.2. Perencanaan Kebutuhan Obat 2.2.1. Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut. (Muninjaya, 2004)

Malayu (2006), perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan, prosedur dan program yang diperlukan untuk mencapai apa yang diinginkan pada masa yang akan datang. Sedangkan rencana adalah sejumlah keputusan mengenai keinginan dan berisi pedoman pelaksanaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan itu.

Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen, karena dengan adanya perencanaan akan menentukan fungsi manajemen lainnya terutama pengambilan keputusan. Fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi menajemen secara keseluruhan. Tanpa adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian perencanaan merupakan suatu pedoman atau tuntunan terhadap proses kegiatan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Ada beberapa prinsip dalam suatu perencanaan antara lain:

a) Setiap perencanaan dan segala perubahannya harus ditujukan kepada pencapaian tujuan (principle of contribution to objective).


(35)

b) Suatu perencanaan efisien, jika perencanaan itu dalam pelaksanaannya dapat mencapai tujuan dengan biaya uang sekecil-kecilnya (principle of efficiency of planning)

c) Asas mengutamakan perencanaan (principle of primary of planning)

Perencanaan merupakan keperluan utama para pemimpin dan fungsi manajemen lainya (organizing, staffing, directing dan controlling). Seorang tidak akan dapat melaksanakan fungsi manajemen lainnya tanpa mengetahui tujuan dan pedoman dalam menjalankan kebijaksanaan.

d) Asas kebijaksanaan pola kerja (principle of policy frame work).

Kebijaksanaan dapat mewujudkan pola kerja, prosedur-prosedur kerja dan program kerja tersusun.

e) Asas waktu (principle of timing). Waktu perencanaan relatif singkat dan tepat. f) Asas keterikatan (the commitment principle). Perencanaan harus

memperhitungkan jangka waktu keterkaitan yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan.

g) Asas fleksibilitas (the principle of flexibilility). Perencanaan yang efektif memerlukan fleksibilitas, tetapi bukan berarti mengubah tujuan.

h) Asas alternatif (principle of alternative). Alternatif pada setiap rangkaian kerja dan perencanaan meliputi pemilihan rangkaian alternatif dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan.


(36)

2.2.2. Kebutuhan Obat

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Kementerian Kesehatan RI, 2009b).

Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan. Dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran persediaan. Pedoman Perencanaan antara lain (a) DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, (b) ketentuan setempat yang berlaku, (c) data catatan medik, (d) anggaran yang tersedia, (e) penetapan proritas, (f) siklus penyakit, (g) sisa persediaan, (h) data pemakaian periode lalu, dan (i) rencana pengembangan.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 bahwa tujuan subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang mencukupi, terdistribusi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Unsur


(37)

utama subsistem obat dan perbekalan kesehatan terdiri dari perencanaan, pengadaan, pemanfaatan dan pengawasan, yakni :

1. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya penetapan jenis, jumlah dan mutu obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan

2. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan mutu yang telah direncanakan sesuai kebutuhan pembangunan kesehatan 3. Pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemerataan dan

peningkatan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan.

4. Pengawasan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya menjamin ketersediaan, keterjangkauan, keamanan serta kemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan

2.3. Langkah – Langkah Perencanaan Kebutuhan Obat

Perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat antara lain :

2.3.1.Tahap Pemilihan Obat

Fungsi pemilihan/seleksi obat adalah untuk menentukan jenis obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat meliput i :


(38)

a) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan risiko efek samping yang ditimbulkan

b) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila jenis obat dengan indikasi sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan “drug of choice” dari penyakit yang prevalensinya tinggi

c) Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik. d) Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi

tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat adalah: (a) obat yang dipilih sesuai dengan standar mutu yang terjamin, (b) dosis obat sesuai dengan kebutuhan terapi, (c) obat mudah disimpan, (d) obat mudah didisitribusikan, (e) obat mudah didapatkan/diperoleh, (f) biaya pengadaan dapat terjangkau, (g) dampak administrasi mudah diatasi. Beberapa kriteria yang dipergunakan sebagai dasar acuan dalam pemilihan obat yakni :

a) obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit; b) obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah; c) obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun

bioavaibilitasnya (ketersediaan hayati);


(39)

e) bila pilihan lebih dari satu, dipilih yang paling baik, paling lengkap data ilmiahnya dan farmakokinetiknya paling menguntungkan;

f) mudah diperoleh dan harga terjangkau; g) obat sedapat mungkin sediaan tunggal. 2.3.2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat

Beberapa Informasi yang diperoleh dari kompilasi pemakaian obat adalah : a). jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan, b) persentase (%) pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan, c) pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat pada tingkat kabupaten/kota.

Manfaat informasi yang diperoleh dari kompilasi pemakaian obat diantaranya adalah sebagai sumber data dalam menghitung kebutuhan obat untuk pemakaian tahun mendatang dan menghitung stok/persediaan pengaman dalam rangka mendukung penyusunan rencana distribusi.

2.3.3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat

Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan berat yang senantiasa dihadapi oleh apoteker dan tenaga farmasi yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan. Baik kekosongan maupun kelebihan jenis obat tertentu dapat terjadi apabila perhitungan hanya berdasarkan teoritis. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui beberapa tahapan seperti di atas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat baik ditinjau dari


(40)

jenis, jumlah maupun waktu. Untuk menentukan kebutuhan obat dilakukan pendekatan perhitungan melalui metode konsumsi dan atau morbiditas.

1. Metode Konsumsi

Perhitungan dengan metode konsumsi adalah perhitungan berdasarkan atas analisa konsumsi obat pada tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan dengan metode konsumsi perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain: (a) pengumpulan dan pengolahan data, (b) analisa data untuk informasi dan evaluasi, (c) perhitungan perkiraan kebutuhan obat, (d) penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.

Analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun atau lebih sebelumnya perlu dilakukan guna memperoleh kebutuhan obat yang mendekati tepat. Untuk itu data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode konsumsi antara lain (a) daftar obat, (b) stok awal, (c) penerimaan obat, (d) pengeluaran obat,(e) sisa stok, (f) obat hilang/rusak, kedaluwarsa, (g) kekosongan obat, dan (h) pemaikaian rata-rata/pergerakan obat per tahun, (i) lead time (waktu tunggu), (j) stok pengaman, dan (k) perkembangan pola kunjungan

2. Metode Morbiditas atau Epidemiologi

Perhitungan kebutuhan obat dengan metode morbiditas adalah kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit dan lead time. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam metode ini antara lain :


(41)

b. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.

c. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit. d. Menghitung perkiraan kebutuhan obat.

Adapun data yang perlu dipersiapkan dalam perhitungan metode morbiditas adalah : a. Perkiraan jumlah populasi penduduk yang diklasifikasikan berdasarkan

jenis kelamin dan umur antara 0-4 tahun, 5-14 tahun, 15-44 tahun dan > 45 tahun

b. Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur.

c. Kejadian masing-masing penyakit per tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada

d. Menghitung perkiraan jenis dan jumlah obat untuk setiap diagnosa yang sesuai dengan pedoman pengobatan

e. Frekuensi kejadian masing-masing penyakit per tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada

f. Menghitung perkiraan jumlah obat tertentu dan jenis obat tertentu untuk setiap diagnosa yang dibandingkan dengan standar pengobatan

g. Untuk menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat dapat dipergunakan pedoman pengobatan yang ada

h. Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan memperhitungkan faktor perkembangan pola kunjungan, lead time dan stok pengaman


(42)

Instalasi Farmasi RS perlu mendata sepuluh besar penyakit dari unit terkait. Data ini bermanfaat untuk menentukan skala prioritas dalam menyesuaikan rencana pengadaan obat dengan dana yang tersedia.

2.3.4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat

Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap ini antara lain :

a) Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata per bulan ditambah stok penyangga.

b) Menghitung rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan datang. Perencanaan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan:

� =�+�+� − � − � Keterangan :

a. Rancangan pengadaan obat tahun yang akan datang

b. Kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan (sesuai dengan tahun anggaran yang bersangkutan)

c. Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang

d. Rancangan stok akhir tahun (lead time dan buffer stock)

e. Stok awal periode berjalan / stok per 31 Desember di Gudang Farmasi f. Rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Januari - Desember)

c) Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara sebagai berikut :


(43)

1) Melakukan analisis ABC – VEN (vital, esensial, non esensial)

2) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia

3) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan 10 besar penyakit.

d) Pengalokasian kebutuhan obat per sumber anggaran dengan melakukan kegiatan (1) menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat per sumber anggaran, (2) menghitung persentase (%) belanja untuk masing-masing obat terhadap masing-masing-masing-masing sumber anggaran, (3) menghitung persentase (%) anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber.

Pada tahap proyeksi kebutuhan obat, jenis data yang diperlukan adalah lembar kerja perhitungan perencanaan pengadaan obat pada tahun anggaran yang akan datang untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan :

a. Jumlah kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang b. Jumlah persediaan obat di Gudang Farmasi Kabapaten / Kota c. Jumlah obat yang akan diterima pada tahun anggaran berjalan

d. Rencana pengadan obat untuk tahun anggaran berikutnya berdasarkan sumber anggaran

e. Tingkat kecukupan setiap jenis obat.

Suciati dan Adisasmito (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC indeks kritis di Instalasi Farmasi, menyatakan


(44)

analisis data dalamanalisis ABC dan indeks kritis ABC dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini ;

1) Menghitung nilai pakai

a) Menghitung total pemakaian obat

b) Data pemakaian obat dikelompokkan berdasarkan jumlah pemakaian. c) Diurutkan pemakaian terbesar sampai terkecil

d) Kelompok A dengan pemakaian 70% dari keseluruhan pemakaian obat. e) Kelompok B dengan pemakaian 20% dari seluruh pemakaian obat.

f) Kelompok C dengan pemakaian 10% dari seluruh pemakaian obat. 2) Menghitung nilai investasi

Dikelompokkan berdasarkan nilai investasi obat. Diurutkan dari nilai investasi terbesar sampai terkecil, yaitu

1. Kelompok A adalah inventory dengan jumlah sekitar 20% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 80% dari total nilai inventory.

2. Kelompok B adalah inventory dengan jumlah sekitar 30% dari item tapimempunyai nilai investasi sekitar 15% dari total nilai inventory.

3. Kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 50% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari total nilai inventory (Suciati, 2006).

Menurut Heizer and Reinder (1991) seperti yang dikutip oleh Zuliani (2009) hasil analisis ABC harus diikuti kebijaksanaan dalam manajemen persediaan antara lain :


(45)

a) Perencanaan kelompok A harus mendapat perhatian lebih besar dari pada item lain.

b) Kelompok A harus dilakukan kontrol fisik yang lebih ketat dibandingkan kelompok B dan C, pencatatan harus lebih akurat serta frekuensi pemeriksaan lebih sering.

c) Pemasok juga harus lebih memperhatikan kelompok A agar jangan terjadi keterlambatan pengiriman.

d) Cycle counting merupakan verifikasi melalui internal audit terhadap pencatatan yang ada, dilaksanakan lebih sering untuk kelompok A yaitu 1 bulan 1 kali untuk kelompok B tiap 4 bulan sedangkan kelompok C tiap 6 bulan.

3) Menentukan nilai kritis obat melalui upaya penyusunan kriteria nilai kritis obat, dan membagikan kusioner berupa daftar obat kepada dokter untuk mendapatkan nilai kritis obat dengan kriteria yang telah ditentukan. Dokter yang mengisi kuesioner tersebut adalah dokter yang berpengaruh terhadap peresepan obat.

Kriteria nilai kritis obat adalah :

a) Kelompok X atau kelompok obat vital adalah kelompok obat yang essensial atau vital untuk memperpanjang hidup, untuk mengatasi penyakit penyebab kematian ataupun untuk pelayanan pokok kesehatan. Kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan.

b) Kelompok Y atau kelompok obat essensial adalah obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit, logistik farmasi yang


(46)

banyak digunakan dalam pengobatan penyakit terbanyak. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir kurang dari 48 jam.

c) Kelompok Z atau kelompok obat non essensial adalah obat penunjang agar tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik, untuk kenyamanan atau mengatasi keluhan. Kekosongan obat kelompok ini data ditolerir lebih dari 48 jam.

4) Untuk menentukan nilai indeks kritis obat dapat digunakan rumus : NIK=Nilai Pakai+Nilai Investasi+(2x Nilai Kritis)

5) Obat kemudian akan dikelompokkan dalam kelompok ABC dengan kriteria : a) Kelompok A dengan NIK : 9,5 – 12;

b) Kelompok B dengan NIK : 6,5 – 9,4, dan c) Kelompok C dengan NIK : 4 – 6,4

Menurut Calhoun dan Campbell (1985) seperti yang dikutip oleh Zuliani (2009), dalam mengontrol persediaan diperlukan manajemen dan teknik kontrol yang berbeda untuk setiap kelompok. Biasanya kelompok A dikendalikan dengan model manajemen kontrol yang berbeda untuk setiap kelompok. Biasanya kelompok A dikendalikan dengan model manajemen kontrol seperti Economic Order Quantity

(EOQ) dan Reorder Point (ROP) dengan menentukan kemungkinan dari perhitungan permintaan persediaan. Untuk kelompok B dapat digunakan model EOQ, tapi untuk ROP biasanya sudah diperkirakan. Sedangkan kelompok C dikendalikan dengan standarisasi persediaan dan mengacu pada EOQ dan ROP yang telah direncanakan pihak manajemen rumah sakit.


(47)

Perkiraan kebutuhan obat dalam suatu populasi harus ditetapkan dan ditelaah secara rutin agar penyediaan obat sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga metode untuk memperkirakan kebutuhan obat dalam populasi : (Kristin, 2002)

1. Berdasarkan prevalensi penyakit dalam populasi (population based).

Population based merupakan metode penghitungan kebutuhan obat berdasarkan prevalensi penyakit dalam masyarakat dan menggunakan pedoman pengobatan yang baku untuk memperkirakan jumlah obat yang diperlukan. Penghitungan dengan metode ini diperlukan data akurat mengenai data prevalensi penyakit yang sering diderita oleh masyarakat termasuk kelompok umur yang rentan terhadap masing-masing penyakit. Hal ini tentu diperlukan survai atau pengumpulan data rutin mengenai pola epidemiologi penyakit (morbiditas dan mortalitas) di daerah setempat. Population based

merupakan metode ideal untuk menghitung kebutuhan obat secara riil. Untuk dapat menggunakan metode ini diperlukan ketersediaan dana yang cukup untuk mengatasi setiap morbiditas penyakit secara adekuat.

2. Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan (service based). Service based

merupakan metode penghitungan kebutuhan obat berdasarkan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia serta jenis penyakit yang pada umumnya ditangani oleh masing-masing sarana pelayanan kesehatan. Berbeda dengan metode

population based yang berdasarkan pola epidemiologi penyakit, service based

lebih mendasarkan pada jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang ada. Secara teknis metode ini lebih tertuju pada kondisi penyakit tertentu yang


(48)

ditangani oleh unit pelayanan kesehatan yang ada, yang biasanya hanya menyediakan jenis pelayanan kesehatan tertentu saja. Metode ini kurang menggambarkan kebutuhan obat dalam populasi yang sebenarnya, karena pola penyakit masyarakat yang tidak berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan tidak tergambarkan dengan baik.

3. Berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya (consumption based)

Consumption based merupakan penghitungan kebutuhan obat berdasarkan pada data pemakaian obat tahun sebelumnya. Perkiraan kebutuhan obat dengan metode ini pada umumnya bermanfaat bila data penggunaan obat dari tahun ke tahun tersedia secara lengkap dan konsumsi di unit pelayanan kesehatan bersifat konstan atau tidak fluktuatif.

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka dapat dirumuskan beberapa landasan teori untuk penelitian perencanaan kebutuhan obat. Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (2008), serta Standar Pelayanan Farmasi (2004), menjelaskan bahwa Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan.


(49)

Metode perencanaan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan metode konsumsi, dan metode morbiditas atau epidemiologi. Metode konsumsi dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan obat masa lalu sebagai dasar penentuan perkiraan kebutuhan, kemudian disesuaikan dengan rencana strategis dari rumah sakit maupun farmasi rumah sakit, sehingga hasil akhir adalah daftar kebutuhan obat. Metode morbiditas atau epidemiologi dilakukan dengan melihat berapa episode masalah kesehatan yang ada, standar terapi, tingkat kepatuhan terhadap standar terapi, sehingga diperoleh jumlah obat yang dibutuhkan. Metode ini cukup sulit dipakai sebagai pilihan karena faktor sistem informasi yang belum tertata dengan baik demikian juga karena adanya ketidakpatuhan terhadap standar terapi dan penentuan masalah kesehatan yang ada beserta penentuan jumlah episode. Sebenarnya metode lebih menjanjikan ketepatannya tetapi karena sulit dilaksanakan maka dipilih metode konsumsi dengan kombinasi metode ABC-VEN (Vital Esensial dan Non Esensial), karena dapat disesuaikan dengan anggaran yang ada.

Adapun siklus manajemen obat adalah terdiri perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi, seperti pada gambar siklus berikut ini:

Gambar 2.1. Siklus Manajemen Obat Perencanaan

Pengadaan

Penyimpanan Distribusi


(50)

Pedoman Perencanaan antara lain (a) DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, (b) ketentuan setempat yang berlaku, (c) data catatan medik, (d) anggaran yang tersedia, (e) penetapan proritas, (f) siklus penyakit, (g) sisa persediaan, (h) data pemakaian periode lalu, dan (i) rencana pengembangan.

2.5. Kerangka Teori

berdasarkan latar belakang, dan tujuan penelitian, maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kerangka Teori

Gambar 2.2. di atas menunjukkan bahwa perencanaan kebutuhan obat di UPT Propinsi Sumatera Utara didasarkan pada konsep sistem yang terdiri dari masukan, proses dan keluara, artinya perencanaan kebutuhan obat yang dilakukan didasarkan pada keadaan jenis dan kuantitas obat yang digunakan tahun sebelumnya, pemakaian obat pada tahun sebelumnya di setiap UPT, ketersediaan sumber daya manusia, anggaran dan fasilitas penyimpanan obat. Pada proses, adanya dapat diketahui proses Masukan

(1) Jenis&Kuantitas Obat (2) Pemakaian Obat (3) Sumber Daya Manusia

a. Kuantitas SDM b. Kualitas SDM (4) Anggaran

a. Sumber Dana b. Jumlah Dana (5) Fasilitas Penyimpanan

Obat

Proses

(1) Pemilihan/Seleksi Obat (2) Kompilasi Pemakaian Obat (3) Perhitungan Kebutuhan Obat

Metode ABC-VEN

Keluaran Dokumen Perencanaan

Kebutuhan ObatObat


(51)

pemilihan obat, kompilasi pemakaian obat dan perhitungan kebutuhan obat. Hal ini merupakan kegiatan inti dari perencanaan kebutuhan obat yang menghasilann dokumen rencana kebutuhan obat setiap UPT.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka kerangka konsep dalam penelitan seperti pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Perencanaan Kebutuhan Obat

1. Identifikasi permasalahan a. Seleksi Obat

b. Kompilasi Pemakaian Obat 2. Penyusunan Kebutuhan Obat

a. Metode ABC-VEN

Dokumen Perencanaan Kebutuhan Obat UPT


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk menganalisis perencanaan kebutuhan obat di tiga UPT Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), RS Kusta Lau Simomo, dan RS Kusta P.Sicanang Tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga UPT yaitu UPT Balai Kesehatan Indera Masyarakat, RS Kusta Lau Simomo, dan RS Kusta P.Sicanang

Waktu penelitian sejak pengesahan judul penelitian, konsultasi, kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil penelitian dan komprehensif adalah selama 8 (delapan) bulan terhitung Januari sampai dengan Agustus 2013.

3.3. Informan

Informan dalam penelitian ini adalah keseluruhan petugas yang terlibat proses perencanaan kebutuhan obat di UPT BKIM, RS Kusta Lau Simomo, dan RS Kusta P.Sicanang masing-masing 2 (dua) orang meliputi petugas perencanaan dan kepala bagian farmasi serta 1 orang kepala sub bagian perencanaan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dengan total informan sebanyak 7(tujuh) Orang.


(53)

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.4.1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari (1) variabel independen yaitu perencanaan kebutuhan obat yang dilihat dari proses identifikasi permasalahan meliputi pemilihan/seleksi obat, kompilasi pemakaian obat sebelumnya, perhitungan kebutuhan obat, dan variabel dependen yaitu adanya dokumen perencanaan kebutuhan obat. Keseluruhan variabel tersebut diperoleh dari Unit Pelayanan Teknis (UPT) Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), RS Kusta Lau Simomo, dan RS Kusta P.Sicanang.

3.4.2. Definisi Operasional

1. Proses perencanaan kebutuhan obat adalah keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka penyusunan rencana kebutuhan obat di setiap UPT yang terdiri dari:

a. Pemilihan/seleksi obat adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan untuk menyeleksi atau memilih jenis dan kuantitas setiap item obat berdasarkan kategori jenis obat yaitu kategori obat psikotropika, dan obat bebas.

b. Kompilasi pemakaian obat adalah kegiatan menyesuaikan jenis obat dengan jenis penyakit yang terjadi di setiap UPT berdasarkan sepuluh jenis penyakit yang terjadi di UPT selama tahun terakhir 2012.

c. Perhitungan kebutuhan obat adalah upaya yang dilakukan untuk menghitung kebutuhan obat berdasarkan jenis dan jumlah obat serta


(54)

anggaran yang dibutuhkan dengan merincikan jenis obat, jumlah obat, harga satuan dan total harga.

2. Dokumen perencanaan kebutuhan obat adalah adanya usulan anggaran kebutuhan obat beserta jenis dan jumlah kebutuhan obat pada masing-masing UPT di Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.

3.5.Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah keseluruhan data yang diperoleh langsung dari informan

dengan menggunakan pedoman kuesioner melalui wawancara mendalam. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan, laporan Instalasi

Farmasi, Laporan Akuntabilitas Kinerja masing-masing UPT, Dokumen Pelaksanaan Anggaran masing-masing UPT, dan Profil Kesehatan UPT.

3.6.Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan analisis isi (content analysis) terhadap seluruh informasi yang diperoleh dari seluruhan variabel yang diukur dengan menggunakan pedoman interview mendalam.


(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Deskripsi UPT Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM)

UPT BKIM merupakan salah satu UPT Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang terletak di Jalan Karya II Nomor 66 Sei Agul Medan. Wilayah kerja BKIM meliputi seluruh kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara yaitu 33 Kabupaten/kota. Secara umum lokasi BKIM mempunyai luas bangunan 1.070 m2, dengan luas tanah seluas 2.796,80 m2.

BKIM merupakan pusat kegiatan upaya-upaya kesehatan indera masyarakat, dengan misi (1) melakukan promosi kesehatan Indera untuk pemberdayaan masyarakat, (2) meningkatkan pemerataan, mutu, dan keterjangkauan pelayanan di bidang kesehatan Indera masyarakat, dan (3) mengembangkan jejaring kemitraan dan koordinasi dengan institusi terkait. Tujuan pelayanan BKIM adalah untuk meningkatkan status kesehatan indera masyarakat melalui penyediaan pelayanan medis spesialistik mata dan telinga secara proaktif kepada masyarakat di wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Jenis pelayanan BKIM adalah pelayanan poliklinik umum, pelayanan poliklinik katarak, poliklinik glaukoma, poliklinik retina, kamar bedah, poliklinik THT, pelayanan audiology, kamar bedah THT.


(56)

4.1.2. Deskripsi UPT RS Kusta Lau Simomo

RSU Kusta Lau Simono merupakan salah satu dari UPT Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang terletak di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Jarak dengan ibu kota Propinsi (Medan) ±85 km, dan jarak dengan ibu kota Kabupaten yaitu Kabanjahe adalah ±85 km.

RSU Kusta Lau Simono berada dibawah koordinasi dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.061-437.K/Tahun 2002). Adapun misi RSK Lau Simono adalah (1) menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang berkualitas dalam rangka mewujudkan kepuasan pasien/pelanggan, (2) menyelenggarakan upaya peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan dan pendidikan berjenjang dan (3) menyelenggarakan pengelolaan manajemen RS secara proposional.

4.1.3. Deskripsi UPT RS Kusta P.Sicanang

RSU Kusta P. Sicanang merupakan salah satu UPT Dinas Kesehatan Propinsi yang bertugas sebagai pusat penyembuhan penderita Kusta. Visi RSUK P.Sicanang adalah membebaskan rakyat dari beban ekonomi, dan sosial akibat Kusta, dan misinya adalah menyembuhkan penderita Kusta dan meningkatkan kualitas hidup penderita melalui pengobatan, rehabilitasi Medis dan Sosial. RSK P.Sicanang didirikan pada tahun 1914 oleh yayasan bala keselamatan kristen protestan, dan tahun 2002 berdasarkan SK Gubernur Propinsi Sumut menjadi UPT Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Lokasi RSK P.Sicanang terletak di Belawan Medan.


(57)

4.2. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini adalah keseluruhan petugas yang terlibat proses perencanaan kebutuhan obat di UPT BKIM, RS Kusta Lau Simomo, dan RS Kusta P.Sicanang masing-masing 2 (dua) orang meliputi petugas perencanaan dan kepala bagian farmasi serta 1 orang kepala sub bagian perencanaan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik Informan

No Karakteristik Informan Jumlah (n) Persentase (%) A Umur

1.<30 Tahun 1 14,3

2.≥ 30 Tahun 6 85,7

Total 7 100,0

B Pendidikan

1. Tamat Diploma 2 28,6

2. Tamat Sarjana 5 71,4

Total 7 100,0

C Masa Kerja

1. <10 Tahun 4 57,1

2. ≥ 10 Tahun 3 42,9

Total 7 100,0

Tabel 4.1. di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia lebih dari 30 tahun yaitu sebanyak 6 orang (85,7%), dan mayoritas menamatkan pendidikan setingkat Sarjana yaitu sebanyak 5 orang (71,4%), dengan masa kerja mayoritas <10 tahun yaitu sebanyak 4 orang (57,1%).


(58)

4.3. Perencanaan Kebutuhan Obat

Informan tentang perencanaan kebutuhan obat dalam penelitian ini didasarkan pada analisa kualitatif dari sejumlah pertanyaan terbuka yang sudah dipersiapkan. Informasi tentang seluruh pertanyaan berikut diperoleh dari seluruh informan yang ada di UPT dan satu informan dari Dinas Kesehatan propinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian dapat dijabarkan berdasarkan komposisi pertanyaan sebagai berikut:

1. Proses Perencanaan

Hasil wawancara mendalam tentang proses perencanaan obat dimasing-masing UPT dapat dijabarkan sebagai berikut:

“perencanaan kebutuhan obat pasti dilakukan lah setiap tahun...kalo ngak gimana mau tahu obatnya berapa yang dibutuhkan “(Informan 1. UPT 1)

“biasanya kalo sudah ada intruksi..langsung kita kerjakan, dan biasanyanya di akhir tahun...bulan-bulan oktober gitu..trus. perbaikan-perbaikan usulan... (Informan 2. UPT 1)

“prosesnya ya..diawali dengan mengumpulkan data dulu tentang obat yang digunakan tahun sebelumnya..trus baru dibuat usulan obat...paling-paling nambah-nambah dikit dari tahun sebelumnya”

(Informan 1. UPT 2)

“kalo cerita proses ya seperti biasa kak,,, kita ni kan nunggu perintah..paling disuruh kumpul dulu data obat sebelumnya..baru dibuat usulan berikutnya” (Informan 2. UPT 2)

“normalnya sih bu..kumpul dulu data obat yang digunakan sebelumnya.. dipilah dulu mana yang sering dibutuhkan, trus mana obat yang sering kadarluasa..baru kita susun yang benar-benar dibutuhkan untuk tahun selanjutnya... (Informan 1. UPT 3)

“kalo proses perencanaan sih..panjang kak, biasanya disuruh dulu pilah-pilah obat-obat yang paling sering habis..trus yang ngak pernah dipakai... baru disusun ulang” (Informan 2. UPT 3)

“Prosesnya kita minta dulu data-data kebutuhan obat dari setiap UPT, kemudian kita rekap dan kita sesuaikan dengan skala prioritas


(59)

kebutuhan obat di masing-masing UPT, dan kita sesuaikan dengan pagu anggaran yang ada (Informan Dinas Kesehatan Propinsi Sumut)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses perencanaan kebutuhan obat di setiap UPT Dinas Kesehatan propinsi Sumatera Utara diawali dari pendataan kebutuhan obat di setiap UPT pada tahun anggaran sebelumnya, kemudian dilakukan analisa terhadap kebutuhan obat pada tahun berikutnya dengan memperhatikan jumlah dan jenis obat yang digunakan pada tahun sebelumnya dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

2. Dokumen yang dibutuhkan dalam perencanaan

Hasil wawancara mendalam tentang dokumen yang dibutuhkan dalam perencanaan obat pada masing-masing UPT dapat dijabarkan sebagai berikut:

“yang pasti data obat lah, data pasien dan data harga obat serta peraturan yang berlaku “(Informan 1. UPT 1)

“paling data jenis dan jumlah obat kak (Informan 2. UPT 1)

“ooo. Kalo itu data jenis dan jumlah obat, data anggaran yang tersedia, data kunjungan pasien, trus data obat yang kadaluarsa, serta data obat yang masih ada di UPT ini “(Informan 1. UPT 2)

“biasanya kak, data obat yang masih ada tahun sebelumnya, baru kita susun yang baru (Informan 2. UPT 2)

“data jumlah dan jenis obat yang sudah habis, data alokasi anggaran untuk UPT kami...itu aja “(Informan 1. UPT 3)

“kalo itu kak..paling-paling kami disuruh dulu pilah data jenis dan jumlah obat tahun sebelumnya..baru disuruh susun obat apa yang dibutuhkan... (Informan 2. UPT 3)

“nah..kalo untuk dokumen yang dibutuhkan, masing-masing UPT wajib memberikan data tentang jenis dan jumlah obat yang digunakan sebelumnya dalam laporan penggunaan obat, kemudian kita


(60)

sesuaikan dengan jumlah anggaran yang ada..masalah nanti cukup ngak cukup tergantung pada usulan masing-masing UPT (Informan Dinas Kesehatan propinsi Sumut)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dokumen yang dibutuhkan dalam proses perencanaan kebutuhan obat di masing-masing UPT adalah berupa data jumlah dan jenis obat yang digunakan pada tahun anggaran sebelumnya, data kencenderungan kunjungan pasien, data laporan penggunaan obat termasuk obat-obat yang masih tersedia, dan obat yang kadaluarsa, serta jumlah anggaran yang tersedia.

3. Proses pemilihan/seleksi obat yang dilakukan

Hasil wawancara mendalam tentang proses pemilhan/seleksi obat dimasing-masing UPT dapat dijabarkan sebagai berikut:

“untuk seleksi obat,, ya kita pilah dulu obat yang sering digunakan, trus yang jarang digunakan, selanjtnya diantara obat tu mana yang esensial mana yang branded... dan dipilah yang kadarluasanya,,baru kita susun kebutuhan obat selanjutnya “(Informan 1. UPT 1)

“kalo itu ngak ngerti kak..kita kan yang tugasnya ngetik-ngetik aja..he..he (Informan 2. UPT 1)

“kalo proses seleksi seperti biasa kita pilah dulu mana yang obat paten mana yang tidak yang sering digunakan, trus mana yang sering tersedia (ready stok) baru disusun kebutuhan obatnya “(Informan 1. UPT 2)

“paling disuruh pilah mana yang sering kadarluasa itu aja (Informan 2. UPT 2)

“kita cek dulu lah obat yang paling banyak habis..baru bisa kita buat usulan anggaran obat untuk tahun berikutnya, termasuk didalamnya kita seleksi juga obat sesuai dengan jenis penyakit yang paling banyak

“(Informan 1. UPT 3)

“kalo itu kak... paling disuruh bapak (pemimpinan) pilah dulu obat yang sering dipake di UPT ini..itu aja (Informan 2. UPT 3)


(61)

“permasalahan seleksi obat di masing-masing UPT kita tidak campuri..smua berpulang pada UPT nya..yang pasti yang kita terima usulan anggaran obatnya berapa..baru kita sesuaikan dengan alokasi anggaran masing-masing UPT (Informan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara).

Berdasarkan hasil wawancara mendalam tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses seleksi kebutuhan obat yang dilakukan oleh setiap UPT pada umumnya adalah melalui pemilahan jenis dan jumlah obat yang paling banyak digunakan dalam kurun waktu satu tahun, baik berdasarkan jumlah dan jenis maupun kategori obat.

4. Evaluasi penggunaan obat sebelumnya

Hasil wawancara mendalam tentang evaluasi penggunaan obat dimasing-masing UPT dapat dijabarkan sebagai berikut:

“ya kita lakukan lah”...” caranya seperti tadi kita lihat dulu obat yang digunakan sebelumnya..stok yang ada berapa, yang kadarluasa berapa..baru kita susun kebutuhan baru.(Informan 1 UPT 1).

“dilakukan evaluasi kak....(Informan 2 UPT 1)

“tetap dilakukan, kalo ngak ya gimana kita mau tau kebutuhan berikutnya...caranya: ya melalui seleksi dulu obat-obat yang sering digunakan, stok yang ada digudang, jumlah dan jenisnya... Informan 1 UPT 2).

“kalo itu ngak tau lah...kan bos-bos yang tau....(Informan 2 UPT 2)

“selalu dilakukan kok, baik bulanan, triwulan dan akhir tahun....caranya: seperti biasa lah...didata dulu obat yang paling banyak digunakan di UPT ini...setelah itu diusulkan kembali untuk kebutuhan berikutnya..termasuk data obat generik dan patennya” (Informan 1 UPT 3).

“setau saya kak..dilakukan cuma saya nggk ngerti bentuk evaluasi itu gimana....(Informan 2 UPT 3)


(62)

“evaluasi penggunaan obat selalu kita katrol dan kita evaluasi..per tiga bulan melalui laporan penggunaan obat di setiap UPT..sehingga menjadi acuan bagi kita untuk menyetujui kebutuhan obat disetiap UPT pada tahun anggaran berikutnya” (Informan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap UPT Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara melakukan evaluasi penggunaan obat setiap bulan, tiga bulanan dan evaluasi penggunaan obat tahunan melalui laporan penggunaan obat UPT, sehingga dapat diketahui jumlah dan jenis obat yang tersedia, kadarluasa dan obat yang sering digunakan oleh pasien.

5. Sumber daya manusia dalam perencanaan kebutuhan obat

Hasil wawancara mendalam tentang sumber daya manusia yang terlibat dalam perencanaan kebutuhan obat, termasuk jumlah SDM, peningkatan pengetahuan SDM, serta kemampuan SDM dalam mengelola obat dimasing-masing UPT dapat dijabarkan berikut, dengan informan utama adalah kepala unit farmasinya, dan dan kepala sub bidang perencanaan dinas kesehtaan propinsi Sumut.:,

“SDM yang mengelola obat di UPT ini sudah memadai, kita sudah memliki apoteker, sarjana farmasi, dan asisten apoteker, serta tenaga administrasi yang sudah paham tentang obat...; kalo masalah kemampuan itu kan penilaian masing-masing, tapi umumnya mereka tau kok masalah obat”: belum ada sih pelatihan khusus tentang manajemen pengelolaan obat ” (Informan UPT 1)

“tenaga untuk pengelola obat sudah bisa lah... lagian juga ngak butuh banyak kali tenaga apotekernya, kita sudah punya tiga, asisten apoteker juga sudah ada..jadi ngak masalah lah dalam atasi masalah tenaga untuk kelola obat di UPT ini”: masalah kemampuan kan... rutin dan serius aja mampu sendiri tenaganya: pernah ada pelatihan cuma ngak begitu spesifik tentang pengelolaan obat..hanya informasi tentang manajemen obat aja..ngak ada


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama Y. Tjandra (2006). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Bahfen Faiq.(2006). Peraturan Dalam Produksi dan Peredaran Obat. 1st ed. PT. Hecca Mitra Utama. Jakarta

Bowersox, J.D. (2000). Manajemen Logistik Integrasi Sistem-sistem Manajemen Distribusi Fisik dan Manajemen Material Jilid 1. PT Bumi Aksara. Jakarta

Budi S, Pudjianingsih D, (2006). Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat Di Farmasi Rumah Sakit.Majalah Logika Vol.3 No 1 Januari 2006; ISSN:1410-2315.

Crandall, R.E. and Markland. (1996). Demand Management – todays Challenge for the Service Industries. Journal of Production and Operations Managemenf, Volume 5, number 2, Summer 1996, Page 106-120

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, (2012a). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan

___________,(2012b). Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Sumatera Utara, Medan

Handoko Hani (2004). Manajemen. Edisi Ke-18 Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta

Hartono.J.P,(2007). Analisis Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Publik Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) Di Puskesmas Se Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. Tesis Mahasiswa Magister IKM Konsentrasi Administrasi Kebijakan Kesehatan. sumber

Ilham. Hia (2009). Analisis Perencanaan Obat Di Rumah Sakit Umum Gunung Sitoli Kabupaten Nias. Sumber Electronic Theses&Dissertation (ETD) S2 Magister Manajemen dan Kebijakan Obat UGM, sumber:


(2)

Indrawati, C. S. Suryawati, S. Pudjaningsih (2001). Analisis Pengelolaan Obat Di Rumah Sakit Umum Daerah Wates. Jurnal Manajemen Pelayanan

Kesehatan. 2001; 4: 173-18, sumber

Istinganah. Danu, S. S. Santoso, A.P.(2006). Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dari Dana APBD Tahun 2001-2003 Terhadap Ketersediaan Dan Efisiensi Obat. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2006; 09 : 31-41,

sumber

tanggal 23 Januari 2012.

Kementerian Kesehatan RI,(2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta:

__________,(2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit.Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI Bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency.

__________,(2009). Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

__________,(2012). Profil Kesehatan Indonesia. Balitbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

Kristin Erna, (2002). Dasar-dasar Perencanaan Kebutuhan Obat. (Makalah Seminar). Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM. Yagyakarta

Listiani Henny (2002). Implementasi Strategi Perencanaan Kebutuhan Obat Di Kabupaten / Kota Dalam Era Otonomi. Makalah Seminar 3 Agustus 2002. Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM. Yagyakarta. 2002

Maimun. A, (2008). Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi Dengan Analisis Abc Dan Reorder Point Terhadap Nilai


(3)

Malayu SP H, (2006). Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Edisi Ke-3. Bumi Aksara. Jakarta

Mulyardewi. I, (2010), Analisa Perencanaan dan Pengendalian Obat di RSU Zahirah Jakarta. Tesis Mahasiswa FKM UI, Prodi Kajian Administrasi Rumah Sakit, Depok.

Munandar, M (2001). Budgeting, Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada.

Muninjaya Gde A A.(2004). Manajemen Kesehatan. 2nd ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC Universitas Udayana. Denpasar.

Nurillahidayati (2009)., Pengendalian Persediaan Obat Non Lafial di Departemen Farmasi RS TNI AL dr. Mintohardjo Tahun 2008”. Skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok .

Prita. A (2007). Evaluasi Penganggaran Biaya Rumah Sakit (Studi Kasus Rumah Sakit Umum Palang Merah Indonesia (RSU PMI) Bogor). Tesis Mahasiswa Departemen Manajemen FE IPB Bogor, Jawa Barat.

Sabarguna, B.S. 2004. Manajemen Keuangan Rumah Sakit. Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng, Yogyakarta.

Suciati S, Wiku A. (2006).”Analisis Perencanaan Obat berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi”. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol 09/Maret 2006,hal 9.

Zuliani, Eni Nur. (2009). Analisis Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik Dengan Menggunakan Analisis ABC Indeks Kritis di RSUD Pasar Rebo Tahun 2008. Skripsi, Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.


(4)

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

ANALISA PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DI UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2013

Nomor Informan: Nama Informan : UPT :

1. Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), 2. Rumah Sakit Kusta Lau Simomo,

3. Rumah Sakit Kusta P.Sicanang

1. Bagaimana proses perencanaan obat di UPT bapak/ibu?

2. Menurut saudara dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan perencanaan sebutkan..,

3. Bagaimana proses pemilihan atau seleksi obat yang dilakukan

4. Apakah bapak/ibu melakukan evaluasi penggunaan obat sebelumnya? a. Jika ya bagaimana caranya,,,

b. jika tidak..mengapa tidak dilakukan?

5. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang sumber daya manusia yang terlbiat terlibat dalam perencanaan obat di UPT ini, temasuk jumlah, kemampuan, dan pengembangan pengetahuan melalui pelatihan?

6. Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap besaran alokasi anggaran yang dan pengadaan yang dilakukan untuk pemenuhan obat di UPT ini?

7. Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap mekanisme pendistribusian obat di UPT ini?

8. Bagaimana pendapat bapak/ibu terhadap dukungan Dinas Kesehatan propinsi SUMUT dalam pemenuhan kebutuhan obat di UPT ini?


(5)

Lampiran 2 Hasil Pengolahan Data Penelitian

Frequencies

Frequency Table

UPT

2 28,6 28,6 28,6

2 28,6 28,6 57,1

2 28,6 28,6 85,7

1 14,3 14,3 100,0

7 100,0 100,0

UPT BKIM

UPT RS KUSTA LAU SIMOMO

UPT RS KUSTA SICANANG Dinas Kes ehatan Propinsi Sumatera Utara Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Jabatan Informan

3 42,9 42,9 42,9

3 42,9 42,9 85,7

1 14,3 14,3 100,0

7 100,0 100,0

Ka. Farmas i

Petugas Perencanaan Ka. Sub Bidang Perencanaan Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Umur

1 14,3 14,3 14,3

1 14,3 14,3 28,6

1 14,3 14,3 42,9

1 14,3 14,3 57,1

2 28,6 28,6 85,7

1 14,3 14,3 100,0

7 100,0 100,0

28 29 32 34 38 46 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

Umur Informan

1 14,3 14,3 14,3

6 85,7 85,7 100,0

7 100,0 100,0

<30 Tahun >= 30 Tahun Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pendidikan Informan

2 28,6 28,6 28,6

5 71,4 71,4 100,0

7 100,0 100,0

Tamat D-3 Tamat S1 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Ma sa Kerj a

1 14,3 14,3 14,3

1 14,3 14,3 28,6

1 14,3 14,3 42,9

1 14,3 14,3 57,1

1 14,3 14,3 71,4

1 14,3 14,3 85,7

1 14,3 14,3 100,0

7 100,0 100,0

5 6 7 8 10 12 17 Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

Masa Kerja Informan

4 57,1 57,1 57,1

3 42,9 42,9 100,0

<10 tahun >= 10 Tahun Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent