75
Meredup  dan  merosotnya  usaha  batik  tradisional  yang  melanda  sentra- sentra industri batik di Jawa dan seluruh Indonesia pada umumnya, tentunya juga
terjadi  di  daerah  Prawirataman.  Namun  demikian,  kemerosotan usaha  batik  di Prawirataman  ini  tidak  terjadi  serentak  secara  bersamaan,  maksudnya  dari  38
perusahaan batik yang ada, tidak semuanya menutup usahanya secara bersamaan. Pengusaha  berskala  besar  yang  memiliki  jaringan  serta  modal  yang  kuat  dapat
bertahan sampai sekitar tahun 1970. Namun demikan, banyak di antara pengusaha batik  yang  sudah  gulung  tikar  tersebut  mulai  menjajaki  dan  mencoba
peruntungannya  dengan  mengembangkan  usaha  yang  lain.  Banyak  usaha-usaha baru  yang dikembangkan, misalnya art shop yang menjual lukisan-lukisan batik,
peternakan ayam, rumah kos-kosan, rumah penginapan, dan lain sebagainya. Di  lain  pihak,  Pemerintah  Indonesia  mulai  giat  mengembangkan  sektor
pariwisata.  Perkembangan  sektor  pariwisata  itu  mendapatkan  dukungan  penuh dari  pemerintah  dengan  dikeluarkannya  kebijakan  yang  secara  formal
menempatkan  sektor  pariwisata  dalam  Rencana  Pembangunan  Semesta  8  tahun dari  tahun  1960 – 1968,  serta  dalam  REPELITA  I  pada  tahun  1969.
43
Daerah Yogyakarta  menjadi  terkenal  sebagai  daerah  tujuan  wisata  selain  karena  obyek-
obyek  wisatanya  yang  memang  menarik  untuk  dikunjungi,  juga  didukung  oleh akses  yang  mudah,  baik  melalui  transportasi  darat,  ataupun  udara  sehingga
kemudian  Yogyakarta  terkenal  sebagai  daerah  tujuan  wisata  kedua  setelah  Bali. Semakin  banyaknya  jumlah  wisatawan  yang  datang  berkunjung  ke  Yogyakarta,
43
Ibid., hal. 103-105.
76
artinya  semakin  membuka  jalan  bagi  perkembangan  usaha  yang  baru  dalam bidang hotel dan penginapan.
Bagi  sebagian  pengusaha  batik  di  Prawirataman,  perkembangan  industri pariwisata tersebut juga dimaknai sebagai peluang usaha yang baru. Letak daerah
Prawirataman  yang  strategis,  dan  tidak  begitu  jauh  dari Kraton Yogyakarta sebagai  pusat  kota  memudahkan  akses  bagi  para  wisatawan  yang  datang
berkunjung.  Selain  itu,  salah  satu  modal  besar  yang  sangat  mendukung  dan dimiliki oleh para pengusaha batik Prawirataman adalah rumah dengan ukurannya
sangat  besar  dan  bagus,  ditambah  dengan  tanah  pekarangan  yang  luas.  Oleh karena  itu,  dari  berbagai  bidang  usaha  yang  coba  dikembangkan  pasca  industri
batik meredup, jasa penginapan menjadi salah satu pilihan. Usaha  jasa  penginapan  di  daerah  Prawirataman  itu  dimulai  dari  salah
seorang  pengusaha  batik  yang  menyewakan  kamarnya  kepada  wisatawan  yang tertarik  dengan  batik.  Saat  itu  hanya  terdapat  beberapa  perusahaan  batik  yang
bertahan, juga beberapa art shop yang menjual lukisan batik. Dari mulut ke mulut berita  tentang  Prawirataman  tersebar  sehingga  jumlah  wisatawan  yang  datang
bertambah.  Pengusaha  batik  yang  pada  awalnya  hanya  menyewakan  kamar  di rumahnya,  kemudian  mulai membangun  penginapan  yang  bersifat homestay
44
pada  sekitar  tahun  1968,  di  Prawirataman  sebelah  barat,  dekat  dengan  Jalan Parangtritis.
44
Chiyo  Inui  Kawamura, op. cit. hal.  102. Homestay adalah  rumah keluarga  yang  digunakan  untuk  menerima  tamu  atau  wisatawan  yang  ingin
menginap. Hubungan antara keluarga di rumah itu dengan tamunya tidak bersifat komersial semata, tetapi juga bersifat kekeluargaan.
77
Usaha  jasa  penginapan  tersebut  berjalan  sangat  baik  dan  banyak peminatnya.  Melihat  potensi  tinggi  yang  dimiliki  sektor  pariwisata  Yogyakarta,
dan  jumlah  wisatawan  yang  terus  bertambah,  banyak  pengusaha  batik  lain  yang kemudian tertarik dan ikut merintis usaha yang sama. Beberapa dari mereka yang
pada awalnya memanfaatkan rumah mereka sebagai kos-kosan dan dikontrakkan, mulai banting  setir  mengalihkan  usaha  mereka.  Bangunan  rumah  kos-kosan
tersebut  kemudian  di  renovasi  menjadi  kamar-kamar  dengan  fasilitas  yang  lebih baik  dan  layak  disewakan  kepada  para  wisatawan.  Berawal  dari  sinilah  usaha
akomodasi  dan  penginapan  di  daerah  Prawirataman  mulai  berkembang,  dan menjadi sangat ramai dan pesat pada tahun-tahun selanjutnya.
BAB IV DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL DAN EKONOMI DI
PRAWIRATAMAN
Setiap  perubahan  yang  terjadi  dalam  kehidupan  masyarakat,  baik  yang disengaja  atau    pun    tidak  disengaja,  secara  langsung  atau  tidak  langsung,
sebagian  atau  menyeluruh,  tentu  membawa  konsekuensi,  dampak,  dan  pengaruh bagi masyarakatnya. Ketika berbicara mengenai dampak, tentu  tidak dapat lepas
dari  dampak  yang  sifatnya  primer  dan  sekunder.  Dampak  yang  bersifat  primer disini  maksudnya  adalah  perubahan  suatu  lingkungan  tertentu  yang  disebabkan
secara  langsung  oleh  suatu  kegiatan.  Sedangkan  dampak  sekunder  merupakan perubahan  yang  terjadi  secara  tidak  langsung  dari  suatu  kegiatan,  artinya
perubahan  yang  terjadi  sebagai  kelanjutan  dari  dampak  yang  sifatnya  primer. Dampak yang timbul baik primer maupun sekunder tersebut dapat bersifat negatif
maupun negatif.
1
Cepat  atau  lambat  dan  besar  kecilnya  pengaruh  yang  kemudian  timbul dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat suatu tempat, akan sangat tergantung
1
Sudarmo  Ali  Murtopo,  dkk, Dampak  Pembangunan  Ekonomi  Pasar Terhadap  Kehidupan  Sosial  Budaya  Masyarakat  Daerah  Istimewa  Yogyakarta
Studi  Kasus  Pertanian Salak  Pondoh  Desa  Bangunkerto. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 19951996. Hal. 87-88.
pada  keadaan  dan  kesiapan  masyarakat  tersebut.  Meskipun  demikian,  dorongan dan tekanan dari luar, juga dapat memberikan pengaruh yang tidak terduga. Satu
hal yang perlu dijadikan catatan bahwa perubahan yang terjadi itu tidak selamanya memberikan  dampak  yang  sifatnya  kemajuan progress,  namun  juga  dapat
mengakibatkan kemunduran regress. Sama  halnya  dengan  perubahan  yang  terjadi  di  Prawirataman.  Berbagai
perubahan  yang  terjadi  di  daerah  tersebut,  sampai  kemudian  industri  pariwisata masuk  sebagai  alternatif  baru  yang  dipilih  sebagai  usaha  perekonomian
masyarakat setelah industri batik mengalami kemunduran, disadari atau pun tidak, pasti  akan  membawa  pengaruh  bagi  masyarakat  yang  tinggal  di  Prawirataman
sendiri  dan  juga  masyarakat  yang  tinggal  lingkungan  di  daerah  sekitar.  Lambat laun perubahan tersebut sedikit banyak juga akan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan usaha pariwisata di wilayah Yogyakarta. Oleh  karena  itu,  dalam  bab  ini  akan  coba  dibahas  tentang  dampak  dan
akibat  yang  ditimbulkan  oleh  perubahan  yang  terjadi  di  daerah  Prawirataman, dalam  hubungannya  dengan  perkembangan  industri  pariwisata  terutama  dalam
bidang usaha jasa penginapan sebagai solusi yang dipilih akibat merosotnya usaha batik  di  daerah  tersebut.  Dampak-dampak  yang  muncul  sudah  tentu  dapat
melanda  berbagai  bidang  kehidupan,  baik politik,  ekonomi,  sosial,  ataupun budaya.  Namun  demikian  agar  pembahasannya  tidak  melebar  kemana-mana,
maka dalam penelitian ini dampak  yang akan dilihat akan lebih banyak berfokus pada bidang sosial dan ekonomi.
Untuk  memberi  gambaran  terperinci  tentang awal  mula  usaha  jasa penginapan di daerah Prawirataman dan dampak yang ditimbulkan sebagai akibat
dari perkembangan usaha jasa penginapan  yang menggantikan merosotnya usaha batik tersebut, pembahasan dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga subbab, yaitu
proses  muncul  dan  berkembangannya  usaha  jasa  penginapan  di  Prawirataman, dampak  ekonomi  yang  timbul  sebagai  akibat  dari  berbagai  perubahan  yang
terjadi,  dan  kemudian  pengaruh  dan  dampak  sosial  yang  muncul  di  Kampung Prawirataman.
A. Proses Perkembangan Industri Pariwisata Terutama Usaha Jasa Penginapan di Kampung Prawirataman
Industri  pariwisata  dapat  dilihat  sebagai  salah  satu  upaya  pemerintah dalam  memperkenalkan  nilai-nilai  baru  kepada  masyarakat.  Upaya  tersebut
merupakan suatu proses mempertemukan dan saling penyesuaian antara nilai-nilai baru dengan nilai-nilai yang selama ini menjadi pedoman hidup masyarakat. Oleh
karena itu, sikap masyarakat yang bakal timbul nantinya, dapat diprediksi menjadi 1  menerima  nilai-nilai  baru  tersebut  dan  menghilangkan  nilai  yang  lama,  2
nilai  baru  dan  nilai-nilai  lama  berjalan  seiring,  3  menolak  nilai-nilai  baru  dan mempertahankan  nilai-nilai  yang  lama.  Jadi,  keikutsertaan  masyarakat  pada
pembangunan  pariwisata  dipandang  turut  memsukseskan  program  pemerintah, namun  bisa  jadi  keterlibatan  tersebut  justru  membawa  pengaruh  terhadap  nilai-
nilai  yang  selama  ini  dipertahankan.  Dengan  kata  lain,  konsekuensi  logis  dari
pengembangan  pariwisata,  cepat  atau  atau  lambat  dapat  membawa  dampak  bagi masyarakat.
2
Produk  yang  dihasilkan  dari  industri  pariwisata  tersebut  dapat  dikatakan memang  bukan  merupakan  produk  nyata  yang  berupa  benda,  akan  tetapi
merupakan  rangkaian  jasa  yang  tidak  hanya  bersifat  ekonomis,  tetapi  juga memiliki  segi-segi  yang  bersifat  sosial,  psikologis,  dan  lain  sebagainya.  Jadi,
ketika  berbicara  tentang  kata  ‘industri’  dalam  pengertian  industri  pariwisata artinya adalah suatu rangkaian perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk
jasa.
3
Rangkaian perusahaan yang termasuk dalam industri wisata tersebut antara lain,  penginapan,  restoran,  agen  perjalanan  wisata,  perusahaan  penukaran  uang,
perusahaan  penyewaan  sarana  transportasi,  dan  lain  sebagainya.  Perusahaan- perusahaan  tersebut  kemudian  saling  bekerjasama  satu  dengan  lainnya  untuk
menghasilkan produk wisata. Sejalan dengan proyek pembangunan pariwisata Yogyakarta yang diawali
dengan proyek seni drama tari Ramayana di Candi Prambanan pada tahun 1961, jumlah kunjungan wisatawan baik domestik ataupun asing ke wilayah Yogyakarta
mengalami  peningkatan.  Walaupun  sempat mengalami  penurunan  pada  sekitar tahun 19651966 karena kerusuhan politik yang terjadi pada masa itu, namun pada
tahun-tahun  berikutnya  jumlahnya  terus  mengalami  peningkatan.  Misalnya  pada
2
Zulyani  Hidayat,  ed. Dampak  Pariwisata  Terhadap  Pola  Pemukiman Penduduk  Cipanas  Garut,  Jawa  Barat. Jakarta:  Departemen  Pendidikan  dan
Kebudayaan. 19941995. Hal. 46.
3
Spillane,  James  J. Pariwisata  Indonesia:  sejarah  dan  Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius. 1987. Hal. 88-89