Parameter Kualitas Air Produktivitas Primer Perifiton di Sungai Naborsahan Sumatera Utara

diduga karena kelimpahan perifiton pada stasiun 2 lebih tinggi daripada stasiun 1 sehingga ketersediaan klorofil banyak yang menyebabkan proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari semakin tinggi yang mempengaruhi nilai produktivitas primer perifiton juga yang semakin tinggi.

C. Parameter Kualitas Air

Berdasarkan Tabel 8, suhu perairan di stasiun 1 berkisar antara 20 – 23 o C dan stasiun 2 berkisar antara 21 – 23 o C. Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa di antara kedua stasiun pengamatan memiliki rentang suhu yang relatif sama dimana tidak menunjukkan variasi yang besar. Hal ini dimungkinkan karena kondisi cuaca selama pengamatan yang relatif sama. Nilai suhu yang didapat selama pengamatan masih tergolong dalam kisaran yang menunjang kehidupan perifiton yang diperoleh. Menurut Effendi 2003, alga dari filum Chlorophyta dan Bacillariophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu 30 – 35 o C dan 20 – 30 o C. Sedangkan jenis Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 8, kecepatan arus selama pengamatan di stasiun 1 berkisar antara 0,29 – 0,31 ms dan stasiun 2 berkisar antara 0,45 – 0,5 ms. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan arus pada masing-masing stasiun selama pengamatan tergolong sedang. Menurut Welch 1980 dalam Widdyastuti 2011, kategori untuk perairan yang berarus sedang berkisar antara 0,25 – 0,5 ms. Di antara kedua stasiun terdapat perbedaan kecepatan arus sungai selama Universitas Sumatera Utara pengamatan. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 2. Hal ini disebabkan karena perbedaan topografi di antara kedua stasiun. Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi jenis-jenis perifiton yang hidup di dalamnya. Dari hasil pengamatan, alga bentik yang mendominasi perairan pada stasiun pengamatan di antaranya adalah Synedra, Nitzschia, Navicula dan Oscillatoria. Menurut Round 1964 dalam Wijaya 2009, tipe komunitas perairan yang berarus 0,2 – 1 ms didominasi oleh alga epipelik dan epifitik seperti Nitzschia, Navicula, Caloines, Eunotia, Tabellaria, Synedra, Oscillatoria, Oedogonium dan Bulbochaete. Menurut Effendi 2003, nilai kecerahan perairan tergantung pada warna air dan kekeruhan. Berdasarkan Tabel 8, kecerahan perairan di stasiun 1 berkisar antara 38 – 56 cm dan stasiun 2 berkisar antara 40 – 90 cm. Kisaran kecerahan perairan pada stasiun 1 lebih rendah dari pada stasiun 2 karena daerah di stasiun 1 lebih dangkal daripada stasiun 2. Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran pH di stasiun 1 berkisar antara 5,9 – 7,2 dan di stasiun 2 berkisar antara 6,3 – 7,0. Nilai pH di stasiun 1 selama penelitian memiliki rata-rata sebesar 6,75 dan stasiun 2 sebesar 6,55. Menurut Effendi 2003, kisaran nilai tersebut termasuk dalam perairan alami. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH yang didapat tidak menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Besarnya nilai pH sangat menentukan dominansi perifiton di perairan. Menurut Effendi 2003, kisaran pH tersebut masih berada pada kisaran nilai yang baik untuk kehidupan biota perairan. Pada umumnya alga biru hidup pada pH netral sampai basa dan respon pertumbuhan negatif terhadap asam pH Universitas Sumatera Utara 6 dan diatom pada kisaran pH yang netral akan mendukung keanekaragaman jenisnya Weitzel, 1979. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat bahwa pada kisaran pH yang netral tersebut keanekaragaman jenis dari kelas Bacillariophyceae yang terdapat tinggi. Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran oksigen terlarut di stasiun 1 berkisar antara 7,2 – 8,0 mgl dan stasiun 2 berkisar antara 6,4 – 7,6 mgl. Kisaran nilai DO yang didapat selama penelitian masih mendukung kehidupan organisme akuatik yang terdapat di sekitar itu. Menurut Wibowo 2004, organisme- organisme akuatik biasanya membutuhkan oksigen pada kisaran 5 – 8 mgl untuk dapat hidup secara normal. Nilai kelarutan oksigen dipengaruhi salah satunya oleh suhu air. Rentang kisaran suhu yang didapat selama penelitian tergolong rendah sehingga membuat nilai kelarutan oksigen yang tinggi. Berdasarkan Tabel 8, pada stasiun 1, kisaran nilai nitrit NO 2 0,001 – 0,003 mgl, nitrat NO 3 0,298 – 0,475 mgl, amoniak NH 3 0,142 – 0,172 mgl, dan ortofosfat PO 4 2- 0,037 – 0,061 mgl. Sedangkan stasiun 2, kisaran nilai nitrit NO 2 0,002 – 0,003 mgl, nitrat NO 3 0,365 – 0,582 mgl, amoniak NH 3 0,142 – 0,283 mgl, dan ortofosfat PO 4 2- 0,039 – 0,058 mgl. Fluktuasi nutrien pada kedua stasiun disebabkan karena fluktuasi limbah pertanian, limbah PDAM dan limbah domestik yang berasal dari bagian hulu sungai maupun dari aktivitas masyarakat di sekitar sungai tersebut. Berdasarkan Tabel 8, nilai amoniak yang didapat selama penelitian termasuk tinggi yaitu berkisar 0,142 – 0,283 mgl. Nilai kadar amoniak tersebut berada pada kondisi perairan yang sudah tidak alami. Universitas Sumatera Utara Menurut Effendi 2003, kadar amoniak di perairan alami tidak lebih dari 0,1 mgl. Hal ini mengindikasikan telah terjadi masukan bahan organik terutama berasal dari limpasan pertanian. Namun, perifiton masih dapat mentoleransi kandungan amoniak tersebut dalam perairan. Widdaystuti 2011 menyatakan bahwa batas toleransi perifiton terhadap kandungan amoniak di perairan adalah 0,2 mgl. Nitrat merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Berdasarkan Tabel 8, kisaran nilai nitrat selama pengamatan yaitu 0,298 – 0,582 mgl. Kandungan nilai nitrat ini sudah tidak berada pada kondisi yang tidak alami lagi namun tidak mencerminkan kondisi pencemaran yang antropogenik. Namun, perairan tersebut masih menunjang untuk pertumbuhan perifiton. Menurut Effendi 2003, perairan yang alami memiliki kandungan nitrat 0,1 mgl dan kondisi pencemaran yang antropogenik 5 mgl, kisaran nitrat yang baik untuk pertumbuhan perifiton antara 0,01 – 5 mgl. Berdasarkan Tabel 8, kisaran nilai ortofosfat selama pengamatan sebesar 0,037 – 0,061 mgl. Fosfat memiliki peranan penting sebagai penyedia sumber energi dalam proses fotosintesis. Menurut Millero dan Sohn 1992 dalam Madubun 2008, pertumbuhan semua jenis alga tergantung pada konsentrasi ortofosfat. Berdasarkan kisaran nilai ortofosfat yang didapat selama pengamatan, maka perairan tersebut tergolong dalam kategori perairan yang eutrofik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widdyastuti 2011 yang menyatakan bahwa perairan eutrofik memiliki kadar ortofosfat antara 0,031 – 0,1 mgl. Universitas Sumatera Utara

D. Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton