Implementasi Program Tim Terpadu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi

2.1.1 Definisi Implementasi

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan sangat menentukan dalam proses suatu kebijakan. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan Winarno, 2012. Menurut Akib 2010 yang mengutip pernyataan Edwards III 1984 menyatakan bahwa tanpa implementasi yang efektif keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan aktifitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat Akib, 2010. Menurut Winarno 2012 yang mengutip pendapat Ripley dan Franklin 1982 bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan benefit, atau suatu jenis keluaran yang nyata tangible output. Implementasi menunjukan pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Menurut Akib 2010 yang mengutip pendapat Grindle 1980 bahwa implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti Universitas Sumatera Utara pada tingkat program tertentu. Proses implementasi dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegaiatan telah tersusun, dana telah siap dan disalurkan untuk mencapai sasaran Akib, 2010. Selanjutnya, Van Meter dan Van Horn 1975 yang dikutip oleh Winarno 2012 membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan yang telah digariskan. Dari defenisi-defenisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan diawali dari adanya tujuan atau sasaran, kemudian proses pelaksanaan untuk mencapai tujuan dan akhirnya diperoleh hasil atau dampak dari implementasi kebijakan tersebut. Hal ini senada dengan pandangan Van Meter dan Van Horn 1980 yang dikutip oleh Akib 2010, bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktifitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Adapun defenisi implementasi yang dimaksud oleh peneliti adalah tindakan yang dilakukan setelah suatu kebijakan ditetapkan dan implementasi merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi kebijakan publik dapat dilihat dari beberapa perspektif atau pendekatan. Salah satunya ialah implementation problem approach yang Universitas Sumatera Utara diperkenalkan oleh Edwards III. Edwards III mengajukan pendekatan masalah implementasi terlebih dahulu mengemukakan dua pertanyaan pokok, yakni : 1. Faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan ? 2. Faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan ? Dapat dirumuskan bahwa empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kebijakan Akib, 2010. Jika divisualisasikan akan terlihat bahwa suatu kebijakan memiliki tujuan yang jelas yang diformulasikan ke dalam program pelaksanaan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana. Keseluruhan implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur luaran output program berdasarkan tujuan program. Luaran program dilihat melalui dampaknya terhadap sasaran yang dituju baik individu, kelompok maupun masyarakat. Luaran implementasi kebijakan adalah adanya perubahan dan diterimanya perubahan oleh kelompok sasaran Akib, 2010. Pendapat lain diutarakan oleh Grindle 1980 yang dikutip Subarsono 2010, menyatakan bahwa keberhasilan implementasi pubik dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yakni isi kebijakan content of policy dan lingkungan implementasi context of implementation. 1. Variabel isi kebijakan content of policy mencakup : a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups. Universitas Sumatera Utara b. Jenis manfaat yang diterima oleh target groups. c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan. d. Apakah letak sebuah program sudah tepat. e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci. f. Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai. 2. Variabel lingkungan implementasi context of implementation mencakup : a. Seberapa besar kekuatan, kepentingan dan strategi yang dimiliki para aktor yang terlibat. b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa. c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Mazmanian dan Sabatier 1983 juga mengemukakan pendapatnya yang dikutip oleh Subarsono 2010, bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 3 variabel, yakni karakteristik dari masalah tractability of the problems, karakteristik kebijakanundang-undang ability of statute to structure implementation dan variabel lingkungan nonstatutory variables affecting implementations. 1. Karakteristik dari masalah tractability of the problems meliputi : a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan b. Tingkat kemajemukan kelompok sasaran c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Universitas Sumatera Utara 2. Karakteristik kebijakanundang-undang ability of statute to structure implementation meliputi : a. Kejelasan isi kebijakan b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan 3. Lingkungan kebijakan nonstatutory variables affecting implementations meliputi : a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi b. Dukungan publik terhadap suatu kebijakan c. Sikap kelompok pemilih d. Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor Selain faktor-faktor diatas, Korten 1980 menambahkan pendapat yang dikutip oleh Akib 2010, bahwa suatuprogram akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari 3 unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program denga apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran pemanfaat. Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian Universitas Sumatera Utara antara tugas yang dipersyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program. Berdasarkan pola piker Korten dapat dipahami bahwa jika tidak terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi kebijakan maka kinerja program tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika output program tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran maka jelas outputnya tidak dapat dimanfaatkan. Jika organisasi pelaksana program tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh program maka organisasinya tidak dapat menyampaikan output program dengan tepat. Atau, jika syarat yang ditetapkan organisasi pelaksana program tidak dapat dipenuhi oleh kelompok sasaran maka kelompok sasaran tidak mendapatkan output program. Oleh karena itu, kesesuaian antara 3 unsur implementasi kebijakan mutlak diperlukan agar program berjalan sesuai rencana yang telah dibuat Akib, 2010. Hampir sama dengan Korten, Grindle 1980 dan Quade 1984 yang dikutip oleh Akib 2010 juga menyatakan bahwa dalam implementasi kebijakan memerlukan 3 variabel yang bekerja sinergis demi keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. Konfigurasi ketika variabel itu disebut hubungan segitiga variabel yaitu variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan kebijakan. Melalui pemilihan kebijakan yang tepat, maka masyarakat dapat berpartisipasi memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan kebijakan. Selanjutnya, ketika Universitas Sumatera Utara sudah ditemukan kebijakan yang terpilih perlu diwadahi oleh organisasi pelaksana yang memiliki kewenangan dan sumber daya yang mendukung pelaksanaan program. Penciptaan situasi dan lingkungan kebijakan yang mendukung sangat dibutuhkan dalam pencapaian keberhasilan. Karena diasumsikan bahwa jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan maka diharapkan akan menghasilkan dukungan positif yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan negative akan dapat mengancam kesuksesan implementasi kebijakan Akib, 2010.

2.1.2 Implementasi Model George Edwards III

Teori yang dikemukakan oleh Edwards ini disebut juga dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut Edwards, ada 4 empat faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan yang antara satu faktor dengan faktor lain saling memengaruhi, yaitu : 1. Faktor Komunikasi Suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan Akib, 2010. Semua hal tersebut dapat diperoleh melalui komunikasi yang efektif. Ada beberapa hal yang mempengaruhi komunikasi, yaitu : a. Transmisi Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi hambatan dalam mentransmisikan perintah-perintah implementasi. Universitas Sumatera Utara Hambatan-hambatan tersebut dapat terjadi antara lain karena adanya pertentangan pendapat antara pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan, penyampaian informasi yang melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi dan adanya persepsi dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan suatu kebijakan Winarno, 2012. b. Kejelasan Komunikasi yang diterima oleh implementor haruslah jelas, akurat dan tidak membingungkan, sehingga dapat dihindari terjadinya interpretasi yang salah. Menurut Edwards ada 6 faktor yang mendorong ketidakjelasan komunikasi kebijakan, yaitu : kompleksitas kebijakan publik, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya consensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan dan sifat pembentukan kebijakan pengadilan Winarno, 2012. c. Konsistensi Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah yang diberikan harus konsistensi dan jelas karena perintah yang tidak konsistensi akan mendorong pelaksana mengambil tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin cermat keputusan dan perintah pelaksanaan diteruskan kepada pelaksana, maka semakin tinggi probabilitas keputusan dan perintah kebijakan tersebut untuk dilaksanakan dengan baik Winarno, 2012. Universitas Sumatera Utara 2. Faktor Sumber Daya Walaupun isi kebijakan sudah di komunikasikan dengan jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif Subarsono, 2010. Indicator untuk menilai kecukupan sumber daya adalah : a. Staf Sumber daya yang paling esensial dalam mengimplementasikan kebijakan adalah staf. Sumber daya yang efektif tidak hanya dinilai dari sisi jumlah staf namun juga kompetensi atau kecakapan sumber daya manusianya. b. Informasi Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan, informasi ada dalam 2 bentuk. Pertama, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Kedua, data dalam bentuk peraturan pemerintah. Para implementor mesti mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam mengimplementasikan kebijakan melengkapi undang-undang yang diperlukan sebagai dasar legitimasi. c. Wewenang Kewenangan merupaka otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Kewenangan harus bersifat formal untuk menghindari gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik implementor tersebut tidak terlegitimasi. 3. Faktor Disposisi Disposisi diartikan sebagai sikap atau perpektif implementor dalam melaksanakan kebijakan. Jika para implementor bersikap baik atau mendukung Universitas Sumatera Utara suatu kebijakan maka kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Namun sebaliknya, bila tingkah laku atau perspektif implementor berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses diperhatikan berkaitan denga disposisi ini adalah : a. Pengangkatan birokrat Dalam memilih atau mengangkat pejabat pelaksana kebijakan sebaiknya berdasarkan kemampuan atau kapabilitas bukan berdasarkan atas kepentingan- kepentingan lain. Karena personil yang tidak mendukung akan menghambat dalam pelaksanaan kebijakan. b. Insentif Mengubah personil dalam birokrasi pemerintah merupakan pekerjaan yang sulit dan tidak menjamin proses implementasi dapat berjalan lancer. Salah satu teknik yang dikemukakan Edwards adalah dengan memanipulasi insentif. Dengan memberikan insentif diharapkan akan menjadi faktor pendorong yang membuat implementor melaksanakan perin tah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan-kepentingan pribadi self-interest, organisasi atau kebijakan substantif. 4. Faktor Struktur Birokrasi Pada dasarnya, para implementor mungkin mengetahui apa yang harus dilakukan dalam pelaksanaan kebijakan serta mempunyai cukup sumber daya dan keinginan namun terkadang mereka masih terhambat dengan struktur birokrasi dimana mereka menjalankan kegiatan tersebut. Menurut Edwards III ada 2 Universitas Sumatera Utara karakteristik yang dapat meningkatkan kinerja struktur birokrasi, yaitu membuat Standard Operating Procedures SOP dan Fragmentasi Winarno, 2012.

2.2 Bantuan Operasional Kesehatan BOK