4.2 Faktor Abiotik Lingkungan 4.2.1 Hasil Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan
Hasil pengukuran faktor fisik-kimia perairan setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data faktor fisik-kimia perairan Danau Toba pada setiap stasiun
No Parameter
Satuan Stasiun I
Stasiun II Stasiun III
A Parameter Fisika
1 Suhu
o
C 26
27 27
2 Jenis Substrat
- P
Lp Lp
3 Kandungan organik substrat
0,17 0,42
0,34 B
Parameter Kimia
4 Oksigen Terlarut DO dasar
mgL 6,6
6,3 6,2
5 Derajat Keasaman pH
- 7,4
7,7 7,5
6 BOD dasar
mgL 3,8
4,2 4
Keterangan: P
: Pasir Lp
: Lempung Berpasir
4.2.2 Parameter Fisika
Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata parameter fisika di setiap stasiun. Suhu berkisar antara 26-27
o
C dan merupakan suhu perairan yang baik bagi lobster. Suhu terendah terdapat pada stasiun I yaitu sebesar 26
o
C dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun II dan III yaitu 27
o
C. Cherax jenis “redclaw” mengalami
pertumbuhan terbaik pada suhu 24 C hingga 29
C, temperatur di bawah atau di atas angka tersebut sangat membahayakan kehidupan lobster air tawar Rouse,
1977 dalam Aris, 2011. Substrat juga memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan
lobster. Jenis substrat yang dihasilkan pada stasiun I adalah Pasir, sedangkan pada stasiun II dan III adalah Lempung berpasir. Kandungan organik substrat yang
paling tinggi terdapat pada stasiun II yaitu daerah keramba. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sisa pakan ikan yang mengendap di dasar perairan.
Menurut Setiawan 2006 umumnya tempat hidup habitat lobster air tawar memiliki ciri-ciri khusus, seperti sungai yang bagian dasarnya terdiri atas
campuran lumpur, pasir dan bebatuan. Menurut Yuniarso 2006 kotoran padat
Universitas Sumatera Utara
dan sisa pakan yang tidak termakan adalah bahan organik dengan kandungan protein tinggi yang dapat teruraikan menjadi amonia. Hal ini menyebabkan
kualitas suatu perairan menurun dan mengurangi kadar oksigen di perairan tersebut.
4.2.3 Parameter Kimia
Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata parameter kimia di setiap stasiun. Nilai oksigen terlarut dasar perairan berkisar 6,2-6,6 mgL. Nilai oksigen terlarut pada
ketiga stasiun dianggap masih ideal untuk pertumbuhan lobster. Menurut Wetzel dan Likens 1979 dalam Siagian 2009 tinggi rendahnya kandungan oksigen
terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut. Menurut
Priyono 2009 kadar oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh lobster, dalam repirasi selalu dibutuhkan oksigen sehingga untuk kelangsungan
hidup lobster perlu sarana oksigen yang cukup. Oksigen yang terlarut dalam air sangat dibutuhkan lobster untuk respirasi berkisar antara 4-8 mgl, jika kebutuhan
oksigen terpenuhi maka pertumbuhan dan aktifitas lobster akan lebih baik Derajat keasaman pH di setiap stasiun berkisar antara 7,4-7,7. Nilai pH
yang diperoleh pada setiap stasiun masih bagus untuk mendukung kehidupan lobster di dalam perairan, sesuai dengan pendapat Bachtiar, 2006 pH optimal
untuk pemeliharaan lobster adalah 7,2-8,5. Menurut Sukmajaya dan Suharjo 2003 nilai pH kurang dari 5 sangat buruk bagi kehidupan udang karena dapat
menyebabkan kematian, sedangkan pH diatas 9 dapat menurunkan nafsu makan. Berdasarkan hasil pengukuran nilai BOD
5
dasar perairan berada pada kisaran 3,8-4,2. Nilai BOD
5
yang paling tinggi diperoleh pada stasiun II sebesar 4,2. Menurut Kristanto 2002 BOD
5
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-
bahan buangan di dalam air. Menurut Barus 2004 nilai BOD
5
yang berbeda pada setiap stasiun disebabkan oleh perbedaan jumlah senyawa organik pada
setiap stasiun yang diketahui dengan berkurangnya kadar oksigen terlarut, sebab oksigen digunakan oleh mikroorganisme dalam penguraian bahan organik.
Universitas Sumatera Utara
4.3 Nilai Analisis Korelasi Pearson