33
“bapakibu”. Tetapi ketika saya masuk pertama kali kesini sangat mengejutkan ketika saya melihat relasi mahasiswa
dengan dosen itu akrab gitu loh. Akrab sampe dalam sapaan pun tidak menggunakan “bapakibu” tapi “koh, cik, mbak,
mas ” saya rasa itu sudah relasi yang menarik. Pengalaman
pribadi saja, ketika saya baru masuk di sini sebagai orang luar ya bukan alumni sini, yang notabenenya saya juga
belum banyak bahkan tidak tau sama sekali suasana disini, mereka welcome, mereka nyapa, mengajak kenalan, kadang
membantu saya untuk mengenal institusi ini lebih jauh. Itu yang saya rasakan dek, baik dari senior maupun dari rekan-
rekan sekerja baik..
”
Pekerjaan diperusahan perbankan dengan load pekerjaan yang tinggi dan berimplikasi terhadap
tingginya tekanan pekerjaan, para responden dengan pengalamannya
sulit untuk
membagi waktu,
keterlibatan dan tanggungjawab secara seimbang antara pekerjaan dan keluarga. Berbeda dengan kondisi
pekerjaan di sektor perbankan, pekerjaan di institusi pendidikan seperti perguruan tinggi dengan profesi
sebagai dosen, memiliki kelenturan waktu untuk menyeimbangkan
waktu, keterlibatan
dan tanggungjawab terhadap pekerjaan dan keluarga.
Kedua kondisi kerja ini berimplikasi pada konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan terhadap pekerjaan
maupun kepuasan terhadap kehidupan keluarga.
4.2 Konflik pekerjaan-keluarga
4.2.1 Bank Mandiri
Konflik pekerjaan-keluarga terjadi sebagai akibat individu menanggung peran ganda yaitu peran dalam
34 pekerjaan dan peran dalam keluarga di mana waktu
dan perhatian sebagian besar tercurah pada satu diantaranya biasanya peran pada pekerjaan sehingga
tuntutan peran lain dalam keluarga tidak terpenuhi secara
optimal Susanto,
2009. Kasus
konflik pekerjaan-keluarga dalam penelitian ini menunjukkan
implikasi terhadap pengasuhan anak, kurangnya kasih sayang terhadap anak dan kurangnya waktu bagi
keluarga. Kondisi kerja yang menyita waktu relatif lebih banyak dipekerjaan dan kondisi suami yang juga
bekerja, para responden mempercayakan pengasuhan anaknya selain kepada suami, juga kepada orang tua,
pembantu dan pihak sekolah. Selain itu, karena tersitanya waktu yang lebih banyak dipekerjaan,
responden tidak memiliki waktu untuk bersosialisasi dengan
lingkungan sosialnya.
Berikut kutipan
responden.
“Kalo anak-anak itu seutuhnya saya kasi ke sekolah, jadi model sekolahnya itu kan dari pagi sampe sore. Ada
penitipan anak di sana jadi kita tidak perlu khawatir anak itu nanti makannya gimana, nanti tidur siangnya gimana,
semua sudah di atur dari sekolah.. ibu YL
”
“
Kebetulan sama bapak ibuku tuh rumahnya gandeng jadi anak ada pengawasan. Ada pembantu juga. Jadi gak perlu
khawatir. Cuma aku juga sering ya kasih sayang tuh gak ada aku [kurang kasih sayang dari saya], cuman ada kakek
neneknya yang sering tiap hari. Trus suamiku juga dia kalo libur gini kan juga di rumah full. kalo dia piket malam aku
kan sudah di rumah jadi ada yang gantiin.
. “Kalo arisan gitu aku gak ikut mbak. Cuman bayar arisannya yo tetap cuman
kalo menyempatkan diri arisan, duduk gitu aku gak pernah. Kalo tetangga nikahan itu mbantu yo gak, ya gak sempat ya
mbak.. ibu RA ”
35 Ketiga responden penelitian mendapat complain -
dari anak-anak mereka karena terambilnya waktu bagi keluarga disebabkan lembur kerja dan tersitanya waktu
libur yang merupakan waktu untuk keluarga. Berikut kutipan responden.
“Anak kadang biasanya [anak biasanya protes]. Biasanya sabtu minggu aku lembur kan ya, dia mesti
: “ ya ini kan hari sabtu kenapa mama harus masuk? Ya aku yang gak masuk.
Kan sabtu libur jadi ya kadang dia pengen di perhatikan, cuman kalo sabtu minggu aku keluar dia mesti protes..
”
Konflik pekerjaan-keluarga
ini berpengaruh
terhadap ketidakseimbangan
antara kehidupan
pekerjaan-keluarga dan
kepuasan responden.
Kepuasan yang dimaksudkan adalah kepuasan yang sama terhadap pekerjaan dan keluarga, kepuasan yang
sama terhadap keterlibatan yang seimbang antara pekerjaan dan keluarga serta kepuasan yang sama
terhadap pembagian waktu yang seimbang antara pekerjaan dan keluarga. Ibu RA dan ibu YL merasa
belum seimbang
dalam pembagian
waktu dan
keterlibatan antara pekerjaan dan keluarga karena waktu
dan keterlibatan
lebih banyak
tersita dipekerjaan. Berikut kutipan responden.
“Kalo seimbang sih lebih berat di pekerjaan ya mbak karena sering ketemu pekerjaan. Kalo di keluarga kan kadang kita
sudah capek karena kalo di keluarga kita pengennya kan datang, istirahat gitu ya. Kalo di keluarga emang aku masih
merasa agak kurang..”
Kasus ibu DA yang bekerja terpisah dari keluarganya memiliki pengalaman sulit dalam hal
36 menyeimbangkan waktu dan keterlibatan antara
pekerjaan dan keluarga. Keluarga ibu DA berdomisili di Jogjakarta sedangkan ibu DA bekerja di Salatiga.
Waktu dan keterlibatan dengan keluarga hanya dapat dirasakan pada hari sabtu dan minggu, bahkan
terkadang waktu untuk keluarga tersita karena tanggungjawab dual control. Ibu DA sedang berupaya
untuk mengurus mutasi kerjanya agar tempat kerjanya lebih dekat dengan keluarga. Berikut pernyataan ibu
DA.
“Kalo pekerjaan dalam seminggu kalo 5 hari bekerja kan berarti untuk kerja sendiri sekitar 70 ya untuk keluarga
paling 30. Saya rasa juga gak seimbang. Ya paling saya pinginnya, doain aja, saya sedang ngurus pindah ke Jogja
jadi selain kerja itu malam juga masih ada waktu dengan keluarga. Saya rasa kan paling gak kan 40:60 lah kalo saya
kerja di Jogja. Kadang kalo sabtu saya di sini karena ada tanggungjawab untuk monitoring ATM jadi kadang sabtu
juga tersita. Tapi biasanya sabtu minggu saya pulang, senin sudah balik lagi kesini
..”
Secara tanggungjawab, semua responden merasa belum seimbang tanggungjawabnya antara pekerjaan
dan keluarga, belum maksimal dan belum puas tanggungjawabnya
terhadap pekerjaan
maupun keluarga disebabkan tersitanya waktu yang lebih
banyak untuk
pekerjaan. Berikut
pernyataan responden.
“Kalo saya seimbang tanggungjawab mungkin belum ya. Kalo jadi istri itu seutuhnya saya harus melayani suami bener-
bener tapi kan saya gak bisa. Kalo tanggungjawab terhadap anak saya pun hanya setengah-setengah. Dua-duanya belum
puas ya di kantor juga belum maksimal, dirumah pun belum
37
maksimal juga jadinya kalo kita mau fokus di rumah otomatis kantor harus di tinggal, kalo kita mau fokus di
kantor, rumah ya di abaikan dulu tapi kita gak bisa seperti itu.
.”
Walaupun secara
waktu dan
intensitas keterlibatan lebih besar dipekerjaan, responden belum
puas terhadap pekerjaannya karena merasa belum maksimal dan harus terus menggali kinerjanya. Berikut
pernyataan responden.
“Saya belum puas ya mbak. Kita kan ada target ya. Targetnya itu setiap bulan semakin menantang, kalo
targetnya belum tercapai ya belum puas. Kalo katakanlah targetnya sudah tercapai tapi yang lain mencapainya lebih
dulu juga belum puas juga. Kinerja saya harus tetap di galih lagi walaupun saya merasa sudah bisa tapi tetap harus
belajar lagi mbak
..”
4.2.2 Dosen