Prinsip-prinsip yang Mendasari Hemodialisa Komplikasi Hemodialisa

2. Hemodialisa

Hemodialisa ialah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar di dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialiser Aristianty, 2008. Dialiser terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Satu kompartemen berisi darah dan kompartemen lain berisi cairan dialisat. Hemodialisa pertama kali digunakan pada manusia di Jerman pada tahun 1915 oleh George Haas di Universitas Klinik Giessen. Sedangkan di Indonesia hemodialisa dimulai pada tahun 1970. Hemodialisa bisa dilakukan di rumah atau di pusat-pusat hemodialisa Suhardjono dkk, 2001; Van Stone, 1983.

2.1 Prinsip-prinsip yang Mendasari Hemodialisa

Pada hemodialisa aliran darah yang mengandung limbah metabolik dialirkan dari tubuh pasien ke dialiser untuk dibersihkan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membran semipermeabel tubulus. Pada proses kerja mesin dialisa ada tiga prinsip yang mendasarinya yaitu osmosis, difusi, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah dikeluarkan dari dalam darah melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Selanjutnya air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis yang dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan. Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisa. Tekanan negatif ini diterapkan Universitas Sumatera Utara untuk memfasilitasi pengeluaran air sehingga tercapai isovolemia Brunner Suddarth, 2001. Hemodialisa bagi penderita gagal ginjal kronis akan mencegah kematian yang lebih cepat. Namun hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik yang dilaksanakan oleh ginjal. Di indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisia dilakukan selama 5 jam, tetapi ada juga yang melakukan 3 kali seminggu dengan lama dialisis 4 jam, hal ini bergantung pada keadaan penderita. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun Price Wilson, 2005; Suhardjono dkk, 2001. Namun banyak komplikasi yang terjadi akibat terapi hemodialisa yang mempengaruhi kehidupan pasien hemodialisa.

2.2 Komplikasi Hemodialisa

Komplikasi yang bisa terjadi saat pasien melakukan hemodialisa antara lain hipotensi, emboli udara, nyeri dada, pruritus, gangguan keseimbangan dialisis, kram otot yang nyeri, mual, muntah, perembesan darah, sakit kepala, sakit punggung, demam, menggigil, sindrom disekuilibrium, aritmia temponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, hiperlipidemia, gangguan tidur dimana pasien selalu bangun lebih cepat di pagi hari, dan hipoksemia. Brunner Suddarth, 2005; Stone Rabin, 1983; Suhardjono dkk, 2001. Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakit yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupanya. Universitas Sumatera Utara Penderita menghadapi masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, depresi akibat sakit kronik, dan ketakutan terhadap kematian. Pasien-pasien yang lebih muda khawatir terhadap pernikahan mereka, anak-anak yang dimiliki dan beban yang ditimbulkan kepada keluarga mereka. Gaya hidup terencana berhubungan dengan terapi hemodialisa dan pembatasan asupan makanan serta cairan sering menghilangkan semangat hidup pasien Brunner Suddarth, 2005. Hemodialisa menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang diperlukan untuk terapi hemodialisa akan mengurangi waktu yang tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustrasi, rasa bersalah serta depresi di dalam keluarga. Keluarga pasien dan sahabat-sahabatnya mungkin memandang pasien sebagi orang yang terpingkirkan dengan harapan hidup yang terbatas. Barangkali sulit bagi pasien, pasangan, dan keluarganya untuk mengungkapkan rasa marah serta perasaan negatif. Terkadang perasaan tersebut membutuhkan konseling dan psikoterapi Brunner Suddarth,2005. Pasien harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan setiap perasaan marah dan keprihatinan terhadap berbagai pembatasan yang harus dipatuhi akibat penyakit, serta terapinya di samping masalah keuangan, rasa sakit dan gangguan rasa nyaman yang timbul akibat penyakit ataupun komplikasi terapi. Jika rasa marah tersebut tidak diungkapkan, mungkin perasaan ini akan diproyeksikan kepada diri sendiri dan menimbulkan depresi, rasa putus asa serta upaya bunuh diri. Insiden bunuh diri meningkat pada pasien-pasien Universitas Sumatera Utara hemodialisa. Jika rasa marah tersebut di proyeksikan kepada orang lain, hal ini dapat merusak hubungan keluarga Brunner Suddarth,2005. 3. Koping 3.1 Definisi Koping