B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang skripsi ini, maka ada permasalahan yang akan menjadi bahasan dalam skripsi ini. Perumusan masalah yang diangkat dalam
tulisan ini adalah sebagai berikut;
1. Bagaimanakah Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana? 2.
Bagaimanakah Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam? 3.
Bagaimana perbandingan Tindak Pidana Perzinahan Menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Menurut Hukum Islam
C. Tujuan dan manfaat Penelitian
Karya Tulis ini bertujuan untuk mengetahui sejarah dan unsur-unsur yang mempengaruhi Tindak Pidana Perzinahan yang berlaku saat ini kemudian
membandingkannya dengan Tindak Pidana menurut Hukum Islam dan mengambil kesimpulan, manakah yang lebih bermanfaat berfaedah bagi masyarakat
Indonesia. Dan dari penelitian ini semoga dapat bermanfaat dan memperkaya literatur-literatur yang telah ada sebelumnya, khususnya mengenai Tindak Pidana
Perzinahan dan dapat menjadi acuan untuk penelitian yang lebih mendalam yang kemudian dapat menjadi sumber pertimbangan bagi hukum positif yang
menyangkut tentang perzinahan dimasa mendatang. Sehingga diharapkan dapat mencegah dampak negatif dari perbuatan menyimpang tersebut zina.
Universitas Sumatera Utara
D. Keaslian Penulisan
Adapun kary a tulis dengan judul ““PERBANDINGAN TINDAK
PIDANA PERZINAHAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM
” dibuat dengan sebenarnya oleh penulis dengan dibantu oleh buku-buku dari kepustakaan yang ada. Keaslian Penulisan ini
juga bisa dibuktikan dengan adanya surat Keterangan Lulus Perpustakaaan yang ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
tertanggal . Dan apabila ternyata dikemudian hari ada masalah
berkenaan dengan
karya tulis
ini maka
penulis akan
bersedia mempertanggungjawabkannya
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Hukum Pidana menurut kajian KUHP dan Hukum Islam
a. Hukum Pidana menurut kajian KUHP
1 Pengertian Hukum Pidana
Stelsel pidana merupakan bagian dari hukum penitensier yang di dalamnya berisikan tentang jenis pidana, cara dan dimana menjalankannya, begitu juga
mengenai pengurangan, penambahan, dan pengecualian penjatuhan pidana. Hukum penitensier juga di samping itu berisi tentang sistem tindakan maatregel
stelsel. Dalam usaha negara mempertahankan dan menyelenggarakan ketertiban, melindunginya dari penyimpangan terhadap berbagai kepentingan hukum, secara
represif disamping diberi hak dan kekuasaan untuk menjatuhkan pidana, negara
Universitas Sumatera Utara
juga diberi hak untuk menjatuhkan tindakan maatregelen.
8
Pidana berasal dari kata straf Belanda, yang adakalanya disebut dengan istilah hukuman. Istilah
pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena sudah lazim merupakan terjemahan dari recht.
9
Pidana lebih tepat didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkandiberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai
akibat hukum sanksi baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana yang secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut
sebagai tindak pidana strafbaar feit.
10
Pergaulan manusia didalam kehidupan bermasyarakat tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Manusia
selalu diharapkan pada masalah-masalah atau pertentangan dan konflik kepentingan antar sesamanya. Keadaan yang demikian ini hukum diperlukan
untuk menjaga keseimbangan dan ketertiban dalam masyarakat. Istilah hukum pidana dalam bahasa Belanda disebut dengan Strafrecht sedangkan dalam bahasa
Inggris istilah pidana disebut dengan Criminal Law. Pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral
yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas. Beberapa pendapat dari para Sarjana tentang pidana yaitu sebagai berikut :
Menurut Sudarto : Pidana adalah nestapa yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-
8
Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Jakarta: RajaGrafindo,2010 hal.23
9
Ibid., hal.24.
10
Ibid., hal.24
Universitas Sumatera Utara
undang hukum pidana, sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.
11
Pemberian nestapa atau penderitaan yang sengaja dikenakan kepada seorang pelanggar
ketentuan Undang-undang tidak lain dimaksudkan agar orang itu menjadi jera. Hukum pidana sengaja mengenakan penderitaan dalam mempetahankan norma-
norma yang diakui dalam hukum. Sanksi yang tajam dalam hukum pidana inilah yang membedakannya dengan bidang-bidang hukum yang lain. Inilah sebabnya
mengapa hukum pidana harus dianggap sebagai sarana terakhir apabila sanksi atau upaya-upaya pada bidang hukum yang lain tidak memadai.
Menurut Roeslan Saleh dalam buku Stelsel Pidana Indonesia mengatakan bahwa pidana adalah reaksi-reaksi atas delik, yang berwujud suatu nestafa yang
sengaja ditampakan negara kepada pembuat delik.
12
Pengertian pidana menurut Roeslan Saleh ini pada dasarnya hampir sama dengan pengertian pidana dari
Sudarto, yaitu bahwa pidana berwujud suatu nestapa, diberikan oleh negara, kepada pelanggar. Reaksi-reaksi atas delik yang dikemukakan oleh Roeslan Saleh
ini menunjukkan bahwa suatu delik dapat memberikan reaksinya atau imbalannya apabila dilanggar, yaitu berupa ancaman hukuman atau pidana.
Menurut Sudarto, perkataan pemidanaan adalah sinonim dari perkataan penghukuman. Tentang hal tersebut beliau berpendapat bahwa
13
“Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan
hukum suatu peristiwa itu tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja,
11
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana Bandung: Alumni, 1981 hal.109-110.
12
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia Jakarta: Bina Aksara, 1987 hal.5.
13
Sudarto, Op.Cit, hal.71.
Universitas Sumatera Utara
akan tetapi juga hukum perdata, oleh karena tulisan ini berkisar pada hukum pidana, maka istilah tersebut harus disempitkan artinya, yakni penghukuman
dalam arti pidana, yaitu kerap kali dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna
yang sama dengan sentence atau veroordeling .”
2 Tujuan Hukum Pidana menurut KUHP
Sebagian besar para ahli hukum berpendapat bahwa hukum pidana adalah “Kumpulan aturan yang mengandung larangan dan akan mendapatkan sanksi
pidana atau hukuman bila dilanggar”. Sanksi didalam hukum pidana jauh lebih keras dibandingkan dengan akibat sanksi hukum yang lainnya, “akan tetapi ada
juga para ahli yang berpendapat sanksi belaka sebagai ancaman pidana sehingga hukum pidana adalah hukum sanksi belaka.
14
Menurut Soedarto hukum pidana secara umum ditanggapi sebagai semua peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan mengatur tata
kehidupan bermasyarakat yang berupa larangan dan bersifat memaksa, dimana penjatuhan pidana diberikan kepada seseorang yang melanggarnya. Menurutnya
bahwa hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu akibat yang berupa pidana.
15
Adapun tujuan pidana menurut Roeslan Saleh yaitu:
16
14
Marlina, Op.Cit,, hal. 15
15
Roni wijayanto, Op.Cit, hal. 9
16
Marlina, Op. cit., hal. 24 - 25
Universitas Sumatera Utara
1. Dari segi prevensi, yaitu bahwa hukum pidana adalah hukum sanksi, suatu
upaya untuk dapat mempertahankan kelestarian hidup bersama dengan melakukan pencegahan kejahatan; dan
2. Dari segi pembalasan yaitu bahwa hukum pidana sekaligus merupakan pula
penentuan hukum, merupakan koreksi dan reaksi atas sesuatu yang bersifat melawan hukum sehingga dapat dikatakan bahwa pidana adalah merupakan
perlindungan terhadap masyarakat dan pembalasan atas perbuatan melawan hukum. Disamping mengandung hal-hal lain yaitu bahwa pidana diharapkan
sebagai sesuatu yang akan membawa kerukunan dan pidana adalah suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang dapat diterima kembali dalam
masyarakat.
b. Hukum Pidana menurut kajian Hukum Islam Hukum Pidana Islam
1 Pengertian Hukum Pidana menurut Hukum Islam Hukum Pidana Islam
Pengertian islam secara terminologis diungkapkan Ahmad Abdullah Almasdoos 1962 bahwa islam adalah kaidah hidup yang diturunkan kepada
manusia sejak manusia digelarkan kemuka bumi. Dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-
qur‟an yang suci yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi-Nya yang terakhir, yakni nabi Muhammad ibn Abdullah, satu kaidah
hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual maupun material.
17
17
Ramlan Yusuf Rangkuti dan Sahmiar Pulungan., Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Medan; Bartong Jaya 2008, Hal. 105
Universitas Sumatera Utara
Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Rasul-rasulNya, berisi hukum-hukum
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta,. Agama yang diturunkan Allah kemuka bumi sejak
Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW adalah agama Islam sebagaimana diungkapkan oleh Al-
qur‟an :
18
Sesungguhnya agama disisi Allah adalah agama Islam Ali Imran: 19 Setelah memaknai Islam seperti penjelasan diatas, barulah kita
membicarakan apa itu Hukum Islam. Jika kita berbicara tentang hukum, secara sederhana terlintas dalam pikiran kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma
yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya mungkin berupa hukum yang tidak tertulis seperti
hukum adat, mungkin juga berupa hukum tertulis dalam peraturan perundang- undangan seperti hukum Barat. Hukum Barat melalui asas konkordansi, sejak
pertengahan abad ke-19 1855 berlaku di Indonesia. Hukum dalam konsepsi seperti hukum Barat adalah hukum yang sengaja dibuat oleh manusia untuk
mengatur kepentingan manusia sendiri dalam masyarakat tertentu. Dalam
18
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
konsepsi hukum perundang-undangan Barat, yang diatur oleh hukum hanyalah hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.
19
Dibandingkan dengan konsepsi Hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan- hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam masyarakat itu mempunyai
berbagai hubungan. Hubungan-hubungan itu, seperti telah berulang disinggung dimuka, adalah hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
20
Dalam sistem Hukum Islam ada lima hukm atau kaidah yang dipergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan manusia baik dibidang ibadah maupun
dilapangan muamalah. Kelima jenis kaidah tersebut, disebut al-ahkam al- khamsah, atau penggolongan hukum yang lima Sajuti Thalib, 1985: 16 yaitu 1
Ja‟iz atau mubah atau ibahah, 2 sunnat, 3 makruh, 4 wajib dan 5 haram.
21
Kemudian sumber Hukum Islam, Allah telah menentukan sendiri sumber hukum agama dan ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Menurut
Al- qur‟an surat Al-Nisa 4 ayat 59, setiap muslim wajib mentaati mengikuti
kemauan atau kehendak Allah, kehendak rasul dan kehendak ulil amri yakni orang yang mempunyai kekuasaan atau “penguasa”. Kehendak Allah berupa
19
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada Cetakan ke-18 2012, hal. 43
20
Ibid.
21
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
ketetapan kini tertulis didalam Al- qur‟an, kehendak rasul berupa sunnah
terhimpun sekarang didalam kitab- kitab hadis, kehendak “penguasa” kini dimuat
didalam peraturan perundang-undangan dulu dan sekarang atau dalam hasil karya orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad karena mempunyai
“kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan ajaran Hukum Islam dari dua sumber utamanya yakni dari Al-
qur‟an dan dari kitab-kitab hadis yang memuat Sunnah Nabi Muhammad. Yang ditetapkan Allah dalam Al-
qur‟an itu dirumuskan dengan jelas dalam percakapan Nabi Muhammad SAW dengan
sahabat Beliau Mu‟az bin Jabal, yang didalam kepustakaan terkenal dengan hadits Mu‟az. Demikianlah menurut riwayat, pada suatu ketika Nabi Muhammad
mengirimkan seorang sahabatnya ke Yaman dari Madinah untuk menjadi gubernur disana. Sebelum berangkat, nabi Muhammad SAW menguji sahabatnya
yang bernama Mu‟az bin Jabal itu, dengan menanyakan sumber hukum yang akan dipergunakannya kelak untuk memecahkan berbagai masalah dan atau sengketa
yang dijumpainya didaerah baru itu. Pertanyaan itu dijawab ol eh Mu‟az dengan
mengatakan bahwa ia akan mempergunakan Al- qur‟an. Jawaban tersebut disusul
oleh Nabi dengan pertanyaan: “Jika tidak terdapat petunjuk khusus mengenai suatu masalah dalam Al-
quran bagaimana? “Mu‟az menjawab: “saya akan mencarinya dalam sun
nah nabi. Nabi bertanya lagi: “kalau engkau tidak menemukan petunjuk dalam sunnah nabi, bagaimana?” Mu‟az menjawab: “Jika
demikian, saya akan berusaha sendiri mencari sumber pemecahannya dengan ra‟yu´atau akal saya dan akan mengikuti pendapat saya itu. “Nabi sangat senang
Universitas Sumatera Utara
dengan jawaban dari Mu‟az tersebut dan berkata: Aku bersyukur kepada Allah yang telah menuntun utusan rasul-Nya.
22
Dari hadits Mu‟az bin Jabal diatas, dapatlah disimpulkan bahwa sumber Hukum Islam ada tiga, yaitu 1 Al-
qur‟an, 2 As-Sunnah, dan 3 akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Akal pikiran ini, dalam
kepustakaan Hukum Islam, disebut juga dengan istilah ar- ra‟yu atau pendapat
orang atau pendapat orang-orang yang memenuhi syarat untuk menentukan nilai dan norma kaidah pengukur tingkah-laku manusia dalam segala bidang hidup
dan kehidupan. Selanjutnya Perbuatan manusia yang dinilai sebagai pelanggaran atau
kejahatan kepada sesamanya, baik pelanggaran atau kejahatan tersebut secara fisik atau non fisik, seperti membunuh, menuduh, atau memfitnah maupun kejahatan
terhadap harta benda dan lainnya, dibahas didalam Hukum Pidana Islam. Ulama- ulama
muta‟akhirin menghimpunnya dalam bagian khusus yang dinamai fiqih jinayah, yang dikenal dengan Hukum Pidana Islam. Didalamnya terhimpun
pembahasan semua jenis pelanggaran atau kejahatan manusia dengan berbagai sasaran, badan, jiwa, harta benda, kehormatan, nama baik, negara, tatanan hidup,
dan lingkungan hidup.
23
Adapun asas-asas didalam hukum pidana islam yang terkandung didalam Al-
qur‟an dan Hadits Rasulullah SAW, baik secara eksplisit maupun secara implisit. Beberapa asas hukum pidana yang umum oleh para pakar Hukum Islam,
22
Ibid. hal 73
23
Rahmat. Hakim, Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, Bandung : CV Pustaka Setia 2000, hal. 11
Universitas Sumatera Utara
diantaranya Ahmad Hanafi, Mohammad Daud Ali, yaitu asas legalitas, asas larangan memindahkan kesalahan kepada orang lain, asas praduga tak bersalah..
24
1 Asas Legalitas.
Asas ini didalam bahasa latin disebut Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali seseorang tidak dapat dihukum apabila tidak ada hukum
yang mengatur perbuatan yang telah dilakukannya. Asas ini merupakan jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktifitas apa yang dilarang
secara jelas dan tepat. Asas ini melindungi dari penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenang-wenangan hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi
apa yang boleh dan apa yang dilarang. Asas legalitas didalam Hukum Islam bukan berdasarkan akal manusia,
tetapi dari ketentaun Allah. Dalam Kitab Suci Al- qur‟an Allah SWT Berfirman:
“…. Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.
” Q.S. Al-Israa‟;15
Jadi jauh sebelum Declaration of the Right Human and Citizen yang dianggap sebagai tonggak sejarah dalam membasmi kesewenang-wenangan.
Asas legalitas ini sudah ada didalam Hukum Islam. Karena hukum ini merupakan hukum yang berasal dari Allah, maka Allah lah yang paling mengerti apa yang
paling baik bagi hambah-hambahNya. 2
asas larangan memindahkan kesalahan kepada orang lain
24
Neng Djubaedah, Perzinaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ditinjau dari hukum Islam, Jakarta: Kencana 2010, hal. 15
Universitas Sumatera Utara
Dasar dari asas ini adalah surat al-Isra ayat 15, bahwa “… Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan
Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. Kemudian Surat an-Najm ayat 38 - 39, Fatir Ayat 18, dan Luqman ayat 33.
Maka perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang tidak dapat ia pindahkan kepada orang lain. Termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh seorang bapak
tidak dapat dipindahkan ke anaknya dan sebaliknya. 3
Asas Praduga Tidak Bersalah The Presumption of innocence
Suatu konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dari asas legalitas adalah asas praduga tidak bersalah
. “Principle Of Lawfulness”. Menurut asas ini semua perbuatan kecuali ibadah khusus dianggap boleh kecuali dinyatakan sebaliknya
oleh suatu nash hukum. Selanjutnya setiap orang dianggap tidak bersalah untuk suatu perbuatan jahat kecuali dibuktikan kesalahannya pada suatu kejahatan tanpa
ada keraguan; jika suatu keraguan yang beralasan muncul, seorang tertuduh harus dibebaskan Sanad, 1991;72.
25
Konsep ini juga sebenarnya sudah ada empat belas abad yang lalu, Nabi Muhammad SAW Bersabda;
“Hindarkan bagi muslim hukuman hudud kapan saja kamu dapat dan bila kamu dapat menemukan jalan untuk membebaskannya. Jika imam salah,
25
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: Asy-Syaamil Press Grafika 2000, hal. 123
Universitas Sumatera Utara
lebih baik salah dalam membebaskan dari pada salah dalam menghukum
”
26
2 Tujuan Hukum Pidana Islam
Pembuat hukum tidak menyusun ketentuan-ketentuan hukum dari syariat tanpa tujuan apa-apa, melainkan disana ada tujuan tertentu yang luas. Dengan
demikian untuk memahami pentingnya suatu ketentuan, mutlak perlu diketahui apa tujuan dari ketentuan itu. Disamping itu Karena kata-kata dan teks dari suatu
ketentuan mungkin mengandung beberapa arti dari sekian arti lain. Kecuali kita mengetahui tujuan nyata dari pembuat hukum dalam menyusunnya. Lebih jauh
lagi kita tidak dapat menghilangkan ketidak sesuaian antara ketentuan ynag bertentangan, kecuali kita mengetahui apa tujuan dari pembuat hukum.
Singkatnya adalah muthlak bagi yang mempelajari Hukum Islam untuk mempelajari maksud dan tujuan dari pembuat hukum dan keadaan atau kejadian
yang memerlukan turunnya wahyu suatu Al- Qur‟an dan Hadits Nabi SAW.
27
Para ahli Hukum Islam mengklasifikasi tujuan-tujuan yang luas dari syari‟ah sebagai berikut tujuan hukum pidana menurut Audah, 1987: 246-249 ;
28
Tujuan pertama menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup merupakan tujuan pertama
dan utama dari syariah. Ini merupakan hal-hal dimana kehidupan manusia sangat
26
Ibid
27
Topo Santoso, Membumikah Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Press 2003, hal. 18-19
28
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Op. Cit hal 134-135
Universitas Sumatera Utara
tergantung sehingga tidak bisa dipisahkan. Apabila ada kebutuhan-kebutuhan ini tidak terjamin, akan terjadi kekacauan dan ketidak tertiban dimana-mana. Kelima
5 kebutuhan hidup yang primer ini daruriyat dalam kepustakaan Hukum Islam disebut dengan istilah al-maqasid al-
syari‟ah al-khamsah tujuan0tujuan syariah, yaitu:
1 Memelihara agama hifzh al-din
2 Memelihara Jiwa hifzh al-nafsi
3 Memelihara akal pikiran hifzh al-„aqli
4 Memelihara Keturunan hifzh al-nashli
5 Memelihara harta hifzh al-mal
Syariah telah menetapkan pemenuhan, kemajuan dan perlindungan tiap kebutuhan-kebutuhan itu dan menegaskan ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengannya sebagai ketentuan-ketentuan yang esensial. Tujuan Kedua
Tujuan berikutnya adalah menjamin keperluan-keperluan hidup keperluan sekunder atau disebut hajiyyat. Ini mencakup hal-hal yang penting bagi ketentuan
itu dari berbagai fasilitas untuk penduduk dan memudahkan kerja keras dan beban tanggung jawab mereka. Ketiadaan fasilitas-fasilitas tersebut mungkin tidak
menyebabkan kekacauan dan ketidak tertiban, akan tetapi dapat menambah kesulitan-kesulitan bagi masyarakat. Dengan kata lain, keperluan-keperluan ini
terdiri dari hal-hal yang menyingkirkan kesulitan-kesulitan dari masyarakat dan membuat hidup mudah bagi mereka.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Ketiga Tujuan ketiga dari Perundang-undangan Islam adalah membuat perbaikan-
perbaikan , yaitu menjadikan hal-hal yang dapat menghiasi kehidupan social dan menjadikan manusia mampu berbuat dan urusan-urusan hidup secara lebih baik
keperluan sekunder atau tahsinat. Ketiadaan perbaikan-perbaikan ini tidak membawa kekacauan dan anarki sebagaimana dalam ketiadaan kebutuhan-
kebutuhan hidup; juga tidak mencakup apa-apa yang perlu untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan dan membuat hidup mudah. Perbaikan adalah hal-hal yang
apabila tidak dimiliki akan membuat hidup tidak menyenangkan bagi para intelektual. Dalam arti ini perbaikan mencakup kebijakan virtues, cara-cara yang
baik good manner dan setiap hal yang melengkapi bagi peningkatan cara hidup.
2. Tindak Pidana menurut kajian KUHP dan Hukum Islam a.
Tindak Pidana menurut kajian KUHP 1
Pengertian Tindak Pidana
Hukum Pidana Belanda memakai istilah Strafbaar Feit, kadang-kadang juga delict yang berasal dari bahasa latin delictum. Hukum Pidana Negara-negara
Anglo saxon memakai istilah Offense atau Criminal act untuk maksud yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia bersumber pada WvS Belanda, maka istilah aslinya pun sama yaitu Strafbaar Feit.
29
Perkataan “Feit” itu sendiri didalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een geedelte van de werkwlijkheid”. Sedang “Strafbaar”
berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “Strafbaar Feit” dapat diterjemah
kan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang
dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan.
30
Strafbaar Feit yang merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia tersebut mempunyai berbagai arti
diantaranya, yaitu: tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana.
31
Kemudian oleh Pembentuk undang-undang kita menggunakan perkataan Strafbaar Feit
untuk menyebutkan apa yang kemudian kita kenal sebagai “Tindak Pidana” didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan
sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “Strafbaar Feit” tersebut.
32
Didalam prakteknya para ahli memberikan
29
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta Cetakan ke III 2008, hal 86
30
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti 1997, hal 181
31
Roni Wijayanto, Op.Cit, hal. 160
32
P.A.F. Lamintang, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
berbagai definisi Strafbaar Feit atau tindak pidana berbeda-beda, sehingga perkataan tindak pidana mempunyai banyak arti.
33
Menurut Profesor POMPE, perkataan “Strafbaar Feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran” norma gangguan terhadap tertib
hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku. Dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah
perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”.
34
Kemudian Apa yang dimaksud dengan tindak pidana, menurut simons didefinisikan sebagai suatu perbuatan handeling yang diancam dengan pidana
oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum Onrechtmatig dilakukan dengan kesalahan Schuld oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.
Rumusan tindak pidana yang diberikan simons tersebut dipandang oleh Jonker dan Utrecht sebagai rumusan yang lengkap, karena akan meliputi:
35
1. Diancam dengan pidana oleh hukum;
2. Bertentangan dengan hukum;
3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan Schuld;
4. Seseorang tersebut dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
Van Hammel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari Simons, tetapi ia menamba
hkan adanya “sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat
33
Roni Wijayanto Loc. Cit.
34
P.A.F. Lamintang, Op.Cit, hal. 162
35
Roni Wijayanto, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
dihukum”. Jadi pengertian tindak pidana menurut van hamel meliputi lima unsur, yakni ;
36
1. Diancam dengan pidana oleh hukum;
2. Bertentangan oleh hukum;
3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan Schuld;
4. Seseorang tersebut dianggap bertanggung jawab atas perbuatannya;
5. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum.
Sedangkan Vos merupakan salah satu diantara para ahli yang merumuskan tindak pidana secara singkat, yaitu hanya mencakup kelakuan manusia yang oleh
peraturan perundang-undangan diberi pidana. Kemudian pengertian tindak pidana yang diberikan Vos tersebut, dikomentari oleh Satochid Kartanegara , ia
mengatakan rumusan Vos tersebut sama saja memberikan keterangan “een vierkante tafel is vier kant
” meja segi itu adalah segi empat, karena definisinya tidak menjepit isinya, sedangkan pengertian “orang” dan “kesalahan” juga tidak
disinggung, karena apa yang dimaksud Strafbaar Feit, sebagai berikut:
37
1.
Pelanggaran atau pemerkosaan kepentingan hukum Schanding of kreenking van een rechtsbelang;
2.
Sesuatu yang membahayakan kepentingan hukum het in gevearbrengen van een rechtsbelang.
36
Ibid.
37
Ibid. hal. 161
Universitas Sumatera Utara
Kepentingan hukum yang dimaksud Satochid Kartanegara ialah tiap-tiap kepentingan yang harus dijaga agar tidak dilanggar, yang terdiri atas tiga jenis,
yaitu;
38
1. Kepentingan perseorangan, yang meliputi: jiwa leven, badan lijk,
kehormatan eer dan harta benda Vermogen. 2.
Kepentingan masyarakat, yang meliputi : ketentraman dan keamanan rusten orde.
3. Kepentingan Negara adalah keamanan Negara.
Melihat berbagai pendapat para ahli tersebut diatas mengenai pengertian Strafbaar Feit, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tindak
pidana atau Strafbaar Feit yaitu merupakan rumusan yang memuat unsur-unsur tertentu yang menimbulkan dapat dipidananya seseorang atas perbuatannya yang
dianggap telah melanggar kepentingan hukum yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan pidana. Unsur-unsur tindak pidana tersebut dapat
berupa perbuatan yang sifatnya aktif maupun pasif atau tidak berbuat sebagaimana diharuskan oleh undang-undang, yang dilakukan oleh seseorang
dengan kesalahan, dan bertentangan dengan hukum pidana, dan orang tersebut dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.
38
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2 Unsur-Unsur Tindak Pidana
Menjadi tuntutan Normatif yang harus dipenuhi bila mana seseorang dapat dipersalahkan karena melakukan sesuatu tindak pidana, yaitu perbuatan itu harus
dibuktikan mencakup semua unsur Tindak Pidana. Apabila salah satu unsur Tindak Pidana tidak terpenuhi atau tidak dapat dibuktikan, maka konsekuensinya
Tindak Pidana yang dituduhkan kepada sipelaku tidak terbukti dan tuntutan dapat batal demi hukum.
Ditinjau dari sifat unsurnya, pada umumnya unsur-unsur Tindak Pidana dapat dibagi menjadi dua macam, yakni: unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur
objektif. a.
Unsur Subjektif
Menurut Lamintang bahwa yang dimaksud dengan unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan
dengan diri sipelaku. Dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Adapun unsur-unsur subjektif menurut lamintang
yakni sebagai berikut: a.
Kesengajaan atau ketidaksengajaan dolus dan culpa; b.
Maksud voornemen pada suatu percobaan poging seperti yang dimaksud didalam Pasal 53 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
c. Macam-macam maksud oogmerk seperti yang terdapat misalnya didalam
kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
Universitas Sumatera Utara
d. Merencanakan terlebih dahulu voorbedache raad misalnya seperti yang
terdapat didalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana;
e. Perasaan takut vress seperti yang antara lain terdapat didalam rumusan tindak
pidana menurut pasal 308 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
39
Sedangkan Menurut Satochid Kartanegara, ia membedakan unsur subjektif hanya menjadi dua macam saja, yakni;
a. Toerekeningswatbaarheit kemampuan bertanggung jawab
b. Schuld Kesalahan
40
Leden Marpaung mengemukakan asas hukum pidana menyatakan bahwa “tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan”. Kesalahan yang dimaksud adalah
kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan iintentionopzetdolus dan kealpaan culpa ini merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari
kesengajaan, dimana kealpaan meliputi dua bentuk, yaitu: tidak berhati-hati dan dapat menduga akibat perbuatan tersebut.
41
Didalam doktrin dan ilmu pengetahuan hukum pidana unsur kesengajaan atau opzet tersebut kemudian pada umumnya dibedakan menjadi tiga jenis, yakni:
1. Kesengajaan dengan maksud Opzet als oogmerk
39
P.A.F. Lamintang, Op.Cit, hal 194
40
Roni Wijayanto Op.Cit. hal. 166
41
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik hukum pidana, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal. 9
Universitas Sumatera Utara
2. Kesengajaan dengan keinsyafan Opzet bij zekerheidsbewustzijn
3. Kesengajaan dengan keinsyafan atau kemungkinan Opzet bij
mogelijkheidsbewustzijn Maka dapat diambil kesimpulan dari uraian diatas, bahwa unsur-unsur
subjektif meliputi; 1.
Kemampuan bertanggung jawab toerekeningswatbaarheit
2. Kesalahan Schuld yang terdiri dari :
3. Kesengajaan dolus
a. Kesengajaan dengan maksud Opzet als oogmerk
b. Kesengajaan dengan keinsyafan Opzet bij zekerheidsbewustzijn
c. Kesengajaan dengan keinsyafan atau kemungkinan Opzet bij
mogelijkheidsbewustzijn d.
Kealpaan culpa
4. Unsur Objektif
Menurut Lamintang bahwa yang dimaksud dengan unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu
didalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan. Kemudian ia membagi menjadi tiga bentuk unsur objektif dari tindak
pidana, yakni:
Universitas Sumatera Utara
a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid
b. Kualitas dari sipelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri”
didalam kejahatan jabatan menurut pasal 415 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseoan
terbatas didalam kejahatan menurut pasal 398 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan
sesuatu kenyataan sebagai akibat.
42
Sedangkan Menurut Satochid Kartanegara, ia mengemukakan bahwa unsur objektif merupakan unsur yang dilarang dan diancam pidana oleh undang-undang,
yang berupa: a.
Suatu tindakan;
b. Suatu akibat; dan
c. Keadaan omstandigheid
Kemudian Leden Marpaung lebih mencakup kepada dua pendapat ahli diatas, ia kemudian membagi unsur Objekktif menjadi empat bentuk, yakni;
a. Perbuatan manusia, berupa;
1 Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif;
42
P.A.F. Lamintanng, Loc.cit
Universitas Sumatera Utara
2 Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative
b. Akibat result perbuatan manusia, yaitu akibat tersebut membahayakan atau
merusak, bahkan
menghilangkan kepentingan-kepentingan
yang dipertahankan oleh hukum, misalnya: nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik,
kehormatan, dan sebagainya c.
Keadaan-keadaan circumstances, yang umumnya berupa;
1 Keadaan-keadaan pada saat perbuatan dilakukan;
2 Keadaan-keadaan setelah perbuatan dilakukan.
d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum. Sifat dapat dihukum
berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan sipelaku dari hukuman. Sedangkan sifat melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan
dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.
43
Kemudian Mengingat tujuan diadakan hukum pidana adalah untuk melindungi dan menghindari gangguan atau ancaman bahaya terhadap
kepentingan hukum, baik kepentingan perseorangan, kepentingan masyarakat dan kepentingan Negara. Setiap perbuatan yang memenuhi unsur Tindak Pidana atau
delik seperti yang dinyatakan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan dapat memberikan gambaran kepentingan hukum apa yang dilanggar. Oleh karena
itu, perbuatan-perbuatan yang memenuhi unsur-unsur delik dapat digolongkan
43
Leden Marpaung, Op. Cit. hal 10
Universitas Sumatera Utara
menjadi berbagai jenis delik. Dan salah satunya adalah tindak pidana dalam perlu tidaknya aduan dalam penuntutan Delik Biasa dan Delik Aduan.
1. Delik biasa gewone delichten adalah suatu delik yang dapat dituntuk tanpa
membutuhkan adanya pengaduan.
44
Sedangkan 2.
Delik aduan klachtdelict adalah Tindak Pidana yang penuntutannya hanya dilakukan atas dasar adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan atau
terkena. Misalnya penghinaan, perzinahan, pemerasan. Jumlah delik aduan ini tidak banyak terdapat didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. siapa yang
dianggap berkepentingan, tergantung dari jenis deliknya dan ketentuan yang ada. Untuk perzinahan misalnya, yang berkepentingan adalah suami atau isteri
yang bersangkutan. Terdapat dua jenis delik aduan, yaitu delik aduan absolute yang penuntutannya hanya berdasarkan pengaduan dan delik aduan relatif disini
karena adanya hubungan istimewa antara pelaku dengan korban, misalnya pencurian dalam keluarga pasal 367 ayat 2 dan 3 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.
b. Tindak Pidana dalam kajian Hukum Islam
Suatu perbuatan dinamai jarimah tindak pidana, peristiwa pidana atau delik apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau
masyarakat baik jasad anggota badan atau jiwa, harta benda, keamanan, tata aturan masyarakat, nama baik, perasaan ataupun hal-hal lain yang harus dipelihara
44
Rony Wijayanto, Op.Cit, hal 173
Universitas Sumatera Utara
dan dijunjung tinggi keberadaannya. Jadi, yang menyebabkan suatu perbuatan dianggap sebagai suatu jarimah adalah dampak dari perilaku tersebut yang
menyebabkan kerugian kepada pihak lain, baik dalam bentuk material jasad, nyawa atau harta benda maupun nonmateri ataugangguan nonfisisk, seperti
ketenangan, ketenntraman, harga diri, adat istiadat dan sebagainya. Penyebab perbuatan yang merugikan tersebut diantaranya adalah tabiat manusia yang
cenderung pada sesuatu yang mengutungkan bagi dirinya walaupun hasil pilihan atau perbuatan tersebut merugikan orang lain. Kenyataan itu memerlukan
kehadiran peraturan atau undang-undang. Akan tetapi, kehadiran peraturan tersebut menjadi tak berarti tanpa adanya dukungan yang dapat memaksa sesorang
untuk mematuhi peraturan tersebut. Dukungan yang dimaksud adalah penyertaan ancaman hukuman atau sanksi yang menyertai kehadiran peraturan tersebut.
Sanksi sangat diperlukan untu mendukung peraturan yang dikenakan pada perbuatan tindak pidana, dengan harapan yang bersangkutan tidak mengulangi
perbuatan tersebut. Disamping itu, agar perbuatan yang sama tidak ditiru orang lain. Dengan demikian, terpeliharalah kepentinngan umum.
45
a. Jarimah dan Uqubah
Fikih jinayah adalah ilmu tentang hukum syara‟ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang jarimah dan hukumannya uqubah, yang
diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Defenisi tersebut merupakan gabungan antara pengertian “fikih” dan “jinayah”. Dari pengertian tersebut dapat diketahui
45
Rahmat. Hakim, Op.Cit, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
objek pembahasan Fikih Jinayah itu secara garis besar ada dua, yaitu jarimah atau tidak pidana dan uqubah atau hukumannya.
Pengertian jarimah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi adalah sebagai berikut:
“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara‟ yanng diancam oleh Allah dengan hukuman had atau
ta‟zir”
Dalam istilah lain jarimah disebut juga dengan jinayah. Menurut Abdul Qadir Audah pengertian jinayah adalah sebagai berikut:
“Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatann yang dilarang oleh syara‟, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta atau lainnya”
Adapun pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah adalah
“hukuman adalah pembalasan yang ditpkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-
ketentuan syara”.
46
b. Unsur-unsur Tindak Pidana Islam Jarimah
Unsur-unsur Tindak Pidana Islam secara umum ada tiga, yaitu adanya usnur formal, unsur materil dan unsur morial, adapun yang dimaksud dengan
ketiganya yakni sebagai berikut;
47
1. Unsur Formal atau Rukun Syar‟i
46
Ahmad wardi Muslisch, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal ix
47
Rahmat. Hakim, Op.Cit hal 52-53
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan unsur formal atau rukun syar‟I adalah adanya
ketentuan syara atau nash yang menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang oleh hukum dinyatakan sebagai sesuatu yang dapat
dihukum atau adanya nash ayat yang mengancam hukuman terhadap perbuatan yang dimaksud
2. Unsur Material atau Rukun Maddi Yang dimaksud dengan unsur material adalah adanya perilaku yang
membentuk jarimah, baik berupa perbuatan ataupun tidak berbuat atau adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum.
3. Unsur Moril atau Rukun Adaby Unsur ini juga disebut dengan al-
mas‟uliyyah al-jinayah atau pertanggung jawaban pidana. maksudnya adalah pembuat Jarimah pembuat tindak pidana atau
delik haruslah orang yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Oleh karena itu pembuat Jarimah haruslah orang yang dapat memahami hukum,
mengerti isi beban, dan sanggup menerima beban tersebut. Orang – orang yang
diasumsikan memiliki kriteria tersebut adalah orang-orang yang mukallaf sebab hanya merekalah yang terkena khitbah panggilan pembebanan taklif.
c. Macam-Macam Jarimah Diantara pembagian jarimah yang paling penting adalah pembagian yang
ditinjau dari segi hukumannya. Jarimah ditinjau dari segi hukumannya terbagi
Universitas Sumatera Utara
kepada tiga bagian, yaitu jarimah hudud, jarimah qishas dan diat, dan jarimah ta‟zir.
1. Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Pengertian hukuman hadd, sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah ;
“Hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara‟ dan merupakan hak Allah”. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah
hudud adalah sebagai berikut:
a. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut telah
ditentukan oleh syara‟ dan tidak ada batas minimal dan maksimal. b.
Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada hak manusia disamping hak Allah maka hak Allah yang lebih dominan.
Oleh karena hukuman had itu merupakan hak Allah maka hukuman tersebut tidak bisa digugurkan oleh perseorangan orang yang menjadi korban
atau keluarganya atau oleh masyarakat yang diwakili oleh negara. Jarimah hudud ini ada tujuh macam, yaitu:
48
1 Jarimah zina
2 Jarimah qadzaf
3 Jarimah syurb al-khamar
4 Jarimah pencurian
5 Jarimah hirabah
48
Ahmad wardi Muslisch, Op. Cit. hal x
Universitas Sumatera Utara
6 Jarimah riddah, dan
7 Jarimah pemberontakan Al-Bagyu
2. Jarimah Qisash dan Diat
Jarimah qishash dan diat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qisash atau diat. Baik qisash maupun diat kedua-duanya adalah hukuman yang
sudah ditentukan oleh syara‟. Perbedaannnya dengan hukuman had adalah bahwa hukuman had merupakan hak Allah hak masyarakat, sedangkan qishash dan
diat mmerupakan hak manusia hak individu. Disamping itu, perbedaan yang lain adalah karena hukuman qishash dan diat merupakan hak manusia maka
hukuman tersebut bisa dimaafkn atau digugurkan oleh korban atau kelluarganya, sedangkan hukuman had tidak bisa dimaafkan atau digugurkan. Pengertian
qisash, sebagaimana dikeukakan oleh Muhammad Abu Zahrah adalah “persamaan dan keseimbangan antara jarimah dan hukuman”. Jarimah qhisash
dan diat ini hanya ada dua macamm, yaituu pemmbunuhan dan penganniayaan. Namun apabila diperluas, jumlahnya ada lima macam, yaitu:
49
a. Pembunuhan sengaja
b. Pembunuhan mmenyerupai sengaja
c. Pembunuhan karena kesalahan
d. Penganiayaan sengaja
e. Penganiayaan tidak sengaja
49
Ibid hal xi
Universitas Sumatera Utara
3. Jarimah ta’zir
Jarimah ta‟zir adallah jarimah yang diancaam dengan hukuman ta‟zir. Penngerttian ta‟zir menurut bahasa adallah ta‟dib, artinnya membeeri pelajaran.
Ta‟zir juga diartikan dengan Ar-Raddu wal Man‟u, yang artinya menolak dan mencegah. Sedangkan pengertian ta‟zir menurut istilah, sebagaimana
dikemukakan olehh Al- Mawardi “Ta‟zir adalah hukuman penddidikan atas dosa
tindak pidana yang belum ditentukan hukumannya oleh syara”. Dari defenisi tersebut, dapat diketahui bahw hukuman ta‟zir adala hukuman yang belum
ditentukan oleh syara‟ dan wewenang untuk menetapkannya diserahkan kepadda ulil amri. Di samping itu, defenisi tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas
jarimah ta‟zir adalah sebagai berikut:
50
a Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas, artinya, hukuman tersebut
belum ditentukan ol eh syara‟ dan ada bas minimal dan maksimal.
b Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa ulil amri.
3. Kejahatan terhadap Kesusilaan
Menurut Bemmelen kejahatan adalah Tiap kelakuan yang merugikan merusak dan asusila, yang menimbulkan kegoncangan sedemikian besar dalam
suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak mencela dan
50
Ibid hal xii
Universitas Sumatera Utara
mengadakan perlawanan terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan dengan sengaja suatu nestapa terhadap pelaku perbuatan tersebut.
51
Sedangkan kata Kesusilaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diterbitkan Balai Pustaka
1989. Dimuat artinya “perihal susila” kata susila dimuat arti sebagai berikut:
52
a. Baik budi bahasanya, beradab, sopan santun, tertib;
b. Adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, keadaban;
c. Pengetahuan tentang adat;
Kesusilaan disini pada umumnya diartikan sebagai rasa kesusilaan yang berkaitan dengan nafsu seksual, karena yurisprudensi memberikan pengertian
melanggar kesusilaan sebagai perbuatan yang melanggar rasa malu seksual HR 1 desember 1970, NJ No. 374. Hal ini tidak pernah dibantah oleh para sarjana.
Simon misalnya mengatakan bahwa kriterium eer boarheid kesusilaan menuntut bahwa isi dan pertunjukkan mengenai kehidupan seksual dan oleh sifatnya yang
tidak senonoh dapat menyinggung rasa malu atau kesusilaan orang lain. Kesusilaan zedelijkheid adalah mengenai adat kebiasaan yang baik dalam
hubungan antar berbagai anggota masyarakat, tetapi khusus yang sedikit banyak
51
Forum kajian ilmu kriminologi dan sosial,http:qsukri.blogspot.com201011apa-itu- kejahatan.html, diakses pada hari sabtu 4 april 2014
52
Leden Marpaung, Kejahatan terhadap kesusilaan, Jakarta: Sinar Grafika 2008, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
mengenai kelamin seks seorang manusia, sedangkan kesopanan zeden pada umumnya mengenai adat kebiasaan yang baik.
53
Menurut Barda Nawawi bahwa Delik Kesusilaan adalah delik yang berbuhubungan dengan masalah kesusilaan. Definisi singkat dan sederhana itu
apabila dikaji lebih lanjut untuk mengetahui seberapa jauh ruang lingkupnya ternyata tidaklah mudah, karena pengertian dan batas-
batas “kesusilaan” itu cukup luas dan dapat berbeda-beda menurut pandangan dan nilai-nilai yang berlaku
didalam masyarakat. Terlebih pada dasarnya setiap delik atau tindak pidana mengandung didalamnya pelanggaran terhadap nilai-nilai kesusilaan; bahkan
dikatakan bahwa hukum itu sendiri pada hakikatnya merupakan nilai-nilai kesusilaan yang minimal das Recht ist das ethische minimum.
54
Istilah melanggar dalam melanggar kesusilaan sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kata pelanggaran asal kata dari overtredingen jenis-jenis
tindak pidana dalam buku III KUHP, tetapi diartikan melakukan suatu perbuatan yang dilarang. Melanggar kesusilaan artinya melakukan suatu perbuatan yang
menyerang rasa kesusilaan masyarakat.
55
Adapun hal yang harus dipahami betul bahwa isi atau materisubstansinya harus bersumber serta mendapat sandaran
yang kokoh dari moral agama, seperti yang dikatakan Barda Nawawi Arief, ditambahkan bahwa penentuan delik Kesusilaan juga harus berorientasi pada
“nilai-nilai kesusilaan nasional” yang telah disepakati bersama dan juga
53
Ibid
54
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana 2011, hal. 251
55
Adami Chazawi, Tindak Pidana mengenai kesopanan, Jakarta: Raja Grafindo persada 2005, hal. 16
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan nilai-nilai kesusilaan yang hidup didalam masyarakat.
56
Dalam perkembangan penyusunan konsep KU
HP, tidak lagi dibedakan antara “kejahatan kesusilaan” dan “pelanggaran kesusilaan”. Konsep hanya mengelompokkan dalam
satu bab dengan judul “Tindak Pidana terhadap Pelanggaran Melanggar
Kesusilaan”.
57
Oleh karena itu Maka dapat dikatakan seseorang dianggap melanggar kesusilaan apabila perbuatan tersebut melanggar rasa malu seksual dan dianggap
menodai nilai-nilai kesusilaan yang hidup didalam masyarakat, serta nilai-nilai kesusilaan tersebut berdasarkan nilai-nilai agama yang hidup didalam masyarakat
tersebut. Adapun Ketentuan Tindak pidana kesusilaan berkaitan dengan seks yang
diatur didalam KUHP dapat dikelompokkan menjadi: a.
Bentuk kejahatan diatur dalam pasal 281-289 KUHP
b. Bentuk pelanggaran diatur dalam pasal 532-535 KUHP Mengungkap atau
mempertunjukkan sesuatu yang bersifat porno. F.
Metode Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini agar menjadi tulisan karya ilmiah yang memenuhi kriteria, dibutuhkan data-data yang relevan dari skripsi ini. Dalam
56
Nyoman Serikat Putra Jaya, Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti 2008, hal. 25
57
Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal. 254
Universitas Sumatera Utara
upaya pengumpulan data yang diperlukan, menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Sifat penelitian dibagi menjadi tiga yakni:
58
a. Penelitian eksploratoris explorative research atau penjelajahan adalah
suatu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, penjelasan dan data mengenai hal-hal yang belum diketahui.
b. Penelitian deskriptif Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan
untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu c.
Penelitian eksplanatoris Penelitian eksplanatoris merupakan suatu penelitian untuk menerangkan, memperkuat atau menguji dan bahkan menolak suatu
teori atau hipotesa-hipotesa serta terhadap hasil-hasil penelitian yang ada.
Dan sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang
tepat.
59
Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu.
58
Sejathi, Tipologi Penelitian Hukum, http:id.shvoong.comlaw-and-politics contem porary-theory2109107-tipologi-penelitian-hukum
59
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, Jakarta: PT.Rieneka Citra, 1999, hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
Dikenal ada dua jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris sosiologis. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan Ronny Hanitijo Soemitro, bahwa:
60
a. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doctrinal, yaitu penelitian
hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan.
b. Penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis, yaitu penelitian
hukum yang memperoleh datanya dari data primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif yang disebut juga dengan Penelitian Hukum Doktrinal. Jenis penelitian yang dilakukan
dan dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder.
61
Seperti yang diungkapkan oleh Peter Mahmud Marzuki bahwa tujuan penelitian hukum normatif, yakni;
“…suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum
yang dihadapi. … Penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai presripsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi…”
62
60
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris Yogyakarta: Pustaka Pelajar Cetakan 1 2010, hal. 154
61
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2004, hal. 23
62
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Op.Cit, hal 34
Universitas Sumatera Utara
Adapun karakteristik penelitian hukum normatif yakni:
63
a. Sebagai sumber datanya hanyalah data sekunder kepustakaan, yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier; b.
Penyusunan kerangka teoritis yang bersifat tentatif skema dapat ditinggalkan tetapi penyusunan kerangka konseptual mutlak perlu;
c. Tidak diperlukan hipotesis, kalaupun ada hanya hipotesis kerja;
d. Konsekuensi dari hanya menggunakan data sekunder, maka penelitian hukum
normatif tidak diperlukan sampling, karena data sekunder sebagai sumber utamanya memiliki bobot dan kualitas tersendiri yang tidak bisa diganti
dengan data jenis lainnya. 2.
Sumber Data Dalam penelitian hukum terdapat dua jenis data yang diperlukan. Hal
tersebut diperlukan karena penelitian hukum itu ada yang merupakan penelitian hukum normatif dan ada penelitian hukum empiris. Jenis data yang pertama
disebut sebagai data sekunder dan jenis data yang kedua disebut dengan data primer.
64
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder atau data kepustakaan atau dikenal dengan bahan hukum dalam
penelitian hukum seperti ada kesepakatan yang tidak tertulis dari para ahli peneliti hukum, bahwa hukum itu berupa berbagai literatur yang dikelompokkan.
65
Data sekunder diperoleh dengan cara menelurusuri bahan-bahan yang berkaitan dengan
63
Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.Cit, hal.118-120.
64
Ibid, hal. 156
65
Ibid, hal. 157
Universitas Sumatera Utara
masalah Tindak Pidana Perzinahan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam Ilmu Fiqih serta
mengacu kepada politik hukum pidana dalam Tindak Pidana Perzinahan yaitu :
66
Penelitian Hukum Doktrinal umumnya menerima bahwa data dasar yang diperlukan adalah data yang hanya mengenal data sekunder
67
yang terdiri atas 1 bahan hukum primer, 2 bahan hukum sekunder, 3 serta bahan hukum tersier.
68
a. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang mengikat
69
dan bersifat autoritatif yakni mempunyai otoritas.
70
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Undang-Undang Nomor 1 tahun 1960 tentang
perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana RKUHP Tahun 2012
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks
textbooks yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh de herseende leer,
71
semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen- dokumen resmi, termasuk skripsi, tesis, dan jurnal-jurnal,
72
makalah, majalah dan lain-lain.
66
Tampil Anshari Siregar, Metodologi penelitian Hukum, Medan: Pustaka Bangsa Press 2005, hal. 76
67
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 163.
68
Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, 2009, hal. 127.
69
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011, hal. 13.
70
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian …., op. cit., hal. 141. Dalam buku tersebut
dikatakannya pula bahwa bahan hukum primer yang utama bagi penganut civil law system adalah perundang-undangan, di samping putusan pengadilan. Hal ini karena putusan pengadilan
dipandang sebagai memiliki otoritas sebagai bentuk konkretiasasi dari perundang-undangan. Putusan pengadilan inilah yang sebenarnya merupakan law in action.
71
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2005, hal. 241-242.
72
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian , Op. Cit., hal. 155.
Universitas Sumatera Utara
c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
73
Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, pada dasarnya mencakup
74
: 1
Bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan
bidang hukum atau rujukan bidang hukum. Contohnya: abstrak perundang-undangan,
bibliografi hukum,
direktori pengadilan,
ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum dan seterusnya; dan
2 Bahan-bahan hukum primer, sekunder dan penunjang tersier di luar
bidang hukum bahan non hukum
75
, misalnya, yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat dan sebagainya, yang oleh para
peneliti hukum dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitiannya.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode
mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Masalah memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpulan data.
76
Penelitian ini menggunakan Penelitian Hukum Normatif, oleh karena itu Teknik Pengumpulan
73
Johnny Ibrahim, loc. cit.
74
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
Data yang digunakan adalah Studi Kepustakaan Library Researsh yaitu dengan membaca dan mempelajari berbagai macam literatur yang berkaitan, kemudian
berdiskusi dan mendengarkan masukan yang diberikan oleh ahli dalam bidang pembahasan skripsi ini, serta banyak melakukan penelusuran melalui media
internet. Studi kepustakaan merupakan metode tunggal yang dipergunakan dalam
penelitian hukum normatif. Tujuan dan kegunaan studi kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian. Secara
singkat studi kepustakaan membantu peneliti dalam berbagai keperluan, misalnya:
77
a. Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan
berkaitan dengan permasalahan. b.
Mendapat metode, teknik, atau cara pendekatan pemecahan permasalahan yang digunakan.
c. Sebagai sumber data sekunder.
d. Mengetahui historis dan perspektif dari permasalahan penelitiannya.
e. Mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau analisis data yang dapat
digunakan. f.
Memperkaya ide-ide baru. g.
Mengetahui siapa saja peneliti lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasilnya.
77
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003, hal. 112-113.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisa data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang
validitasnya terjamin. Sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang relevan dari pokok bahasan. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penulisan ini
adalah studi dokumen terkait dengan topik penulisan. 4.
Metode pendekatan penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek
mengenai isu yang sedang dicoba untuk mencari jawabannya. Pendekatan- pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-
undang statute approach, pendekatan kasus case approach, pendekatan historis historical approach dan pendekatan konseptual conceptual approach.
78
Pendekatan Perundang-undangan Statute Approach dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani.
79
Hal ini bertujuan untuk mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang, yakni mengenai substansi yang berkaitan
dengan Tindak Pidana Perzinahan. Selain statue approach, metode historis juga dilakukan untuk menelusuri secara singkat sejarah KUHP dalam tindak pidana
perzinahan. Pendekatan Historis historical approach dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan
mengenai isu yang dihadapi dengan tujuan untuk mengungkap dasar filosofis atau
78
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Jakarta: Kencana 2008, hal. 93
79
Ibid hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari.
80
Selanjutnya Pendekatan
Komparatif comparative
approach, dilakukan
dengan membandingkan Tindak Pidana Perzinahan menurut KUHP dengan Tindak
Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam, dan manakah yang lebih relevan dengan Filosofis negara Indonesia.
5. Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.
81
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif secara kualitatif
82
dengan beberapa langkah. Pertama, menginventarisir dan mengidentifikasikan bahan hukum primer, sekunder, dan
tersier yang relevan. Kedua, melakukan sistematisasi keseluruhan bahan hukum, asas-asas hukum, teori-teori, konsep-konsep, dan bahan rujukan lainnya dengan
cara melakukan seleksi bahan hukum kemudian melakukan klasifikasi bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian secara sistematis yang dilakukan
secara logis dengan menghubungkan dan mengaitkan antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum lainnya.
83
Ketiga, analisis bahan hukum yang telah dikumpulkan dilakukan menurut cara-cara analisis dan penafsiran gramatikal serta
sistematis dimana interpretasi dilakukan dengan menafsirkan undang-undang sebagai
bagian dari
keseluruhan sistem
perundang-undangan dengan
80
Ibid., hal. 94
81
Masri Singarimbun dan Sofian Efensi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008, hal. 263.
82
Yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma hukum yang ada di dalam masyarakat.
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cetakan 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 105.
83
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal. 160.
Universitas Sumatera Utara
menghubungkannya dengan undang-undang lain secara logis dan sistematis.
84
Keempat, hasil penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Kelima, penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif yaitu pemikiran dimulai dari hal
yang umum kepada hal yang khusus.
85
G. Sistematika Penulisan
Sistematika skripsi ini meliputi: BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
PENGATURAN TINDAK
PIDANA PERZINAHAN
MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA, berisi tentang history KUHP, menganalisis Tindak Pidana Perzinahan menurut pasal 284 KUHP
dan menjelaskan unsur-unsur Tindak Pidana menurut KUHP . BAB
III PENGATURAN
TINDAK PIDANA
PERZINAHAN MENURUT HUKUM ISLAM, berisi tentang uraian hukum pidana islam,
menjelaskan Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam, alas an Tindak Pidana Perzinahan dilarang didalam islam baik dr perspektif social, kesehatan dan
waris. Kemudian menjelaskan Tindak Pidana Perzinahan didalam hokum islam diatur secara khusus Pidana Hudud Hadd
84
Hadin Muhjad dan Nunuk Nuswardani, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, Yogyakarta: Genta Publishing, 2012, hal. 163.
85
Syamsul Arifin, Falsafah Hukum, Medan: Uniba Press, 2011, hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERBANDINGAN TINDAK PIDANA MENURUT KUHP DAN HUKUM ISLAM, berisi tentang alas anzina dilarang didalam hukum
normatif dan hukum islam, zina didalam pengaturan zina baik itu didalam KUHP maupun Hukum Islam, dan unsur-unsur Tindak Pidana Perzinahan menurut
KUHP dan Hukum Islam. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, berisi tentang kesimpulan dari
keseluruhan isi karya tulis dan memberikan saran sebagai langkah untuk mengatasi permasalahan yang ada didalamnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
PENGATURAN TINDAK PIDANA PERZINAHAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA KUHP
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang dewasa ini masih berlaku, merupakan produk warisan penjajahan Belanda di Indonesia. Bahkan
dapat dikatakan bahwa KUHP Indonesia itu sebenarnya sama sekali berasal dari KUHP Kerajaan Belanda yang diberlakukan Indonesia dengan beberapa
penyesuaian disana-sini, kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia secara tidak resmi oleh para ahli hukum di Indonesia. Menurut Soedarto, teks
resmi KUHP itu sendiri hingga kini secara formil masih dalam bahasa Belanda. Hal ini terjadi karena awal pertumbuhan hukum Indonesia modern, sangat banyak
ditentukan oleh kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia, Jadi pengaruh Belanda sangat besar dalam hukum Indonesia.
86
Dan sebenarnya pada awalnya pemberlakuan peraturan-peraturan hukum warisan Pemerintah Kolonial Belanda
tersebut dimaksudkan untuk mengisi kekosongan hukum rehts vacuum. Hal ini disebabkan untuk mewujudkan sistem hukum nasional yang sesuai dengan jiwa
dan kepribadian bangsa Indonesia adalah sangat dibutuhkan pembicaraan yang tidak mudah dan waktu yang sangat panjang.
87
Melihat uraian tersebut, maka jelas menunjukkan bahwa KUHP yang berasal dari zaman Hindia Belanda
seharusnya tidak bertahan lebih lama lagi karena awalnya hanya bertujuan untuk
86
Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, hal 23-24
87
Roni Wijayanto, Op.Cit , hal 39
Universitas Sumatera Utara
mengisi kekosongan hukum pada masa kemerdekaan dan seharusnya sudah diganti dengan KUHP baru yang sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan dan
kebudayaan bangsa Indonesia. A.
Pengertian zina Tindak Pidana Perzinahan yang diatur didalam pasal 284 KUHP, adapun
bunyinya sebagai berikut;
88
1 “Dihukum Penjara selama-lamanya Sembilan bulan :
1e. a Laki-laki yang beristeri, berbuat Zina, sedang diketahuinya pasal 27 KUHPerdata sipil berlaku padanya:
b Perempuan yang bersuami berbuat Zina: 2e. a Laki-laki yang melakukan perbuatan tersebut, sedang diketahuinya
bahwa kawannya itu bersuami: b Perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan
itu, sedang diketahuinya bahwa kawannya itu bersuami. 2 Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suamiistri yang
tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena
alasan itu juga. 3 Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
88
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politea Cetakan Kedelapan 1985, hal
. 208
Universitas Sumatera Utara
4 Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
5 Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. Menurut Prof. Simons, untuk adanya suatu perzinaan menurut pengertian
Pasal 284 ayat 1 KUHP, diperlukan adanya suatu vleeselijk gemenschap atau diperlukan adanya suatu hubungan alat kelamin yang selesai dilakukan antara dua
orang dari jenis kelamin yang berbeda.
89
Menurut R. soesilo yang dimaksud dengan zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau
laki-laki yang bukan isteri atau suaminya. Supaya masuk pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan
dari salah satu pihak. Dan yang dimaksud dengan persetubuhan adalah peraduan antara kemaluan laki-laki dan perempuan yang bisa dijalankan untuk
mendapatkan anak. Anggota kelamin laki-laki harus masuk kedalam anggota kelamin perempuan, sehingga mengeluarkan maaf air mani, sesuai dengan
Arrest Hooge Raad, tanggal 5 februari 1912 W. 9292.
90
Menurut Sugandhi pengertian umum zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan atas dasar suka sama suka yang belum
89
P.A.F. Lamintang, dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan, Jakarta : Sinar Grafika 2009, hal 79
90
Ibid, hal 209
Universitas Sumatera Utara
terikat perkawinan. Tetapi menurut pasal ini, zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau
laki-laki yang bukan isteri atau sumainya. Supaya dapat dituntut menurut pasal ini, persetubuhan itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka, dan tidak boleh
ada paksaan dari pihak manapun. Dan menurut Hukum, baru dapat dikatakan “Persetubuhan”, apabila anggota kelamin pria telah masuk kedalam anggota
kemaluan wanita demikian rupa sehingga akhirnya mengeluarkan mani
91
B. Tujuan Tindak Pidana Perzinahan diatur didalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Dari sejarah orang dapat mengetahui adanya dua pandangan yang berbeda
tentang apa sebabnya perzinahan perlu dipandang sebagai suatu perbuatan yang terlarang dan diancam dengan pidana.
Dahulunya didalam hukum romawi, hanya wanita sajalah yang dapat dipersalahkan telah melakukan perzinaan, yakni isteri yang dengan melakukan
hubungan kelamin dengan orang laki-laki yang bukan suaminya, telah dipandang sebagai suatu perbuatan merugikan hak seorang suami untuk menuntut kesetiaan
dari isterinya dalam perkawinan. kemudian perlakuan didepan hukum yang tidak seimbang antara wanita dan pria telah diikuti oleh para pembentuk code penal
Prancis, yakni seperti yang masih dapat dijumpai didalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 336 sampai dengan pasal 339 Code Penal.
92
91
R Sugandhi, KUHP dan penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional 1980, hal 300
92
P.A.F. Lamintang, dan Theo Lamintang, Op.Cit, hal. 80
Universitas Sumatera Utara
Berbeda dengan hukum romawi yang memandang wanita mempunyai kedudukan yang rendah didepan hukum dibandingkan dengan pria, hukum Gereja
Katolik telah menempatkan kedudukan wanita sederajat dengan kedudukan pria didepan hukum, hingga kemudian perzinaan telah dipandang sebagai suatu dosa
yang dapat dilakukan baik oleh pria maupun oleh wanita, dan bagi Gereja telah dipandang sebagai suatu inbreuk op de heilige band van het huwelijk atau sebagai
suatu penodaan terhadap ikatan suci dari suatu perkawinan.
93
Inilah awal mula Perzinaan dianggap hanya sebagai Penodaan terhadap ikatan suci perkawinan.
Yang kemudian diikuti oleh para pembentuk undang-undang di Negeri Belanda. Dan kemudian menganggap pelaku perzinahan tersebut haruslah orang yang
sedang terikat didalam perikatan perkawinan yang sah. Kemudian yang disebut perzinaan oleh pembentuk undang-undang telah
dikaitkan dengan adanya suatu hubungan yang sifatnya tetap dan berlangsung dalam tenggang waktu yang relatif lama antara seorang pria yang telah menikah
dan seorang wanita yang bukan isterinya atau antara seorang wanita yang telah menikah dengan seorang pria yang bukan suaminya, atau dengan kata lain telah
dihubungkan dengan semacam bigami, yang dilakukan baik oleh seorang pria maupun oleh seorang wanita yang masih terikat dalam suatu perkawinan dengan
isterinya atau dengan suaminya.
94
93
Ibid, hal. 80-81
94
P.A.F. Lamintang, dan Theo Lamintang, Op.Cit, hal. 82
Universitas Sumatera Utara
Tentang apa sebabnya bigamy itu telah dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, berkatalah Prof. Van Bemmelen dan Prof. van Hantum
antara lain, bahwa:
95
“De voornamste redden, waarom bigamie wordt straftbaar gesteld is dezeflde als bij overspel, n.I. om de exclusiviteit van de sexuale
verbintenis, welke bij ons en in alle andere monogame landen haar uitdrukking viendt in het huwelijk te bach baschermen.”
Artinya: “Alasan yang terutama dari dinyatakannya bigamy itu sebagai perbuatan
yang terlarang adalah sama dengan alasan dilarangnya perzinaan, yakni berkenaan dengan sifatnya yang khusus dari perikatan seksual, maka
dinegara kita dan dinegara-negara monogam lainnya telah dimaksud untuk memberikan perlindungan bagi perkawinan-perkawinan
”
Hal tersebut sebenarnya tidak bisa lepas keterkaitannya didalam keluarga hukum pidana eropa kontinental dan Belanda merupakan Negara yang
menganutnya. Penulis ukuran agama Religion Standart tidak suka disebut-sebut oleh pembentuk undang-undang di Kontinen Eropa. Ini dikarenakan masa lampau
yang melahirkan doktrin separation of state and church. Ukuran agama, sebagaimana agama itu sendiri, adalah urusan pribadi dimana Negara tidak mau
campur tangan. Demikian pula halnya dengan standart moral kurang mendapat saluran dalam hukum pidana, karena pandangan hidup orang Eropa Barat yang
95
. P.A.F. Lamintang, dan Theo Lamintang, Op.Cit, hal.83
Universitas Sumatera Utara
Individualistik. Sepanjang tidak merugikan orang lain, campur tangan pihak lain, termasuk hukum pidana dianggap tidak patut.
96
Awalnya Isu pemisahan antara agama dan negara, atau yang lebih dikenal di Barat dengan istilah the separation of church and state separasi negara dan
gereja ini telah menjadi kesepakatan bersama dalam ideologi-politik Barat, dan selanjutnya diterima dalam tatanan ideologi politik dunia yang pro Barat. Para
penganut ideologi ini mengakui sendiri bahwa kelahirannya berkaitan erat dengan sejarah konflik peradaban Barat dengan agama Nasrani. mereka kemudian
menganggapnya paham ini wajib diterapkan oleh setiap negara modern. Alasannya, asas pokok negara adalah kewarganegaraan, dan mayoritas negara-
negara dunia bukanlah milik satu agama tertentu, dan bahkan sebagian warganya boleh jadi atheis. Jadi komitmen negara pada agama tertentu esensinya dianggap
sebagai penindasan bagi pemeluk agama lain. Paham ini mengatakan idealnya negara harus menganut paham sekularisme memisahkan antara agama dan
negara. Tidak komitmen pada satu agama tertentu, dan tidak pula memerangi agama tertentu. Setiap warga negara bebas memilih agama dan keyakinan yang ia
sukai, ia juga bebas menjalankan ritual ibadah apa pun. Selanjutnya Di abad terakhir muncul gerakan intelektual liberal yang menyatakan bahwa Injil bukanlah
wahyu Allah, melainkan karya tulis manusia biasa yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya di masa mereka hidup. Jadi, beberapa perkara yang tercantum
dalam Injil, seperti dukungan terhadap penyimpangan seksual zina bukanlah ajaran Kristen, tetapi nilai budaya masyarakat masa lalu. Pernyataan ini tidak
96
Eman Sulaeman, Op.Cit, hal 111-112
Universitas Sumatera Utara
hanya dilontarkan oleh para politikus dan penguasa, tetapi para tokoh agama dan intelektual Kristen juga menyatakan hal yang sama. Bahkan kaum liberal pun
mengakui bahwa sekularisme saat ini tidak lagi netral terhadap agama yang ada, bahkan ia telah berubah menjadi sebuah agama yang dibela oleh para
pendukungnya, dan dijadikan senjata memerangi Kristen.
97
Dan nilai-nilai tersebut pun akhirnya berkembang, lalu kemudian dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dengan menganggap perzinahan hanya dilakukan oleh orang yang terikat perkawinan demi untuk menjaga perkawinan seperti maksud yang
ditujukan oleh pasal 284 KUHP. Dinegeri Belanda misalnya, jika pada mulanya KUHP Belanda mengenal
pasal-pasal yang sebanding dengan 284 overspel dan pasal 292 perbuatan homoseks terhadap orang yang belum dewasa maka pasal-pasal tersebut telah
dihapus.
98
Menurut J. M. Van Bammelen, di Belanda, Tindak Pidana perzinahan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 284 KUHP di Belanda dimuat dipasal 241
Sr telah dihapuskan berdasarkan Undang-Undang yang dikeluarkan pada tanggal 6 Mei 1971, S.291. menurut J. M. Van Bammelen dan Remmelink, komisi
pelapor diparlemen Belanda berpendapat bahwa, jika “Kehormatan Kesusilaan” seseorang tidak dihina didepan umum
, maka tidak ada alasan bagi “pembuat
97
Jafar Abu Naufal Notes, Memisahkan Negara Dari Agama, http:lajafar. Wordpress
.com20130527memisahkan-negara-dari-agama , diakses pada hari selasa 11 februari 2014
98
Eman Sulaeman, Op.Cit, hal. 112
Universitas Sumatera Utara
Undang-Und ang” untuk menilai perbuatan yang dikutuk itu sebagai “kejahatan”,
jika ditinjau dari sudut kesusilaan.
99
Hal serupa juga dianut oleh keluarga hukum pidana Common law, seperti Inggris, Amerika Serikat, Canada, Australia, Selandia baru, dan lain-lain. Di
Inggris, penghormatan terhadap kebebasan individu membuat konsekuensi negara tidak banyak campur tangan terhadap masalah-masalah yang dianggap merupakan
masalah pribadi yang tidak merugikan orang lain. Moralitas masyarakat sosial moriality belaka atau ukuran agama belaka, tanpa adanya suatu akibat
yang merugikan orang lain bukanlah dasar untuk mengkualifikasikan suatu perbuatan sebagai tindak pidana.
100
Pandangan tersebut secara jelas dalam Report of the Committee on Homosexual Offence and Prostitution 1957, yaitu laporan dari suatu komite
Wolfenden Committee yang bertugas memberikan rekomendasi mengenai masalah homoseksual dan pelacuran. Menurut Wolfenden Committee, fungsi
hukum pidana adalah untuk memelihara ketertiban publik, untuk melindungi warga dari apa yang merupakan serangan atau tindakan yang merugikan dan
untuk memberikan penjagaan yang cukup melawan pemerasan dan kebusukan orang lain, khususnya kepada mereka yang memiliki posisikondisi yang lemah,
karena usia dibawah umur, fisik dan mental yang lemah, memiliki ketergantungan ekonomi dan jabatan tertentu.
101
99
Neng Djubaedah, Op.Cit, hal 68-69
100
Eman Sulaeman, Op.Cit, hal. 113
101
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Leden Marpaung didalam bukunya yang berjudul Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya,bahwa;
102
“Dibeberapa Negara selain belanda, misalnya inggris, Amerika Serikat, Perancis dan lain-lain, zina sebagai tindak pidana telah dihapus.
Penghapusan zina sebagai tindak pidana jika diamati perkembangan pemikiran dunia, memang suatu hal yang logis, dengan alasan-alasan, antara
lain sebagai berikut; 1
Perbuatan zina merupakan perbuatan tercela tetapi jika tujuannya untuk melindungi perkawinan yang sah sehingga diberi sanksi pidana, maka hal
tersebut tidak dapat dipertahankan karena rumusan hukum mewajibkan mereka untuk bercerai. Kalau toh, akan bercerai, akan sia-sia memberi pidana
pada yang bersangkutan 2
Penegakan terhadap “hak asasi manusia” yang telah berpengaruh luas, sehingga kesamaan hak untuk menikmati seks, dianggap milik setiap manusia
yang telah dewasa. Kesamaan antara pria dengan wanita, kesamaan antara suami dengan isteri. Suami isteri hidup berdampingan, sejajar tanpa ada yang
merasa lebih tinggi atau lebih berkuasa. 3
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka seks telah dianggap sebagai suatu kebuutuhan need orang dewasa. Menyadari akan hal ini,
pasukantentara yang sedang berperang telah dibagikan kondom, narapidana yang sedang menjalani hukuman telah diberi kesempatan untuk itu.
102
Ibid hal 43
Universitas Sumatera Utara
Maka dari itu menurut Harkristuti Harkrisnowo bahwa delik perzinahan dalam KUHP lebih mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat di
Eropa Barat ketika itu dari pada nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia.
103
Maka dapat diambil pemahaman dari uraian diatas dan seperti yang diungkapkan Prof. van Bemmelen dan Prof. van Hattum, larangan untuk
melakukan bigamy dan perzinahan adalah untuk melindungi perkawinan, juga telah dimaksud untuk menjamin adanya kepastian tentang asal-usul seseorang.
104
Dari pandangan tersebut dapat dipahami bahwa Tindak Pidana Perzinahan menurut KUHP hanya bertujuan untuk 2 hal, yakni;
1 Melindungi Perkawinan
Seperti yang dikatakan Prof. Van Bemmelen dan Prof. van Hantum sebelumnya bahwa;
105
“Alasan yang terutama dari dinyatakannya bigamy itu sebagai perbuatan yang terlarang adalah sama dengan alasan dilarangnya perzinaan, yakni
berkenaan dengan sifatnya yang khusus dari perikatan seksual, maka dinegara kita dan dinegara-negara monogami lainnya telah dimaksud untuk
memberikan perlindungan bagi perkawinan-perkawinan ”.
103
Eman Sulaeman, MH., Delik Perzinahan dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia, Semarang : Walisongo Press 2008 hal 111
104
P.A.F. Lamintang, dan Theo Lamintang, Op.Cit, hal. 83
105
. Ibid, hal.83
Universitas Sumatera Utara
1. Menjamin adanya kepastian tentang asal-usul seseorang
Prof. van Bammelen dan Prof. van Hattum mengatakan jika perzinahan tidak dilarang, banyak terjadi banyak kelahiran anak yang asal usulnya tidak jelas.
Karena masalah kelahiran seorang anak itu tidak dapat dilepaskan dari selesainya suatu proses pembuahan sel telur seorang wanita oleh sperma seorang pria,
sedangkan untuk selesainya proses pembuahan seperti itu sebenarnya tidak diperlukan adanya suatu tenggang waktu yang lama.
106
C. Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan didalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Tindak Pidana Perzinahan didalam KUHP diatur didalam Bab II mengenai
Kejahatan khususnya didalam pasal 284 KUHP, adapun bunyinya sebagai berikut;
107
1 “Dihukum Penjara selama-lamanya Sembilan bulan :
1e. a Laki-laki yang beristeri, berbuat Zina, sedang diketahuinya pasal 27 KUHPerdata sipil berlaku padanya:
b Perempuan yang bersuami berbuat Zina: 2e. a Laki-laki yang melakukan perbuatan tersebut, sedang diketahuinya
bahwa kawannya itu bersuami: b Perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan
itu, sedang diketahuinya bahwa kawannya itu bersuami.
106
Ibid, hal. 84
107
R. Soesilo, Op.Cit, hal
. 208
Universitas Sumatera Utara
2 Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suamiistri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu
tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
3 Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. 4 Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang
pengadilan belum dimulai. 5 Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Dari bunyi pasal tersebut, maka unsur-unsur Tindak Pidana Perzinahan antara lain, yakni;
Dapat dilihat unsur mengenai Tindak Pidana perzinahan yang dirumuskan pada ayat 1 diatas sudah mencakup 4 empat larangan, yakni;
1. Seorang laki-laki yang sudah kawin melakukan zina, padahal pasal 27 BW
berlaku baginya; 2.
Seorang perempuan yang sudah kawin melakukan zina, padahal pasal 27 BW berlaku baginya;
3. Seorang laki-laki turut berzina dengan seorang perempuan yang diketahuinya
telah kawin;
Universitas Sumatera Utara
4. Seorang perempuan yang turut berzina dengan seorang laki-laki yang
diketahuinya bahwa pasal 27 BW berlaku baginya. Jadi dapat dikatakan bahwa laki-laki atau perempuan yang melakukan zina
harus memenuhi 3 syarat esensial, yakni: 1.
Melakukan persetubuhan dengan perempuan dan laki-laki yang bukan merupakan isteri dan suaminya;
2. Baginya berlaku pasal 27 BW;
3. Dirinya sedang terikat perkawinan
Dan apabila pada laki-laki atau perempuan yang melakukan zina itu tidak berlaku pasal 27 BW, sedangkan perempuan atau laki-laki yang menjadi
kawannya melakukan zina itu tunduk pada pasal 27 BW, dan diketahuinya bahwa laki-laki atau perempuan yang berzina itu tunduk pada BW, kualitasnya bukanlah
melakukan kejahatan zina, akan tetapi “turut serta” melakukan zina, yang dibebani tanggung jawab yang sama dengan si pembuat zina itu sendiri. Turut
serta melakukan zina ini, dilihat dari pasal 55 ayat 1 KUHP adalah sebagai pembuat peserta mede pleger.
108
Pada saat itu pembentuk undang-undang mengadakan diskriminasi antara orang yang tunduk pada BW orang-orang Eropa dan orang Cina dengan orang-
orang lainnya terutama penduduk asli Indonesia, yang pada umumnya orang- orang beragama Islam yang tidak tunduk pada asas monogami. Oleh karena itu,
penduduk asli Indonesia atau lainnya yang beragama Islam, tidak dapat dipidana
108
Adami Chazawi, Op.Cit, hal. 57
Universitas Sumatera Utara
melakukan zina, tetapi hanya dapat dipidana karena turut serta melakukan zina dalam hal kawannya bersetubuh itu telah bersuami dan Pasal 27 BW berlaku
baginya. Kedudukan kejahatan zina seperti diterangkan di atas telah diberikan isi tafsiran yang lain oleh Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah Agung
No. 8 Tahun 1980 tanggal 31 Desember 1980, yang pada dasarnya berisi hal-hal sebagai berikut;
109
a. Seorang suami yang tidak tunduk pada Pasal 27 BW yang tidak ada izin
beristri lebih dan seorang menurut Pasal 3, jo 4, dan 5 UU No. 1 Tahun 1974 berlaku pula asas monogami seperti yang terdapat pada Pasal 27 BW;
b. Pasal 284 ayat 1 huruf a KUHP berlaku pula terhadap para suami yang tidak
tunduk pada Pasal 27 BW dan tidak ada izin dan Pengadilan Agama untuk benistni lebih dan seorang, yang melakukan perzinaan sesudah berlakunya
Undang-Undang Pokok Perkawinan; Maka dengan kata lain Seseorang dapat
dikatakan “turut serta” didalam Tindak Pidana perzinahan ini, memerlukan 4 syarat, yakni:
1. Melakukan persetubuhan tersebut dengan perempuan atau laki-laki yang
bukan suami atau bukan isterinya. Orang ini tidak harus sudah menikah 2.
Dia tidak tunduk pada pasal 27 BW 3.
Rekannya yang melakukan persetubuhan dengannya tunduk pada pasal 27 BW
109
Budiyanto, zina, http:budi399.wordpress.com20091022zina, diakses pada hari Sabtu 5 April 2014
Universitas Sumatera Utara
4. Dia mengetahui bahwa temannya yang melakukan persetubuhan dengannya
tersebut tunduk pada pasal 27 BW Unsur kesalahan atau kesengajaan Sementara itu, apabila baik laki-lakinya maupun perempuannya tidak
tunduk pada pasal 27 BW, kedua-duanya, baik laki-lakinya maupun perempuannya tidaklah melakukan kejahatan zina, dengan demikian juga tidak
ada yang berkualitas sebagai pembuat pesertanya. Begitu juga apabila baik laki- lakinya maupun perempuannya tidak sedang terikat perkawinan artinya sedang
tidak beristeri atau bersuami walaupun dirinya tunduk pada pasal 27 BW, maka kedua-duanya laki-laki atau perempuannya yang bersetubuh itu tidak melakukan
zina maupun turut serta melakukan zina. Pasal 27 BW adalah mengenai asas
monogamy, dimana dalam waktu yang bersamaan seseorang laki-laki hanya boleh dengan satu isteri, dan seorang perempuan hanya boleh dengan satu suami.
110
Kemudian KUHP mengkategorikan Pasal 284 KUHP perzinahan tersebut sebagai delik aduan absolut yang mengharuskan perbuatan tersebut
hanya dapat dikatakan sebag ai “kejahatan” apabila ada pengaduan dari yang
dirugikan. Karena perzinahan hanya dianggap ”sebagai suatu penodaan terhadap ikatan suci dari suatu perkawinan
” maka cakupan yang dirugikan menurut KUHP yaitu hanya mencakup suami atau isteri dari orang yang melakukan perzinahan
tersebut. Bahkan apabila perbuatan zina tersebut disetujui oleh suami isteri dari
sipelaku zina, maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai s uatu “kejahatan”.
110
Ibid, hal. 58
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung KUHP sendiri melegalkan adanya kegiatan pelacuran. Hal ini sebagaimana dapat dilihat di Hoge
Raan dalam arrest-nya tanggal 16 Mei 1946, NJ 1946 No. 523 antara lain telah memutuskan bahwa:
111
“Tidak termasuk dalam pengertian zina yakni mengadakan hubungan dengan pihak ketiga, yang dilakukan dengan persetujuan suami dari pihak
ketiga tersebut. Perbuatan itu bukan merupakan perbuatan yang menodai kesetiaan dalam perkawinan. Dalam hal ini, suami tersebut merupakan
seorang germo, yang telah membuat isterinya menjadi seorang pelacur. Ia telah menyetujui cara hidup yang ditempu oleh isterinya tanpa syarat”.
Selanjutnya mengenai pasal 72, 73 KUHP menentukan kemungkinan dalam hal-hal tertentu maka keluarga korbanwali dapat melakukan pengaduan
untuk mewakili si korban. Pasal ini tidak berlaku terhadap ketentuan pasal 284, karena Tindak Pidana perzinahan didalam KUHP menentukan sifat delik yang
absolut dimana hanya suami atau istrinya saja yang berhak melakukan pengaduan. Kemudian pasal 75 KUHP menentukan batas waktu penarikan pengaduan selama
tiga bulan sejakdilakukannya pengaduan, pasal ini pun tidak berlaku terhadap ketentuan pasal 284, karena pasal 284 memberikan pengaturan tersendiri bahwa
pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang belum dimulai Pasal 284 ayat 4 KUHP.
112
111
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit, hal 87
112
Eman Sulaeman, Op.Cit, hal 101
Universitas Sumatera Utara
Dan yang dimaksud dengan persetubuhan atau persetubuhan, hoge raad dalam pertimbangan hukum suatu arrestnya 5-2-1912 menyatakan bahwa
“persetubuhan adalah perpaduan antara alat kelamin laki-laki dengan alat kelamin perempuan yang biasanya dilakukan untuk memperoleh anak, dimana alat
kelamin laki-laki masuk kedalam alat kelamin perempuan yang kemudian mengeluarkan mani”. Sampai kini pengertian bersetubuh seperti itu tetap
dipertahankan dalam praktik hukum. Apabila alat penis tidak sampai masuk kedalam vagina walaupun telah mengeluarkan air mani, atau masuk tetapi tidak
sampai keluar sperma, menurut pengertian bersetubuh seperti itu, maka belumlah terjadi persetubuhan. Namun telah terjadi percobaan persetubuhan, dan menurut
ketentuan pasal 53 telah dapat dipidana karena telah masuk percobaan berzina.
113
D. Tindak Pidana Perzinahan didalam Yurisprudensi
1. Hoge Raan dalam arrest-nya tanggal 16 Mei 1946, NJ 1946 No. 523 antara
lain telah memutuskan bahwa:
114
“Tidak termasuk dalam pengertian zina yakni mengadakan hubungan dengan pihak ketiga, yang dilakukan dengan persetujuan suami dari pihak
ketiga tersebut. Perbuatan itu bukan merupakan perbuatan yang menodai kesetiaan dalam perkawinan. Dalam hal ini, suami tersebut merupakan
seorang germo, yang telah membuat isterinya menjadi seorang pelacur. Ia telah menyetujui cara hidup yang ditempu oleh isterinya tanpa syarat”.
113
Ibid, hal 59
114
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit, hal 87
Universitas Sumatera Utara
Putusan ini memperlihatkan nilai-nilai yang bertentangan dengan masyarakat Indonesia yang BerKeTuhan, selain secara tidak langsung melegalkan
prostitusi, putusan ini juga memiliki kelemahan yaitu bagaimana apabila wanita yang dizinahi ternyata hamil akibat perbuatan zinah tersebut, dan ternyata isteri
dari laki-laki yang menghamili wanita tersebut tidak melakukan pengaduan? 2.
Hoge Raan dalam arrest-nya tanggal 24 oktober 1933, 379, W, 12557, yakni;
115
“Kejahatan ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan. Hal mana bukan disebabkan karena ada hubungan pribadi antara suami dengan para pelaku
melainkan karena adanya sifat yang khusus mengenai kejahatan ini. Setiap orang yang tersangkut didalamnya dalam bentuk “pemberian bantuan”
ataupun orang yang telah menggerakkan mereka sehingga kejahatan tersebut dapat ter
jadi, hanya dapat dituntut karena ada pengaduan” 3.
M.A 19 Maret 1955 No. 52 KKr1953, yakni;
116
“Pasal 284 KUHP itu merupakan suatu “absolut klachtdelict”, sehingga pengaduan terhadap laki-laki yang melakukan perzinahan juga merupakan
pengaduan terhadap isteri yang berzina, sedang jaksa berwenang untuk atas azas oportunitas hanya mengadakan penuntutan terhadap salah seorang dari
mereka” Dengan dinyatakan sebagai delik aduan absolut, seolah-olah memberi
peluang dan memberikan dasar pembenaranlegitimasi kepada seseorang
115
P.A.F. Lamintang dan Djisman Samosir, Hukum Pidana Indonesia Bandung: Sinar Baru 1976, hal. 122
116
Ibid
Universitas Sumatera Utara
terutama suami untuk merasa bebas melakukan perzinahan. Jadi kebijakan menetapkan delik perzinahan sebagai delik aduan absolut dapat menjadi “faktor
kriminogen”, yaitu memberi peluang untuk seseorang melakukan perzinahan. Terutama dalam kondisi masyarakat Indonesia dimana yang sebagian besar
kedudukan isteri lebih lemah daripada suami suami yang memberikan nafkah. 4.
MA 19 Maret 1953 No. 52 KKr1953, yakni;
117
Suatu pengaduan perihal kejahatan perzinahan overspel, yang oleh suami hanya dimajukan terhadap silelaki yang melakukan perzinahan itu. Tidaklah
mungkin berhubung dengan sifat yang tidak dapat dipisahkan onsplitsbaarheid dari pengaduan itu pendapat Jaksa Agung. Pengaduan semacam ini berarti
pengaduan juga terhadap isteri yang melakukan perzinahan, tetapi Penuntut Umum leluasa untuk tidak menuntut siisteri itu berdasarkan asas opportunitet
pendapat Mahkamah Agung. Dalam hal asas opportuniteit ini juga menjadikan suatu peran penuntut
umum yang berlebihan didalam lanjut atau tidak diprosesnya pelaku Tindak Pidana Perzinahan, karena dia diberikan kewenangan untuk itu
5. MA 19 November 1977 No. 93 KKr1976, yakni;
118
“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus perbuatan yang menurut hukum adat dianggap sebagai perbuatan pidana yang
mempunyai perbandingan dalam KUHP. Delik adat Zina merupakan
117
Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP dilengkapi yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad Jakarta: RajaGrafindo Persada 2003, hal. 171
118
Ibid
Universitas Sumatera Utara
perbuatan terlarang mengenai hubungan kelamin antara pria dan wanita, terlepas dari tempat umum atau tidak perbuatan tersebut dilakukan seperti
diisyaratkan oleh pasal 281 KUHP, ataupun terlepas dari persyaratan apakah salah satu pihak itu kawin atau tidak seperti dimaksudkan oleh pasal 284
KUHP”
Sebenarnya melihat putusan tersebut diatas dapat terlihat bahwa Mahkamah Agung telah sedemikian jauh menafsirkan pengertian zina, disini
Mahkamah Agung memperluas makna zina yang tidak terbatas pada makna menurut KUHP saja, akan tetapi juga makna zina menurut Hukum Adat. Ini
tentunya memberikan indikasi apabila Mahkamah Agung juga dapat melihat bahwa bunyi pasal yang terdapat didalam KUHP memiliki nilai-nilai yang sangat
asing dan bertentangan dengan masyarakat Indonesia. E.
Tindak Pidana Perzinahan didalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana RUU KUHP
Didalam RUU Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2012, Tindak Pidana Perzinaan diatur didalam pasal 483,
dibagian keempat Bab XVI mengenai Tindak Pidana Kesusilaan Buku Kedua. Adapun bunyi pasalnya sebagai berikut;
119
F. Pasal 483
1 Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun:
119
Lihat RUU KUHP Tahun 2012
Universitas Sumatera Utara
a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada
dalam ikatan perkawinan; d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan
dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
2 Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.
3 Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.
4 Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Penjelasan pasal 483 ini didalam rancangan penjelasannya mengatur mengenai tindak pidana permukahan, dengan tidak membedakan antara mereka
yang telah kawin dan yang belum kawin. Begitu pula tidak dibedakan antara laki-
Universitas Sumatera Utara
laki dan perempuan dalam melakukan tindak pidana tersebut.
120
Sama halnya dengan pasal 284 yang menjadikan perzinaan menjadi delik aduan, pasal 483 ayat
2 RUU KUHP ini pun mengkategorikan perzinaan menjadi delik aduan, namun lebih memperluas pihak yang dapat mengadukan perbuatan zina tersebut dengan
memasukkan Pihak ketiga yang tercemar”.
Maka dapat dipahami dengan melihat bunyi pasal 483 RUU KUHP Tahun 2012 tersebut, bahwa sebenarnya para pembuat kebijakan menganggap bunyi
pasal yang mengatur mengenai perzinaan yang berlaku saat ini pasal 284 KUHP sudah tidak relevan dengan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat Indonesia.
120
Lihat Rancangan Penjelasan RUU KUHP Tahun 2012
Universitas Sumatera Utara
BAB III
PENGATURAN TINDAK PIDANA PERZINAHAN MENURUT HUKUM ISLAM
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Zina Didalam Hukum Islam diatur didalam al-jinayat atau disebut juga hukum Pidana Islam, yang
mana pengaturannya didalam Hukum Islam khusus masuk kedalam kategori jarimah hudud. Karena hukumannya telah ditetapkan baik bentuk maupun
jumlahnya oleh syara‟. Ia menjadi hak Allah Tuhan Semesta Alam. Dan hakim tidak mempunyai kewenangan untuk mempertinggi atau memperendah hukuman
bila pelaku telah terbukti melakukan zina tersebut. Secara bahasa, hudud adalah bentuk jamak dari had, artinya larangan.
Biasa juga digunakan sebagai kata yang bermakna “pembatas antara dua hal”, atau “yang membedakan sesuatu dari selainnya”.
121
Sedangkan hukuman- hukuman yang dilaksanakan disebut had, karena berfungsi untuk mencegah agar
perbuatan yang salah itu tidak terulang lagi. Had juga diartikan dengan ukuran- ukuran. Ketentuan hukum-hukum tersebut bersumber dari syariat Islam. Dan had
juga dinisbatkan kepada pelaku maksiat.
122
Dan Hukuman-hukuman itu disebut
121
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 5, Jakarta: Pustaka at-Tazkia 2008, hal. 3
122
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash- Shan‟ani, Subulus Salam Jilid 3, Jakarta: Darus
Sunnah Press 2008, hal. 312
Universitas Sumatera Utara
hudud hukuman hadd, karena hukuman-hukuman tersebut bisa mencegah seseorang jatuh kedalam tindak kejahatan atau perbuatan dosa.
123
A. Pengertian Zina
Didalam Hukum Islam zina dikategorikan sebagai suatu perbuatan keji dan kotor, hal ini sebagai mana yang terdapat didalam Firman Allah SWT
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk,” QS. Al-Isra: 32 “Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang
tampak ataupun yang bersembunyi” QS. Al-Maidah:33
Adapun definisi zina menurut 5 Mazhab yakni;
124
1. Menurut Ulama Malikiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan
mukallaf yang menyetubuhi farji anak Adam yang bukan miliknya secara sepakat tanpa ada syubhat dan disengaja.
2. Menurut Ulama Hanafiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan
lelaki yang menyetubuhi perempuan didalam kubul tanpa ada milik dan menyerupai milik.
3. Menurut Ulama Syafi‟iyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukkan
zakar kedalam farji yang haram tanpa ada syubhat dan secara naluri mengundang syahwat.
123
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, Jakarta : Gema Insani dan Darul Fikir 2007, hal 257
124
Ahsin Sakho Muhammad dkk, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Jakarta: Kharisma Ilmu - , hal 153-154
Universitas Sumatera Utara
4. Menurut Ulama Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan keji
pada kubul atau dubur dan 5.
Ulama Zahiriyah mendefinisikan bahwa zina adalah menyetubuhi orang yang tidak halal dilihat, padahal ia tahu hukum keharamannya, atau persetubuhan
yang diharamkan. Dan didalam Hukum Islam dibedakan antara pelaku zina yang belum
menikah perjaka atau perawan Ghairu Muhshan dan pelaku zina yang sudah berada didalam status menikah atau pernah menikah Muhshan.
Hukum Islam meringankan hukuman bagi lajang dan memberatkan hukuman bagi muhsan. Hukum Islam menghukum lajang dengan dera dan
diasingkan, sedangkan muhsan didera dan dirajam. Makna rajam disini adalah hukuman mati dengan cara dilempari batu dan yang sejenisnya.
125
B. Dasar Hukum Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam
Dasar hukum Tindak Pidana Perzinahan didalam Al- Qur‟an dan Hadits;
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk,” QS. Al-Isra: 32
Dalam ayat ini Allah SWT menyipati zina dengan kata “keji” tanpa ada batasan sebelum atau sesudah diturunkannya larangan. Abu Bakar al-Jashash
mengomentari, “pada ayat ini terdapat dalil, bahwa zina adalah kotor menurut akal
125
Ibid, hal. 181
Universitas Sumatera Utara
sebelum turunnya larangan tersebut, karena Allah SWT menyipatinya dengan “keji” tanpa membatasi setelah atau sebelum larangan ini turun.
126
Dan Ib nu Qayyim menjelaskan, “Firman Allah SWT yang berbunyi;
“Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak ataupun yang bersembunyi” QS. Al-Maidah:33
Ia mengatakan bahwa ini menjadi dalil bahwa inti dari perbuatan zina adalah keji dan tidak bisa diterima oleh akal. Dan hukuman zina dikaitkan dengan
sifat kekejiannya itu.
127
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as- sa‟di juga berkomentar, “Allah SWT
telah mengkategorikan zina sebagai perbuatan keji dan kotor. Artinya zina dianggap keji menurut
syara‟, akal dan fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak isteri, hak keluarganya atau suaminya, merusak kesucian
pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainnya.
128
“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya,” QS, Al-Baqarah: 229
Dan juga dinisbatkan kepada perbuatan yang telah ditentukan hukumnya berdasarkan firman Allah,
126
Fadhel IIahi, Zina Problematika Solusinya,Jakarta: Qisthi Press 2005, hal. 29
127
Ibid
128
Ibid
Universitas Sumatera Utara
“ Dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri” QS. Ath-
Thalaq:1 Diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit r.a, ia mengatakan, Rasulullah
SAW bersabda: “Laksanakanlah hukuman-hukuman Allah baik terhadap kerabat maupun
orang lain, dan janganlah kalian meenghiraukan celaan orang lain dalam menjalankan perint
ah Allah”. Ibnu Majah; 2540 hadits hasan
Dengan kata lain, hukuman tersebut bentuk dan ukurannya telah ditentukan dan ditetapkan oleh agama berdasarkan nash-nash yang Sharih jelas,
eksplisit. Laki-laki maupun perempuan yang telah menikah akan kehilangan hak
hidup karena berzina. Diriwayatkan oleh muslim, dari Abdullah bin Mas‟ud ra, Rasulullah SAW Bersabda;
“Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Ilahi selain Allah dan aku adalah utusan Allah kecuali karena salah satu dari tiga
perkara berikut: Orang yang sudah menikah berzina, membunuh orang lain, meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari jama‟ah”
129
129
Fadhel IIahi, Op.Cit. hal. 37
Universitas Sumatera Utara
Keduanya dirajam dengan batu hingga merasakan sakit disekujur tubuhnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah r.a, Rasulullah SAW
Bersabda; “Anak adalah didasarkan pada tempat tidur dinasabkan kepada bapaknya
yang sah dan pezina dirajam dengan batu”.
130
Jika keduanya belum menikah, maka cukup dicambuk 100 kali. Allah SWT Berfirman;
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap- tiap seorang dari keduanya seratus kali deraan, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat” QS. An-Nur: 2
Diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit ra, ia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda;
“Ambillah dariku. Ambillah dariku. Allah telah menetapkan ketentuan bagi mereka: perjaka yang berzina dengan perawan hukumannya dicambuk
seratus kali dan dibuang selama setahun, dan laki-laki yang sudah menikah yang berzina dengan perempuan yang sudah menikah hukumannya
adalah dicambuk seratus kali dan dirajam. Shahih Muslim No.1690
130
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Para Ulama Umat Telah sepakat atas wajibnya menegakkan hudud terhadap orang yang melakukan perbutan yang mengakibatkan adanya hukuman
ini, dan tidak seorang pun yang berbeda pendapat mengenai hal itu.
131
a. Zina menurut para ulama
Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu berkata, ” Ada seorang muslim
menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika beliau sedang berada di
masjid. Ia menyeru beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina.” Beliau berpaling darinya dan orang itu menghadap berputar
menghadap wajah beliau, lalu berkata, “Wahai Rasulullah sungguh aku telah berzina.” Beliau memalingkan muka lagi, hingga orang itu mengulang
ucapannya empat kali. Setelah ia bersaksi dengan kesalahannya sendiri empat kali, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memanggilnya dan bersabda,
“Apakah engkau gila?” Ia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah engkau su
dah menikah? Ia menjawab “Ya”. Lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “bawalah dia dan rajamlah” Muttafaq Alaihi.
132
Dalam Hadits Ibnu Abbas, “Mungkin kamu hanya mencium atau menyentuh saja”, Apakah kamu menidurinya? Ia menjawab “Ya” Lalu berkata,
“Apakah kulitmu bersentuhan dengan kulitnya?” dia menjawab “Ya”. Lalu bertanya “Apakah kamu benar-benar menggaulinya?” Ia menjawa, “Ya”. Dalam
hadits ibnu Abbas lainnya diterangkan, “Apakah kamu membaringkannya?” Ia menjawab, “Ya, tidak ada penghalang antara kami”
133
131
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 5, Jakarta : Pustaka at-Tazkia 2008, hal 6
132
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-S han‟ani, Op.Cit. 343-344
133
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Rasulullah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda; “Pena Pentaklifan diangkat dari tiga kategori orang, yaitu anak kecil
hingga dewasa, orang yang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga sembuh”.
134
Hadits ini memiliki redaksi lain, yaitu; “Sesungguhnya Allah mengampuni umatku dari tiga perkara, kekeliruan,
kelupaan, dan sesuatu yang dipaksakan mereka untuk melakukannya”. Imam Nawawi mengatakan, hadits ini adalah hasan.
135
Imam Malik, asy- Syafi‟I, Ahmad bin hanbal berpendapat bahwa
persetubuhan yang diharamkan, baik dalam kubul maupun dubur, pada laki-laki maupun perempuan, hukumnya sama. Pendapat ini juga disepakati oleh
Muhammad dan Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah. Alasan mereka menyamakan persetubuhan dubur dan zina dalam suatu makna sehingga wajibnya
hukuman hudud adalah adanya persetubuhan yang diharamkan. Ia termasuk zina, terutama Al-
Qur‟an telah menyamakan keduanya. Allah S.W.T Berfirman kepada kaum Nabi Luth,
136
“…Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji homosek
sual…” QS. Al-Ankabut ; 28 “Sungguh kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesame lelaki
bukan kepada perempuan…” QS. Al-A‟raf: 81
134
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit. hal 304
135
Ibid
136
Ahsin Sakho Muhammad dkk, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam Jilid IV, Op.Cit. 155-156
Universitas Sumatera Utara
”Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji diantara perempuan- perempuan kamu…” QS. An-Nisa: 15
“dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji diantara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya
…” QS. An-Nisa:16
Allah menjadikan persetubuhan dalam dubur maupun kubul sebagai perbuatan keji. Namun Allah menamai salah satunya dengan nama lain.
Selain rukun dan syarat yang sudah dijelaskan diatas, perbuatan zina tersebut haruslah disaksikan langsung oleh 4 empat orang saksi. Tidak ada
perbedaan pendapat dikalangan para ahli fiqih bahwa hukuman dapat ditetapkan dengan pembuktian kesaksian, bila syarat-syaratnya terpenuhi. Mengingat
karena bahayanya menuduh zina dan sedemikian besar akibat yang ditimbulkannya.
137
Allah SWT Berfirman; “Dan terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah
ada empat orang saksi diantara kamu yang menyaksikannya. QS. An- Nisa: 15
Berbeda halnya dengan KUHP yang mengkhususkan hanya siisteri atau sisuami pelaku zina saja yang boleh mengadukan perbuatan zina tersebut.
Menurut Hukum Islam siapa saja bisa mengadukan perbuatan zina tersebut. Baik laki-laki maupun perempuan seperti yang dikatakan Muhammad bin Hazm
Rahimullah.
138
137
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Op.Cit, hal 50
138
Ibid hal 52
Universitas Sumatera Utara
Kerana menurut Hukum Islam yang dirugikan dari perbuatan zina tersebut bukan hanya merugikan sisuami atau siisteri pelaku zina saja, namun juga
merugikan masyarakat disekitarnya. karena murka Allah S.W.T akan turun kepada kaum yang membiarkan perzinahan hingga mereka semua binasa.
Diriwayatkan oleh Al Hakim dari Ibnu Abbas r.a: Rasulullah s.a.w. bersabda; “zina dan riba telah merebak disuatu kaum, maka sungguh mereka telah
membiarkan diri mereka d itimpa adzab Allah”.
139
C. Tujuan dan Manfaat dilarangnya perzinahan menurut Hukum Islam
Para ahli Hukum Islam mengklasifikasi tujuan-tujuan yang luas dari syari‟ah untuk menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup merupakan
tujuan pertama dan utama dari syariah. Apabila ada dari kebutuhan-kebutuhan ini tidak terjamin, akan terjadi kekacauan dan ketidak tertiban dimana-mana. Kelima
5 kebutuhan hidup yang primer ini daruriyat dalam kepustakaan Hukum Islam disebut dengan istilah al-maqasid al-
syari‟ah al-khamsah tujuan-tujuan syariah, yaitu:
140
a. Memelihara agama hifzh al-din
b. Memelihara Jiwa hifzh al-nafsi
c. Memelihara akal pikiran hifzh al-„aqli
d. Memelihara Keturunan hifzh al-nashli
e. Memelihara harta hifzh al-mal
139
Fadhel IIahi, Op.Cit, hal. 35-36
140
Topo Santoso, Op. Cit hal 134-135
Universitas Sumatera Utara
Dan salah satu perbuatan yang dapat menjadikan kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadi tidak terjamin, karena perbuatan zina dapat merusak keturunan,
akal pikiran dan mengancam jiwa terjadi pertumpahan darah, sehingga dikhawatirkan dapat mengakibatkan kekacauan. Para agamawan dari agama mana
pun pasti sepakat bahwa zina hukumnya haram dan tidak ada satupun agama yang memperbolehkannya.
1. Menjaga keturunan
Islam menganjurkan kepada umatnya agar menikah karena ia merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan biologis. Disamping itu,
pernikahan merupakan cara yang paling ideal bagi suami dan isteri untuk mendapatkan keturunan yang dapat mereka bina secara langsung. Keduanya pun
memiliki komitmen untuk menjaga buah akad mereka, menaburkan benih-benih cinta, kasih sayang, kebaikan, kemurahan hati, kesucian, kemuliaan, ketinggian
harga diri, dan kemuliaan jiwa; dengan tujuan agar keturunan mereka dapat bangkit dalam menghadapi kehidupan mereka dan memberi kontribusi positif
dalam membangun dan meningkatkan kualitas hidup.
141
Menurut Prof. DR. Fadhel IIahi didalam bukunya yang berjudul Zina Problematika Solusinya, ia menyebutkan bahwa perbuatan zina dapat
mengakibatkan kejahatan lainnya, banyaknya tindak kejahatan adalah konsekuensi logis dari praktik seks bebas. Karena kebebasan seks melahirkan
anak-anak haram, yang kehilangan cinta dan belaian kasih sayang sehingga
141
Muhammad Nasiruddin Al-Albani, Fiqih Sunnah jilid4 Jakarta: Cakrawala Publishing 2009, hal.229
Universitas Sumatera Utara
mereka tumbuh dengan perasaan terbuang dan disingkirkan, lalu tumbuhlah dihatinya keinginan untuk menyakiti orang lain.
142
Anak yang seharusnya mendapatkan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dapat dimasukkan ke dalam pemeliharaan atas agama mendapatkan
pendidikan akhlaqul karimah dan pemeliharaan atas akal, dan seterusnya. Sebagaimana kita ketahui, kehormatan seseorang seringkali dikaitkan dengan
keturunan siapakah dia. Dan jika seorang anak dikenal sebagai anak tak berbapak, maka hampir pasti ia akan mengalami masalah besar dalam pertumbuhan
kepribadiannya kelak karena ketidak jelasan status keturunan. Maka demi menjaga hal tersebut, Islam melarang seseorang menghapus nasabnama
keturunan dari ayah kandungnya. Selain masalah psikologis dan perkembangan kepribadian anak, masalah nasab atau keturunan juga berkaitan dengan
muharramat yaitu aturan tentang wanita-wanita yang haram dinikahi dianggap incestmenikah seketurunan.
143
Selanjutnya perzinahan dapat menyianyiakan ikatan nasab dan pemilikan hak harta waris pada orang yang tidak semestinya menerima ketika ada
pembagian harta warisan.
144
Dan didalam praktik perzinahan, ada pembebanan bagi seorang suami yang isterinya melakukan hubungan dengan orang lain. Sebab,
bisa jadi perzinahan yang dilakukannya menyebabkan kehamilan sehingga
142
Fadhel IIahi, Op.Cit., hal 66-67
143
Kang Imam99, Nasab dan urgensinya dalam Islam, http:imamrusly. Wordpress .com20120420nasab-dan-urgensinya-dalam-islam
, diakses pada hari jum‟at 7 februari 2014
144
Muhammad Nasiruddin Al-Albani, Op.Cit, hal. 230
Universitas Sumatera Utara
suaminya yang akan menanggung beban untuk mendidik anak yang sebenarnya bukan darah daging keturunannya.
145
Melihat pertimbangan-pertimbangan
tersebutlah Hukum
Islam memandang bahwa pentingnya kejelasan keturunan.
Maka dari itu salah satu alasan perbuatan Zina dilarang didalam Hukum Islam, Karena perbuatan keji ini dapat mengakibatkan anak-anak yang terlahir
dengan ketidak jelasan anak zina. Akan tetapi bukan berarti didalam islam mendiskriminasikan anak tersebut, karena anak tersebut tetap lahir didalam
keadaan bersih dan suci dari dosa. Adapun Firman Allah yang menegaskan bahwa seseorang itu tidak memikul dosa orang lain, demikian juga anak hasil zina tidak
memikul dosa pezina, sebagaimana firman-Nya: “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian
kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang
tersimpan dalam dadamu. QS. Al-Zumar: 7 Anak zina adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin tanpa
pernikahan. Biasa juga disebut dengan anak tidak sah, karena dilahirkan diluar perkawinan yang sah, atau disebut juga dengan anak haram, karena perbuatan zina
yang dilakukan oleh orang yang menyebabkan kelahirannya adalah perbuatan keji yang dihar
amkan oleh syara‟. Dan Menurut Hukum Islam kedudukan hukum bagi anak zina tidak bernasab kepada laki-laki yang melakukan zina terhadap ibunya,
145
Ibid
Universitas Sumatera Utara
ia tidak mengikuti nasab laki-laki pemilik sperma yang menyebabkan kelahirannya, tetapi nasabnya hanya mengikuti kepada ibu yang melahirkannya.
Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajibantanggung jawab ayah. Antara keduanya dianggap sebagai orang lain.
146
2. Menjaga akal pikiran
Menurut Prof. DR. Fadhel IIahi didalam bukunya yang berjudul Zina Problematika Solusinya, ia menyebutkan bahwa perbuatan zina dapat
mengakibatkan kejahatan lainnya, banyaknya tindak kejahatan adalah konsekuensi logis dari praktik seks bebas. Karena kebebasan seks melahirkan
anak-anak haram, yang kehilangan cinta dan belaian kasih sayang sehingga mereka tumbuh dengan perasaan terbuang dan disingkirkan, lalu tumbuhlah
dihatinya keinginan untuk menyakiti orang lain. Ketika sudah remaja muncullah kecenderungan untuk merampas kehormatan orang lain, mencuri dan
membunuh.
147
Kemudian ia menambahkan bahwa zina tersebut merupakan induk berbagai tindakan criminal. Banyak kasus pencurian yang motifnya ingin
mendapatkan uang dengan mudah untuk membayar pelacur yang ia inginkan. Banyak kasus pembunuhan hanya karena dilatarbelakangi ingin melampiaskan
nafsu birahi saja, oleh karena itu, jika zina diperbolehkan, yang ada seorang laki- laki akan terus melakukan hubungan seksusal dengan wanita yang menarik
hatinya, baik wanita itu rela maupun tidak. Selanjutnya ia akan menggunakan berbagai cara untuk melampiaskan keinginannya tanpa memperhatikan undang-
146
Iman Jauhari, Hak-Hak Anak dalam Hukum Islam, Jakarta : Pustaka Bangsa 2003, hal 11-12
147
Fadhel IIahi, Op.Cit., hal 66-67
Universitas Sumatera Utara
undang dan tatanan moral ”.
148
Atau dapat dikatakan secara tidak langsung zina menjadi pintu pembuka kejahatan lain yang dapat merusak pikiran disaat syahwat
dan nafsu sudah terbiasa disalurkan dengan membayar pelacur, dan setelah ia tidak memiliki uang dan disaat itu pula syahwat dan nafsunya memuncak, maka
pikirannya akan menjadi terganggu dan ia akan berusaha melampiaskannya dengan cara apapapun walaupun dengan cara memperkosa.
Menurut data yang diambil dari NationMaster.com, yang bertujuan untuk membandingkan grafik dari negara-negara diberbagai belahan dunia, dan
merupakan kompilasi data dari sumber-sumber seperti CIA World Factbook, PBB, dan OECD
Organisation for Economic Co-operation and Development
. Adapun perbandingan mengenai kekerasan seksual pemerkosaan diberbagai negara dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
149
Tabel 1. J
UMLAH KEKERASAN SEKSUAL ATAU “PEMERKOSAAN” YANG TERCATAT OLEH KEPOLISIAN DIBERBAGAI DUNIA PER 100.000
PENDUDUK No.
Negara jumlah
Tahun
1. France:
10,277 2009
2. Germany:
7,292 2009
148
Ibid
149
NationMaster.com, Crime Statistics Rapes most recentbycountry,http:www nationmaster.comgraphcri_rap-crime-rapes, diakses pada hari sabtu 8 februari 2014
Universitas Sumatera Utara
No. Negara
jumlah Tahun
3. Russia:
6,208 2009
4. Sweden:
4,901 2009
5. Argentina:
3,276 2008
6. Belgium:
2,786 2009
7. Philippines:
2,585 2009
8. Spain:
2,437 2009
9. Chile:
2,233 2009
10. Lesotho:
1,878 2009
11. Poland:
1,611 2009
12. Japan
: 1,582
2009 13.
New Zealand: 1,308
2009 14.
Kazakhstan: 1,298
2009 15.
Israel: 1,243
2009 16.
Sudan: 1,189
2009 17.
Morocco: 1,130
2009 18.
Romania: 1,016
2009 19.
Norway: 944
2009 20.
Finland: 915
2009 21.
Kenya: 735
2009 22.
Czech Republic: 529
2009
Universitas Sumatera Utara
23. Canada:
491 2009
24. Hungary:
489 2009
25. Cameroon:
447 2008
26. Ireland:
396 2009
27. Denmark:
396 2009
28. Mongolia:
354 2009
29. Portugal:
317 2009
30. Kyrgyzstan:
303 2009
31. Moldova:
262 2009
32. Bulgaria:
262 2009
33. Belarus:
240 2009
34. Greece:
218 2008
35. Croatia:
188 2009
36. Oman:
183 2009
37. Lithuania:
164 2009
38. Estonia:
160 2009
39. Slovakia:
152 2009
40. South Africa:
113.5 2002
41. Latvia:
100 2009
42. Guinea:
92 2008
43. Australia:
91.6 2003
Universitas Sumatera Utara
44. Egypt:
87 2009
45. Sierra Leone:
79 2009
46. Swaziland:
76.1 2004
47. Mauritius:
69 2009
48. Iceland:
68 2009
49. Luxembourg:
57 2009
50. Slovenia:
57 2009
51. Solomon Islands:
56 2009
52. Jamaica:
50.8 2000
53. Suriname:
45.2 2004
54. Zimbabwe:
40 2006
55. Bahrain:
36 2009
56. Cyprus:
34 2009
57. United States:
30.2 2006
58. Nicaragua:
27.6 2006
59. Barbados:
27 2000
60. Azerbaijan:
25 2009
61. Panama:
24.1 2006
62. Papua New Guinea:
24 2000
63. Peru:
20.8 2006
64. Armenia:
19 2009
Universitas Sumatera Utara
65. Malta:
19 2009
66. El Salvador:
18.7 2006
67. Belize:
15.3 2006
68. Namibia:
15.1 2002
69. Korea, South:
13.3 2006
70. Mexico:
12.8 2006
71. Ecuador:
11.2 2006
72. Costa Rica:
11 2006
73. Uruguay:
9.8 2000
74. Maldives:
9 2009
75. Netherlands
: 8.7
2006 76.
Austria: 8.5
2006 77.
Switzerland: 8.5
2006 78.
Thailand: 8
2006 79.
Bolivia: 7.8
2006 80.
Italy: 7.7
2006 81.
Bangladesh: 7.5
2006 82.
Brunei: 7.4
2006 83.
Sri Lanka: 7.4
2006 84.
Paraguay: 6
2006 85.
Malaysia: 5.2
2000
Universitas Sumatera Utara
86. Macedonia, Republic of: 5.1
2006 87.
Colombia: 4.7
2000 88.
Georgia: 3.8
2006 89.
Guatemala: 3.3
2000 90.
Tunisia: 3.2
2002 91.
Liechtenstein: 3
2009 92.
Zambia: 2.9
2000 93.
China: 2.8
2000 94.
Singapore: 2.7
2006 95.
Turkey: 2.5
2006 96.
Ukraine: 2.1
2006 97.
Uganda: 2
2004 98.
Jordan: 1.9
2006 99.
Côte dIvoire: 1.9
2000 100.
India: 1.7
2006 101.
United Arab Emirates: 1.7
2006 102.
Qatar: 1.6
2004 103.
Albania: 1.5
2006 104.
Algeria: 1.5
2006 105.
Serbia and Montenegro: 1.1
2006 106.
Tajikistan: 1.1
2006
Universitas Sumatera Utara
107. Bosnia and Herzegovina: 1.1
2006 108.
Nepal: 0.8
2006 109.
Indonesia: 0.7
2000 110.
Syria: 0.6
2006 111.
Burma: 0.5
2002 112.
Lebanon: 0.5
2006 113.
Turkmenistan: 0.5
2006 114.
Yemen: 0.4
2000 115.
Saudi Arabia:
0.3 2002
Sumber: http:www.nationmaster.comgraphcri_rap-crime-rapes
Walaupun perzinahan hanya sebagai salah satu faktor penyebab perkosaan, namun tabel diatas, cukup menjelaskan bahwa negara-negara islam dan yang
menjalankan syariat islam seperti arab Saudi memiliki presentasi tingkat kejahatan seksual atau “pemerkosaan” yang sangat kecil. Sangat berbeda dengan
negara-negara barat yang memperbolehkan perbuatan Zina. 3.
Menjaga jiwa
Perzinahan merupakan suatu perbuatan yang dapat menghancurkan kehidupan rumah tangga, sekaligus menjadi factor penyebab kerusakan moral.
Perzinahan merupakan perbuatan yang sangat membahayakan, serta dapat menimbulkan banyak kejahatan dan tindak criminal yang lain. Hubungan bebas
antara laki-laki dan perempuan, serta hubungan seks yang dilakukan oleh mereka
Universitas Sumatera Utara
yang tidak sesuai dengan cara yang dibenarkan merupakan salah satu faktor yang dapat menghancurkan eksistensi sebuah masyarakat.
150
Hubungan laki-laki dan perempuan yang terjadi secara bebas menjadi penyebab terjadinya pembunuhan. Sebab, rasa cinta merupakan tabiat dasar yang
ada pada diri manusia. Sangat jarang ditemukan ada laki-laki mulia dan perempuan suci yang rela akan adanya kasus perselingkuhan. Bahkan, terkadang
seorang laki-laki tidak mendapatkan jalan lain untuk membersihkan aib yang dialami oleh diri dan keluarganya, kecuali dengan cara membunuh membunuh
orang yang telah berselingkuh dengan isterinya.
151
Oleh karena itu Perzinahan merupakan hubungan sesat yang ketika hubungan itu berakhir, maka tidak ada tanggung jawab apapun yang harus
diselesaikan. Dengan demikian, perzinahan tak ubahnya perilaku yang dilakukan oleh binatang. Tentunya perilaku semacam ini dijauhi oleh manusia yang
merupakan mahkluk yang paling mulia.
152
Selain demi menjaga ketiga tujuan pokok diatas, menurut Hukum Islam dilarangnya Tindak Pidana Perzinahan bermanfaat agar menjauhkan manusia dari
berbagai penyakit yang diakibatkan perbuatan zina tersebut serta mencegah manusia dari adzab Allah SWT.
4. Menjaga Ikatan Perkawinan
150
Muhammad Nasiruddin Al-Albani, Op. Cit, hal.229
151
Ibid
152
Ibid hal. 231
Universitas Sumatera Utara
Perzinahan merupakan perbuatan yang dapat menghancurkan kehidupan rumah tangga, sekaligus menjadi faktor penyebab kerusakan moral.
153
Selain merusak tatanan dalam rumah keluarga dan memutus hubungan suami isteri juga
dapat menjadi pendidikan yang tidak baik bagi anak-anak, yang mana semua itu dapat menjadikan mereka menjadi anak gelandangan.
154
5. Mencegah berbagai penyakit;
Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW 1400an Tahun yang lalu. Dalam riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim dan riwayat ini shahih dengan salah satu
lafadz, Rasulullah Sallallahu Alahi Wasallam bersabda : “Tidaklah perzinahan tampak pada sebuah kaum hingga mereka
melakukannya secara terang-terangan, kecuali penyakit-penyakit yang belum pernah ada pada para pendahulu mereka
yang telah lalu akan mewabah pada mereka
”.
155
Dan hal tersebut terbukti, Salah satu dampak yang ditimbulkan dari perbuatan zina adalah penyakit kelamin. Data selama ini menunjukkan bahwa
laki-laki dan perempuan yang mengidap penyakit berbahaya ini adalah mereka yang sering melakukan hubungan seks dengan gonta-ganti pasangan Zina dan
ini dibenarkan oleh sejumlah pakar kedokteran barat.
153
Muhammad Nasiruddin Al-Albani, Op.Cit, hal. 230
154
Ibid, hal. 230
155
Hikmah Al-Quran Mutiara Hadits, Bencana Akibat Tersebarnya Zina, http:www.alsofwah.or.idcetakmujizat.php?id=161
Universitas Sumatera Utara
Menurut dr. Batchelor dan dr Murrel, “penyebaran penyakit sipilis disebabkan oleh pola seks bebas”. Dr. Jhon Beaston mengatakan, “Rangkuman
hasil riset menunjukkan bahwa factor hubungan seks diluar nikah menempati urutan teratas sebagai penyebab timbulnya penyakit kelamin”. Sedangkan dr.
Claudd Scott Nicole mengatakan, “permasalahan yang kita hadapi saat ini adalah
pemutar balikan nilai-nilai moral yang memicu hubungan seksual yang diharamkan Zina. Factor inilah yang memicu semakin banyaknya jumlah
penderita penyakit yang diakibatkan pola seks bebas.
156
Syaikh Abu al- A‟la al Maududi mengutip dari buku yang terjemahan
Arabnya Al- alamul Ijtima‟il Faransi karangan Paul Burreau, “Amoralitas yang
pertama kali muncul dimasyarakat Prancis negara yang selama 3 Tahun menjajah Belanda dan Code Penal Prancisnya selama 75 Tahun diterapkan di Belanda.
penulis adalah kebebasan seksualitas. Akibatnya, kian hari metabolisme tubuh kian melemah. Bukti konkritnya adalah kenyataan bahwa sebagian bala tentara
Prancis mendesak pemerintah untuk memberikan cuti kerja dan memeriksakan mereka kerumah sakit pada dua tahun pertama sejak perang dunia II. Karena
sebanyak 75.000 orang dari mereka mengidap penyakit Syphillis, dan sebanyak 242 orang tentara mati akibat penyakit ini. Dan ini hanya disatu kamp saja.
Bahkan seorang dokter Pran cis bernama Lyrd mengatakan, “ Di Prancis sekitar
30.000 jiwa meninggal setiap tahunnya akibat penyakit Syphillis dan penyakit
156
Fadhel IIahi, Op.Cit hal 46
Universitas Sumatera Utara
lainnya, dan penyakit ini adalah penyakit paling berbahaya setelah demam TBC.
157
Bukti konkrit perkembangan tentang pengaruh zina terhadap merebaknya penyakit kelamin adalah bahwa penyakit ini banyak terdapat dinegara-negara
yang menganut pola seks bebas liberal. Dalam ensiklopedia Britannica disebutkan bahwa disejumlah rumah sakit di Amerika ada sekitar 200.000 orang
penderita syphilis, dan 160.000 penderita Gonnorrhoea setiap tahunnya. Dan telah didirikan 650 rumah sakit yang khusus merawat penderita penyakit kelamin ini,
yang masih bisa bertambah seiring dengan hasil penelitian para dokter swasta yang menunjukkan bahwa yang berobat kepada mereka 61 penderita syphilis
dan 89 penderita Gonnorrhoea. Penting disebutkan disini, walaupun fasilitas kedokteran semakin canggih, namun penyakit ini semakin merebak, dan
presentase penderitanya tidak mampu ditekan.
158
Bahkan 1 Desember 1998 yang diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Yang mana peringatan Hari AIDS
Sedunia tersebut berawal dari Pertemuan Puncak Menteri-menteri Kesehatan dari 148 negara yang tergabung dalam WHO untuk Program Pencegahan AIDS pada 1
Desember 1988 di London, Inggris. Belum dapat mencegah AIDS sebagai peringkat keempat penyebab kematian terbesar di dunia.
159
Dalam panduan kerja konferensi Internasional tentang penyakit syphilis menyebutkan, “ Antara tahun 1956-1957 penderita Syphillis di Amerika
157
Ibid, 61
158
Ibid, 47
159
Rofi‟udin, Pencegahan Bahaya HIVAIDS dalam Perspektif Islam, http:madanionline.orgpencegahan-bahaya-hivaids-dalam-perspektif-islam, diakses pada hari
jum‟at 7 februari 2014
Universitas Sumatera Utara
berjumlah 7600 orang, dan antara tahun 1960-1961 jumlah penderita syphilis dinegara yang melegalkan seks bebas tersebut meningkat menjadi 20.800 orang.
Kemudian setiap tahunnya sekitar 30.000 sampai 40.000 orang anak mati akibat penyakit Syphillis, dan jumlah korban akibat serangan penyakit lainnya selain
TBC. Jumlah minimal yang diperkirakan oleh aparat kesehatan bahwa penyakit Gonorrhoea telah menyerang 60 pemudah yang masih bujangan dan sudah
menikah. Sementara itu penderita penyakit Gonorrhoea meningkat 1000.000 orang setiap tahunnya. Sementara di Inggris yang juga melegalkan seks bebas,
jumlah penderita Gonorrhoea menurut Ampruz King berjumlah 17.536 orang pada tahun 1945, dan pada tahun 1962 meningkat menjadi 35.438 orang.
Yang diserang oleh penyakit kelamin itu adalah metabolisme dan daya tahan tubuh,
sehingga orang yang mengidapnya tidak akan mampu melakukan pekerjaan yang menuntut keseriusan. Menurut Dr. Batchelor dan dr Murrel menjelaskan tentang
ancaman penyakit Gonorrhoea, “penyakit ini tergolong ringan dibanding dengan penyakit Syphillis, namun jika penderitanya menganggapnya sepele, maka
selanjutnya akan menyebabkan gangguan pada kesehatannya terus- menerus”.
Kemudian mengenai penyakit Syphillis, menurut dr. Thomas Paren, “penyakit Syphillis lebih mematikan dan berbahaya seratus kali lipat daripada kelumpuhan
pada anak-anak. Di Amerika saja, penyakit ini bisa disejajarkan dengan kanker, demam TBC, dan radang TBC. 4:1 Satu dari empat orang meninggal akibat
Syphillis. Kemudian menurut Dr. Hoffland, ia mengatakan,”Saya memang tidak
Universitas Sumatera Utara
tahu apa saja penyakit yang mengancam keselamatan jiwa. Tapi yang pasti penyebabnya adalah eksploitasi seksual”.
160
Sejalan dengan uraian diatas, karena hukum pidana Indonesia yang mengatur mengenai seks bebas Zina merupakan turunan dari nilai-nilai barat.
Maka dampaknya juga pasti tidak akan jauh berbeda dengan keadaan-keadaan masyarakat barat tersebut.
Data mengejutkan diungkap oleh Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ida Bagus Nyoman Banjar, pada hari
Jumat, 15 Oktober 2010. Ia mengatakan Ribuan remaja di Jakarta menderita penyakit kelamin diduga akibat maraknya pelacuran, perubahan pola pergaulan
dan kurangnya pendidikan seks.. Secara keseluruhan, ia mengatakan;
161
“angka penderita penyakit kelamin di Jakarta berjumlah 9.060 orang,
dengan rincian 5.051 orang berjenis kelamin perempuan dan sisanya pria. Dari total jumlah penderita tersebut, 3,007 di antaranya masih berusia antara
14 dan 24 tahun. Jenis penyakit kelamin yang mereka derita antara lain, herpes, infeksi jamur, syphilis, vaginitis, bisul pada alat kelamin atau HPV,
kutu kelamin, kutu di bawah kulit, dan AIDS. Banyaknya penderita penyalit kelamin pada kalangan remaja, menurut Nyoman Banjar, karena maraknya
praktik prostitusi dan perubahan pola pergaulan. Kebanyakan penyakit kelamin ini ditimbulkan dari pola seksual yang salah, sehingga jika tidak
160
Fadhel IIahi, Op.Cit hal 47- 49
161
VIVAnews, Prostitusi Marak, Ribuan Remaja Sakit Kelamin, http:fokus. news.viva. co.idnewsread183151-remaja-tak-pernah-dapat-pendidikan-seks, diakses pada hari rabu 22
Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
diwaspadai maka akan berpotensi pada HIVAIDS. Kemudian ia menambahkan, ia menduga jumlah penderita penyakit kelamin di Jakarta
lebih dari 9.060 orang, mengingat masih banyak orang yang malu menjalani pengobatan ke rumah sakit atau pun ke Puskesmas.
Di Indonesia, kasus HIVAIDS ditemukan pertama kali tahun 1986 di Bali. Kementerian Kesehatan RI memperkirakan, 19 juta orang pada 2010 berada pada
risiko terinfeksi HIV. Adapun berdasarkan data Yayasan AIDS Indonesia YAI, jumlah penderita HIVAIDS di seluruh Indonesia per Maret 2009, mencapai
23.632 orang. Dari jumlah itu, sekitar 53 persen terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun, disusul dengan kelompok usia 30-39 tahun sekitar 27 persen. Adapun
berdasarkan cara penularan, 75 hingga 85 persen HIVAIDS ditularkan melalui hubungan seks, 5-10 persen melalui homoseksual, 5-10 persen akibat alat suntik
yang tercemar terutama pengguna narkoba jarum suntik dan 3-5 persen tertular lewat transfusi darah.
162
Data terbaru, Laporan Kasus HIV-AIDS di Indonesia sampai dengan September 2013, yang diterima dari Ditjen PP PL, berdasarkan surat Direktur
Jenderal P2PL, Prof. dr. Tjandra Y Aditama, SpPK, DTMH tertanggal 31 Oktober 2013: “Situasi Masalah HIV-AIDS Tahun 1987 - September 2013 Sejak
pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan Maret 2013, HIV-AIDS tersebar di 348 70 dari 497 kabupatenkota di seluruh provinsi di Indonesia.
162
Rofi‟udin, Abiquinsa, Pencegahan Bahaya HIVAIDS dalam Perspektif, http:abiq uinsa.blogspot.com201301pencegahan-bahaya-hivaids-dalam.html, diakses pada hari rabu 22
Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
Provinsi pertama kali ditemukan adanya kasus HIV-AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun
2011 ”. Adapun data tersebut sebagai berikut;
163
1. HIV
a. Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859,
tahun 2006 7.195, tahun 2007 6.048, tahun 2008 10.362, tahun 2009 9.793, tahun 2010 21.591, tahun 2011 21.031, tahun 2012 21.511.
Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan September 2013 sebanyak 118.787.
b. Jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta 27.207, diikuti Jawa
Timur 15.233, Papua 12.687, Jawa Barat 9.267 dan Bali 7.922.
2. AIDS
a. Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak
4.987, tahun 2006 3.514, tahun 2007 4.425, tahun 2008 4.943, tahun 2009 5.483, tahun 2010 6.845 dan tahun 2011 7.004, dan tahun 2102
5.686. Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan September 2013 sebanyak 45.650 orang.
b. Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun
34,5, kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun 28,7, 40-49 tahun 10,6, 15-19 3,2, dan 50-59 tahun 3,2.
163
Laporan Terakhir Kemenkes, http:www.spiritia.or.idStatsStatCurr.php ?lang=id gg=1 diakses pada hari selasa 21 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
c. Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 55,7 dan perempuan 29,2.
Sementara itu 15,1 tidak melaporkan jenis kelamin. d.
Jumlah AIDS tertinggi adalah pada wiraswasta 5.430, diikuti ibu rumah tangga 5.353, tenaga non-profesionalkaryawan 4.847, buruh kasar
1.897, penjaja seks 1.771, petanipeternaknelayan 1.757, dan anak sekolahmahasiswa 1.123.
e. Jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua 7.795, Jawa Timur 7.714,
DKI Jakarta 6.299, Jawa Barat 4.131, Bali 3.798, Jawa Tengah 3.348, Kalimantan Barat 1.699, Sulawesi Selatan 1.660, Banten 957 dan Riau
951. f.
Faktor risiko penularan terbanyak melalui heteroseksual 60,9, penasun 17,4, diikuti penularan melalui perinatal 2,7, dan homoseksual 2,8.
Dari uraian data diatas sangat Jelas terlihat bahwa perilaku heteroseksual atau seks bebas kini menjadi penyebab dominan dalam penyebaran kelamin
terutama HIVAIDS di Indonesia. Kondisi berbeda terlihat dalam lima tahun silam yang masih kebanyakan oleh pertukaran jarum suntik.
Hal tersebut juga diungkap dalam laporan yang dikeluarkan Komisi Nasional Penanggulangan AIDS Nasional dalam simposium internasional
mengenai AIDS yang diikuti peserta dari negara anggota ASEAN di Hotel Mason Pine, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada Senin
21112011. Simposium tersebut dibuka oleh Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti. Dalam laporan tersebut terdapat data persentase kasus HIVAIDS
Universitas Sumatera Utara
di Indonesia dalam dua periode, yakni tahun 2006 dan 2011 dari metode transmisi penyakit, yaitu berganti jarum suntik, hubungan seks bebas, seks sesama jenis,
diturunkan dari orangtua, transfusi darah, dan penyebab yang tidak diketahui. Hasilnya, pada tahun 2006, kecenderungan transmisi HIVAIDS ternyata
didominasi oleh jarum suntik dengan 54,42 persen penyumbang kasus HIVAIDS yang terlaporkan, sementara seks bebas 38,5 persen. Kondisi tersebut berbalik 180
derajat pada lima tahun kemudian dengan persentase jarum suntik menurun jadi 16,3 persen, sementara seks bebas mencapai 76,3 persen. Artinya, mayoritas
penularan HIVAIDS di Indonesia dilakukan melalui hubungan seks.
164
Melihat uraian-uraian diatas dapat memperlihatkan jika seks bebas zina di kalangan remaja seakan merupakan hal yang biasa. Dan pada saat ini tidak
sedikit perempuan Indonesia yang mengalami kehamilan tak diinginkan akibat hal tersebut. Akibatnya, banyak wanita yang melakukan aborsi. Selain merupakan
dosa besar. Hal tersebut juga dapat mengancam kesehatan sipelakunya.
Di Prancis sendiri, menurut Prof. Bert, Direktur Jaringan Profesi Kedokteran, “pada masa antara dua Perang Dunia telah tampak persamaan antara
jumlah aborsi dengan jumlah kelahiran anak”. Catherine Valabregue mengomentari pernyataan tersebut, “Usaha pemberantasan tidak mengalami
perubahan yang diharapkan disemua kota Prancis, bahkan jumlah aborsi di Paris melebihi jumlah kelahiran anak. Kenyataan ini ironis dan menyakitkan karena
164
Kompas.com, Seks Bebas Kini Dominasi Penularan HIVAIDS, http:nasional.kom pa s.comread2011112115520126Seks.Bebas.Kini.Dominasi.Penularan.HIVAIDS, diakses pada
hari Rabu 22 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
terjadi dinegara yang mayoritas beragama Katolik”. DR. Muhammad Ali al-Barr menukil dari buku
mark, “… lebih dari 1000.000 kasus aborsi di Amerika setiap Tahunnya.
165
Menurut ahli demografi kesehatan masyarakat Prof. Dr. Muhadjir Darwin, MPA, Ketua Panitia The 6th Asia Pacific Conference on Reproductive and
Sexual Health and Right 2011, saat konferensi pers di Grha Sabha Pramana, Yogyakarta, Rabu 19 oktober 2011. Ia mengatakan “Aborsi di Indonesia, lebih
dari 1 juta bahkan ada yang mengatakan hingga 2 juta per tahun,. Menurut Prof
Muhadjir, sebagian besar dari jumlah tersebut merupakan aborsi yang dilakukan oleh remaja. Dan sebagian besar lagi dilakukan secara tidak aman karena tidak
ada pelayanan aborsi legal di Indonesia.
166
Adapun Resiko kesehatan dan keselamatan fisik Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang
wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
167
1 Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2 Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3 Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
165
Fadhel IIahi, Op.Cit hal 63
166
JakartaPress, Setahun Ada 1-2 Juta Kasus Aborsi di Indonesia , http:www.jakartapress .comdetailread5886setahun-ada-1-2-juta-kasus-aborsi-di-indonesia, diakses pada hari selasa
21 Januari 2014
167
AnehDidunia.com, Penjelasan Lengkap Bahaya Aborsi dan Foto Proses Aborsi, http :www.anehdidunia.com201204penjelasan-lengkap-bahaya-aborsi-dan.html, diakses pada hari
rabu 22 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
4 Rahim yang sobek Uterine Perforation
5 Kerusakan leher rahim Cervical Lacerations yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya 6
Kanker payudara karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita 7
Kanker indung telur Ovarian Cancer 8
Kanker leher rahim Cervical Cancer 9
Kanker hati Liver Cancer 10
Kelainan pada placentaari-ari Placenta Previa yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan
berikutnya 11
Menjadi mandultidak mampu memiliki keturunan lagi Ectopic Pregnancy 12
Infeksi rongga panggul Pelvic Inflammatory Disease 13
Infeksi pada lapisan rahim Endometriosis
Pada tahun 1964, John F Kennedy, menjelaskan, “Masa depan Amerika terancam, karena para remajanya sudah tenggelam dalam kebebasan seksual yang
sulit untuk ditangani aparat. Dan bahwasanya tujuh dari remaja yang terdaftar dalam wajib militer enam dari mereka tidak layak. Libido seksual mereka telah
merusak stamina dan kesehatan mereka”. Hal serupa juga dialami Rusia, sebagaimana diungkapkan oleh Chorchev pada tahun yang sama, bahwa masa
depan Rusia terancam, sebab para remajanya telah berkhianat terhadap masa depan mereka sendiri, mereka tenggelam dalam nafsu birahi”.
168
168
Fadhel IIahi, Op.Cit, hal 50
Universitas Sumatera Utara
Realitanya kata-kata yang dikeluarkan para pemimpin barat tersebut tidak dilanjutkan dengan aksi yang nyata. Bahkan saat ini bukan hanya Zina saja yang
dilegalkan oleh negara- negara Barat, namun mereka juga me”Legal”kan yang
namanya aborsi, dan ini bukanlah hal baru lagi di negara-negara liberal tersebut. Jepang, India, Korea Utara, Taiwan, Inggris, Hungaria, Australia, dan Zambia
merupakan negara yang membolehkan warganya melakukan aborsi dengan alasan sosial dan kesehatan perempuan. Kuba, Puerto Riko, Mongolia, Cina, Amerika
Utara, Vietnam, sebagian negara di Eropa, dan Tunisia melegalkan aborsi berdasarkan permintaan. Di Kanada legalisasi aborsi mulai bergema tahun 1960-
an. Di Amerika Serikat, isu aborsi sudah muncul sejak 1820-an. Sebanyak 50 negara bagian pada 1965 melarang aborsi kecuali dengan alasan tertentu. Aborsi
mulai dilegalkan pada 1973, awalnya oleh 17 negara bagian. Di Belanda, dokter terakhir di Belanda sebagai negara yang mewariskan KUHP Indonesia yang
berlaku saat ini yang ditahan karena melakukan aborsi terjadi pada 1953. Parlemen Belanda memiliki undang-undang tentang pengaturan aborsi, misalnya
aborsi diperbolehkan sampai usia kandungan 24 minggu, atau jika anak yang akan dilahirkan mengalami cacat parah.
169
Hal yang senada dengan para pemimpin Barat diatas juga pernah dikeluarkan oleh Pemimpin Bangsa ini. Pada Sambutan Presiden Republik
Indonesia Bapak. Susilo Bambang Yudhoyono pada acara puncak “Hari AIDS
169
Penuntut,AborsidanKeruntuhanInstitusidiBarat,http;ismailgadang.blogspot.com20091 1aborsi-dan-keruntuhan-institusi-di.html diakses pada hari Rabu 22 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
Sedunia Tahun 2004” Pada hari Jum‟at 3 Desember 2004 di Istana Negara, beliau mengatakan;
170
“Saya berkeyakinan, nilai-nilai keagamaan yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat kita, serta adat-istiadat masyarakat kita yang agung, akan
sangat bermakna dalam menanggulangi penyebaran virus yang sangat berbahaya ini. Ajaran agama dan adat istiadat yang hidup dalam
masyarakat, sangat menghormati lembaga perkawinan. Hubungan seksual di luar nikah, apalagi hubungan seks bebas dan berganti-ganti pasangan
adalah perbuatan yang dilarang oleh agama. Agama apapun melarang penggunaan narkotika dan obat-obat berbahaya lainnya. Karena itu, saya
mengajak marilah kita pertahankan nilai-nilai keagamaan dan adat-istiadat yang luhur dan agung itu, demi kebaikan dan kepentingan kita bersama.”
Dan ternyata sampai saat ini penanganannya masih jauh dari harapan. Dan semoga saja yang dikatakan oleh bapak Presiden tersebut diatas bukan
sekedar kata-kata yang lumpuh. Seperti kata-kata yang dikeluarkan dua pemimpin besar barat sebelumnya, yang kemudian bahkan dinegara-negara
mereka bukan hanya zina yang sudah diperbolehkan, namun aborsi yang jelas-jelas membahayakan pun juga diperbolehkan. Karena pada realitanya
seperti ada pembiaran dampak-dampak negatife dari Zina tersebut agar menjangkiti masyarakat. Kita dapat melihat kalau banyak tempat-tempat
prostitusi yang berkembang ditengah masyarakat, khusunya diperkotaan.
170
Presiden Republik Indonesia , Susilo Bambang Yudhoyono, http:www.presidenri. go.idindex.phppidato2004120363.html, diakses pada hari rabu 22 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
Dan faktor yang paling utama adalah memang hubungan seks bagi orang yang tidak terikat perkawinan diperbolehkan atau di”Legal”kan oleh hukum
positif di Indonesia pada saat ini. Jadi apakah kita akan membiarkan hal ini terus berkembang dan meningkat jumlahnya?
6. Mencegah Adzab Allah
selanjutnya zina bukan hanya merugikan kepentingan yang bersifat horizontal manusia dengan manusia namun juga yang bersifat vertikal manusia
dengan Tuhan. karena murka Allah S.W.T akan turun kepada kaum yang membiarkan perzinahan hingga mereka semua binasa. Diriwayatkan oleh Al
Hakim dari Ibnu Abbas r.a: Rasulullah s.a.w. bersabda;
“zina dan riba telah merebak disuatu kaum, maka sungguh mereka telah membiarkan diri mereka ditimpa adzab Allah”.
171
Maka dari itu dilarangnya perzinahan didalam Hukum Islam juga berguna menjauhkan manusia dari azab Allah SWT Tuhan Pencipta Alam.
D. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perzinahan
1. Rukun Unsur umum Tindak Pidana Jarimah
Setiap tindak pidana mempunyai unsur-unsur umum yang harus dipenuhi. Unsur-unsur ini ada tiga, yaitu sebagai berikut:
172
171
Fadhel IIahi, Op.Cit, hal. 35-36
172
Ahsin Sakho Muhammad, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam jilid 1 Jakarta: PT Kharisma Ilmu --, hal. 129
Universitas Sumatera Utara
a. Harus ada nas yang melarang perbuatan tindak pidana dan mengancam
hukuman terhadapnya. Inilah yang dalam istilah hukum konvensional dinamakan unsur formal
b. Melakukan perbuatan yang membentuk tindak pidana, baik perbuatan
maupun sikap tidak berbuat. Inilah yang dalam istilah hukum konvensional dinamakan unsur material.
c. Pelaku harus orang yang mukallaf, artinya dia bertanggung jawab atas tindak
pidananya. Inilah yang dalam istilah hukum konvensional dinamakan unsur moral.
Unsur-unsur tersebut secara umum harus dipenuhi dalam setiap tindak pidana. akan tetapi, terpenuhinya unsur-unsur umum ini tidak bisa terlepas dari
unsur-unsur khusus dalam batasan-batasan tertentu yang juga harus dipenuhi dalam setiap tindak pidana sehingga bisa diancamkan hukuman terhadapnya.
173
2. Rukun Unsur khusus Tindak Pidana Perzinahan
Abdul Qadir Audah w. 1373 H 1945 M; ahli hukum pidana Islam Mesir mengemukakan bahwa rukun zina itu ada dua, yaitu hubungan seksual yang
diharamkan, dan dilakukan secara sadar dan sengaja. Sebagai berikut;
174
a. Hubungan seksual yang diharamkan adalah memasukkan penis meskipun
hanya sebagian kedalam vagina Iltiqa‟ Khitanain, baik hubungan itu
173
Ibid, hal. 129-130
174
I. Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve 2006, hal 2026-2027
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan sperma keluar atau tidak. Wanita yang disenggamai itu tidak mempunyai hubungan perkawinan dengan lelaki tersebut.
b. Unsur kedua dari jarimah zina adalah adanya niat dari pelaku yang melawan
hukum. Unsur ini terpenuhi apabila pelaku melakukan suatu perbuatan persetubuhan padahal ia tahu bahwa wanita yang disetubuhinya adalah
wanita yang diharamkan padanya.
175
Juga kalau perempuan yang berzina menyerahkan dirinya dan tahu bahwa orang yang menyetubuhinya tidak halal
baginya.
176
Dengan demikian apabila seseorang mengerjakan sesuatu perbuatan dengan sengaja, tetapi ia tidak tahu bahwa perbuatan yang
dilakukannya haram maka ia tidak dikenai hukuman had. Contohnya seperti seseorang yang menikah dengan seorang wanita yang sebenarnya mempunyai
suami tetapi ia rahasiakan kepadanya. Apabila terjadi persetubuhan setelah dilaksanakannya pernikahan tersebut maka suami tidak dikenai pertanggung
jawaban tuntutan selama ia benar-benar tidak tahu bahwa wanita itu masih dalam ikatan perkawinan dengan suami yang terdahulu.
177
Tujuan niat melawan hukum disyaratkan harus satu waktu dengan melakukan perbuatan yang diharamkan. Jika seseorang bermaksud berzina dengan
perempuan lain lalu secara kebetulan ia mendapati perempuan ditempat tidurnya dan ia menyetubuhinya dengan keyakinan bahwa perempuan tersebut adalah
isterinya, ia tidak dianggap berzina. Alasannya tidak ada tujuan berbuat tindak pidana saat melakukan perbuatan tersebut. begitu juga jika ia bermaksud
175
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit, hal. 25
176
Ensiklopedia Hukum Pidana Islam Jilid IV, Op.Cit.hal. 173
177
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit, hal. 25
Universitas Sumatera Utara
menyetubuhi perempuan bukan isteri dan budaknya, tetapi salah, justru menyetubuhi isterinya, ia tidak dianggap berzina meskipun ia berniat
menyetubuhi perempuan tersebut. hal ini dikarenakan persetubuhan yang dilakukannya tidak diharamkan.
178
Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang terpaksa, baik laki-laki maupun perempuan, tidak dikenai hukuman perzinahan.
179
Ini sebagai mana Hadits Rasulullah SAW, yaitu;
“Sesungguhnya Allah mengampuni umatku dari tiga perkara, kekeliruan, kelupaan, dan sesuatu yang dipaksakan mereka untuk melakukannya”.
Imam Nawawi mengatakan, hadits ini adalah hasan.
180
Alasan tidak tahu hukum tidak sama dengan tidak melawan hukum. Pada prisnsipnya dinegeri islam alasan tidak tahu hukum tidak bisa diterima sebagai
alasan untuk hapusnya pertanggung jawaban pidana. dengan demikian apabila seseorang melakukan zina dengan alasan tidak tahu bahwa zina itu diharamkan
maka alasannya itu tidak bisa diterima.
181
Namun para fukaha membuat pengecualian dengan tidak tahu hukum bagi orang yang tidak mudah baginya
untuk mengetahui hukum, misalnya;
182
a. Orang yang baru masuk islam dan tidak tumbuh dinegara islam, sehingga
mungkin ia tidak tahu kalau berzina itu haram
178
Ensiklopedia Hukum Pidana Islam Jilid IV, Op.Cit. hal. 174
179
Abdul Azis Dahlan jilid 6, Op.Cit, hal. 2027
180
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit. hal 304
181
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit, hal. 26
182
Ensiklopedia Hukum Pidana Islam Jilid IV, Op.Cit, hal.174
Universitas Sumatera Utara
b. Juga orang gila yang sembuh, lalu ia berbuat zina sebelum ia tahu
keharamannya. 2.
Syarat-syarat perbuatan zina ialah; a.
Pelaku adalah orang yang baligh dan berakal perzinahan itu adalah seseorang yang telah cakap bertindak hukum, yang ditandai
dengan telah baligh dan berakal.
183
Apabila pelakunya adalah anak kecil yang belum baligh, ia tidak dapat dijatuhi hukuman hadd, ia tidak dapat dijatuhi
hukuman had berdasarkan kesepakatan ulama.
184
Apabila pelaku adalah orang gila, ia tidak dapat dijatuhi hukuman hadd berdasarkan kesepakatan ulama.
Apabila ada orang yang berakal berzina dengan perempuan gila atau sebaliknya, lelaki yang gila berzina dengan perempuan berakal sehat, maka yang dijatuhi
hukuman had adalah orang yang berakal dari keduanya.
185
b. Persetubuhan dalam Farji :
Persetubuhan yang diharamkan dan dianggap zina adalah wati persetubuhan didalam farji vagina, dimana zakar penis didalam farji seperti
batang celak didalam botol celak atau seperti timba didalam sumur. Persetubuhan dianggap zina, minimal dengan terbenamnya hasyafah pucuk zakar pada farji
atau yang sejenis hasyafah, jika zakarnya tidak mempunyai hasyafah, menurut pendapat yang kuat, zakar tidak disyaratkan ereksi mengeluarkan mani.
Memasukkan pucuk zakar atau sebagiannya dianggap zina walaupun zakar masuk
183
Ibid
184
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit. hal .312
185
Ibid
Universitas Sumatera Utara
kedalam liang vagina tanpa menyentuh dindingnya. Meskipun tidak mengeluarkan sperma, memasukkan pucuk zakar tetap dianggap zina. Meskipun
ada pelapis antara penis dan vagina, selama pelapisnya tipis dan tidak menghalangi rasa dan kenikmatan, persetubuhan tetap dianggap zina.
186
Setiap persetubuhan yang sejenis dengan persetubuhan ini adalah zina, sedangkan
hukumannya adalah hudud selama tidak ada hambatan yang mengalami.
187
Dan kaidah untuk menentukan persetubuhan sebagai zinah adalah persetubuhan yang
terjadi bukan pada milik sendiri dari ikatan perkawinan
188
c. Persetubuhan pada dubur Liwath :
Imam Malik, asy- Syafi‟I, Ahmad bin hanbal berpendapat bahwa
persetubuhan yang diharamkan, baik dalam kubul maupun dubur, pada laki-laki maupun perempuan, hukumnya sama. Pendapat ini juga disepakati oleh
Muhammad dan Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah. Alasan mereka menyamakan persetubuhan dubur dan zina dalam suatu makna sehingga wajibnya
hukuman hudud adalah adanya persetubuhan yang diharamkan. Ia termasuk zina, terutama Al-
Qur‟an telah menyamakan keduanya. Allah S.W.T Berfirman kepada kaum Nabi Luth,
189
“…Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji homoseksual…” QS. Al-Ankabut ; 28
186
Ahsin Sakho Muhammad, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam jilid 4 Jakarta: PT Kharisma Ilmu --, hal. 154
187
Ibid
188
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit, hal. 8
189
Ahsin Sakho Muhammad Jilid IV, Op.Cit. 155-156
Universitas Sumatera Utara
“Sungguh kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesame lelaki bukan kepada perempuan…” QS. Al-A‟raf: 81
”Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji diantara perempuan- perempuan kamu…” QS. An-Nisa: 15
“dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji diantara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya
…” QS. An-Nisa:16
d. Tidak memiliki hakekat kepemilikan
Kriteria ini mengecualikan persetubuhan yang dilakukan oleh seseorang terhadap budak perempuan miliknya berdasarkan milkul yamiin budak
perempuan yang didapatkan dalam peperangan dengan orang kafir. Pendapat yang shahih menurut ulama syafi‟iyah adalah, jika ada seseorang sebut saja si A
memiliki seorang budak perempuan yang statusnya adalah masih kerabat mahramnya sendiri, lalu si A menyetubuhinya, maka tidak ada hukuman hadd
baginya, karena disini si A menyetubuhi budak perempuan yang menjadi miliknya, sehingga ia tidak berhak mendapatkan hukuman hadd, sama seperti
menyetubuhi budak perempuan yang sedang menstruasi. Begitu juga menyetubuhi budak perempuan yang menjadi milik bersama antara dirinya
dengan seseorang yang lain, ia juga tidak berhak mendapatkan hukuman hadd.
190
e. Persetubuhan pada manusia
Kriteria ini mengecualika persetubuhan kepada binatang. Sebab persetubuhan semacam ini sangat langkah terjadi dan tidak disenangi oleh tabiat
190
Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit, hal. 306
Universitas Sumatera Utara
dan kejiwaan yang normal.
191
Imam malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa menyetubuhi binatang tidak dianggap sebagai zina, tetapi tetap merupakan
perbuatan maksiat yang dikenai hukum ta‟zir.
192
f. Dilakukan kepada Manusia yang bernyawa hidup
Menurut Imam Abu Hanifah dan salah satu pendapat dari mazhab Syafi‟I
dan Hanbali, bahwa perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai zina yang dikenakan hukuman had. Dengan demikian pelaku hanya dikenai hukuman ta‟zir.
Alasannya adalah bahwa persetubuhan dengan mayat dapat dianggap seperti tidak terjadi persetubuhan, karena organ tubuh mayat sudah tidak berfungsi dan
menurut kebiasaannya hal itu tidak menimbulkan syahwat.
193
Menurut Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili bahwa ia menganggap kriteria ini mengecualikan persetubuhan yang dilakukan dengan mayat, karena persetubuhan
semacam ini juga sangat langkah terjadi dan tidak akan dilakukan oleh orang yang memiliki tabiat normal.
194
g. Perbuatan itu terhindar dari segala bentuk keraguan syubhat.
Ulama fikih membagi hubungan seksual yang berbentuk syubhat itu menjadi tiga bentuk, yakni;
195
1 Syubhat Fi al-fi‟l keraguan dalam perbuatan, seperti seorang laki-laki
menyanggami isterinya yang diceraikan melalui khuluk.
191
Ibid, hal 304
192
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit, hal. 16
193
Ibid, hal. 15
194
Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit, hal.304
195
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam jilid 6 Jakarta: PT Ichtiar Baru van hoeven 1996, hal. 2027
Universitas Sumatera Utara
2 Syubhat fi al-mahal keraguan pada tempat yang disebut juga dengan
syubhat al-milk, seperti menyanggami isteri yang telah ditalak tiga kali dengan lafal kinayah kata kiasan.
3 Syubhat fi al-fai‟l keraguan pada pihak pelaku, seperti laki-laki yang
menyanggami seorang wanita bukan isterinya yang berada dikamar tidurnya dengan keadaan gelap. Didalam ketiga bentuk syubhat ini, hubungan
seksual tersebut tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan zina yang dikenai hukuman perzinahan.
h. Pelaku mengetahui bahwa perbuatan zina tersebut diharamkan.
196
i. Di daarul ad‟l, maksudnya di daarul islam kawasan negara islam. Sebab
waliyyul amri penguasa negara islam tidak mempunyai kewenangan atas daarul harb negeri musuh dan daarul baghyi kawasan yang dikuasai
pemberontak.
197
Dan menyinggug mengenai alat bukti dan pembuktian Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam, bahwa alat bukti dan pembuktian sendiri ada
tiga macam, yaitu sebagai berikut;
198
1 Adanya saksi, yaitu empat orang saksi laki-laki yang melihat perbuatan
tersebut. Saksi-saksi tersebut harus memenuhi persyaratan, yang menurut H.A.Djazuli terdiri atas baligh, berakal, hifdzun mampu mengingat, dapat
bicara, bisa melihat, adil dan beraga islam. Jadi siapa saja baik itu sisuami,
196
Ibid 2028
197
Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit, hal. 305
198
Rahmat Hakim, Op.Cit, hal 77
Universitas Sumatera Utara
siisteri maupun orang lain dapat mengadukan suatu perbuatan perzinahan yang ia saksikan langsung. penulis
2 Pengakuan, sebagian ulama mensyaratkan pengucapan pengakuan sebanyak
empat kali karena dinisbatkan pada banyaknya saksi empat saksi bagi jarimah ini, pendapat ini dimotori oleh imam Ahmad dan Abu Hanifah.
Sebaliknya menurut Imam syafi‟I dan Imam Malik, pengakuan tidak harus diucapkan selama empat kali, cukup satu kali saja. pengakuan itu merupakan
berita dan berita tidak memerlukan pengakuan. 3
Qarinah Hamil, seorang wanita bisa dijatuhi hukuman had zina manakala terlihat kehamilan diperutnya, sedangkan ia belum atau tidak sedang berada
dalam ikatan pernikahan, dan ia tidak bisa mendatangkan bukti yang bisa menghapuskan had darinya. Apabila wanita tersebut mampu menghadirkan
alasan yang dapat menghapus had zina, maka had tidak akan dijatuhkan kepadanya. Alasan-alasan tersebut bisa berupa ia hamil karena perkosaan atau
dipaksa dengan ancaman, atau ia digauli karena salah sasaran, atau ia tidak mengetahui keharaman zina.
199
199
Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, Ghalia Indonesia, 2009, hal 27-28
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PERZINAHAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
DAN HUKUM ISLAM
A. Sumber Hukum
1. Menurut KUHP
Menurut C.S.T Kansil, sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa,
yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
200
Sumber hukum dalamyang diikenal di Indonesia terbagi dalam bebrapa kategori, yaitu sebagai berikut
a. Sumber-sumber hukum material, Sumber hukum material ini dapat ditinjau
dari segi atau beberapa sudut, yaitu sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya;
b. Sumber Hukum Formal, Sumber hukum formal terbagi lahgi kedalam
beberapa bagian, antara lain yaitu; Undang-Undang statute, kebiasaan custom, keputusan-keputusan hakim jurisprudence, traktat treaty dan
pendapat para sarjana doktrin. Oleh karena pembagian sumber hukum tersebut, maka KUHP merupakan
salah satu produk hukum yang bersumber dari hukum formal yaitu Undang-
200
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hal. 46.
Universitas Sumatera Utara
Undang. Berhubungan dengan Tindak Pidana Perzinahan Pasal 284 KUHP, maka hal ini diatur dalam KUHP. KUHP secara khusus mengatur mengenai
Tindak Pidana Perzinahan didalam Bab XIV mengenai kejahatan terhadap Kesopanan Kesusilaan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sumber hukum tindak
pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok adalah kitab undang-undang hukum pidana KUHP.
2. Menurut Hukum Islam
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Zina Didalam Hukum Islam diatur didalam al-jinayat atau disebut juga hukum Pidana Islam, yang
mana pengaturannya didalam Hukum Islam khusus masuk kedalam kategori jarimah hudud. Karena hukumannya telah ditetapkan baik bentuk maupun
jumlahnya oleh syara‟. Ia menjadi hak Allah Tuhan Semesta Alam. Dan hakim tidak mempunyai kewenangan untuk mempertinggi atau memperendah hukuman
bila pelaku telah terbukti melakukan zina tersebut. Secara bahasa, hudud adalah bentuk jamak dari had, artinya larangan.
Biasa juga digunakan sebagai kata yang bermakna “pembatas antara dua hal”, atau “yang membedakan sesuatu dari selainnya”.
201
Sedangkan hukuman- hukuman yang dilaksanakan disebut had, karena berfungsi untuk mencegah agar
perbuatan yang salah itu tidak terulang lagi. Had juga diartikan dengan ukuran- ukuran. Ketentuan hukum-hukum tersebut bersumber dari syariat Islam. Dan had
201
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 5, Jakarta: Pustaka at-Tazkia 2008, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
juga dinisbatkan kepada pelaku maksiat.
202
Dan Hukuman-hukuman itu disebut hudud hukuman hadd, karena hukuman-hukuman tersebut bisa mencegah
seseorang jatuh kedalam tindak kejahatan atau perbuatan dosa.
203
Sumber hukum Tindak Pidana Perzinahan dalam hukum pidana Islam sama halnya dengan syariat islam, yakni bersumber pada tiga dalil, yaitu:
a.
Al-Qur’an, Al-Qur‟an merupakan kalamfirman Allah SWT. yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara malaikat Jibril as. Ataupun secara langsung disampaikan oleh Allah SWT. kepada
Nabi Muhammad. Ide pembukuan Al- Qur‟an dimulai dari zaman Khalifah
Abu Bakar ra. sampai dengan zaman khalifah Utsman bin Affan ra. b.
Hadits, Hadits merupakan sabda Nabi Muhammad SAW. yang disampaikan
pada zaman sahabat yang di peroleh berdasarkan ajaran dan bimbingan langsung dari Allah SWT. Hadit terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu,
hadits shahih kuat, hasan baik, dha‟if lemah dan hadits Madhu‟ palsu, dalam hal ini hanya hadits shahih dan hadits hasan saja yang dipergunakan
oleh umat Islam, sedangkan hadits dha‟if dan hadits maudhu‟ ditinggalkan. Hadits shahih yang terkenal adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh
muhaddits Bukhari-Muslim. c.
Ijtihad Ulama, Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum
sebuah perkara yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah. Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia
202
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash- Shan‟ani, Subulus Salam Jilid 3, Jakarta: Darus
Sunnah Press 2008, hal. 312
203
Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit, hal 257
Universitas Sumatera Utara
menguasai Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Lazimnya, Mujtahid adalah
para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-
sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma‟ atau kesepakatan para ulama.
Perbandingan;
KUHP yang saat ini berlaku merupakan produk peninggalan penjajah Belanda, yang didalamnya mengandung nilai-nilai barat yang bersifat
Individualistik dan liberal. Seperti yang diungkapkan
Mohammad Daud Ali didalam bukunya Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia
bahwa konsepsi seperti hukum Barat adalah hukum yang sengaja dibuat oleh manusia untuk
mengatur kepentingan manusia sendiri dalam masyarakat tertentu. Dalam konsepsi hukum perundang-undangan Barat, yang diatur oleh hukum hanyalah
hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.
204
Ukuran agama Religion Standart tidak suka disebut-sebut oleh pembentuk undang-undang di Kontinen Eropa. Ini dikarenakan masa lampau yang
melahirkan doktrin separation of state and church. Ukuran agama, sebagaimana agama itu sendiri, adalah urusan pribadi dimana Negara tidak mau campur tangan.
Demikian pula halnya dengan standart moral kurang mendapat saluran dalam hukum pidana, karena pandangan hidup orang Eropa Barat yang Individualistik.
Sepanjang tidak merugikan orang lain, campur tangan pihak lain, termasuk hukum
204
Mohammad Daud Ali, Op.Cit. hal 43
Universitas Sumatera Utara
pidana dianggap tidak patut.
205
Maka dapat dikatakan ketika manusia sudah tidak berpedoman kepada perintah dan larangan dari Tuhan, maka sudah pasti manusia
tersebut hanya akan menggunakan rasionalisasi atau pikirannya saja. padahal yang menciptakan pikiran tersebut adalah Tuhan.
Dibandingkan dengan konsepsi Hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan- hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam masyarakat itu mempunyai
berbagai hubungan. Hubungan-hubungan itu, seperti telah berulang disinggung dimuka, adalah hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
206
Dan sangatlah jelas bahwa Hukum Islam, merupakan hukum yang bersumber dari Allah SWT Sang
Pencipta dan Sang Penentu dunia dan seisinya, RasulNya Nabi Muhammad SAW dan Ij
ma‟ Ulama yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
B. Subyek Tindak Pidana Perzinahan