SEBARAN SUHU BAHAN SELAMA PENGERINGAN HUBUNGAN SUHU LINGKUNGAN DENGAN SUHU RUANG PENGERING

xxi dihitung adalah jumlah energi dari sumber panas yaitu energi listrik. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 15. Dari Lampiran 13, konsumsi energi panas spesifik terbesar adalah bahan B6 sebesar 33164.34 kJkg uap air dan konsumsi energi panas spesifik terendah adalah pada bahan B2 sebesar 1669.58 kJkg uap air. Konsumsi energi pengeringan terbesar adalah bahan B6 sebesar 53955.95 kJkg uap air sedangkan konsumsi energi pengeringan terendah adalah bahan B2 sebesar 6284.02 kJkg uap air. karena terdapat beberapa bahan yang melalui tahapan pre dryinng unutk proses pengeringannya, maka dihitung energi total untuk mengeringkan bahan yang merupakan penjumlahan dari konsumsi energi selama pre dryinng ditambah dengan konsumsi energi pengeringan. Dari penjumlahan tersebut, bahan dengan konsumsi energi terbesar adalah B6 sebesar 138854.90 kJkg uap air dan bahan dengan konsumsi energi terendah yaitu B2 sebesar 6284.02 kJkg uap air. Jika dilihat dari hubungan antara kadar air awal dengan konsumsi energi pengeringan, maka seharusnya bahan dengan kadar air awal tinggi mengkonsumsi energi pengeringan lebih besar dibandingkan dengan konsumsi energi untuk bahan dengan kadar air lebih rendah. Namun karena gelatin memiliki karakteristik pengeringan yang unik, maka bahan dengan kadar air awal yang tinggi mengkonsumsi energi pengeringan lebih rendah. Hal ini juga dipengaruhi oleh tahapan pre drying. Tahapan pre drying menggunakan energi yang besar karena waktu untuk tahapan ini cukup lama sehingga bahan B1 dan B2 dengan kadar air awal yang tinggi tidak melalui tahapan pre drying mengkonsumsi energi lebih kecil dari bahan dengan tingkat kadar air awal yang lebih rendah. Selain itu, walaupun konsumsi energi pengeringan yang terpakai untuk bahan dengan kadar air awal tinggi lebih rendah, namun rendemen yang dihasilkan juga rendah karena banyaknya bahan yang lumer sehingga harus dibuang sehingga jika dilihat dari segi hasil akhir, pengeringan dengan bahan yang memiliki kadar air awal tinggi lebih merugikan.

5. SEBARAN SUHU BAHAN SELAMA PENGERINGAN

Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran suhu bahan untuk melihat suhu aktual yang diterima oleh bahan. Pada setiap kali pengambilan datasetiap kali xxii pengeringan diambil 6 data dari 6 titik yaitu, pada tray ke-1, tray ke-10 dan tray ke-20 untuk masing-masing rak. Hasil pengamatan menunjukkan suhu udara pengeringan seragam pada tiap titik pengamatan. Hanya titik S6 yang terlihat mempunyai suhu paling tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kecepatan udara dibagian bawaah sehingga udara panas lebih cepat mengenai bahan S6. Dari data tersebut dapat dilihat bagian dari pengering yang mendapatkan suhu tertinggi dan bagian yang mendapatkan suhu terendah. Dari keseluruhan data, bahan yang mendapatkan suhu tertinggi adalah bahan S6 yang terletak pada rak ke-2 tray ke-6 sedangkan bahan yang mendapatkan suhu terendah cukup variatif, namun rata-rata bahan S1 pada rak ke-1 tray ke-1 mendapatkan suhu paling rendah. Grafik sebaran suhu setiap pengeringan dapat dilihat pada Gambar 16. 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 waktu menit s u hu C S1 S2 S3 S4 S5 S6 a. B3 xxiii 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 SUHU KAD AR AI R S1 S2 S3 S4 S5 S6 b. B4 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 30 60 90 120 150 180 210 240 270 SUHU K A DA R A IR S1 S2 S3 S4 S5 S6 c. B5 xxiv 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 SUHU KA D AR AI R S1 S2 S3 S4 S5 S6 d. B6 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 SUHU KADA R AI R S1 S2 S3 S4 S5 S6 e. B7 xxv 26.0 28.0 30.0 32.0 34.0 36.0 38.0 40.0 42.0 44.0 46.0 48.0 50.0 52.0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 WAKTU menit SU H U S1 S2 S3 S4 S5 S6 f. B8 Gambar 16. Grafik sebaran suhu pada bahan terhadap waktu.

6. HUBUNGAN SUHU LINGKUNGAN DENGAN SUHU RUANG PENGERING

Suhu dalam ruang pengering tidak hanya ditentukan oleh pengaturan suhu elemen pemanas, tetapi juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu tertinggi di lingkungan adalah sebesar 32.31°C sedangkan suhu terendah sebesar 21.29°C sedangkan suhu dalam ruang pengering tertinggi dan terendah masing-masing 19.06°C dan 52.36°C. Suhu dan RH yang tercatat selama pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 17. Dari grafik terlihat suhu lingkungan dan suhu ruang pengering semakin lama semakin naik dengan pola kenaikan yang sama. Kesamaan pola kenaikan suhu ini terjadi karena terjadi perputaran udara yang digunakan untuk pengeringan dengaan udara lingkungan. Pada awal pengeringan, suhu lingkungan sebesar 21.29°C namun ketika mesin pengering mulai dihidupkan, suhu lingkungan naik hingga 32.31°C. Karena pengeringan dilakukan dalam ruang yang hampir tertutup sehingga udara panas yang dikeluarkan oleh mesin menyebabkan kenaikan suhu lingkungan. Pada awal pengeringan suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu ruang. Hal ini dapat terjadi karena pada awal pengeringan suhu dalam ruang pengering dipengaruhi oleh suhu bahan yang rendah dan juga karena belum dinyalakannya dehumidifier dan heater. xxvi 20 25 30 35 40 45 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 waktu menit S uhu C Suhu Ruang Pengering Suhu Lingkungan a. B3 20 25 30 35 40 45 50 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 waktu menit S uhu C Suhu Ruang Pengering Suhu Lingkungan b. B4 xxvii 20 25 30 35 40 45 30 60 90 120 150 180 210 240 270 waktu menit S uhu C Suhu Ruang Pengering Suhu Lingkungan c. B5 20 25 30 35 40 45 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 waktu menit S uhu C Suhu Ruang Pengering Suhu Lingkungan d. B6 xxviii 15 20 25 30 35 40 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 waktu menit S uhu C Suhu Ruang Pengering Suhu Lingkungan e. B7 20 25 30 35 40 45 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 waktu menit S uhu C Suhu Ruang Pengering Suhu Lingkungan f. B8 Gambar 17. Grafik hubungan suhu lingkungan dengan suhu pengeringan

7. HUBUNGAN KADAR AIR AWAL TERHADAP PELUMERAN