Kelangsungan Hidup Sistem Resirkulasi

1981, pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang berhubungan dengan pakan dan lingkungan. Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya adalah komposisi kimia air dan tanah dasar, suhu air, bahan buangan metabolit produksi eksternal, ketersediaan oksigen dan ketersediaan pakan. Padat tebar yang dilakukan pada sistem budidaya resirkulasi, dengan wadah indoor akan memberikan hasil yang lebih baik, bila dibandingkan dengan cara konvensional, karena lingkungan kualitas air mudah dikontrol. Menurut Bardach et al. 1972 tingkat padat penebaran akan mempengaruhi keagresifan ikan. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang rendah akan lebih agresif, sedang ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang tinggi akan lambat pertumbuhannya karena tingginya tingkat kompetisi dan banyaknya sisa-sisa metabolisme yang terakumulasi dalam media air. Menurut Hepher dan Pruginin 1981, peningkatan kepadatan ikan tanpa disertai dengan peningkatan jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air yang terkontrol akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ikan critical standing crop dan jika telah sampai pada batas tertentu carrying capacity maka pertumbuhannya akan terhenti sama sekali. Benih yang dipelihara dengan kepadatan tinggi dalam wadah sistem konvensional menyebabkan terjadinya persaingan makanan dan kanibalisme apabila makanan yang tersedia terbatas. Padat penebaran ikan yang tinggi dapat meningkatkan biomassa ikan sebagai total hasil produksi, tetapi belum tentu dapat mempertahankan bobot rata-rata ikan. Hal ini dimungkinkan karena pada padat penebaran yang tinggi tingkat persaingan ikan untuk mendapatkan pakan juga meningkat, sedangkan pemanfaatan pakan oleh ikan untuk pertumbuhannya akan menurun Suresh dan Lin, 1992.

2.3 Kelangsungan Hidup

Ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dapat tahan hidup dalam lumpur pada waktu musim kering dan bahkan dapat hidup di luar air selama berjam-jam bergantung kepada kelembaban yang ada di sekitarnya. Hal ini dikarenakan ikan ini memiliki alat pernapasan tambahan arborescent sehingga dapat mengambil oksigen untuk pernapasannya dari udara di luar air. Oleh karena itu dalam pendederan benih ikan lele dumbo dapat digunakan padat tebar yang maksimum. Dengan memiliki tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan yang tinggi, ikan ini masih bertahan sebagai komoditas usaha budidaya. Menurut Wedemeyer 1996, padat penebaran yang sangat tinggi bahkan melebihi batas toleransi dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan fisiologi ikan. Oleh karena itu, agar hal tersebut tidak terjadi maka peningkatan padat penebaran terutama pada budidaya intensif, harus diimbangi dengan pemberian pakan berkualitas dengan kuantitas yang cukup dan fisika-kimia air yang terkontrol. Padat tebar benih ikan lele dumbo dengan bobot dan panjang rata-rata adalah 1.34 g dan 5.23 cm, serta laju pertumbuhan rata-rata 6.53 yang dipelihara dalam sistem resirkulasi sebanyak 20 ekorliter masih menunjukkan nilai kelangsungan hidup yang tinggi 99.70, sehingga masih dapat dilakukan peningkatan padat penebaran Unisa, 2000. Adanya suatu batas untuk melakukan padat penebaran, bergantung pada umur dan ukuran ikan Huet, 1972.

2.4 Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya ikan karena diperlukan sebagai media hidup ikan. Beberapa peubah fisika dan kimia yang dapat mempengaruhi hidup ikan adalah suhu, oksigen terlarut, CO 2 bebas, pH, alkalinitas, amoniak, nitrit , dan nitrat Weatherley, 1972. Semakin tinggi tingkat padat penebaran dalam suatu wadah budidaya, maka kualitas air pada wadah tersebut cenderung mengalami penurunan seiring waktu pemeliharaan. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan cara intensif, yang dilakukan dengan wadah indoor, kualitas air akan lebih mudah terkontrol, baik parameter fisika, biologi maupun kimia.

2.4.1 Suhu Ikan lele dumbo mudah beradaptasi dengan lingkungan yang tergenang air,

dan bila sudah dewasa dapat diadaptasikan pula dengan lingkungan perairan yang mengalir Puspowardoyo dan Djarijah, 2002. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air Zonneveld et al.,1991. Suhu yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele dumbo adalah 25 C – 30 C, di atas suhu tersebut nafsu makan lele dumbo akan berkurang. Selain itu, tingginya temperatur air akan menyebabkan meningkatnya aktivitas metabolisme dari organisme yang ada. Dengan tingginya aktivitas metabolisme ini, kandungan gas terlarut akan berkurang. Rendahnya kandungan gas terlarut dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan ikan lele dumbo lemas, bahkan mati. Sehingga perlu adanya pengaturan tingkat kepadatan benih ikan lele dumbo dalam wadah pemeliharaan, agar sesuai dengan laju metabolisme komponen perairan yang terjadi.

2.4.2 Oksigen terlarut O

2 Pada umumnya ikan lele dumbo hidup normal pada kandungan oksigen terlarut 4 mg per liter, jika persediaan oksigen di bawah 20 dari kebutuhan normal, lele dumbo akan lemas dan menyebabkan kematian Murhananto, 2002. Jika dalam suatu perairan budidaya populasi terlalu padat dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut DO dan akan mempengaruhi nafsu makan ikan. Menurut Boyd 1990, tingkat DO yang rendah dalam wadah budidaya dibarengi dengan nitrit yang tinggi dapat merangsang pembentukan methemoglobin, sehingga mengakibatkan menurunnya transportasi oksigen dalam darah yang dapat mengakibatkan stres dan kematian pada ikan. Kandungan O 2 yang terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung pada jaringan tubuh ikan lele dumbo, dan sebaliknya penurunan kandungan O 2 secara tiba-tiba dapat menyebabkan kematian Najiyati, 2001. Oksigen penting bagi ikan dan organisme lainnya untuk respirasi dan melakukan proses metabolisme. Tersedianya oksigen terlarut menjadi faktor pembatas yang penting dalam budidaya intensif ikan Goddard, 1996, Lossordo et al., 1998, sehingga perlunya diketahui tingkat padat tebar yang sesuai pada benih ikan lele dumbo, agar terjadi proses metabolisme yang sempurna, dan tidak mengganggu proses pertumbuhan benih ikan lele dumbo.

2.4.3 Karbondioksida bebas CO

2 Kandungan karbondioksida yang ideal untuk hidup ikan lele dumbo adalah 0 – 12,8 mg liter Murhananto, 2002. Jumlah kandungan karbondioksida dalam suatu lingkungan perairan ditentukan oleh bahan organik dan binatang air yang ada di dalamnya, semakin banyak bahan organik yang mengurai, semakin tinggi kadar karbondioksidanya, demikian pula dengan metabolisme binatang yang ada, berbanding lurus dengan kadar karbondioksida Boyd, 1990. Karbondioksida bebas yang ada diperairan berasal dari proses dekomposisi bahan organik, difusi dari udara dan pernafasan Boyd dan Lichoppler, 1979. Proses peracunan terhadap ikan adalah karena karbondioksida mudah terikat oleh haemoglobin sehingga kadar haemoglobin berkurang dan dalam keadaan demikian dapat menyebabkan ikan mati lemas Swingle dalam Wardoyo, 1975. Adanya alat pernapasan tambahan arborescent pada ikan lele dumbo dapat membantu ikan ini untuk mengambil oksigen untuk pernapasannya dari udara di luar air, dan tingkat padat penebaran yang dipelihara dalam wadah budidaya resirkulasi, akan membantu proses penguraian dari bahan organik, sehingga dapat dilakukan padat penebaran yang maksimum pada penebaran benih ikan lele dumbo.

2.4.4 pH dan Alkalinitas

pH yang baik untuk pertumbuhan ikan lele dumbo yaitu antara 6,5 sampai 9,0. pH kurang dari 5 sangat buruk bagi kehidupan ikan lele dumbo, karena dapat menyebabkan penggumpalan lendir pada insang dan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pH di atas 9 dapat menghambat pertumbuhan, karena menimbulkan nafsu makan yang kurang bagi ikan lele dumbo Murhananto, 2002. Ishio dalam Wardoyo 1975, mengatakan bahwa pH 4 dan 11 merupakan titik lethal death point bagi ikan. Tinggi rendahnya pH dalam suatu perairan salah satunya dipengaruhi oleh jumlah kotoran dalam lingkungan perairan, khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme. Semakin tinggi padat penebaran dalam wadah budidaya akan semakin tinggi pula bahan organik dan sisa metabolisme yang dihasilkan, namun dengan pengaturan pemberian pakan, dan sistem pemeliharaan dalam wadah pemeliharaan budidaya resirkulasi dapat membantu untuk mengurangi limbah perairan yang ada. Alkalinitas merupakan peubah yang berhubungan dengan pH. Air yang memiliki alkalinitas tinggi akan menerima asam dalam jumlah yang lebih besar tanpa menyebabkan penurunan pH secara nyata Vesilind et al., 1993. Dengan demikian semakin tinggi padat penebaran yang menimbulkan limbah semakin tinggi akan mempengaruhi dan berbanding lurus terhadap nilai pH dan alkalinitas. Menurut Boyd 1990, menyatakan bahwa di perairan alami, alkalinitas total berkisar antara 5-500 mg CaCO 3 l. Alkalinitas minimum yang mampu ditolelir benih ikan lele dumbo adalah 0.1 mg CaCO 3 l Khairuman dan Amri, 2002.

2.4.5 Amoniak

Amoniak merupakan hasil akhir metabolisme protein dan dalam bentuknya yang tidak terionisasi dan merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang sangat rendah. Konsentrasi amoniak terlarut itu sendiri di dalam air bergantung pada pH dan suhu Masser et al., 1999. Semakin tinggi pH dan suhu dalam perairan, maka kandungan amoniak akan semakin tinggi pula. Amoniak adalah zat utama dari senyawa nitrogen yang diekskresikan oleh kebanyakan hewan akuatik Spotte, 1979. Selain penguraian bahan organik sisa metabolisme yang kurang sempurna. Amoniak juga berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu menurunkan konsumsi oksigen akibat kerusakan pada insang, penggunaan energi yang lebih akibat stres yang ditimbulkan, dan menggangu proses osmoregulasi Boyd, 1990. Kandungan maksimum amoniak dalam suatu wadah pemeliharaan untuk benih ikan lele yang masih dapat ditolelir adalah 1 mg liter Khairuman dan Amri, 2002. Dengan melakukan pengaturan padat penebaran yang ideal dalam suatu sistem budidaya resirkulasi, maka akan membantu meminimalisasi efek negatif dari peningkatan kandungan amoniak perairan, dan dengan adanya filter biologis dan kimia yang membantu mengurangi kandungan amoniak tersebut.

2.5 Sistem Resirkulasi

Resirkulasi merupakan sistem aliran air yang mengalir secara terus- menerus dalam sebuah wadah pemeliharaan, terdapat filtrasi sebagai penyaring kotoran limbah, dan menggunakan pompa sebagai energi penggerak. Budidaya intensif menurut Hepher 1978 dapat dicapai dengan mengendalikan empat faktor lingkungan yaitu suhu air, pemberian pakan, suplai oksigen dan menghilangkan sisa metabolisme. Dengan mengendalikan faktor-faktor ini kepadatan dapat ditingkatkan tanpa menurunkan pertumbuhan individu dan menghasilkan produksi yang tinggi. Menurut Masser et al. 1999 dengan sistem resirkulasi dapat mengontrol faktor lingkungan dan memungkinkan pertumbuhan optimum. Sistem resirkulasi dapat melakukan daur ulang terhadap air wadah budidaya untuk memperbaiki kualitasnya Stickney, 1993. Keberhasilan sistem resirkulasi bergantung kepada keberhasilan menangani atau mengolah limbah budidaya terutama metabolit. Proses pengolahan limbah pada sistem resirkulasi dapat berupa filtrasi fisik atau mekanik, dan filtrasi bio-kimia Spotte, 1970. Filter fisik atau mekanik berfungsi untuk menghilangkan padatan dari air yang masuk dan juga sisa-sisa makanan dan kotoran dari air dalam sistem budidaya. Proses ini melalui sedimentasi atau filtrasi Hutchinson dan Forteath, 1993. Filter biologis berfungsi untuk menghilangkan amoniak dan nitrit dari air oleh bakteri nitrifikasi Forteath, 1993, sedangkan filter kimia berfungsi membantu menghilangkan bahan organik terlarut senyawa fosfor dan nitrogen. Menurut Willis 1993 penggunaan zeolit dalam sistem resirkulasi dapat mengurangi amoniak terlarut di dalam air. Zeolit adalah alumina-silikat SiO 4 dan AlO 4 dengan struktur kerangka berpori yang berisi kation dan molekul air. Dalam sistem resirkulasi, peranan zeolit sangat penting sebagai absorban, yang mengikat sejumlah molekul dan gas yang berbahaya dalam perairan budidaya misalnya amoniak. Dalam sistem resirkulasi kualitas air harus dijaga agar pertumbuhan ikan tidak menurun. Untuk itu di dalam sistem resirkulasi diperlukan perawatan kualitas air secara periodik dan pada pemberian pakan yang tinggi, pergantian air diperlukan untuk menjaga kualitas air Losordo et al., 1998.

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2004, bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Persiapan Sistem Resirkulasi