Persepsi Nelayan Skala Kecil Terhadap Kepuasan Kerja Berdasarkan Umur

68 untuk melengkapi berbagai persyaratan yang diperlukan untuk mengambil pinjaman maka banyak waktu yang tersita dan terbuang, sehingga kegiatan melaut menjadi terganggu. Mereka ingin proses peminjaman sederhana dan tidak memerlukan persyaratan yang rumit.

5.6.2 Persepsi Nelayan Skala Kecil Terhadap Pinjaman Untuk Menangkap Ikan Berdasarkan Umur

Persepsi responden mengenai keperluan mengambil pinjaman untuk menangkap ikan difokuskan untuk mengetahui sampai sejauh mana para responden setuju memerlukan pinjaman yang digunakan untuk keperluan operasional di laut. Berikut data persepsi nelayan mengenai keperluan pinjaman untuk menangkap ikan berdasarkan umur. Gambar 5.12 Persepsi nelayan skala kecil terkait dengan perlu mengambil pinjaman untuk menangkap ikan berdasarkan umur Persepsi nelayan menurut umur terhadap jumlah perbekalan adalah nelayan dari kelompok umut 31-50 tahun sebesar 42.20 Gambar 5.22. Kelompok ini yang paling banyak setuju mengambil pinjaman untuk menangkap ikan diikuti kelompok usia di atas 50 tahun sebanyak 20.30. Hal ini menunjukkan usia nelayan di atas 50 tahun atau pun kelompok usia dibawah 30 tahun akan mempertimbangkan dengan seksama perlu atau tidaknya mengambil pinjaman. Kelompok nelayan berumur 31-50 tahun sebanyak 42.20 setuju bahwa kemudahan mendapat pinjaman merupakan salah satu daya tarik tersendiri dalam hal meminjam. Kelompok usia di atas 50 tahun hanya 21.90 yang setuju menyatakan kemudahan mendapat pinjaman merupakan suatu daya tarik meminjam. Artinya adalah baik kelompok usia dibawah 30 tahun maupun kelompok usia di atas 50 tahun tidak melihat faktor kemudahan dalam mendapat pinjaman sebagai salah satu faktor penarik, tentu ada faktor lainnya yang menjadi dasar pertimbangan untuk meminjam uang, Jika mengambil pinjaman mereka tidak ingin dipersulit dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengambil pinjaman tersebut. 69 Nelayan skala kecil di Kota Tegal mempersepsikan bahwa variabel pendidikan, dan umur tidak berkorelasi terhadap pemenuhan perbekalan yang digunakan oleh nelayan. Selanjutnya analisis tingkat pendidikan berkorelasi negatif lemah terhadap pemenuhan perbekalan yang ditunjukkan oleh nilai PC yaitu -0.027 Lampiran 20. Ada kecenderungan semakin tinggi pendidikan maka sulit nelayan mengalokasikan uang untuk menyiapkan perbekalan. Namun hal ini tidak banyak terlihat di kalangan nelayan, yang ditunjukkan oleh nilai p 0.05, yaitu 0.831. Jika persepsi nelayan dikaitkan dengan aspek tingkat pendidikan tidak ada hubungan antara persepsi nelayan dengan aspek tingkat pendidikan terhadap pemenuhan perbekalan. Artinya adalah apa yang dipersepsikan nelayan dalam upaya pengembangan pengelolaan perikanan pantai yang berkaitan dengan perbekalan dengan tingkat pendidikan responden yang sebagian besar berpendidikan sekolah dasar, mempersepsikan tidak setuju bahwa pinjaman dan prosedur kemudahan mendapat pinjaman diperlukan dalam memenuhi perbekalan. Umur berkorelasi negatif lemah dalam pemenuhan perbekalan dengan nilai PC yaitu -0.073 Lampiran 21 artinya semakin berumur nelayan mereka akan memperhatikan alokasi uang dalam pemenuhan perbekalan. Hal ini tidak terlihat secara nyata di kalangan nelayan dengan nilai p0.05 yaitu 0.566. Jika persepsi nelayan dikaitkan dengan aspek umur tidak ada hubungan antara persepsi nelayan dengan aspek umur terhadap pemenuhan perbekalan. Artinya adalah apa yang dipersepsikan nelayan dalam upaya pengembangan pengelolaan perikanan pantai yang berkaitan dengan perbekalan dan umur responden mempersepsikan tidak setuju bahwa pinjaman dan prosedur kemudahan mendapat pinjaman diperlukan dalam memenuhi perbekalan. Pembahasan Secara umum capaian tingkat pendidikan formal nelayan skala kecil di Kota Tegal mayoritas berpendidikan sekolah dasar SD. Hampir sebagian besar nelayan yang berpendidikan sekolah dasar sebanyak 93.8. Kondisi ini merupakan potret tingkat pendidikan umumnya yang ada dikalangan nelayan Ahmed et al. 2013, Pana dan Sia Su 2012, Yafiz 2011, Yuerlita dan Perret 2010, Wiyono 2009. Tingkat pendidikan yang rendah, terbatasnya ketrampilan yang dimiliki oleh nelayan skala kecil dan terbatasnya sumberdaya yang tersedia di lingkungan menyebabkan nelayan tetap mempertahankan profesinya. Dalam hal kasus nelayan skala kecil di Kota Tegal, tingkat pendidikan mereka rendah, tetapi karena letak Kota Tegal sangat strategis yaitu berada di persimpangan jalur utara dan selatan perekonomian nasional menjadikan para nelayan bersinggungan secara langsung dalam paparan sumber-sumber pendapatan dan sumberdaya ekonomi lain yang menjadikan akses peluang penjualan ikan hasil tangkapan kepada pembeli menjadi semakin besar. Gambaran ini tentu bertolak belakang dengan gambaran umumnya nelayan tradisional yang tidak terhubungkan dengan kemudahan akses untuk bekerja di sektor perikanan, tuntutan masalah ekonomi keluarga, dan kesulitan mencari peluang kerja lainnya merupakan gambaran nelayan tradisional dengan tingkat kualitas sumberdaya manusia yang rendah Kusnadi 2003. 70 Semakin dewasa responden maka mereka semakin pintar memprediksi jenis-jenis ikan yang akan muncul pada musim tertentu dan mengenali kelimpahan panen ikan pada musim tertentu. Umur berkorelasi dengan pengalaman bergelut dengan pekerjaan sebagai nelayan. Semakin lama seorang nelayan dalam pekerjaannya semakin dia berpengalaman dan mahir memprediksikan kondisi di lapangan. Nelayan yang berpengalaman dengan intuisinya dapat membaca tanda-tanda alam di laut yang berhubungan misalnya kondisi cuaca, kapan musim yang tepat untuk menangkap ikan, kelimpahan sumberdaya ikan, lokasi penangkapan yang banyak ikan. Johannes et al. 2000 menyatakan semakin berumur nelayan maka pengalaman yang dipunyainya menjadi terakumulasi menjadi suatu aset pengetahuan tradisional ekologi yang sangat berharga atau dikenal dengan istilah fishers ecological knowledge. Pengetahuan lokal atau tradisional ini didapatkan oleh nelayan yang hidup dan telah lama menangkap ikan di suatu wilayah tertentu. Pengetahuannya itu didapatkan berdasarkan pengalaman dan hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar dan menjadi bagian yang sudah menyatu dengan kehidupan mereka sebagai nelayan. Nelayan skala kecil sangat memperhatikan kondisi cuaca yang sedang terjadi pada saat melaut untuk menangkap ikan. Kendala cuaca merupakan salah satu faktor yang harus diperhitungkan dan merupakan resiko yang harus dihadapi nelayan. Mereka juga harus memperhitungkan faktor keselamatan diri mereka sendiri. Contohnya adalah kondisi cuaca yang tidak menentu pada bulan Desember 2013 sampai dengan Februari 2014 diperairan Tegal akibat angin musim barat di mana nelayan tidak dapat melaut karena cuaca buruk dengan ketinggian ombak 3-5 meter Bantuan tak jua datang, nelayan Tegal nekat melaut 2014. Masa itu disebut sebagai masa paceklik, di mana mereka tidak dapat melaut dan hanya beraktivitas di sekitar pangkalan pendaratan ikan PPI. Karakteristik perikanan skala kecil di perairan tropis Kota Tegal bersifat multi spesies dan multi gear Wiyono 2006. Hal tersebut dapat terlihat di lokasi penelitian dari beragamnya jenis ikan spesies sasaran yang ditangkap dan alat tangkap yang digunakan. Perikanan skala kecil di perairan tropis adalah bersifat multispesies dengan beragam macam alat tangkap yang digunakan, menjadikan manajemen atau pengelolaannya lebih bersifat kompleks dan sulit dalam penanganannya Pauly 1979, Jones et al. 2011. Di sini terlihat bahwa semakin berumur nelayan, mereka akan semakin terasah dan tajam dalam hal kepekaan, intuisi, pengalaman dan pengetahuan mereka terhadap kondisi di laut. Nelayan skala kecil di Kota Tegal pada saat musim paceklik akan memilih akan mencari pekerjaan lain yang masih berhubungan dengan sektor perikanan seperti membetulkan perahu, membetulkan jaring, menjadi montir mesin kapal, membantu mengolah ikan menjadi ikan pindang atau ikan teri. Musim penangkapan ada hubungan dengan tingkat pendapatan nelayan. Dalam hal ini musim penangkapan dikaitkan dengan keadaaankondisi cuaca pada saat nelayan melakukan operasi penangkapan ikan. Artinya jika pendapatan nelayan turun hal ini dipengaruhi oleh musim penangkapan. Jika musim banyak ikan dan cuaca bagus maka pendapatan nelayan cenderung banyak dibandingkan musim paceklik. Jika nelayan tidak melaut karena kondisi cuaca yang kurang bagus, maka akan berakibat turunnya penghasilan untuk keluarga. Nelayan akan mencari alternatif pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 71 Hampir sebagian besar responden berpendidikan sekolah dasar ini menyatakan setuju bahwa mereka mempunyai pekerjaan lain pada musim paceklik untuk menghidupi keluarganya Musim penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh perubahan pola arah angin. Di mana pola arah angin tersebut sangat erat kaitannya dengan iklim muson di Indonesia. Perubahan pola angin tersebut akan berpengaruh pada perubahan suhu, arah arus, kecepatan arus dan salinitas. Musim penangkapan ikan di perairan Laut Jawa sama dengan musim penangkapan di perairan Kota Tegal yang berada di pesisir pantai utara pulau Jawa. Gaol dan Sadhotomo 2007 menyatakan bahwa variasi parameter oseanografi suhu, salinitas, konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa dipengaruhi angin muson dan iklim global ENSO dan variasi ini mempengaruhi distribusi ikan. Iklim muson dibagi menjadi 3 kurun waktu yaitu musim barat Desember – Maret, musim Timur Juni – Agustus dan musim peralihan April – Mei dan September – Nopember. Pada musim barat gelombang yang terjadi lebih besar dan tinggi dibandingkan pada musim timur, sehingga puncak upaya penangkapan ikan terbesar terjadi pada musim timur. Pada saat itu banyak armada penangkapan yang beroperasi di wilayah perairan Kota Tegal, hal ini disebabkan karena armada penangkapan terutama nelayan kecil sebagian besar menggunakan perahu berukuran kecil 5 GT. Nelayan skala kecil di Kota Tegal beroperasi sepanjang tahun, namun intensitas operasinya tetap dipengaruhi oleh musim penangkapan. Hal ini karena nelayan kecil Kota Tegal tidak mempunyai pilihan lain dalam mencukupi kebutuhan ekonominya selain melaut. Nelayan yang menggunakan armada motor tempel sebagian besar menggunakan alat tangkap jaring arad yang dioperasikan di perairan pantai dengan tipe dasar perairan lumpur berpasir dan topografi datar, kedalaman perairan berkisar 5 – 10 m Suseno 2004. Keadaan yang sama juga dialami oleh nelayan skala kecil di Thailand, Vietnam, Bangladesh yang iklimnya di pengaruhi iklim muson. Musim penangkapan ikannya terbagi dua yaitu musim angin barat dan musim angin timur, di mana nelayan tetap harus mencari ikan walaupun kondisi cuaca yang buruk angin barat Jones et al. 2010. Para nelayan tersebut menyatakan bahwa mereka harus mencari ikan selama hal itu memungkinkan untuk menghasilkan pendapatan bagi keluarganya. Hasil analisis faktor produksi ternyata variabel musim tangkap signifikan berpengaruh dalam hal penyiapan faktor produksi di mana nilai significancy probability p 0.05, signifikan terhadap jumlah produksi perikanan laut di Kota Tegal Lampiran 13. Umur responden berkorelasi dengan musim tangkap. Artinya adalah apa yang dipersepsikan responden terkait dengan aspek umur dalam upaya pengembangan pengelolaan perikanan pantai di Kota Tegal persis sama dengan kenyataan di lapangan yaitu variabel musim tangkap memberi pengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan ikan produksi perikanan laut di Kota Tegal. Semakin berumur nelayan, responden akan makin berpengalaman dengan hal-hal yang berkaitan dengan profesinya sebagai nelayan di laut dan dia akan semakin piawai, trampil, berpengalaman dan semakin mengetahui lokasi menangkap ikan, karakteristik alam maupun sifat daerah penangkapan ikannya. Dengan insting intuisi dan pengalamannya nelayan dapat melakukan pendugaan mengenai adanya gerombolan ikan. Selain itu dengan melakukan pendugaaan