Kehidupan Budaya Negara Kerajaan Kutai

9 Negara-Negara Tradisional di Indonesia Sumber: www.internationalsteam.co.uk Gambar 1.6 Candi Gedong Songo Keberadaan Kerajaan Mataram juga didukung oleh sejumlah bukti berupa candi. Misalnya, kompleks candi di Pegunungan Dieng, Candi Gedong Songo Jawa Tengah bagian utara, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambisari Jawa Tengah bagian selatan.

c. Kehidupan Ekonomi

Dalam kehidupan bidang perekonomian, tidak disebutkan dalam berbagai prasasti yang berhasil ditemukan. Hanya saja, ditilik dari posisinya, Kerajaan Mataram terletak di pedalaman. Daerahnya dikelilingi oleh sungai-sungai besar seperti Progo, Elo, Bogowonto, dan Bengawan Solo. Letak itu menyebabkan tanahnya subur dan padat penduduknya. Dalam perkembangannya, Raja Balitung mengembangkan kehidupan pelayaran dengan memanfaatkan Sungai Bengawan Solo. Pengaruh Seni Arsitektur India Sebagai akibat dari dikenalnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha maka kebudayaan bangsa Indonesia terutama Jawa juga mengalami perkembangan. Hal itu bisa dilihat dari seni arca dan seni bangunan arsitektur. Sebelum kedatangan pengaruh Hindu-Buddha, bangsa kita memiliki kebiasaan membuat bangunan megalitikum untuk menghormati arwah leluhur. Saat pengaruh India yang memuja tempat-tempat tinggi masuk Indonesia, bangsa Indonesia juga mengikutinya. Apabila dilihat perkembangannya, maka bangunan-bangunan awal hanya berbentuk bangunan batur soubasement yang terbuka. Belum ada atap sehingga arca atau lingga dan yoni bisa terlihat dari luar. Mulai abad IX M, terjadi perubahan besar di dalam seni arsitektur. Misalnya dengan penambahan dinding, relung-relung, dan struktur atap yang terbuat dari batu. Bangunan ini terlihat pada candi di Jawa Tengah seperti Candi Bima di Dieng, Candi Lumbung di Prambanan, dan Candi Pervara di kompleks Candi Sewu. Semakin tinggi pengaruh Hindu-Buddha yang masuk maka bentuk bangunannya semakin sesuai dengan kaidah ajaran Hindu-Buddha atau kuil- kuil pemujaan dewa yang ada di India. Misalnya beberapa candi di Dieng mirip dengan Arjuna Ratha, Draupadi Ratha, dan Dharmaraja Ratha dari Dinasti Pallava di Mabalipuram. Atau Candi Bima yang mirip dengan bangunan suci Orissa di India. Atap Candi Bima yang dihiasi sikhara mirip dengan atap kuil pemujaan dewa pada bangunan Parasurameswara di Bhuvaneswara. Setelah keahlian membuat bangunan itu diterima oleh masyarakat maka selanjutnya dikembangkan sesuai dengan kebudayaan lokal yang telah berkembang sebelumnya. Ciri-ciri keindiaan hanya tinggal seni arca dan ornamennya dan semakin pudar seiring dengan semakin menguatnya kreasi lokal. Misalnya pada Candi Barong dan Candi Ijo yang halamannya dibuat bertingkat seperti punden berundak dalam bangunan prasejarah. Mulai abad XIII–XV M seni arsitektur bangunan suci telah memiliki gaya dan bentuk sendiri. Bentuk arsitekturnya bisa dilihat dari candi-candi bergaya Singasari, gaya Candi Ijo, gaya Candi Brahu, dan gaya punden berundak. Dalam keempat gaya tersebut, pengaruh India sudah menipis dan tinggal sedikit. Bahkan kompleks bangunan Candi Panataran tidak lagi menampilkan corak bangunan suci seperti di Jawa Tengah tetapi sudah mengakomodasi seni bangunan Bali. Apalagi gaya punden berundak, jelas merupakan model asli pribumi yang dikembangkan kembali. Akhirnya pengaruh India hanya tinggal konsep-konsep keagamaan, kedewataan, dan cerita-cerita epik saja. 10 SEJARAH Kelas XI Program Bahasa

4. Negara Kerajaan Kediri

Keberadaan Kerajaan Kediri tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kerajaan Mataram. Karena, setelah dinasti terakhir Kerajaan Mataram, muncul dinasti baru dengan nama Isyana di Medang Mataram. Dinasti ini berkuasa antara 947 M sampai 1016. Sayangnya, kerajaan ini diserang oleh Sriwijaya dan Wurawari hingga mengalami kehancuran. Satu-satunya keluarga yang selamat adalah Airlangga. Pada akhir pemerintahannya, ia diperintahkan oleh Mpu Bharada untuk membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Jenggala dan Panjalu. Salah satu alasan pembagian adalah untuk menghindari peperangan dan konflik. Wilayah kekuasaan kedua kerajaan tersebut dibatasi oleh Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Daerah Jenggala meliputi kawasan Malang dan delta Sungai Brantas, dengan ibu kota Kahuripan. Pelabuhannya yang terkenal adalah Surabaya, Rembang, dan Pasuruan. Sedangkan Panjalu meliputi kawasan Kediri dan Madiun dengan ibu kota Daha. Meskipun sudah dibagi menjadi dua, ternyata konflik dan peperangan memperebutkan keutuhan wilayah justru tidak bisa dihindari.

a. Kehidupan Politik

Semenjak Airlangga membagi kerajaan menjadi dua, konflik antara Jenggala dan Panjalu senantiasa terjadi. Prasasti Banjaran 1052 M menyebutkan kemenangan Panjalu atas Jenggala. Demikian juga dengan kakawin Bharatayudha karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, memberitakan bahwa Panjalu memenangkan peperangan dan menguasai takhta Kediri. Masing-masing raja Kediri memiliki lencana sendiri-sendiri. Misalnya Raja Kameswara 1115–1130 M mempunyai lencana Candrakapale yaitu tengkorak bertaring. Selanjutnya, Raja Jayabaya 1130–1160 menggunakan lencana Narasingha yaitu manusia setengah singa. Periode Jayabaya merupakan puncak kejayaan Kediri. Pada masa pemerintahan Raja Gandra, nama-nama orang menggunakan nama binatang. Misalnya, Kebo Salawah, Manjangan Puguh, Macan Putih, Gajah Kuning, dan lain-lain. Raja selanjutnya yang memerintah adalah Kertajaya dengan menggunakan lencana Garudamuka. Sikap kurang bijaksana dari raja ini menyebabkan ia tidak disukai oleh rakyat dan kaum brahmana, hingga Kediri memasuki masa kehancuran.

b. Kehidupan Sosial Budaya