Pola Resistensi Mycobacterium Tuberculosis Pada Narapidana Di Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Pria Tanjung Gusta Medan Periode Juli - Desember 2007
POLA RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS
PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN
KELAS 1 PRIA TANJUNG GUSTA MEDAN
PERIODE JULI - DESEMBER 2007
TESIS
Oleh
SUSI
057027009/KT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(2)
POLA RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS
PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYRAKATAN
KELAS 1 PRIA TANJUNG GUSTA MEDAN
PERIODE JULI - DESEMBER 2007
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Tropis dalam Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
S U S I
057027009/KT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(3)
Judul Tesis : POLA RESISTENSI KUMAN MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS 1 PRIA TANJUNG GUSTA MEDAN PERIODE JULLI-DESEMBER 2007 Nama Mahasiswa : SUSI
Nomor Pokok : 057027009
Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis
Menyetujui Komisi Pembimbing
( dr.H.Zainuddin Amir,Sp.P (K)) Ketua
(dr.R.Lia Kusumawati,MS,Sp.MK) (Drs.Abdul Jalil Amri Arma,M.Kes) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu,DTM&H, (Prof.Dr.Ir.Chairunnisah,MSC.) MSc,(CTM),SpA(K))
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Maret 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : dr. H.Zainuddin Amir,Sp.P (K). ANGGOTA : 1. dr.Lia kusumawati,MD,SpMK.
2. Drs.Abdul Jalil Amri Arma,M.Kes. 3. Prof.dr.Tamsil Syafiuddin,Sp.P (K).
(5)
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : SUSI
Tempat Tanggal lahir : Tanjung Morawa, 23 Nopember 1969 Alamat ; Jln. Irian Lk.II. No.71 Tanjung Morawa Telepon/HP : 061-7942776 / 08126020191
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Dasar : SD. Methodist Tanjung Morawa
Tahun 1974 s/d 1980.
2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Budi Murni II Medan
Tahun 1980 s/d 1983.
3. Sekolah Menengah Atas : SMA Budi Murni I Medan
Tahun 1983 s/d 1986
4. Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas
Methodist Indonesia Medan
Tahun 1986 s/d 1995.
Riwayat Pekerjaan :
1. PTT di RSUD.Lubuk Pakam Tahun 1995 s/d 1998.
2. Dokter jaga di RSU.Morawa Utama Tg.Morawa Tahun 1995 s/d 1998. 3. Direktur Medis di RSU.Morawa Utama Tg.Morawa tahun 1999 s/d 2001. 4. Pimpinan dan Dokter Penanggung Jawab di Klinik dan Balai Bersalin Mitra
Sehat Tg.Morawa Tahun 2001 s/d sekarang.
5. Dokter Perusahaan di PT.Morawa Inawood Tg.Morawa Tahun 2001 s/d sekarang.
(6)
ABSTRAK
Pengobatan yang tidak teratur , kombinasi obat yang tidak adekuat diduga menimbulkan resistensi (Drug Resistance TB = DR-TB) dan resistensi ganda Mycobacterium tuberculosis terhadap obat antituberkulosis (OAT) atau Multidrugs Resistant tuberculosis (MDR-TB). DR-TB adalah resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap salah satu komponen OAT dan MDR-TB didefinisikan sebagai resistensi menyeluruh terhadap komponen OAT atau setidak-tidaknya resistensi terhadap Rifampisin dan Isoniazid dengan atau tanpa resisten terhadap obat lain. Setiap obat yang aktif menyerang kuman Mycobacterium tuberculosis dapat menseleksi kuman sensitif sehingga terjadi resistensi terhadap OAT.
Kasus resistensi terhadap OAT telah dijumpai hampir di seluruh negara di dunia. Pada penelitian ini peneliti bermaksud melakukan penelitian pola resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap obat OAT pada narapidana di LP Tg.Gusta Medan, yang sampai saat ini belum diketahui pola resistensinya.
Penelitian ini merupakan rancangan penelitian survei dengan pengumpulan data secara cross sectional atau potong lintang dengan analisis secara deskriptif, dilaksanakan sejak juli 2007-desember 2007. Sampel adalah seluruh penderita TB dengan BTA (+) setelah melalui pemeriksaan laboratorium sediaan hapus langsung (Direct Smear Examination) yang diambil dari seluruh penderita suspek TB yang diagnosis berdasarkan gejala klinis (+) pada narapidana di LP kelas 1 pria Tg.Gusta Medan. Didapati 30 sampel dengan BTA (+) yang diteruskan dengan pemeriksaan kultur dengan media Ogawa yang diteruskan dengan tes kepekaan terhadap obat (Drug Sensitivity Test) terhadap 5 macam obat.
Dari hasil penelitian ini dijumpai kuman Mycobacterium tuberculosis yang resisten baik terhadap satu komponen OAT (DR-TB) sejumlah 83,30%, maupun yang resisten terhadap lebih dari satu komponen OAT (MDR-TB) sebesar 16,70%. Resistensi total terhadap INH sebanyak 20 orang (66,70%), Rifampisin 12 orang (40,00%), Pirazinamid 5 orang (6,70%), Etambutol 4 orang (3,30%), Streptomisin 26 orang (86,70%) dan MDR-TB sebesar 5 orang (16,70%).
Pada penelitian ini juga diperhatikan distribusi subjek berdasarkan karakteristik penderita yaitu usia, pendidikan, pekerjaan dan gaji perbulan juga distribusi berdasarkan kebiasaan hidup apakah peminum alkohol ataupun perokok dan distribusi subjek berdasarkan keadaan dalam tahanan meliputi berapa jumlah orang dalam 1 sel dan ukuran kamar serta ada atau tidaknya ventilasi, kasus baru atau kasus lama dan apakah pernah mengkonsumsi obat OAT sebelumnya.
Dapat diambil kesimpulan kebanyakan dari penderita yang dijumpai adalah usia produktif dengan tingkat pendidikan yang rendah , riwayat pekerjaan tidak bekerja ataupun sebagai buruh, dengan penghasilan < 1 juta ataupun tidak berpenghasilan dan peminum alkohol, perokok dan semua kasus yang dijumpai adalah kasus baru dengan riwayat belum pernah makan obat OAT.
(7)
ABSTRACT
Inadequate therapy and drug combination are suspected as the cause of drug resistant TB (DR-TB) and Multidrugs resistant tuberculosis (MDR-TB). Mycobacterium tuberculosis that resistant to one antituberculosis drug named DR-TB, but resistant to all kind of those drugs or at least resistant to Rifampicin and Isoniazide with or without another drug was named MDR-TB.
We can find almost around the world OAT resistant. The aim of this research is to find out OAT resistant structure of prisoners at LP. Kelas 1 Tg. Gusta Medan.
This cross sectional study was conducted from July 2007 until December 2007. All patients clinically suspected TB and BTA (+) according to direct smear examination were collected as sample. Culture with Ogawa media and drug sensitivity test were done against five kind of anti tuberculosis drugs
As results, Mycobacterium tuberculosis with DR-TB is 83,30% and MDR-TB is 16,70%. Total resistant to INH are 20 patients (66,70%), Rifampicin are 12 patients (40,00%), Pyrazinamide are 5 patients (6,70%), Ethambutol are 4 patients (3,30%), Streptomycin are 26 patients (86,70%) and MDR-TB are 5 patients (16,70%).
In this research subjects are distributed according to age, education background, kind of job, one month salary, behaviour like alcohol drinker, smoker, crowded jail and air ventilation of their room and new cases TB or previously cases and already ever consumed OAT drugs or not.
For conclution, most of the patients are in productive age with low educated, jobless or worker with salary less than 1 million rupiah ,smoker and alcohol drinker, also all patients are new cases TB and never consumed OAT drugs.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Karunia dan Rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul:
“POLA RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS 1 PRIA TANJUNG GUSTA MEDAN PERIODE JULI-DESEMBER 2007”
Dalam penulisan ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak dan oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Dr.Zainuddin Amir Sp.P sebagai ketua komisi pembimbing serta Ibu Dr.R.Lia Kusumawati,MS,SPMK. selaku anggota komisi pembimbing dan Bapak Drs.Abdul Jalil Amri Arma,M.Kes. yang telah membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran mulai dari penyusunan proposal hingga selesainya penulisan tesis ini. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Bapak Prof
Dr.Tamsil Sp.P(K) dan Bapak DR.dr.Rosihan Anwar,DMM,MS,SPMK. atas
kesediaan waktu, tenaga dan pikiran menjadi pembanding dan tim penguji tesis ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis.DTM&H.DSAK. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairunnisah.MSc. selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof.DR.dr.Syahsil Pasaribu.DTM&H,MSc,(CTM),Sp.AK. sebagai Ketua Program Magister Kedokteran Tropis.
4. Kepala Lembaga Permasyarakatan Tanjung Gusta Medan dan jajarannya yang telah memberi izin dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
5. Dokter-dokter dan perawat serta narapidana yang bertugas di poliklinik Lembaga Permasyarakatan Tanjung Gusta Medan yang banyak membantu penulis dalam pengumpulan sampel dan kuesioner penelitian.
(9)
6. Kepala Bagian Laboratorium Mikrobiologi Klinik Universitas Sumatera Utara dan jajarannya terutama unit Tuberculosis yang telah memberi izin dan membantu penulis menggunakan fasilitas laaboratorium dalam penelitian ini.
7. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi yang telah memberikan pengajaran, bimbingan dan arahan serta bantuan selama pendidikan.
8. Rekan-rekan seangkatan dalam studi Magister Kedokteran Tropis yang telah memberi dorongan dan semangat.
9. Ibu Eka Timurniati, Staf penulis yang banyak membantu penulis didalam penulisan dan pencetakan tesis ini.
10.Bapak Wang Fu Yu suami tercinta yang sangat banyak memberi semangat, dorongan baik material maupun spiritual sejak menjalani masa pendidikan sampai sekarang ini.
Penulis yakin dalam tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan tesis ini. Atas saran dan masukan yang diberikan diucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2008
(10)
DAFTAR ISI
HALAMAN
ABSTRAK
i
ABSTRACT
ii
KATA
PENGANTAR
iii
RIWAYAT HIDUP
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR
GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
DAFTAR SINGKATAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1.
Latar Belakang
1
1.2.
Perumusan Masalah
7
1.3.
Tujuan
Penelitian
7
1.4.
Pertanyaan
Penelitian
7
1.5.
Manfaat
Penelitian
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
9
2.1
Tuberkulosis
(TB)
9
2.2 Resistensi Mikroba
11
(11)
2.4 Tuberkulosis Dalam Penjara
21
BAB III METODE PENELITIAN
28
3.1 Tempat dan Waktu
28
3.2 Rancangan Penelitian
28
3.3 Populasi dan Sampel
28
3.4
Metode
dan
Cara
29
3.5 Kerangka Operasional
36
3.6 Defenisi Operasional
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
39
4.1 Gambaran Umum LP Kelas I Tg.Gusta. Medan
39
4.2 Hasil Penelitian
39
4.3 Pembahasan Penelitian
47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
55
5.1 Kesimpulan
55
5.2 Saran
56
(12)
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 1. Hasil uji sensistivitas Mycobacterium tububerculosis pada 30 penderita
di LP. Kelas 1 pria Tg.Gusta Medan periode
Juli-Desember 2007
40
Tabel 2. Pola resistensi Mycobacterium tuberculosis pada 30 penderita
di LP. kelas 1 pria Tg.Gusta Medan Periode
Juli-Desember 2007
41
Tabel 3. Proporsi DR-TB dan MDR-TB pada 30 Penderita di LP. kelas 1 pria
Tg.Gusta Medan periode Juli-Desember 2007
42
Tabel 4. Hasil tes sensitivitas Mycobacterium tuberculosis terhadap
OAT pada 30 penderita di LP. kelas 1 pria Tg.Gusta Medan
periode
Juli-Desember
2007
42
Tabel 5. Distribusi subjek berdasarkan karakteritik penderita
43
Tabel 6. Distribusi subjek berdasarkan kebiasaan hidup
44
Tabel 7. Distribusi subjek berdasarkan keadaan dalam penjara
45
Tabel 8. Distribusi subjek berdasarkan riwayat kontak penyakit
46
Tabel 9. Distribusi subjek berdasarkan riwayat makan OAT
46
(13)
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Surat Persetujuan Mengikuti Penelitian
62
Lampiran 2 : Kuesioner
63
Lampiran 3 : Persetujuan Komite Etik tentang Pelaksanaan Penelitian
(15)
DAFTAR SINGKATAN
ACET
:
The
Advisory
Counsil for the Elimination of
Tuberculosis
AIDS
: Acquired Immune Deficiency Syndrome
BALITBANGKES : Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan
BTA
: Basil Tahan Asam
CDC
: Centers for Disease Control
DEPKES RI
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DINKES
: Dinas Kesehatan
DKK
: Dinas Kesehatan Kota
DOTS
: Directly Observed Treatment Shortcourse
DR-TB
: Drug Resistance Tuberculosis
DST
:
Drug
Sensitivity
Test
E
:
Etambutol
H
:
Isoniazid
HIV
: Human Immunodeficiency Virus
INH
:
Isoniazid
IUATLD : International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease
KASUBDIN
: Kepala Sub Dinas
LP
:
Lembaga
Permasyarakatan
MDR-TB
: Multidrug Resistance Tuberculosis
OAT
: Obat Anti Tuberkulosis
PAS
:
Para
Amino
Salisilat
PRM
:
Puskesmas
Rujukan
Mikroskopis
R
:
Rifampisin
(16)
SD
:
Sekolah
Dasar
SLTA
: Sekolah lanjutan tingkat Atas
SLTP
: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SPS
: Sewaktu, Pagi, Sewaktu
SUB.DIN.P2P
: Sub Dinas Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit
TB
:
Tuberkulosis
Tg
:
Tanjung
WHO
:
World
Health
Organization
Z
:
Pirazinamid
(+)
:
Positif
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh basil Mycobacterium
tuberculosis terutama yang menyerang paru masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dunia. Diperkirakan 8,80 juta terjadi kasus baru TB paru pada setiap
tahunnya dimana 3,90 juta merupakan TB paru dengan Basil Tahan Asam
(BTA) positif dan 80% terjadi di negara berkembang, dan dari sepertiganya ada
di Asia Tenggara (WHO,2004).
Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan pernafasan akut pada semua kelompok usia dan nomor satu
dari golongan penyakit infeksi (Depkes RI,2002).
Menurut Survei Balitbangkes bahwa setiap tahun terdapat 485 ribu
penderita baru TB, 250 ribu orang di antaranya adalah TB menular, sedang WHO
memperkirakan 140 ribu orang meninggal akibat TB setiap tahun di Indonesia,
Indonesia dalam 5 tahun terakhir baru mampu menurunkan angka kesakitan
penyakit TB sebanyak 15 per 100 ribu penduduk, yakni dari 122 pada tahun 2001
menjadi 107 per 100 ribu penduduk pada tahun 2005 (Menkes,2007). KaSubDin
Pencegahan Penyakit DKK Medan pada tahun 2005 menyatakan ada 2593 kasus
TB di mana 1902 di antaranya dengan BTA (+) (Sukarni,2006).
(18)
Sebagai bahan perbandingan kita di sini bahwa penjara di Malaysia oleh
kementerian kesehatan Malaysia telah membuat Manual Garis Panduan Saringan
TB dan HIV di penjara di mana telah dilakukan saringan kesehatan bagi
narapidana baru di mana narapidana yang mempunyai gejala-gejala TB atau
yang sudah terdiagnosa TB perlu di asingkan segera daripada narapidana lainnya,
sedangkan menurut studi pendahuluan penulis di LP Tg.Gusta Medan,
Narapidana dengan gejala klinis TB masih bergabung dengan narapidana
lainnya, belum ada ruangan khusus bagi tersangka dan penderita TB.
Badan pemberantasan TB paru yakni The Advisory Council for The
Elimination of Tuberculosis (ACET) memerintahkan bahwa semua
fasilitas-fasilitas perbaikan mental seperti penjara harus memiliki perencanaan tertulis
mengontrol infeksi TB paru (written TB infection control plan (TB ICP)
(CDC,1996).
Penularan Mycobacterium tuberculosis dalam penjara merupakan masalah
bagi tahanan dan masyarakat ketika tahanan sudah keluar dari penjara dan
menularkan pada orang lain. Oleh karena itu pengendalian TB paru dalam
penjara adalah penting untuk mengurangi kasus TB paru dalam masyarakat
(Susan, et al.,1996).
Drug resistant TB (DR-TB) juga sering dijumpai pada penjara, yang mana
dokter-dokternya kurang terlatih dalam penanganan TB yang memakai
(19)
kombinasi obat yang tidak sesuai atau lama pengobatan yang tidak cukup, dapat
mengakibatkan Mycobacterium tuberculosis bermutasi.
Pada negara yang kurang berkembang prevalensi TB paru dalam penjara
5-10 kali rata-rata nasional dan dapat mencapai 50 kali pelaporan rata-rata
nasional. Kasus TB yang meningkat pesat baik kasus dan resistensi obat dalam
penjara di beberapa negara di dunia mengakibatkan kebutuhan segera usaha
untuk mengendalikan kasus TB paru (Laniado-Loborin,2001).
Pengobatan yang tidak teratur, kombinasi obat yang tidak adekuat diduga
menimbulkan resistensi DR-TB dan resistensi ganda Mycobacterium tuberculosis
terhadap OAT atau Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR-TB). Secara umum
resistensi dapat diartikan suatu keadaan di mana organisme secara normal
mempunyai kemampuan untuk menentang agen sekitarnya yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya secara alamiah.
DR-TB adalah resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap salah satu
komponen obat antituberkulosis dan MDR-TB didefinisikan sebagai resistensi
menyeluruh terhadap komponen OAT atau setidak-tidaknya resistensi terhadap
Rifampisin dan Isoniazid dengan atau tanpa resistensi terhadap obat lain.
Menurut Dye, Christopher dan William,B.G.,(2000), penanggulangan TB
paru pada penderita dengan kuman TB sensitif memerlukan waktu pengobatan 6
bulan, namun untuk penderita TB yang resisten (MDR-TB) harus menggunakan
OAT lini kedua yang sangat mahal (100 kali biaya pengobatan TB paru yang
(20)
bukan oleh MDR-TB), dengan kesembuhan yang tidak dijamin dan efek samping
yang sangat toksis, juga memerlukan jangka waktu penyembuhan yang lama,
dapat lebih dari 24 bulan.
Berkembangnya infeksi HIV dewasa ini telah meningkatkan jumlah
penderita TB. Laporan pertama tentang resistensi ganda datang dari Amerika
Serikat khususnya pada penderita TB dan AIDS yang menimbulkan kematian
70-90% dalam waktu 4 sampai 16 minggu. WHO menyatakan bahwa sampai 50 juta
orang telah terinfeksi oleh kuman TB yang resisten terhadap OAT. TB paru
kronik sering disebabkan oleh MDR.
Hasil penelitian Bastian,I.,dkk (2000), memperkirakan biaya obat
penderita MDR-TB dengan resisten terhadap Etambutol dan Pirazinamid hampir
265 kali biaya obat standar regimen WHO katagori I.
Di daerah yang angka penularan MDR-TB rendah atau nol, pencapaian
angka kesembuhan dapat lebih dari 95% (WHO,1999). Tingginya angka ini
mampu menekan beban penanggulangan ancaman resistensi dan MDR-TB.
Kasus resistensi terhadap OAT telah ditemukan hampir di seluruh negara
di dunia, hasil Surveilance the WHO/International Union Againts Tuberculosis
and Lung Disease (IUATLD) Global Project on Antituberculosis Drug
Resistance Surveilance didapati kenaikan prevalensi resistensi terhadap salah
satu OAT atau DR-TB pada new cases TB-Paru di Estonia 28,20% pada tahun
1994 menjadi 33,40% tahun 1999. Russian Fed. Tomsk Oblast dari 29% pada
(21)
tahun 1998 menjadi 37,30% pada tahun 2002 dan Denmark dari 9,90% pada
tahun 1995 menjadi 12% pada tahun 2000. Prevalensi MDR-TB pada new cases
TB-Paru di Estonia dari 10,20% pada tahun 1994 menjadi 17,50% pada tahun
1999. Russian Fed. Tomsk Oblast dari 6,50% pada tahun 1998 menjadi 37,30%
pada tahun 2000. Demikian juga di negara-negara lain, prevalensi MDR-TB pada
penderita baru yang telah mencapai angka yang sangat tinggi di antaranya
Kazakhstan 14,20%, China (provinsi Lioning) 10,40% (provinsi Hennan) 7,40%.
Indonesia, walaupun belum ada data yang akurat, seharusnya insiden dan
prevalensi resisten sangat tinggi, sebab Indonesia termasuk negara dengan
ranking tiga penyumbang TB terbesar di dunia. Menurut perkiraan WHO angka
MDR-TB di Indonesia tahun 2002 pada new cases 0,70%. Menjelang millenium
III (tahun 1996-2000) BP4 Tegal dan BP4 Surakarta telah melakukan penelitian
resistensi kuman TB pada penderita TB paru spontan BTA (+) dengan hasil
MDR-TB resistensi primer 0,46%, resistensi sekunder 15,93% (Hartono dkk,
2001).
Penelitian di laboratorium Mikrobiologi RSUP Persahabatan 1994-1996
menunjukkan resistensi terhadap obat INH saja berkisar 4,75% - 5,90%,
Rifampisin 1,33% - 1,54%, Etambutol 0,00% - 0,53% dan terhadap Streptomisin
2,46% - 2,93%. Resistensi ganda (MDR) primer terhadap INH 4,60% - 5,80%,
MDR sekunder terhadap INH 33,33% - 38,46% dan resistensi ganda primer
(22)
Rifampisin sebesar 29,19% - 33,96% dan resistensi ganda (MDR) sekunder
Rifampisin sebesar 22,95% - 26,00%.
Pada penelitian yang dilakukan di BP4 Medan pada tahun 1997-1998,
pola resistensi pada new cases terhadap Rifampisin saja 4%, Isoniazid 16%,
Rifampisin + Isoniazid 20% dan Rifampisin + Isoniazid + obat lain 28%.
Resistensi pada previously treated cases terhadap Rifampisin saja 2,77%,
Isoniazid 5,55%, Rifampisin + Isoniazid 8,33% dan Rifampisin + Isoniazid +
obat lain 76,38% (Aditama,2000).
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TB dan
lemahnya implementasi strategi DOTS, penderita yang mengidap BTA yang
resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TB dengan kuman yang
bersifat MDR. Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standar
pengobatan TB yaitu obat Fluorokinolon seperti Ciprofloxacin, Ofloxacin,
Levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada
anak dalam masa pertumbuhan).
Dari uraian di atas dengan melihat bahwa di Indonesia telah terjadi banyak
resistensi terhadap obat baik primer maupun sekunder, peneliti bermaksud
melakukan penelitian mengenai pola resistensi Mycobacterium tuberculosis
terhadap obat OAT pada narapidana di LP Tg. Gusta Medan, yang sampai saat ini
belum diketahui pola resistensinya.
(23)
1.2 . Perumusan Masalah
Belum di ketahuinya proporsi kuman TB terhadap satu komponen obat
anti tuberkulosis (DR-TB) dan MDR-TB, dan penjara dianggap memudahkan
proses terjadinya penularan penyakit TB paru.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1.
Tujuan Umum
Mengetahui pola resistensi kuman TB pada narapidana di LP kelas 1 pria
Tg.Gusta Medan.
1.3.2.
Tujuan Khusus
-
Untuk mengetahui proporsi berdasarkan karakteristik narapidana
penderita paru.
-
Untuk mengetahui pola resistensi Mycobacterium tuberculosis pada
narapidana.
-
Untuk mengetahui proporsi resistensi kuman Mycobacterium
tuberculosis terhadap salah satu komponen OAT (DR-TB) dan
MDR-TB pada narapidana.
1.4. Pertanyaan Penelitian
–
Bagaimana proporsi berdasarkan karakteristik narapidana penderita
(24)
–
Bagaimana pola resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis pada
narapidana.
–
Seberapa besar proporsi resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis
terhadap salah satu komponen OAT (DR-TB) dan MDR-TB pada
narapidana.
1.5. Manfaat Penelitian
-
Memberi masukan kepada petugas kesehatan LP sebaiknya setiap
narapidana baru dilakukan skrening pemeriksaan TB agar penderita TB
tersebut tidak menularkan kepada sesama narapidana.
-
Memberi masukan mengenai proporsi resistensi kuman Mycobacterium
tuberculosis terhadap salah satu komponen OAT dan
MDR-TB pada narapidana penderita dalam evaluasi pelaksanaan
program TB kontrol terutama di LP.
-
Dengan diketahuinya pola resistensi Mycobacterium tuberculosis LP
Tg.Gusta, diharapkan dapat mempermudah petugas kesehatan di dalam
memberikan pengobatan kepada penderita TB untuk mencegah
pengobatan yang sia-sia akibat sudah terjadinya resistensi.
(25)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis ( TB ).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Mempunyai dinding sel yang unik, berupa
lapisan lilin yang komposisi utamanya adalah mycolic acid, perkembangbiakan
lambat tapi terus menerus. Sebahagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, tetapi juga menyerang organ tubuh lainnya. Mycobacterium
tuberculosis ini merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang
1-4/Um dan tebal 0,30-0,60/Um. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak
(lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik sehingga disebut juga Basil Tahan Asam (BTA).
Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan
hidup dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan TB aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositosis malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
(26)
tinggi kandungan oksigennya. Bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada
bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
TB.
Sumber penularan yang utama adalah penderita TB paru dengan BTA
(+), yang ditularkan melalui percikan dahak (droplet) yang mengandung basil TB
pada saat batuk, bersin maupun bicara. Orang lain akan tertular apabila droplet
tersebut terhirup dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan, dan dari
paru ke bahagian tubuh lainnya (extrapulmonar) melalui sistim peredaran darah,
sistim saluran limfe, sistem saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Penderita TB paru yang dalam pemeriksaan dahak BTA (-), penderita tersebut
dianggap tidak menular.
Kurang lebih 5 - 10% individu yang terinfeksi kuman TB akan menderita
penyakit TB paru dalam beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Faktor
yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB paru adalah
daya tahan tubuh (imunitas) yang rendah di antaranya karena gizi buruk atau
menderita HIV/AIDS.
(27)
2.2. Resistensi Mikroba.
Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel
mikroba oleh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah
untuk bertahan hidup (Setiabudy,1995).
Faktor yang menentukan sifat resistensi atau sensitifitas mikroba terhadap
anti mikroba terdapat pada elemen yang bersifat genetik. Didasarkan pada lokasi
elemen untuk resistensi ini, dikenal resistensi kromosomal dan resistensi
ekstrakromosomal. Sifat genetik dapat menyebabkan suatu mikroba sejak semula
resisten terhadap pengaruh suatu antimikroba, yang dikenal sebagai sifat resisten
alamiah.
Perubahan sifat genetik karena kuman memperoleh elemen genetik yang
membawa sifat resistensi yang dikenal sebagai resistensi yang diperoleh
(acquired resistance). Atau resistensi dari luar disebut resistensi yang
dipindahkan (transferred resistance), dapat juga terjadi akibat adanya mutasi
genetik yang spontan atau akibat rangsang antimikroba (induced resistance)
(Setiabudy,Vincent,1995).
2.2.1. Mekanisme Resistensi Mycobacterium tuberculosis.
Berbeda dengan resistensi pada banyak bakteria terhadap antibiotika di
mana resistensi yang dapat dengan transformasi, tranduksi atau konjugasi gen,
(28)
resisten yang didapat Mycobacterium tuberculosis adalah pada mutasi gen
kromosom utama (genomically based).
Sel bakteria tumbuh dan memperbanyak diri, replikasi terjadi
berulang-ulang sehingga jumlah yang besar selama infeksi atau pada permukaan tubuh.
Untuk tumbuh dan berkembang, organisme harus mensintesa atau memerlukan
banyak biomolekul.
Obat antimikroba mengganggu dengan proses yang spesifik bahan-bahan
esensial untuk pertumbuhan dan atau perkembangan mikroba tersebut.
Mekanisme kerja antimikroba dapat dipisahkan pada kelompok seperti
penghambat sintesa dinding sel, penghambat fungsi membran sitoplasma,
penghambat sintesa asam nukleat, penghambat fungsi ribosom (Baron,1996).
Sama seperti mekanisme kerja obat antimikroba, resistensi kuman
terhadap obat umumnya terjadi dalam 4 jalur, yaitu adanya proses enzimatik,
penurunan permeabilitas terhadap antibiotik, modifikasi letak reseptor obat, dan
peningkatan sintesa metabolit antagonis terhadap antibiotik.
Prinsip pengobatan TB paru dengan masa pengobatan tahap intensif
selama 2 bulan dengan terapi pemberian pengobatan kombinasi adalah untuk
memastikan tidak terjadinya mutan resisten pada satu obat (single resistance),
kemudian 4 bulan diteruskan dengan tahap lanjutan untuk membunuh kuman
yang masa pertumbuhannya lambat. Isoniazid dan Rifampisin adalah dua OAT
(29)
yang sangat poten membunuh lebih dari 99% basil TB dalam 2 bulan awal
pengobatan (WHO,2000).
Bersama kedua obat ini Pirazinamid dengan efek yang tinggi yang bekerja
terhadap basil semidorman yang tidak dipengaruhi oleh OAT yang lain.
Penggunaan obat ini bersama dengan OAT yang lain mengurangi masa
pengobatan dari 18 bulan menjadi 6 bulan. Oleh karena itu munculnya strain
resisten terhadap salah satu obat ini menjadi perhatian yang utama.
Istilah MDR - TB dalam mikrobiologi untuk resistensi yang menyeluruh
atau setidak-tidaknya resistensi terhadap Rifampisin dan Isoniazid dengan atau
tanpa resistensi terhadap obat lain (WHO,1993).
Selama bakteria bermultiplikasi, terjadinya mutasi, strain kuman
resistensi secara spontan dan frekwensi kejadian tersebut telah dapat dijelaskan.
Angka mutasi resistensi mikobakteria bervariasi pergenerasi dari 10 - 8
sampai dengan 10 - 9 (Mayock, Robert, Gregor, Roy, Rob.,1982).
MDR - TB tidak mungkin terjadi secara spontan karena bukan hanya satu
gen saja yang bermutasi dalam proses ini.
Obat OAT dikatagorikan sebagai bakterostatik atau bakterisid, tergantung
dari efek pertumbuhan kuman TB tersebut. Dari Obat-obatan yang dipakai
Streptomisin adalah obat yang paling berpotensi sebagai bakterisid. Isoniazid,
Rifampisin dan Pirazinamid mempunyai sifat bakterisidal tetapi kurang poten
(30)
dibanding Streptomisin, sedangkan Etambutol hanya bersifat bakteriostatik
(Mayock,Robert, Gregor,Roy,Rob.,1982).
2.2.2. Resisten Terhadap Isoniazid.
Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan nikotinic
acid hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4 - pyridinecarboxylic acid hydrazide.
Target kerja Isoniazid sebagai anti TB sama dengan mekanisme terjadinya
resistensi Isoniazid. Sacchettini and Blachard menunjukkan bahwa Isoniazid
bekerja menghambat enoyl – acyl carier protein reductase, yang diperlukan
dalam biosintesa asam mikolat, dinding sel kuman TB. Isoniazid menghambat
pembentukan dinding sel kuman dalam bentuk Isoniazid aktif yaitu setelah
mengalami oksidasi, aktivasi Isoniazid memerlukan enzim catalase – perixidase
(gen katG) dan hidrogen peroksida yang dihasilkan kuman TB. KatG adalah
satu–satunya enzim yang dapat mengaktifkan Isoniazid, dengan demikian mutasi
gen katG strain kuman TB merupakan kuman yang resisten terhadap Isoniazid.
Demikian juga mutasi gen inhA (kode dari enoyl – acyl carier protein reductase)
yang diperlukan dalam pembentukan asam mikolat pada kuman TB akan
menjadikan kuman resisten terhadap Isoniazid (Rattan, 1998, Carolyn, 2001).
Sebagai tambahan, mutasi gen aphC (kode dari alkyl hydroperoxide
reductase) dapat menyebabkan resistensi pada level yang rendah.
(31)
2.2.3. Resistensi Terhadap Rifampisin.
Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan
berikatan pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah
pembentukan (sintesa) RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB
resisten terhadap Rifampisin. Resistensi terhadap Rifampisin dapat dianggap
mewakili MDR-TB sejak dijumpai banyak strain kuman TB yang resisten
terhadap Rifampisin juga resisten terhadap Isoniazid (Rattan, 1998, Carolyn,
2001).
2.2.4. Resistensi Terhadap Streptomisin.
Streptomisin adalah salah satu yang telah lama ditemukan dan dikenal
sangat aktif membunuh kuman TB dengan mengganggu pembacaan kode
amicoacyl – tRNA, sehingga menghambat penterjemahan mRNA. Salah satu yang
umum sebagai tambahan mekanisme resistensi kuman terhadap Streptomisin
adalah asetilasi obat oleh enzim aminoglycoside, namun ini tidak dijumpai pada
kuman TB.Resistensi kuman TB terhadap Streptomisin dihubungkan pada dua
kelas mutasi yang berbeda, yaitu mutasi pada point S12 protein ribosom dengan
kode gen rpsL dan mutasi pada 16S rRNA dengan kode rrs. Mutasi pada rpsL
dan rrs dapat menyebabkan resistensi kuman TB terhadap Streptomisin (Rattan,
1998, Carolyn, 2001).
(32)
2.2.5. Resistensi Terhadap Etambutol.
Etambutol dengan rumus kimia dextro -2, 2 - (ethyldiimino) – di - l onol
adalah senyawa kimia sintetis yang mempunyai efek antimikrobial. Sampai
sekarang mekanisme kerja antimikrobial Etambutol dan dasar genetik resistensi
belum diketahui secara jelas. Spesifik Etambutol untuk spesies mikrobakteria
diindikasikan bahwa target yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel.
Etambutol mencegah pembentukan dinding sel dengan menghambat arabinosyl-
transferase yang menyangkut dalam biosintesa arabinogalactan dan
lipoarabinomannan. Resistensi terhadap Etambutol ternyata berhubungan
dengan perubahan gen embCAB arabinosyltransferase, dengan kode protein
embA, embB, embC. Protein ini menyangkut dalam produksi komponen dinding
sel arabinogalactan dan lipoarabonomannan. Alcaide, dkk menunjukkan bahwa
mutasi pada embB sangat berhubungan dengan resistensi kuman TB terhadap
Etambutol (Rattan, 1998, Carolyn, 2001).
2.2.6. Resistensi Terhadap Pirazinamid.
Pirazinamid dengan struktur kimia yang sama dengan nikotinamid, sejak
1952 telah diketahui sebagai anti TB, namun sebagai komponen yang penting
OAT jangka pendek baru pada pertengahan tahun 1980-an. Pirazinamid aktif
menyerang semidorman kuman TB yang efek tersebut tidak dimiliki oleh obat
lain, mempunyai daya kerja sinergis yang sangat kuat bersama dengan Isoniazid
(33)
dan Rifampisin sebagai kemoterapi dalam pengobatan TB menjadikan jangka
waktu pengobatan dari 9 sampai 12 bulan menjadi 6 bulan. Pirazinamid sama
seperti Isoniazid juga menghambat sintesa dinding sel kuman TB, namun
mekanisme kerjanya yang benar-benar pasti belum diketahui. Pirazinamid hanya
efektif membunuh kuman TB apabila kuman tersebut menghasilkan
nikotinamidase dan pirazinamidase, yaitu enzim yang yang diperlukan dalam
mengubah Pirazinamid menjadi Asam Pirazinoat. Sebagai tambahan Pirazinamid
efektif membunuh kuman TB dalam lingkungan asam, pH yang rendah
meningkatkan akumulasi asam pirazinoat. Scorpio dan Zhang mengisolasi gen
pncA mikrobakteria, kode untuk enzim amidase, menunjukkan mutasi gen pncA
bertanggungjawab terhadap terjadinya resistensi kuman TB terhadap Isoniazid
(Rattan, 1998, Carolyn, 2001).
2.3. Faktor - faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Resistensi.
Sesuai dengan urutan di atas, maka resistensi Mycobacterium tuberculosis
terhadap OAT adalah fenomena alami yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
Strain kuman Mycobacterium tuberculosis yang belum terpapar oleh OAT selalu
tidak pernah resisten.
Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian resistensi dan MDR –
TB terhadap obat OAT dapat dibagi:
(34)
2.3.1. Faktor Riwayat Pengobatan Sebelumnya.
Pengobatan dengan satu jenis obat (single drug) atau paduan yang tidak
adekuat, kualitas obat yang rendah dan jangka waktu pengobatan yang kurang
akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan akan menekan pertumbuhan basil
yang sensitif, namun memberi kesempatan multiplikasi basil yang resisten.
2.3.2. Faktor Sosiodemografi Penderita TB yang Meliputi:
1) Umur.
Umur penderita dapat mempengaruhi kerja dan efek obat karena
metabolisme obat pada orang yang muda berbeda dengan orang tua. Menurut
Wattimena dkk (1991), perjalanan penyakit pada orang tua lebih parah dan sering
terjadi komplikasi. Makin tua usia akan terjadi perubahan fungsi secara
fisiologik, patologik dan penurunan sistem pertahanan tubuh dan ini akan
mempengaruhi kemampuan tubuh menangani OAT yang diberikan. Dari
penelitian yang dilakukan oleh Trihadi dan Rahara (1995), menunjukkan bahwa
kelompok usia di atas 35 tahun memberikan respon yang kurang baik terhadap
pengobatan.
2) Jenis kelamin.
Hampir tidak ada perbedaan di antara anak laki-laki dan perempuan
sampai pada umur pubertas. Bayi dan anak kecil pada kedua jenis kelamin
memiliki daya tahan yang lemah. Di Eropah dan Amerika Utara, sewaktu TB
(35)
sering ditemukan, insiden tertinggi TB paru biasanya mengenai usia muda.
Angka pada pria selalu lebih tinggi pada semua usia tetapi angka pada wanita
cendrung menurun tajam sesudah melampaui usia subur. Informasi terbatas dari
Afrika dan India tampaknya menunjukkan pola yang sedikit berbeda. Prevalensi
TB paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia pada kedua jenis
kelamin. Pada wanita secara menyeluruh lebih rendah dan peningkatan seiring
dengan usia adalah kurang tajam dibandingkan pria. Pada wanita prevalensi
mencapai maksimum pada usia 40-50 dan kemudian. Pada pria prevalensi terus
meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun (Crofton,J.,
dkk.,1999).
3) Pendidikan.
Pengetahuan yang baik tentang suatu penyakit pada penderita akan
mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu pengobatan. Tingkat pendidikan akan
mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi tentang penyakit,
terutama penyakit TB paru. Makin rendahnya tingkat pendidikan penderita TB
paru menyebabkan kurangnya pengertian penderita terhadap penyakit tersebut
dan bahayanya. Pengetahuan sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Fahrudda (1999) mendapatkan hasil
bahwa tingkat pengetahuan penderita yang dikatagorikan rendah akan berisiko
(36)
lebih dari 2 kali untuk terjadi kegagalan pengobatan dibandingkan dengan
penderita dengan tingkat pengetahuan tinggi.
4) Riwayat Kontak.
Seseorang yang sering kontak secara dekat dengan penderita TB paru
yang infeksius dalam waktu 3 bulan, kemungkinan besar akan tertular dan
menderita TB. Pada beberapa wilayah di Siberia, 25-30% dari penderita TB paru
mempunyai riwayat pernah tinggal pada tempat-tempat pengurungan seperti
penjara, asrama (Kimerling, M.E., dkk., 2002) artinya sebelumnya pernah kontak
secara dekat dengan penderita TB paru.
5) Merokok.
Merokok tembakau dan minum alkohol merupakan faktor penting yang
dapat menurunkan daya tahan tubuh (Crofton,J., dkk., 1999), sehingga dapat
mempengaruhi kesembuhan pengobatan penderita TB paru. Menurut Tjandra
Yoga Aditama (Kompas, 2003) hasil penelitian ternyata menghubungkan
kebiasaan merokok dengan terjadinya serta proses perjalanan TB paru. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan bermakna antara prevalensi reaktifitas tes
tuberkulin (tes untuk mengetahui seseorang terinfeksi TB) dan kebiasaan
merokok. Mereka yang merokok 3-4 kali lebih sering positif tesnya, artinya 3-4
kali lebih sering terinfeksi TB daripada yang tidak merokok. Penelitian lain
menunjukkan hubungan antara kebiasaan merokok dengan aktif tidaknya
penyakit tuberkulosis, serta faktor risiko terjadinya tuberkulosis paru pada
(37)
dewasa muda, dan terdapat dose-response relationship dengan jumlah rokok
yang dihisap per harinya.
2.3.3. Faktor Penyakit Lain yang Menyertai.
Karena kuman TB menyerang pada saat kondisi pertahanan tubuh yang
rendah maka kurang gizi dan penyakit-penyakit tertentu terhadap terjadinya
resistensi obat dan MDR-TB. Menurut Bahar (1990) yang dapat menyebabkan
kegagalan pengobatan TB paru adalah lesi paru yang terlalu luas atau sakit berat,
penyakit lain yang menyertai seperti Diabetes mellitus, infeksi HIV serta adanya
gangguan imunologis, patofisiologinya, diperkirakan kadar gliserol dan keton
akan memudahkan terjadinya pertumbuhan kuman.
2.4. Tuberkulosis Dalam Penjara
Penularan
Mycobacterium tuberculosis dalam penjara merupakan masalah
bagi tahanan dan masyarakat ketika tahanan sudah keluar dari penjara dan
menularkan pada orang lain. Oleh karena itu pengendalian TB paru dalam
penjara adalah penting untuk mengurangi kasus TB paru dalam masyarakat
(Susan,et al.,1996). Penjangkitan TB pada beberapa lembaga permasyarakatan
belakangan ini diakibatkan oleh gagal mendeteksi penyakit TB aktif pada
tahanan yang menyebabkan penularan TB pada tahanan lainnya, petugas LP dan
orang-orang sekitarnya (CDC, 1996).
(38)
Pada tahun 1991, penjara di US membebaskan 9,929,347 orang tahanan
dan negara atau federal jurisdictions membebaskan 936,991 tahanan.
Tahanan yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis yang berkembang
menjadi TB aktif setelah dibebaskan akan menginfeksi orang lain disekitarnya,
termasuk anak-anak yang sangat mudah berkembang menjadi penyakit TB aktif
jika terinfeksi, selain itu petugas LP juga berisiko terhadap penyakit akibat kerja
akibat terpapar TB, yang jika terinfeksi bisa menularkan ke keluarga dan orang
lainnya (Susan,M.,et al.,1996).
DR-TB juga sering dijumpai pada penjara, yang mana dokter-dokternya
kurang terlatih dalam penanganan TB yang memakai kombinasi obat yang tidak
sesuai atau lama pengobatan yang tidak cukup, dapat mengakibatkan
Mycobacterium tuberculosis bermutasi.
Pada institusi penjara yang telah terjadi resistensi obat TB terhadap INH
dan Rifampisin atau yang akan memulai pengobatan pasien yang telah pernah
memakai obat anti TB memerlukan kombinasi 5 atau 6 macam obat pada
permulaan pengobatan. Pada pasien yang MDR pemberian obat harus memakai
kombinasi 4 macam obat, paling tidak 3 macam kombinasi obat (CDC, 2001).
Pada saat seorang klinisi memilih regimen mana yang cocok untuk gangguan
sistim imun. Hal ini perlu dipertimbangkan karena progresivitas penyakit yang
cepat dan dapat menyebabkan kematian jika pengobatan inadekuat. ACET
merekomendasiakn pasien tersebut di atas sebaiknya diobati selama 9 bulan atau
(39)
paling tidak 6 bulan sesudah konversi dahak, tidak ada dianjurkan pengobatan
intermiten 2x/minggu atau 3x/minggu.
Penjara biasanya padat dengan higiene yang buruk dan ventilasi tidak
adekuat sehingga menciptakan kondisi untuk penularan melalui udara, walaupun
terdapat jendela tetapi pada negara-negara dengan musim dingin, jendela jarang
dibuka (Jane,1997).
Sel juga penuh sesak (minimal 1 tahanan / m²) dengan ventilasi alam
hanya melalui jendela kecil, sedangkan bangsal untuk tahanan yang sakit (<15
m²) dengan 4 tempat tidur dan tidak mempunyai kipas angin. Pada dapur dan
tempat tahanan sering berkumpul juga tidak mempunyai ventilasi (Coninx, et al.,
2000).
2.4.1. Prevalensi TB Dalam Penjara
Prevalensi TB adalah jumlah kasus TB paru per 100.000 penduduk. ( Liu,
et al., 2005). Kasus TB yang meningkat pesat baik kasus dan resistensi obat
dalam penjara di beberapa negara di dunia mengakibatkan kebutuhan segera
usaha untuk mengendalikan kasus TB paru. (Laniado-Loborin , 2001). Keadaan
ini bertambah di negara kurang berkembang dengan prevalensi TB paru dalam
penjara 5-10 kali rata nasional dan dapat mencapai 50 kali pelaporan
rata-rata nasional (Laniado-Loborin, 2001). Data prevalensi TB paru dalam penjara
Afrika terbatas tetapi penelitian di Malawi, Ivory Coast dan Tanzania ditemukan
(40)
prevalensi TB paru >10 kali lebih tinggi daripada angka nasional (Coninx, et al.,
2000). Prevalensi TB paru dalam penjara di Uni Soviet dilaporkan mencapai
lebih dari 200 kali daripada populasi umum, melewati 3-11 kali Amerika Serikat
(CDC,2004). Mortalitas TB paru tinggi pada beberapa penjara yaitu 24% dan TB
paru sebagai penyebab tersering kematian, sekitar 50-80% kematian. Prevalensi
TB paru dalam penjara di Spanyol 2,30%, Bostwana 3,80%, Brazil 4,60%.
(Sanchez, A., et al., 2005). Pada penjara di Rio de Janairo dengan angka insidens
tahunan TB paru 1439 kasus tiap 100.000 populasi di tahun 2001, 10 kali lebih
tinggi daripada populasi umum (WHO,2000). Prevalensi TB paru di antara
tahanan di Pakistan 3,90% lebih tinggi daripada prevalensi pada populasi umum
yaitu 1,10%. (Shah,et al., 2003).
2.4.2.
Faktor Penambah Prevalensi TB di Penjara
Penyebab utama tingginya infeksi Mycobacterium tuberculosis dan
penyakit TB aktif di penjara adalah ketidakseimbangan jumlah tahanan yang
menyebabkan risiko untuk terpapar kuman TB menjadi lebih tinggi sehingga
penyakit TB akan lebih mudah berkembang menjadi penyakit yang aktif.
Faktor-faktor risiko tersebut meliputi :
1.
Infeksi HIV
2.
Pemakaian obat
(41)
Orang yang terinfeksi HIV dan Mycobacterium tuberculosis bersamaan di
perkirakan setiap orang mempunyai risiko 8-10% pertahun untuk berkembang
menjadi penyakit TB aktif, sedangkan orang yang hanya menderita
Mycobacterium tuberculosis mempunyai risiko 10% berkembang menjadi
penyakit TB aktif selama hidupnya. Selain itu orang yang terinfeksi HIV dan
juga terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, pergerakan infeksi TB laten menjadi
penyakit TB aktif adalah cepat (ACET, 1995).
Penghuni LP juga berisiko terhadap TB disebabkan banyak tempat di
lingkungan LP yang terlalu padat mengakibatkan penularan Mycobacterium
tuberculosis bertambah mudah, selain itu ventilasi yang jelek, juga dapat sebagai
penyebab penularan pada tahanan, pekerja dan pengunjung LP.
2.4.3.
Pencegahan dan Kontrol TB di Penjara
The Advisory Council for the Elimination of Tuberculosis (ACET)
mengetahui pentingnya kebutuhan perubahan praktek pencegahan dan kontrol
terhadap TB di penjara dan selalu mempersiapkan laporan ini untuk membantu
federal, negara dan petugas lokal penjara dalam pencapaian program ini. Hal ini
juga berkaitan dengan departemen kesehatan yang mempunyai tanggung jawab
utama pada pencegahan dan kontrol TB dan pembuat undang-undang dalam
perencanaan dan pelaksanaan strategis yang baru. Pelaksanaan dari rekomendasi
(42)
ini memerlukan peraturan dan undang-undang yang lebih keras dan sumber dana
yang mencukupi harus tersedia.
Perubahan dari praktek pencegahan dan kontrol TB ini penting karena
alasan sebagai berikut :
1.
Penularan TB adalah melalui udara. Satu orang yang terinfeksi dapat
menularkan ke orang lain yang memakai udara yang sama.
2.
Segera mengisolasi penderita yang infeksius, dapat menghambat penyebaran
Mycobacterium tuberculosis.
3.
Pemakaian DOTS pada pengobatan baik oleh tenaga kesehatan, petugas LP
yang telah dilatih atau petugas departemen kesehatan, di mana langsung
memantau penderita menelan setiap dosis obat. Sistim pengobatan ini dapat
mengurangi infeksi , mengurangi risiko kambuh dan membantu mencegah
perkembangan resistensi obat dari Mycobacterium tuberculosis.
4.
Tahanan yang terinfeksi HIV dan Mycobacterium tuberculosis bersamaan
mempunyai risiko tinggi berkembang menjadi TB aktif dibandingkan tahanan
yang terinfeksi hanya Mycobacterium tuberculosis.
5.
Regimen yang lengkap dari pengobatan pencegahan dapat mencegah
berkembangnya penyakit TB aktif pada orang-orang yang terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.
(43)
6.
Petugas penjara mempunyai kesempatan mengobati tahanan yang menderita
penyakit TB aktif atau infeksi TB laten sebelum dibebaskan ke masyarakat
umum.
(44)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
3.1.1. Tempat.
Penelitian dilakukan di LP kelas 1 pria Tg. Gusta Medan dan laboratorim
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
3.1.2. Waktu.
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dari pengumpulan sampel sampai
pemeriksaan laboratorium. Sejak Juli sampai dengan Desember 2007.
3.2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian survei dengan pengumpulan data secara cross sectional
atau potong lintang dengan analisis secara deskriptif .
3.3. Populasi dan Sampel.
3.3.1. Populasi adalah seluruh penderita suspek TB yang diagnosis berdasarkan
gejala klinis pada narapidana di LP kelas I pria Tg. Gusta Medan.
3.3.2. Sampel adalah seluruh penderita TB dengan BTA (+) setelah melalui
pemeriksaan laboratorium.
(45)
a. Kriteria Inklusi
Tahanan atau narapidana dengsn BTA (+) dan bersedia ikut dalam penelitian.
b. Kriteria Eksklusi
-
Tahanan atau narapidana dengan BTA (-).
-
Tidak bersedia ikut dalam penelitian.
3.4. Metode dan Cara.
3.4.1. Pengumpulan Sampel (sputum).
Sampel berupa sputum, dikumpulkan dari semua penderita dengan gejala
klinis batuk-batuk > 3 minggu, nafsu makan yang berkurang dan adanya
penurunan berat badan, dari semua narapidana yang ada di LP kelas 1 pria
Tg.Gusta Medan dijumpai 300 orang yang mempunayi gejala klinis TB paru,
diambil 3 sampel sputum, yaitu sewaktu, pagi, sewaktu , dimasukkan dalam
wadah tertutup rapat dan tidak tembus pandang atau cahaya dan diberi kode.
Untuk mendapatkan sputum yang memenuhi syarat bagi penderita yang sulit
diperoleh sputum-nya, sehari sebelumnya diberikan ekspektoransia untuk
mempertinggi sekresi riak dan mencairkannya, sehingga mudah dikeluarkan.
Kemudian dilanjutkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Untuk
menjamin kualitas sputum dan mencegah kontaminasi, sputum dibawa dalam
(46)
wadah tertutup rapat dengan suhu rendah dan segera atau kurang dari 72 jam
dilakukan kultur.
3.4.2. Pemeriksaan Sputum.
a. Pemeriksaan sediaan hapus langsung (Direct Smear Examination )
metode Ziehl – Neelsen.
a.1. Peralatan dan Bahan
1.
Api gas
2.
Kaca objek
3.
Kawat ose
4.
Pinset
5.
Botol pencuci
6.
Rak tempat penyangga
7.
Kertas hisap
8.
Larutan Ziehl
9.
Larutan Asam-alkohol (Alcohol-HCl)
10.
Larutan Methylene Blue 0,1%
a.2. Cara Kerja
1.
Satu ose penuh sputum kental dioleskan secara merata di atas kaca objek
(kaca slide) seluas 2x3 cm.
(47)
3.
Agar sediaan melekat dengan baik, dikibaskan sediaan tersebut lebih
kurang 5 detik melewati api 2-3 kali
4.
Warnai dengan larutan Ziehl-Neelsen (dengan menuangkan larutan ke
seluruh permukaan slide), panaskan sampai timbul uap (75%) dan biarkan
dingin selama 5 menit.
5.
Cuci dengan air mengalir
6.
Hilangkan warna dengan larutan Asam-alkohol sampai tidak berwarna.
7.
Tuangi dengan larutan Methylene Blue 0,10% untuk 10-20 detik.
8.
Cuci dengan air
9.
Keringkan dengan kertas penghisap.
a.3. Observasi Mikroskopik
Amati secara horizontal pada mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
b.
Pemeriksaan Kultur (Culture Examination) dengan media Ogawa.
Komposisi media Ogawa :
-
Larutan garam Potasium hydrogen phosphate anhydrous (KH2PO4) 3g
-
Sodium
glutamate
1 g
-
Aquadest
100 ml
-
Glycerol
6 ml
-
Malachite green 2%
6 ml
-
Telur yang telah dikocok
200ml
(48)
1.
Pipet 10 ml
2.
Tabung pembenihan (18x180 mm) dengan tutup
3.
Rak tabung
4.
Penyangga miring
5.
Inkubator
6.
Media Ogawa 3%
7.
Larutan NAOH 4%
b.2. Cara kerja :
1.
Tambah kira-kira 4 volume larutan NAOH 4% dalam sediaan sputum
2.
Simpan dalam inkubator 37ºC selama 15 menit
3.
Aduk isinya
4.
Ambil lebih kurang 0,10 ml untuk di inokulasi dengan menetesi secara
merata pada 2 tabung kultur yang berisi media Ogawa 3%
5.
Letakkan tabung pada rak miring dengan tutup dikendorkan sampai bahan
inokulasi kering dan merata, kemudian tutup rapat.
6.
Simpan pembenihan yang telah ditanami pada inkubator 37ºC sampai
sekurang-kurangnya 4 minggu, dan diamati setiap minggunya.
b.3. Test identifikasi Mycobacterium tuberculosis
1.
Ketahanan asam (tahan asam)
2.
Tingkat pertumbuhan (pertumbuhan lambat)
(49)
4.
Pigmentasi (koloni tidak mendapat pigmentasi, baik di dalam gelap
maupun setelah disinari lampu tungsten)
5.
Test niasin (positif)
c. Tes Kepekaan Terhadap Obat (Drug Sensitiity Test = DST)
c.1. Peralatan dan Bahan
1.
Tabung reaksi (18x180 mm) dengan tutup
2.
Pipet ukur
3.
Rak tabung
4.
Penangas air
5.
Neraca analitis
6.
Gelas erlenmeyer 200 ml, 1000 ml
7.
Gelas ukur 100 ml
8.
Pipet 1 ml, 10 ml
9.
Kawat ose
10.
Es
11.
Wadah es
12.
Inkubator
13.
Media Ogawa
14.
OAT (H, R, Z,E,S)
(50)
1.
Pembuatan larutan obat timbang bahan obat larutkan dalam aquadest
steril, diencerkan dengan aquadest steril sampai konsentrasi yang
diinginkan.
2.
Pembuatan suspensi kuman untuk membuat 1 mg/ml suspensi kuman :
Satu kawat ose penuh koloni dari pertumbuhan biakan larutkan dengan 7
ml aquadest steril atau kira-kira 1mg/ml suspensi kuman diperoleh dan
untuk mendapatkan suspensi yang lebih kecil dapat diencerkan dengan
aquadest steril hingga konsentrasi yang diinginkan 0,01mg/ml.
3.
Pembuatan larutan obat dalam media:
Satu ml larutan obat dilarutkan dalam 100 ml larutan media Ogawa
sehingga membentuk konsentrasi obat dalam media sesuai yang
diinginkan, dalam hal ini dibuat larutan obat dalm media Ogawa :
-
Isoniazid
0,2
mcg/ml
-
Rifampisin
40 mcg/ml
-
Streptomisin
4 mcg/ml
-
Etambutol
2 mcg/ml
-
Pirazinamid
0,2 mcg/ml
4.
Inokulasi suspensi kuman
a.
Inokulasi 0,10 ml dari 0,01 ml suspensi kuman ke dalam sejumlah
(51)
b.
Simpan di dalam inkubator 4-6 minggu dan diamati pada setiap
minggunya.
-
Pemeriksaan kultur (Cultur Examination) dengan media Ogawa.
-
Tes kepekaan terhadap obat (DST).
3.4.3. Pengumpulan Data
Data merupakan data primer diperoleh melalui kultur dan pemeriksaan
sensitivitas kuman terhadap komponen OAT serta data pasien yang menjadi
sampel penelitian.
3.4.4. Analisa Data
-
Untuk menggambarkan karakteristik narapidana penderita TB paru
disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.
-
Untuk menggambarkan pola resistensi Mycobacterium tuberculosis pada
narapidana dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.
-
Untuk menggambarkan proporsi resistensi kuman Mycobacterium
tuberculosis berdasarkan salah satu OAT atau DR-TB dan MDR-TB
pada narapidana.
(52)
3.5.Kerangka Operasional.
Populasi dengan gejala klinis (+) BTA (+) DR.TB / MDR.TB Karakteristik penderita: • Umur • Pendidikan • Pekerjaan• Gaji perbulan
• Riwayat kontak
• Jumlah orang/sel
• Ventilasi
• Merokok
• Alkohol
3.6 Definisi Operasional.
3.6.1. Drug Resistance Tuberculosis (DR – TB) adalah resistensi kuman
Mycobacterium tuberculosis terhadap salah satu atau lebih di antara OAT
Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin.
3.6.2. Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR – TB) adalah resistensi
menyeluruh kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT atau
paling tidak resisten terhadap Isoniazid dan Rifampisin.
3.6.3. TB paru pada penelitian ini adalah kasus TB dengan pemeriksaan dahak
BTA (+). Kultur (+).
3.6.4. Pemeriksaan BTA merupakan pemeriksaan sputum mikrobiologi dengan
teknik Zielh Neelsen, dilakukan 3 x.
(53)
3.6.5. Jumlah kuman dihitung dengan skala Internasional Union Against
Tuberculosis Lung Diseases, yaitu :
1)
Negatif, tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang
2)
1+ ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang
3)
2+ ditemukan 1-10 BTA dalam satu lapangan pandang
4)
3+ ditemukan lebih 10 BTA dalam satu lapangan pandang
5)
Pemeriksaan mikroskopik dinyatakan positif bila pada pemeriksaan
mikroskopik dengan pewarnaan Zielh Neelsen didapat nilai positif
6)
Pemeriksaan dinyatakan negatif bila pada pemeriksaan didapat hasil
negatif atau meragukan.
3.6.6. Pendidikan adalah pendidikan penderita.
1)
SD adalah yang pernah duduk dan atau tamat SD.
2)
SLTP adalah yang pernah duduk atau tamat SLTP.
3)
SLTA adalah yang pernah duduk atau tamat SLTA.
4)
Perguruan tinggi yang pernah duduk atau tamat Perguruan Tinggi.
3.6.7. Riwayat Kontak adalah yang pernah kontak secara dekat dengan kriteria
kerja, minum, makan, tidur atau menghabiskan waktu bersosialisasi
dengan orang yang menderita TB paru seperti keluarga, teman sekerja,
teman satu asrama/penjara dan sejenisnya dalam 3 bulan berturut – turut.
1)
Ada riwayat kontak.
(54)
3.6.8. Ventilasi
1)
Ada
2)
Tidak ada
3.6.9. Riwayat OAT adalah pernah atau tidak makan OAT.
3.6.10. Gejala klinis TB paru adalah batuk > 3 minggu, dahak berdarah atau
dahak warna kehitaman, berat badan menurun, kelelahan, sedikit demam,
berkeringat di malam hari, kedinginan, kehilangan selera makan, kesulitan
bernafas atau batuk (pleurisy).
(55)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Tg.Gusta Medan
4.1.1. Lokasi Lembaga Permasyarakatan
Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan terletak pada
perbatasan wilayah hukum daerah Tingkat II Kotamadya Medan dan
daerah Tingkat II Deli Serdang termasuk dalam wilayah Kecamatan
Medan Sunggal.
4.1.2. Wilayah Kerja Lembaga Permasyarakatan
Lembaga Permasyarakatan Kelas Pria 1 Tg.Gusta Medan mempunyai
wilayah kerja yang dimaksud tetapi senantiasa terbuka untuk menampung
atau menerima narapidana yang dipindahkan dari Lembaga
Permasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara lainnya di seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia terutama narapidana yang sedang menjalani
hukuman penjara lebih dari 5 tahun.
4.2. Hasil Penelitian
Dari 300 orang yang dijumpai mempunyai gejala klinis TB paru, diambil
dahak sebanyak 3 kali, didapati yang pemeriksaan Laboratorium BTA(+)
sebanyak 30 orang, yang diteruskan dengan pemeriksaan kultur dan dilakukan uji
(56)
sensitivitas dengan memakai 5 macam OAT. Dari hasil uji sensitivitas yang telah
dilakukan diperoleh hasil seperti yang terlihat dalam tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Hasil Uji Sensitivitas Mycobacterium tuberculosis Pada 30 Penderita
di LP Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan Periode Juli-Desember 2007
RESISTENSI TERHADAP
NO KULTUR POSITIF
H R Z E S
KETERANGAN
1 M. tuberculosis R S R S R
2 M.tuberculosis R S R S R
3 M.tuberculosis R R S S R
4 M.tuberculosis R S S S R
5 M.tuberculosis R S R S R
6 M.tuberculosis S R S S R
7 M.tuberculosis S S S S R
8 M.tuberculosis S S S S R
9 M.tuberculosis S R S S R
10 M.tuberculosis S R S S R
11 M.tuberculosis S R S S R
12 M.tuberculosis R S S S R
13 M.tuberculosis R S R S R
14 M.tuberculosis S R S S R
15 M.tuberculosis R S S S R
16 M.tuberculosis R R S S R
17 M.tuberculosis R S S R R
18 M.tuberculosis R S S S R
19 M.tuberculosis R R S S R
20 M.tuberculosis R S S S R
21 M.tuberculosis R R S S S
22 M.tuberculosis R S S S R
23 M.tuberculosis R R S S S
24 M.tuberculosis S R S S R
25 M.tuberculosis R S S R S
26 M.tuberculosis S R S S R
27 M.tuberculosis R S S R S
28 M.tuberculosis S S R S R
29 M.tuberculosis R S S S R
Resistensi M. tuberculosis terhadap: H:20/30 x 100% = 66,70%
R:12/30 x 100% = 40,00% Z:5/30 x 100% = 16,70% E:4/30 x 100% = 13,30% S:26/30 x 100% = 86,70%
(57)
30 M.tuberculosis R S S R R
Tabel 2. Pola Resistensi Mycobacterium tuberculosis pada 30 Penderita di
LP Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan Periode Juli-Desember 2007
Resistensi Obat Resistensi
Terhadap Obat Jumlah %
Jumlah
(n=30) Keterangan Satu Obat Isoniazid (H)
Rifampisin (R) Etambutol (E) Pirazinamid (Z) Streptomisin (S) - - - - 2 - - - -
6,67 2 (6,67)
Single Resistance Dua Obat H + R
H + S H + E Z + S R + S
2 7 2 1 7 6,70 23,30 6,70 3,30
23,30 19 (63,30)
MDR-TB = 2 (6,70)
Tiga Obat H + R + S H + E + S H + Z + S
3 2 4
10,00 6,70
13,30 9 (30,00)
MDR-TB = 3 (10,00)
Jumlah 30 100,00 30
(100,00)
MDR-TB = 5 (16,70)
Resistensi (single resistance) terhadap Streptomisin sebanyak 2 (6,67%).
Resistensi terhadap dua komponen OAT sejumlah 19 (63,30%). Resistensi
terhadap tiga komponen OAT sejumlah 9 (30,00%). Kasus MDR-TB diperoleh
resistensi terhadap INH dan Rifampisin sebanyak 2 (6,70%) dan resistensi
terhadap INH + Rifampisin dan obat lainnya 3 (10,00%).
Pada tabel 3 digambarkan proporsi DR-TB dan MDR-TB pada 30
penderita di LP Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan , Periode Juli-Desember 2007.
(58)
Tabel 3. Proporsi DR-TB dan MDR-TB Pada 30 Penderita di LP. Kelas I
Pria Tg.Gusta Medan Periode Juli – Desember 2007
Proporsi Jumlah %
DR – TB
25 83,30
MDR – TB
5 16,70
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 penderita TB paru yang
diperiksa yang termasuk DR-TB sebanyak 25 (83,30%) dan yang termasuk
MDR-TB sebanyak 5 (16,70%).
Tabel 4. Hasil Tes Sensitivitas Mycobacterium tuberculosis Terhadap OAT
Pada 30 Penderita di LP. Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan
Periode Juli – Desember 2007
BTA (+)
Hasil Tes
Sensitivitas
Resisten % Sensitif %
Total (%)
1. INH
20
66,70
10
33,30
100,00
2. Rifampisin
12
40,00
18
60,00
100,00
3. Etambutol
4
13,30
26
86,70
100,00
4. Pirazinamid
5
16,70
25
83,30
100,00
5. Streptomisin
26
86,70
4
13,30
100,00
Dari hasil tes sensitivitas dari 30 orang penderita dengan BTA (+),
kultur(+), yang resisten terhadap INH sebanyak 20 (66,70%).
Dari hasil tes sensitivitas dari 30 orang penderita dengan BTA(+), kultur
(+) yang resisten terhadap Rifampisin sebanyak 12 (40,00%).
Dari hasil tes sensitivitas dari 30 orang penderita dengan BTA(+), kultur
(+) yang resisten terhadap Etambutol sebanyak 4 (13,30%).
(59)
Dari hasil tes sensitivitas dari 30 orang penderita dengan BTA (+), kultur
(+) yang resisten terhadap Pirazinamid sebanyak 5 (16,70%).
Dari hasil tes sensitivitas dari 30 orang penderita dengan BTA (+), kultur
(+) yang resisten terhadap Streptomisin sebanyak 26 (86,70%).
4.2.1.
Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Penderita
Tabel 5. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Penderita
pada 30 Penderita di LP. Kelas I Pria Tg.Gusta Medan
Periode
Juli-Desember
2007
BTA (+)
Karakteristik Penderita
Jumlah %
1. Usia
- < 20 tahun
- 20 – 29 tahun
- 30 – 39 tahun
- > 40 tahun
-
14
13
3
-
46,70
43,30
10,00
Total 30
100,00
2.Pendidikan
- SD
- SLTP
- SLTA
9
16
5
30,00
53,30
16,70
Total 30
100,00
3.Pekerjaan
- Buruh
- Pelajar
- Tidak bekerja
15
3
12
50,00
18,80
40,00
Total 30
100,00
4.Gaji
- < 1 juta
- Tidak berpenghasilan
16
14
53,30
46,70
(60)
Distribusi subjek berdasarkan umur terbanyak adalah pada umur 20-29
tahun sebanyak 14 (46,70%), umur 30-39 sebanyak 13 (43,30%), dan yang
berumur 40 tahun ke atas sebanyak 3 ( 10,00%).
Distribusi subjek berdasarkan pendidikan terbanyak adalah tingkat SLTP
16 orang (53,30%), SD 9 orang (30,00%), SLTA 5 orang (16,70%).
Distribusi subjek berdasarkan pekerjaan terbanyak adalah buruh 15 orang
(50,0%), tidak bekerja 12 orang (40,00%) dan pelajar 3 orang (10,00%).
Distribusi subjek berdasarkan penghasilan, dijumpai gaji < 1 juta
sebanyak 16 orang (53,30%), tidak berpenghasilan sebanyak 14 orang (46,70%).
4.2.2. Distribusi Subjek Berdasarkan Kebiasaan Hidup
Tabel 6. Distribusi Subjek Berdasarkan Kebiasaan Hidup Pada 30
Penderita di LP. Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan Periode Juli –
Desember 2007
BTA (+)
Kebiasaan Hidup
Jumlah %
1.Peminum Alkohol
- Tidak minum
- Minum 1 x 1 minggu
- Minum 2 x 1 minggu
- Minum > 2 x 1 minggu
2
13
10
5
6,70
43,30
33,30
16,70
Total 30
100,00
2.Perokok
- 1 – 10 batang/hari
- 10 – 20 batang/hari
- > 20 batang/hari
11
18
1
36,70
60,00
3,30
(61)
Distribusi subjek berdasarkan minum alkohol dijumpai yang minum
alkohol 1x/minggu sebanyak 13 orang (60,70%), minum alkohol 2x/minggu
sebanyak 10 orang (33,30%), minum alkohol > 2x/minggu sebanyak 5 orang
(16,70%), tidak peminum 2 orang (4,70%).
Distribusi subjek berdasarkan merokok, dijumpai yang merokok 10-20
batang perhari sebanyak 18 orang (60,00%), 1-10 batang /hari sebanyak 11 orang
(36,70%), > 20 batang/hari sebanyak 1 orang (3,30%).
4.2.3. Distribusi Subjek Berdasarkan Keadaan Dalam Tahanan
Tabel 7. Distribusi Subjek Berdasarkan Keadaan Dalam Tahanan Pada 30
Penderita di LP. Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan Periode Juli –
Desember 2007
BTA (+)
Keadaan dalam tahanan
Jumlah %
1.Jumlah orang dalam 1 sel
- 5 – 10 orang
- > 10 orang
29
1
96,70
3,30
Total 30
100,00
2.Ukuran kamar (m2)
- 5 x 4
- 7 x 5
27
3
90,00
10,00
Total 30
100,00
3.Ventilasi
- Ada
30
100,00
Total 30
100,00
Distribusi subjek berdasarkan jumlah orang dalam 1 sel dijumpai yang
5-10 orang dalam 1 sel sebanyak 29 orang (96,70%) dan yang > 5-10 orang dalam 1
(62)
Distribusi subjek berdasarkan ukuran kamar dijumpai ukuran kamar 5x4
m² sebanyak 27 orang (90,00%), dan ukuran kamar 7x5 m² sebanyak 3 orang
(10,00%).
Distribusi subjek berdasarkan ada atau tidaknya ventilasi, dijumpai 100 %
ada ventilasi.
4.2.4. Distribusi Subjek Berdasarkan Riwayat Kontak Penyakit
Tabel 8. Distribusi Subjek Berdasarkan Riwayat Kontak Penyakit Pada 30
Penderita di LP. Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan Periode Juli –
Desember 2007
BTA (+)
Riwayat Kontak Penyakit
Jumlah %
- Tidak pernah kontak
- Pernah kontak
8
22
26,70
73,30
Total 30
100,00
Distribusi subjek berdasarkan riwayat penyakit dijumpai sebanyak 22
orang (73,30%) yang pernah kontak dan yang tidak pernah kontak sebanyak 8
orang (26,70%).
4.2.5. Distribusi Subjek Berdasarkan Riwayat Makan OAT
Tabel 9. Distribusi Subjek Berdasarkan Riwayat Makan OAT Pada 30
Penderita di LP. Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan Periode Juli –
Desember 2007
BTA (+)
Riwayat Makan OAT
(63)
- Tidak pernah
30
100,00
Total 30 100,00
Distribusi subjek berdasarkan riwayat makan OAT dijumpai 100% adalah
tidak pernah makan OAT.
4.2.6. Distribusi Subjek Berdasarkan Kasus Baru atau Kasus Lama
Tabel 10. Distribusi Subjek Berdasarkan Kasus Baru atau Kasus Lama
Pada 30 Penderita di LP. Kelas 1 Pria Tg.Gusta Medan Periode
Juli – Desember 2007
BTA (+)
Kasus
Jumlah %
- Lama
- Baru
0
30
0,00
100,00
Total 30 100,00
Distribusi subjek berdasarkan kasus baru atau kasus lama dijumpai 100%
adalah kasus baru.
4.3. Pembahasan Penelitian
Pada penelitian ini sampel yang didapat dengan BTA (+), kultur (+)
sebanyak 30 orang. Umur terbanyak adalah berumur 20-29 tahun sebanyak 14
orang (46,70%), yang berumur 30-39 tahun sebanyak 13 orang (42,50%), dan
yang berumur > 40 tahun sebanyak 3 orang (10,80%). Penderita TB dalam
penjara seperti juga dengan penelitian lain pada populasi masyarakat mengenai
(64)
berkembang kira-kira 75% adalah dari kelompok usia produktif
(Depkes.RI.2002). Di Eropah dan Amerika Utara, sewaktu TB sering ditemukan,
insiden tertinggi TB paru biasanya mengenai usia dewasa muda (Crofton, 2002).
Secara teoritis usia dapat mempengaruhi kerja dan efek OAT karena
metabolisme obat dan fungsi ginjal kurang efisien pada bayi yang sangat muda
dan pada orang tua. Makin tua usia akan terjadi perubahan secara fisiologik,
patologik dan penurunan sistim pertahanan tubuh, hal ini mempengaruhi
kemampuan tubuh menangani OAT yang diberikan. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Trihadi dan Raharji (1995), menunjukkan bahwa kelompok usia
di atas 55 tahun (61,71%) memberikan respon kurang baik terhadap pengobatan.
Tingkat pendidikan pada penelitian ini yang terbanyak dijumpai adalah
tingkat pendidikan SLTP sebanyak 16 (53,30%), SD sebanyak 9 (30,00%) dan
SLTA sebanyak 5 (16,70%). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi
kemampuan menerima informasi tentang penyakit, terutama TB paru. Kurangnya
pengetahuan tentang penyakit TB paru menyebabkan kurangnya pengertian
penderita terhadap penyakit dan bahayanya, sehingga kurang kepatuhan terhadap
pengobatan atau berhenti berobat bila gejala penyakit tidak dirasakan lagi.
Fahrudda (1999) dalam penelitiannya menghasilkan bahwa tingkat pengetahuan
yang dikategorikan rendah akan berisiko lebih dari 2 kali untuk terjadinya
kegagalan pengobatan dibandingkan dengan penderita dengan pendidikan tinggi.
(1)
Rapid Detection of Tuberculosis and drug Resistant Tuberculosis available From : file//F:\NEJM-Rapid Detection of Tuberculosis and Drug Resistant Tuberculosis.htm.
Setiabudy dan Vincent,H.S.G.1995. Antimikroba, Dalam Farmakologi dan Terapi (Terjemahan). Gaya Baru. Jakarta.
Sukarni,H.2006. jumlah Penderita TBC di Sumut. Harian Analisa 4 Sept.2006. Susan,M.; Graham,M.P.H.;Phyllis,E.; Cruise.1996. Prevention and Control of
Tuberculosis in Correctional Facilities Recommendations of the Advisory Council for the Elimination of Tuberculosis.45:1-27.
Tuberculosis in Pulmonary Medicine. 1982. 2nd Edition. Guenter,C.A.; J.B. Lippincott Company. 390-99.
WHO.1999. A Guide to Understanding, Recommended TB Control Strategy Known as DOTS. Geneva. Switzerland.
WHO/IUATLD.2000. Antituberculosis Drug Resistance in the World. Geneva. WHO.2000. Fifty-Third World Health Assembly. Stop Tuberculosis Initiative.
Reports by Director General, A53/5,5 May.
WHO.2004. Global Tuberculosis Control : Surveillance, Planning, Financing. Geneva. Switzerland.
(2)
Lampiran 1
SURAT PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
No. Penelitian :
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :
Umur : tahun
Alamat :
Setelah mendengar dan membaca penjelasan tentang penelitian dan manfaatnya maka saya menyatakan bersedia untuk mengikuti penelitian.
Apabila terjadi sesuatu hal yang dirasakan merugikan saya dikemudian hari karena penelitian ini, saya berhak untuk membatalkan persetujuan ini namun tetap mendapat pelayanan yang semestinya.
Medan,
Saksi Peserta Penelitian
( ) ( )
Peneliti
(3)
A. KUESIONER Nama :
No.Register : Umur : Tanggal : Pendidikan :
Tanggal Pengambilan Sampel :
B. RIWAYAT PENGOBATAN PASIEN
B.1 Apakah pernah menjalani pengobatan TB sebelumnya ya tidak B.2 Informasi tentang riwayat pengobatan sebelumnya
1. Dimana Bapak / Saudara diobati? Puskesmas / Rumah sakit Balai Pengobatan
Dokter Praktek / Dokter Praktek Spesialis Paru 2. Kapan Bapak / Saudara diobati?
3. Berapa lama Bapak / Saudara menjalani pengobatan? < 1 bulan
> 1 – 5 bulan > 6 bulan
4. Obat mana yang digunakan untuk pengobatan INH
Rifampicin (apakah pada saat minum obat ini kencing berwarna merah?) ETB
Pirazinamide
Streptomicin (apakah Bapak/Saudara disuntik selama 2 bulan?) Selain daripada itu sebutkan
Tidak tahu
5. Dengan siapa pasien berobat? Dokter / Dr. Spesialis Paru Bidan / Perawat / Mantri
6. hasil pengobatan terakhir menurut dokter / pemberi pengobatan Sembuh
Tidak sembuh Tidak diberitahu Tidak tahu
(4)
C. SOSIO DEMOGRAFI PENDERITA
1. Apakah Bapak / Saudara tahu bahwa pada saat ini menderita TB Paru Ya
Tidak
2. Apakah ada keluarga atau teman dekat Bapak / Saudara menderita penyakit yang sama
Ada Tidak
3. Apakah keluarga atau teman Bapak / Saudara itu tinggal dalam satu rumah atau satu kantor
Ada Tidak
4. Apakah Bapak / Saudara pernah mengkonsumsi alkohol Ya, sering
Ya, jarang
AdaTidak pernah
5. Kalau ya, berapa kali dalam setiap minggu 1 x
2 x > 2 x
6. Apakah jenis minuman yang dikonsumsi Bir, tuak atau sejenis
Anggur, wine atausejenis Wiski atau sejenis
Yang lain sebutkan
7. Seberapa banyak Bapak / Saudara mengkonsumsi alkohol setiap kali minum 1 – 2 sloki
1 – 2 gelas > 2 sloki / gelas
8. Apakah Bapak / Saudara pernah merokok Ya, sering
Ya, jarang Tidak pernah
9. Kalau ya, berapa batang dalam sehari 1 – 10 batang
1 – 20 batang > 20 batang
(5)
Diatas 5 juta / bulan Tidak berpenghasilan 11.Pekerjaan
Pegawai Negeri Karyawan Swasta Wiraswasta Buruh Pelajar Tidak bekerja Lain-lain
D. RIWAYAT KELUARGA DAN TEMPAT TINGGAL 1. Berapa jumlah orang dalam 1 sel?
(6)