BAB 6 PEMBAHASAN
Penempatan bahan medikamen dalam saluran akar memungkinkan terjadinya difusi komponen melalui tubulus dentin, foramen apikal, jaringan periodontal serta
periapikal.
2
Sementara itu, sel fibroblas adalah sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di pulpa dan ligamen periodontal yang sekaligus merupakan
substansi dasar pembentuk kedua jaringan tersebut.
4,12,19
Jika suatu bahan medikamen saluran akar dalam hal ini ekstrak etanol
A.vera
berdifusi melalui salah satu tempat tersebut dan mengenai sel fibroblas, maka perlu diketahui apakah ekstrak tersebut
akan menyebabkan kematian pada sel fibroblas yang ada disekitar periapikal dan jaringan periodontal. Itulah sebabnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
sitotoksik ekstrak etanol
A.vera
terhadap sel fibroblas yang diambil dari kultur
cell lines BHK-21
.
Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense-LIPI Bogor Lampiran 5 menunjukkan bahwa jenis tumbuhan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
A.vera
jenis
Aloe barbadensis
Miller, suku
Liliaceae
.
A.vera
yang digunakan berasal dari satu pohon yang sama dan berusia 12 bulan, usia ini
dianggap paling produktif dan merupakan periode yang tepat untuk dipanen. Hal ini akan mempengaruhi jumlah kandungan senyawa aktif yang terkandung didalam
ekstrak dan tentu saja akan meningkatkan mutu ekstrak yang diperoleh. Penelitian ini diawali dengan mengekstraksi
A.vera
menggunakan teknik maserasi dengan cara merendam sampel
A.vera
yang telah kering dan halus dengan
Universitas Sumatera Utara
suatu pelarut. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96, bersifat tidak toksik dan telah memenuhi syarat kefarmasian, pelarut ini merupakan pelarut yang polar dan
mampu melarutkan senyawa-senyawa polar yang ada dalam tumbuhan.
29
Proses maserasi diulangi sebanyak dua kali remaserasi sampai ampas
A.vera
yang tertinggal berwarna pucat, hal ini bertujuan untuk mengambil seluruh senyawa aktif
yang dibutuhkan tanpa ada yang tertinggal. Hal ini terbukti dari uji
screening
fitokimia pada ekstrak kental dan ampas terakhir proses maserasi. Pada ekstrak kental terbukti positif mengandung ketiga senyawa antrakuinon,
saponin dan tanin, sementara pada ampas ekstrak
A.vera
sudah tidak mengandung ketiga senyawa tersebut Tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga senyawa tersebut telah tertarik
secara sempurna tanpa ada yang tertinggal. Pada eksplorasi sebelumnya, digunakan pelarut etanol 70 namun hasil yang
didapatkan kurang maksimum dikarenakan etanol 70 ini lebih polar dari etanol 96. Sebenarnya, senyawa yang diduga bersifat toksik yaitu antrakuinon, saponin,
dan tanin adalah senyawa-senyawa polar yang akan terlarut dengan baik pada pelarut yang lebih polar. Namun karena
A.vera
mengandung glukosa, yang mudah larut dalam etanol 70, maka akan mengganggu dalam penarikan ketiga senyawa tersebut.
Disamping itu pelarut ini membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses ekstraksi. Sehingga dipilih etanol 96 sebagai pelarut karena mampu menarik ketiga
senyawa tersebut tanpa menarik senyawa lain yang tidak dibutuhkan. Suhu rotavapor yang digunakan adalah 40
C, karena ketiga senyawa tersebut diduga akan rusak apabila dilakukan pemanasan pada suhu diatas 50
C.
Universitas Sumatera Utara
Setiap bahan kimia yang mematikan bakteri juga mematikan sel pejamu. Penelitian
in vitro
dan
in vivo
memperlihatkan bahwa golongan fenol dan aldehid merupakan pemati sel yang poten.
5
Komponen
A.vera
yang diduga bersifat toksik adalah: antrakuinon,
saponin dan tanin.
13,14
Masing-masing komponen mempunyai mekanisme yang berbeda dalam membunuh sel.
Saponin memiliki molekul ampifatik mengandung regio hidrofilik dan hidrofobik yang dapat melarutkan protein membran. Ujung hidrofobik saponin
berikatan pada regio hidrofobik protein membran sel dengan menggeser sebagian besar unsur lipid yang terikat. Ujung hidrofilik saponin merupakan ujung yang bebas
akan membawa protein ke dalam larutan sebagai kompleks deterjen-protein. Akibatnya membran sel akan pecah dan mengalami lisis.
28
Membran sel memiliki peran yang sangat penting, berfungsi melindungi dan mempertahankan isi sel, serta
mengatur lalu lintas molekul-molekul yang berguna dalam mempertahankan kehidupan sel.
33
Struktur membran sel dapat dilihat pada Gambar 45.
a b
Gambar 45. a. Menunjukkan bagian hidrofobik dari protein membran yang diduga akan berikatan dengan bagian hidrofobik dari saponin sehingga protein
membran dapat larut, b. Struktur fosfolipid bilayer membran, c. Protein transmembran.
30
c
Universitas Sumatera Utara
Tanin merupakan senyawa golongon fenolik, memiliki molekul yang diduga dapat membentuk kompleks dengan protein sehingga mampu menginaktivasi enzim,
dan protein
transport cell envelope
, yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan pada sitoplasma. Antrakuinon
yang juga merupakan golongan senyawa fenolik memiliki gugus
quinon
yang diduga dapat membentuk kompleks yang bersifat
irreversible
dengan asam amino nukleolifik dalam protein yang menyebabkan protein menjadi tidak aktif dan kehilangan fungsi.
14
Sama dengan tanin, akibat gangguan protein sel enzim akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan fungsi pada
sitoplasma. Sementara itu, sitoplasma merupakan bagian terbesar dari sel yang didalamnya
mengandung bagian-bagian sel, diantaranya adalah organel yang dianggap sebagai substansi hidup yang berfungsi penting dalam kehidupan sel. Organel yang terpenting
dan dijuluki sebagai
the power of house
adalah mitokondria. Didalam mitokondria terjadi proses respirasi yang dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP.
33
Kemungkinan, tanin dan antrakuinon menyebabkan kerusakan pada sitoplasma sehingga menyebabkan aktivitas mitokondria terganggu, ditambah sebelumnya
dengan adanya kandungan saponin yang sudah terlebih dahulu merusak membran sel, sehingga sel fibroblas akan mudah lisis.
CaOH
2
dalam membunuh sel, melalui aksi OH
-
dan Ca
2+
. Ion hidroksil dapat merusak membran sitoplasma sel, DNA, dan denaturasi protein Siqueira, 1999
cit.
Farhad, 2005.
20
Peningkatan pH oleh CaOH
2
dapat menyebabkan aktivitas enzim terganggu sehingga metabolisme sel terganggu dan menyebabkan denaturasi protein.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, CaOH
2
juga mampu mengabsorbsi CO
2
didalam saluran akar. Hal ini menyebabkan organisme yang tergantung dengan CO
2
tidak dapat bertahan hidup.
4,20
Kemampuan kedua larutan ini CaOH
2
dan
A.vera
tergantung pada suhu, waktu, dan konsentrasi. Konsentrasi merupakan dasar dalam mempelajari
sitotoksisitas suatu bahan. Perubahan suhu akan mengganggu pertumbuhan sel Freshney, 1987
cit
Nevi Y, 1998,
12
sehingga dalam penelitian ini digunakan suhu inkubasi 37
C yang sesuai dengan suhu tubuh manusia sebagai
host.
Dan waktu pengamatan akan berpengaruh terhadap aktifitas pertumbuhan sel. Artinya sel akan
berproliferasi seiring bertambahnya waktu pengamatan. Pembelahan sel secara mitosis membutuhkan waktu antara 12-17 jam.
33
Oleh sebab itu, waktu pengamatan dipilih 24 jam berdasarkan pada aktifitas dan kemampuan sel untuk bertahan hidup
yang paling maksimal. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan menggunakan metode MTT
assay
yang memiliki kelebihan yaitu relatif cepat, sensitif, dan akurat karena menggunakan alat
spektrofotometer yang dapat mendeteksi perubahan metabolisme sel secara jelas, manipulasi mudah, menghemat waktu, tenaga, tidak menggunakan isotop radioaktif,
serta dapat digunakan untuk mengukur sampel dalam jumlah besar dan hasilnya bisa untuk memprediksi sifat sitotoksik suatu bahan Doyle dan Griffiths, 2000
cit.
Padmi, 2008.
16
Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium MTT menjadi formazan dalam mitokondria sel fibroblas Gambar 4. MTT yang berwarna kuning
diabsorbsi ke dalam sel fibroblas dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim mitokondrial suksinat dehidrogenase. Enzim ini terdapat pada bagian matriks
Universitas Sumatera Utara
mitokondria dan partikel kecil pada krista
.
Enzim inilah yang mengkonversi MTT menjadi kristal formazan berwarna biru yang menandai bahwa sel tersebut hidup.
23
Struktur mitokondria sel dapat dilihat pada Gambar 46.
Formazan adalah kompleks substrat enzim yang dibentuk oleh MTT dan enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel. Warna biru formazan setara
dengan panjang gelombang ג 500-600 nm. Protokol MTT Assay mempunyai
panjang gelombang terpilih pada kisaran 550-620 nm.
23
Terbentuknya warna biru diakibatkan oleh adanya perubahan ikatan rangkap menjadi ikatan selang seling dari
senyawa MTT menjadi formazan, ikatan selang seling ini disebut dengan gugus kromofor dimana pada pembacaan spektrofotometri dengan
ג 620 nm terbentuk warna biru. Panjang gelombang ini dipilih berdasarkan panjang gelombang maksimal
untuk jenis reagen MTT yang digunakan
sigma, ST. Louis
dan mengingat bahwa daerah pengukuran spektrofotometri
visible
pada ג 380-780 nm.
32
Pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimal akan memberikan absorbansi yang
maksimal. Hal ini untuk meningkatkan sensitifitas analisa.
32
Gambar 46. Struktur mitokondria sel
30
Universitas Sumatera Utara
Semakin kuat intensitas warna biru yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbsi ke dalam
sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria, sehingga formazan yang terbentuk juga semakin banyak.
Absorbansi ini yang digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon. Intensitas warna biru yang terbentuk berbanding langsung
dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme.
16
Evaluasi mikroskop pada uji MTT
assay
Gambar 43 terlihat bahwa sel fibroblas setelah diberi ekstrak etanol
A.vera
secara umum dari berbagai konsentrasi mengalami perubahan morfologi. Gambar 43a menunjukkan sel yang telah diberi
bahan uji dengan konsentrasi tertentu kemudian ditambahkan MTT akan membentuk kristal formazan berwarna biru yang menyelubungi sel. Namun dengan penambahan
DMSO
Dimethyilsulfoxide
kristal ini akan terlarut. DMSO juga bertindak sebagai
stop solution
yang berfungsi menghentikan reaksi enzimatik sehingga tidak akan terjadi
false negative
dan formazan dapat dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan
ELISA reader.
Pada gambar 43b menunjukkan karakteristik sel fibroblas yang hidup, dimana terlihat sel berwarna biru dengan bentuk yang masih utuh dan berbentuk stelat,
lengkap dengan nuklei yang masih utuh. Sementara itu pada gambar 43c. terlihat morfologi sel fibroblas yang mati, dimana sel menjadi
pyknosis
degenerasi sel dimana ukuran inti sel mengecil bahkan menjadi lisis dan kromatin mengalami
kondensasi menjadi masa yang padat dan tidak berbentuk
,
membulat, membengkak, dan batas membran sel tidak teratur. Hal ini tentu saja disebabkan oleh adanya tiga
Universitas Sumatera Utara
senyawa toksik dari ekstrak
A.vera
yang diduga dapat membunuh sel fibroblas ini, yaitu antrakuinon, saponin, dan tanin yang mekanismenya telah dijelaskan
sebelumnya. Hasil uji ANOVA memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak etanol
A.vera
dengan konsentrasi 100, 50, 25, 12.5, 6.25, 3.125, 1.56, 0.78, serta CaOH
2
Tabel 4 memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel fibroblas
BHK-21
p0,05
.
Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif Ha diterima, yang berarti ada efek sitotoksik ekstrak etanol
A.vera
terhadap sel fibroblas. CaOH
2
menunjukkan persentase kehidupan sel yang lebih rendah 57,32 daripada ekstrak etanol
A.vera
. Persentase kehidupan sel tertinggi terjadi pada ekstrak
A.vera
0,78 104,90 dan persentase terendah pada 3,125 65,77. Hasil uji LSD Tabel 5 menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara
ekstrak etanol 100, 50, 25, 12,5, 6,25 1,56, dan 0,78 dengan CaOH
2
. Hal ini menandakan bahwa CaOH
2
lebih toksik daripada ekstrak
A.vera
100, 50, 25, 12,5, 6,25 1,56, dan 0,78 p0,05.
Pengamatan 24 jam Gambar 44 memperlihatkan semakin besar konsentrasi larutan ekstrak
A.vera,
persentase kehidupan sel juga semakin besar dan jumlah sel yang hidup masih dibawah jumlah kontrol sel, bahkan terjadi stimulasi pertumbuhan
sel fibroblas kembali pada konsentrasi 1,56 dan meningkat pada konsentrasi 0,78. Hasil ini diduga karena adanya kandungan glikoprotein dalam
A.vera
yang menyebabkan ketiga senyawa toksik tersebut tidak menimbulkan efek sitotoksik pada
sel fibroblas, bahkan glikoprotein ini mampu mendukung stimulasi pertumbuhan sel.
Universitas Sumatera Utara
Itulah sebabnya semakin besar konsentrasi maka jumlah glikoprotein dalam ekstrak juga semakin banyak, akibatnya semakin banyak jumlah sel yang hidup pada
konsentrasi 100 sampai dengan 3,125. Sementara pada konsentrasi 1,56 dan 0,78 walaupun jumlah glikoprotein dan zat toksik sudah berkurang, namun pada
konsentrasi ini
A.vera
mampu menstimulasi pertumbuhan sel. Artinya sel akan lebih memiliki kesempatan untuk berproliferasi dengan baik pada keadaan tersebut. Selain
itu, pada waktu 24 jam sel sudah membelah, sehingga sel fibroblas menjadi semakin banyak jumlahnya dari jumlah kontrol sel.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yagi
et al
yang melakukan
penelitian pada kulit manusia dan sel
BHK
dengan metode MTT
assay
, ia menemukan bahwa fraksi glikoprotein dari gel
A.vera
terbukti mampu mendukung proliferasi sel. Fraksi glikoprotein ini terdiri dari 82 protein dan 11 karbohidrat.
Yagi
et al cit
Wongwerawinit L
,
2004. Thompson 1991 juga melaporkan bahwa
topikal aplikasi menggunakan gel
A.vera
mampu menstimulasi aktifitas sel fibroblas dan proliferasi kolagen Thompson, 1991
cit
Wongwerawinit L
,
2004.
31
Disamping itu perlu diingat bahwa sel fibroblas adalah sel eukariotik memiliki dindingmembran inti yang tentu saja akan lebih kuat mekanisme
pertahanananya. Membran plasma sel memiliki sifat yang khas yaitu tidak semua makromolekul dapat melewati membran bersifat selektif permeabel sehingga
sitoplasma yang sebagian besar berupa protein tetap terkurung oleh membran plasma, membran plasma sebagai pelindung sel mampu menjaga keseimbangan elektrolit
sehingga kelangsungan hidup sel akan tetap terjaga.
33
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian ini tidak didapatkan nilai
IC
50,
karena persentase kehidupan sel masih diatas 50 pada konsentrasi 0,78 sampai dengan 100.
Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bidayatul Hidayah UNAIR, 2007, yang menyatakan bahwa
A.vera
dengan konsentrasi 50, 60, 70, 80, dan 90 terbukti sedikit atau hampir tidak memiliki efek sitotoksik
terhadap sel fibroblas.
34
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ladda Wongwerawinit 2004 dengan menggunakan MTT
assay
, ekstrak
powder
gel
A.vera
memiliki efek toksik terhadap sel pulpa
RPC-C2A cell lines
dari gigi insisivus tikus pada konsentrasi 5 dan 10. Ia juga membuktikan dengan bahan uji yang sama pada konsentrasi 0,10
ternyata mampu mendukung proliferasi sel pulpa, bahkan pada konsentrasi 0,25 dapat meningkatkan sintesis kolagen.
31
Hasil ini tentu saja berbeda karena sediaan dan sampel penelitian yang digunakan juga berbeda.
Pada penelitian ini memiliki kelemahan dalam menguji sitotoksisitas CaOH
2
, karena larutan yang digunakan bukanlah larutan yang murni tercampur dari
konsentrasi 100, tetapi digunakan
supernatant
nya saja. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip kerja spektrofotometer bahwa larutan yang akan diuji haruslah tercampur
dengan sempurna homogenlarutan murni. Pada pencampuran
powder
CaOH
2
dan air terjadi endapan yang akan mengganggu dalam pembacaan
ELISA reader,
sebab akan terjadi penghamburan cahaya sehingga diduga akan terjadi
false
negatif dan tentu saja tidak sesuai dengan hukum Lambert Beer yang mensyaratkan bahwa
sampel larutan yang mengabsorbsi harus homogen.
32
Itulah sebabnya digunakan
supernatant
larutan CaOH
2,
namun hasil ini kemungkinan kurang valid. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
diperlukan metode uji toksisitas lain yang lebih tepat daripada menggunakan metode MTT
assay
ini serta dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
vehicle
yang sesuai dengan pemakaian di klinik, misalnya gliserin. Kelemahan metode MTT adalah metode ini tidak dapat diaplikasikan untuk
sampel yang berwarna karena warna sampel juga akan menyerap sinar UV sehingga absorbansi yang diperoleh menjadi lebih besar dari yang seharusnya dan hasil
pengamatan uji sitotoksik menjadi tidak valid Elly, 2002
cit
Padmi.
16
Untuk mengatasi kelemahan metode MTT perlu digunakan kontrol ekstrak. Selain itu juga
diperlukan kontrol media dan kontrol sel dalam perhitungan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini digunakan kontrol sel dan kontrol media yang terdiri dari media
RPMI
dan ekstrak
A.vera
sesuai konsentrasi yang digunakan. Dengan cara ini absorbansi warna kristal formazan yang larut akan sebanding dengan jumlah sel hidup.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol
A.vera
bersifat tidak toksik pada sel fibroblas
BHK-21,
mengingat kandungan yang dimilikinya serta tidak diperolehnya nilai
IC
50
dari ekstrak etanol
A.vera.
Bahkan mampu
menstimulasi pertumbuhan sel fibroblas pada konsentrasi 0,78 pada pengamatan 24 jam secara
in vitro
. Namun demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sitotoksisitas terhadap sel fibroblas pada jaringan periapikal dan ligamen
periodontal secara
in vivo
ataupun uji klinis. Terbukti pula CaOH
2
lebih toksik terhadap sel fibroblas
BHK-21
daripada ekstrak etanol
A.vera
.
Sehingga
A.vera
merupakan bahan alami yang aman untuk dijadikan bahan alternatif medikamen
saluran akar.
Universitas Sumatera Utara
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN