Tata Cara Pemberian Hak Guna Usaha

d. bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasankawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau surat- surat bukti perolehan tanah lainnya; e. persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN atau PenanamanModal Asing PMA atau surat persetujuan dari Presiden bagiPenanaman Modal Asing tertentu atau surat persetujuan prinsip dariDepartemen Teknis bagi non Penanaman Modal Dalam Negeri atau Penanaman Modal Asing; f. surat ukur apabila ada. Mengenai syarat izin lokasi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19huruf c prosedur untuk mendapatkan izin lokasi tersebut diatur dalam pasal 6 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi.

3. Tata Cara Pemberian Hak Guna Usaha

Tata cara pemberian Hak Guna Usaha secara jelas telah diatur dalam Pasal 20 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 9 tahun 1999. Dalam Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa : ”permohonan Hak Guna Usaha diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah, dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah tanah yang bersangkutan”. Sedangkan dalam Pasal 20 ayat 2 dijelaskan bahwa ”apabila tanah yang dimohon terletak dalam lebih dari satu daerah KabupatenKotamadya,maka tembusan permohonan disampaikan kepada masing-masing Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan”. Universitas Sumatera Utara Pasal 20 ayat 1 menjelaskan bahwa pemohon harus mengajukan permohonan kepada Menteri, bukan kepada Kepala Kantor Wilayah. Artinya,Kepala Wilayah bukanlah pejabat yang berhak memberikan jawaban langsungatas permohonan yang diajukan oleh calon pemegang Hak Guna Usaha. DalamPasal 20 ayat 2 sebagaimana disebutkan di atas bahwa calon pemegang dimungkinkan mengajukan permohonan atas beberapa areal tanah yang tersebar ditempat berbeda, namun permohonan yang ditujukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah harus disampaikan tembusannya kepada Kepala Kantor Pertanahan di daerah masing-masing tempat areal atanah itu berada. Keputusan diterima atau ditolaknya permohonan calon pemegang hak tetap berada pada Menteri dan akan disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada pihak yang berhak sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 9 tahun 1999.

a. Pengkuran dan Pemetaan

Prosedur pemberian HGU tersebut, dimulai dengan pengajuan permohonan dari perusahaan yang bersangkutan kepada Kepala BPN melalui Kakanwil Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi, selanjutnya dilakukan kegiatan sebagai berikut : Pengukuran kadasteral atas tanah yang dimohon dengan biaya tertentu yang didasarkan pada luas bidang tanah yang dimohon. Pelaksana pengukuran sesuai dengan kewenangannya, dan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria PMNA Keputusan Badan Pertanahan Nasional KBPN No. 3 Tahun 1997 Universitas Sumatera Utara tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yaitu Pasal 77 ayat 2 yang berbunyi: yakni seluas 10 Ha oleh Kantor Pertanahan, seluas 10 – 1000 Ha oleh Kanwil BPN Propinsi dan lebih dari 1000 Ha oleh BPN Pusat, hasilnya berupa Peta Pendaftaran Tanah dan Surat Ukur. Permohonan yang diajukan ke Kanwil apabila luas lahan lebih dari 1000 Ha, maka disampaikan permohonannya ke BPN RI, untuk diukur. Dalam praktek luas tanah diatas 1000 Ha ada yang dimintakan pendelegasian pengukurunannya oleh Kanwil dengan meminta surat pelimpahan kewenangan dari BPN RI. Setelah keluar peta bidang sebagai hasil dari Pengukuran dan telah dipenuhi syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan PMNA No. 9 Tahun 1999 maka oleh Kanwil akan dilaksanakan penelitian berkas data yuridis dan objek bidang tanahnya data fisik yang dilakukan oleh panitia pemeriksa tanah B, sesuai dengan peraturan KBPN No. 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksa Tanah. Setelah terdapat kesesuaian data fisik 92 dan data yuridis 93 92 Data Fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatanya. dan tidak ada lagi permasalahan menyangkut penguasaan dan pengusahaan tanahnya sebagaimana hasil pemeriksaan tanah B, yang dituangkan dalam risalah Panitia Tanah B. maka dilanjutkan dengan proses penerbitan Surat Keputusan Pemberian HGUoleh pejabat yang berwenang, berdasarkan Peraturan KBPN RI No. 1 Tahun 2011 tentang 93 Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah atau satuan rumah susun yang didaftar, pemengan haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya Universitas Sumatera Utara Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu. Yakni seluas kurang dari 100 Ha oleh Kakanwil BPN Propinsi dan lebih dari 100 Ha oleh Kepala BPN. selanjutnya Surat Keputusan Pemberian HGU didaftarkan ke kantor Pertanahan dengan biaya pendaftaran dan menunjukkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB sesuai dengan isi dari Surat Keputusan yang diterbitkan. Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten akan menerbitkan sertifikat Hak Guna Usaha.

E. Status Tanah di Perkebunan PT. Madina Agrolestai di desa Sikapas Kabupaten Mandailing Natal

Pendaftaran tanah yang sekarang diselenggarakan oleh pemerintah di Indonesia dilaksanakan semula berdasarkan peraturan pemerintah di Indonesia dilaksanakan semula berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Lembar Negara Nomor 28 Tahun 1961 kemudian disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Lembara Negara Nomor 59 Tahun 1997. Pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahu 1997 tentang Pendaftaran tanah berbunyi: “untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah” Universitas Sumatera Utara Apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undnaag Pokok Agraria itu ditegaskan dalam ayat 2 dalam ayat itu ditetapkan bahwa pendaftaran tanah itu meliputi: 1. pengukuran, pemetaan dan pembukaaan tanah; 2. pendaftaran hak-hak atas tanah, peralihan hak-hak tersebut; 3. pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Bahwa PT. MAL adalah badan hukum yang kegiatan usahanya antara lain bergerak dibidang perkebunan, telah berhasil memperoleh lahan dan pemanfaatan lahan sebanyak 6.500 Ha, sesuai dengan surat keputusan Bupati Mandailing Natal seperti yang tersebut diatas. Dan bahwa berdasarkan hasil Laporaan Tim Peninjau Lapangan tanggal 1 Juli 2010 PT. MAL telah melaksanakan pembebasan tanah seluas + 5.350 Ha, berdasarkan Surat Pernyataan Pembebasan Tanah tanggal 15 April 2010 dari H. Rustam Honein, selaku Direktur PT. MAL, dengan catatan sebagai berikut: 1. Izin Lokasi : 94 a. Kebun Inti = 6.500 Ha. b. Kebun Plasma = 700 Ha. Catatan : a. Kebun Inti Izin Lokaasi yang dapat dikuasai = 5.050 Ha. b. Areal Okupasi oleh Otto Sago = 500 Ha. c. Areal Konservasi = 410 Ha. 94 Progres Kerja PT. Madina Agrolestari Periode 31 Mei 2010 Universitas Sumatera Utara d. Plasma untuk Desa Batu Mundam = 240 Ha. 2. Realisasi Pekerjaan : a. Penanaman Kelapa Sawit = 1.583 Ha. b. Land Clearing 2010-2011 = 2.570 Ha. Jumlah 4.153 Ha. c. Semua pelaksanaan Land Clearing dengan sistem Zerro Burning Selain status Izin Lokasi yang di peroleh PT. MAL, PT MAL juga memperoleh status tanah merupakan Hak Guna Usaha HGU, dimana tanah tersebut bersumber dari tanah negara dan tanah perorangan dari warga disekitar Desa Sikapas. PT. MAL telah memperoleh status Hak Guna Usaha secara bertahap dengan Keputusan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 66HGUBPN RI2010 tentang Pemberian Hak Guna Usaha atas Nama PT. Madina Agrolestari atas tanah di Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Bahwa terhadap tanah yang dimohonkan HGU PT. MAL setelah dilakukan pengukuran secara kadasteral, diperoleh hasil pengukuran keliling seluas 3.230,15 Ha, dan yang didalamnya terdapat areal yang dienclave seluas 34, 14 Ha., yang mana tanah yang dienclave tersebut dikeluarkan dari areal yang dimohonkan, sehingga yang dapat dipertimbangkan untuk HGU seluas 3.196,01 Ha., terletak di desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupeten Mandailing Natal. Bahwa Panitia Pemeriksaan Tanah B Plus Provinsi Sumatera Utara dalam Risalahnya Tanggal 14 Juni 2010 Nomor 10PPTB Plus2010, menyatakan: Universitas Sumatera Utara 1. Tanah yang dimohonkan berstatus tanah negara dan berdasarkan hasil telaahan pada Peta Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara sesuai Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44Menhut-II2005, secara keseluruhan berada diluar kawasan hutan degan fungsi Areal Penggunaan Lain. 2. Tanah yang dimohonkan telah dikuasai pemohon, sebahagian diperoleh dengan cara memberikan ganti rugi kepada masyarakat atas nama Sdr. Barjan Harahap, dkk 150 orang seluruhnya seluas 650,15 ha masing-masing berdasarkan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah dengan Ganti Rugi yang dibuat dibawah tangan dan diketahui oleh Kepala Desa Sikapaas dan Camat Muara Batang Gadis. Maka dari itu, berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pemberian HGU atas nama PT. MAL atas tanah di Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara, menyatakan bahwa: Kesatu : Memberikan kepada PT. MAL berkedudukan di Jakarta, Hak Guna Usaha selama 35 tiga puluh lima tahun Tahun sejak tanggal surat Keputusan ini, atas tanah negara seluas 3.196,01 ha terletak di desa Sikapas, kecamatan Muara Batng Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara, sebagai mana diuraikan dalam Peta Bidang Tanah tanggal 15 Juli 2010 Nomor Peta 031-02.18-2010, terdiri dari: - Bidang A NIB. 02.18.00.00.00038 …………………… seluas 66,12 ha - Bidang B NIB. 02.18.00.00.00030 …………………… seluas 1.385,44 ha - Bidang C NIB. 02.18.00.00.00031 …………………… seluas 1.744,45 ha Yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Universitas Sumatera Utara Kedua : Pemberian Hak Guna Usaha tersebut pada diktum kesatu Keputusan ini disertai syarat dan ketentuan sebagai berikut : 95 a. Penerima Hak Guna Usaha wajib memelihara keberadaan tanda-tanda batas bidang tanahnya; b. Penerima Hak Guna Usaha dilarang menelantarkan tanahnya; c. Penerima Hak Guna Usaha ini harus dipergunaakan untuk usaha perkebunan, dengan jenis tanaman yang telah mendapat persetujuan dari Instansi tekhnis yang bertanggung jawab di bidang usahanya. d. Penerima Hak Guna Usaha diwajibkan untuk mengusahakan perkebunan secara produktif, dan diwajibkan untuk menyampaikan laporan setiap akhir tahun mengenai penggunaan dan pemanfaatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional provinsi Sumatera Utara dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Mandailing Natal. e. Penerima Hak Guna Usaha diwajibkan untuk membangun serta memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah dalam areal tersebut. f. Penerima Hak Guna Usaha diwajibkan untuk memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian 95 Keputusan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 66HGUBPN RI2010 tentang Pemberian Hak Guna Usaha atas Nama PT. Madina Agrolestari atas tanah di Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara kemampuan lingkungan hidup, sesuai dengan peraturan perundang- undangan. g. Penerima Hak Guna Usaha wajib memanfaatkan potensi dan memberdayakan masyarakat di daerah sekitarnya, serta menyiapkan sarana fasilitas sosial dan fasilitas umum. h. Penerima Hak Guna Usaha diwajibkan untuk menyerahkan kembali tanah Hak Guna Usaha kepada Negara setelah Hak Guna Usaha tersebut hapusdinyatakan hapus, dan diwajibkan untuk menyerahkan Sertipikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia c.q. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Mandailing Natal. i. Penerima Hak Guna Usaha dilarang untuk menyerahkan pengusahaan tanah Hak Guna Usaha tersebut kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan . j. Setiap pengubahan peruntukan penggunaan tanah dan setiap bentuk perbuatan hukum yang bermaksud untuk memindahkan Hak Guna Usaha atas tanah perkebunan tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian, diperlukan izin terlebih dahulu dari Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. k Penerima hak Guna Usaha wajib bersedia dilakukan monitoring penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Universitas Sumatera Utara k. Segala akibat yang timbul karena pemberian Hak Guna Usaha ini, termasuk tindakan penguasaan tanah serta penggunaan dan pemanfaatannkebunya, meenjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penerima hak. Poin-poin tersebut diatas terlihat bahwa semuanya merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi dan dijalankan oleh perusahaan dalam menjalankan usaha perkebunannya. Kenyataannya pihak perusahaan telah merealisasikan poin- poin yang di cantumkan dalam Surat Keputusan Hak Guna Usaha, dalam menjalankan usaha perkebunannya. Seperti memanfaatkan potensi dan memberdayakan masyarakat di daerah sekitarnya, sebagai tenaga kerja di lokasi pembangunan perkebunan sawit PT. MAL, serta menyiapkan sarana fasilitas sosial dan fasilitas umum. Maka dari itu dengan merealisasikan pion-poin tersebut PT. MAL telah memperoleh Sertifikat Hak Guna Usaha dari Kantor Pertanahan Mandailing Natal. Universitas Sumatera Utara

BAB III KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPAI PT MADINA

AGROLESTARI DALAM PEROLEHAN PERKEBUNAN DAN PEMANFAATAN LAHAN DI DESA SIKAPAS MANDAILING NATAL

A. Sengketa Pertanahan

Indonesia sebagai negara hukum wajib melindungi pemilikpemegang hak atas tanah sebagai subjek hukum dan sebagai salah satu unsur negara yang berdaulat sebagaimana yang digariskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea kedua yang menyatakan “.,. Indonesa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur...” 96 Untuk melindungi kepentingan seseorang termasuk hak dan kehendak apabila seseorang memiliki tanah, Satjipto Rahardjo menyatakan : hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga kehendak. Apabila seseorang memiliki sebidang tanah, maka hukum memberikan hak kepadanya dalam arti bahwa kepentingan atas tanah tersebut mendapatkan perlindungan namun perlindungan itu tidak hanya ditujukan terhadap kepentingannya saja tetapi juga terhadap kehendaknya mengenai tanah. 97 Pembangunan perkebunan kelapa sawit seharusnya berperan membantu meningkatkan penghasilan masyarakat khususnya yang terlibat dalam kemitraan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Namun hingga saat ini banyak 96 Azhari, Negara Hukum, UI Press , 1995 hal. 116 97 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bhakti, Bnadung , 1996, hal 52 Universitas Sumatera Utara persoalan-persoalan terutama konflik yang sering terjadi di petanimasyarakat. Selama pembukaan perkebunan sawit ada beberapa Kasus yang terjadi didaerah, khususnya petani masyarakat tanahnya yang digunakan untuk pembangunan kebun kelapa sawit yang hingga saat ini belum diselesaikan oleh pihak-pihak perkebunan dan pemerintah. Sistem perkebunan sawit saat ini telah menginjak dan merampas kedaulatan dan hak-hak petanimasyarakat sebagai pemilik tanah. Persoalan- persoalan dan dampak langsung terhadap masyarakat setempat khusunya petanimasyarakat pemilik tanah seperti: 1. Pengadaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit tidak memperhatikan hak-hak masyarakat dan hak-hak masyarakat setempat; 2. Pembagian lahan untuk kebun plasma kelapa sawit tidak adil, tidak transparan dan tidak sesuai dengan janji serta kesepakatan maupun aturan yang ada; 3. Kompensasi lahan tidak jelas, 4. Masyarakat setempat tidak mendapat kesempatan untuk mengisi lapangan kerja yang tersedia di kebun inti dan pabrik pengolahan CPO; 5. Infrastruktur jalan poros dan penghubung menuju kebun plasma tidak mendapat perhatian pemeliharaan oleh perusahaan dan pemerintah. 6. Penempatan letak kebun plasma tidak sesuai dengan lahan yang diserahkan; 7. Konflik sosial baik antara masyarakat dengan perusahaan maupun masyarakat dengan pemerintah, dan masyarakat dengan sesama anggota masyarakat lainnya; 8. Pihak perusahaan tidak menghormati dan melaksanakan hukum adat setempat maupun hukum negara. Gejalah pertambahan kebutuhan akan tanah yang terus meningkat yang berdampingan dengan kwantitas luas tanah yang tidak bertambah akan menimbulkan problem-problem sosial di masyarakat, seperti yang menyangkut penguasaan dan kepemilikan tanah. Pemanfaatanpenggunaan tanah, pemeliharaanpelestarian tanah dan hubungan-hubungan hukum terhadap tanah akan menjadi fenomena yang penting Universitas Sumatera Utara untuk ditelusuri, karena hal tersebut mau tidak mau akan berbaur dengan dinamika kehidupan masyarakat. Sejak masuknya perusahaan perkebunan di wilayah Sumatera Utara, persoalan tanah telah menjadi pokok permasalahan utama, menginagt perusahaan memerlukan lahan bagi pengembangan usahanya dalam ukuran yang sangat luas dan tidak mungkin dipenuhi oleh penduduk secara perorangan. 98 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 sebagai bentuk UU baru tentang ketentuan pokok agraria yang dikenal dengan UUPA, berlaku sebagai induk dari segenap peraturan pertanahan di Indoesia. 99 Berdasarkan Pasal 2 UUPA ini negara menjadi pengganti semua pihak yang mengaku sebagai penguasa tanah yang sah. Negara dalam hal ini merupakan lembaga hukum sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah sebagai pelaksanaUU negara dalam proses ini bertindak sebagai pihak yang melaksanakan dan menerapkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 UUPA tersebut. UUPA ini mengandung asas prinsip bahwa semua hak atas tanah dikuasai oleh negara, dan asas bahwa hak milik atas tanah dapat dicabut untuk kepentingan umum, kedua prinsip tersebut dengan tegas telah dituangkan dalam Pasal 2 dan Pasal 18 UUPA. Kini, kasus-kasus pertanahan seakan tidak habis-habisnya, malah makin bertambah seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan tanah, sementara ketersediaan tanah sangat terbatas dan tidak pernah bertambah. Bahkan dalam suatu 98 Syafruddin Kalo, Kapita Selekta Hukum Pertanhan, Studi Tanah Perkebunan Di Sumatera Timur, USU Press, Medan, 2005, hal,106 99 Ibid, hal 108 Universitas Sumatera Utara dasawarsa belakangan ini, kasus pertanahan merupakan kasus yang paling banyak mewarnai kehidupan masyarakat yang selama ini sempat direkam oleh badan eksekutif dan legislative serta lemabaga swadaya masyarakat, bahkan Komnas HAM dalam setiap laporan akhir tahunnya selalu mencatat kasus pertanhan sebagai kasus yang paling banyak. 100 Sumatera Utara yang wilayahnya banyak dimanfaatkan untuk lahan perkebunan besar baik perkebunan Negara maupun Swasta, juga menjadi lahan subur tumbuhnya sengketa antara perusahaan perkebunan dengan pihak masyarakat. Berbagai kasus sering terjadi dalam masyarakat dengan berbagai masalah, diantaranya yang paling menonjol adalah persoalan sengketa pertanahan antara masyarakat versus perkebunan yaitu tentang penggarapan baik yang mempunyai izin maupun penggarapan secara liar oleh masyarakat. Disamping itu penggusuran masyarakat di atas tanah sengketa baik oleh pemerintah maupun oleh piahk perkebunan baik secara paksa maupun ganti rugi tetapi bentuk dan besarnya ganti rugi yang diberikan oleh perkebunan kepada masyarakat dinilai tidak layak. Bahkan proses ini banyak yang menjadikan rakyat lebih miskin dari sebelumnya, karena uang ganti rugi itu tidak cukup untuk membeli lahan baru atau untuk mencari nafkah sesuai dengan keadaan semula. Dengan demikian dari sudut ekonomi tindakan tersebut sangat merugikan bagi rakyat. Rakyat terpaksa menyingkir dari lahan ynag telah dibebaskan untuk kepentingan tanaman perkebunan dan harus mencari lahan baru yang tidak sesuai dengan tuntutan pananaman tanaman pangan mereka. 100 Muhammad Yamin, dan Abd. Rahim, op.ci1t, hal 210 Universitas Sumatera Utara

B. Kendala-Kendala yang dihadapi oleh PT. MAL dalam perolehan lahan perkebunan

Berdasarkan keterangan dari Direktur PT. MAL Bapak H. Rustam Honein, MBA. Dalam hal untuk mendapatkan tanah guna perolehan lahan Hak Guna Usaha PT MAL mendapat beberapa hambatan sebagai berikut: 101 a. Rumitnya masalah tentang bukti-bukti lahan garapan yang dimiliki oleh perorangan yang masuk dalam Izin Lokasi PT. MAL Permasalahan kepemilikan lahan garapan yang masuk dalam izin lokasi PT MAL juga mempunyai persoalan tersendiri. Masyarakat yang menguasai lahan tanpa alas hak perlu pendataan yang selektif. Tanah-tanah perorangan yang masuk dalam Izin Lokasi PT. MAL belum ada dilakukan pengukuran atas luasnya, sehingga batas yang jelas ataupun patok-patok yang berfungsi sebagai batas antara tanah-tanah garapan yang dimiliki perorangan tidak ada. Masing-masing masyarakat menyatakan luas tanah mereka dimiliki berdasarkan keterangan dan pengetahuan karena mereka telah menguasai lahan tersebut secara turun-temurun. Perusahaan juga harus menyadari adanya perubahan sifat sosial dari masyarakat yang kini cenderung individual, berselera global, mudah stres dan emosional. Hal ini menyebabkan potensi konflik antara pihak perkebunan dengan masyarakat sekitar meningkat. Akibat dari konflik sosial ini jelas sangat merugikan bagi perkebunan. Proses produksi menjadi tidak efektif akibat produktifitas karyawan 101 Wawancara dengan Direktur PT. MAL Bapak H. Rustam Honein, MBA, pada Tanggal 29 Mei 2011 Universitas Sumatera Utara menurun dan biaya produksi meningkat. Bagi masyarakat pun, konflik ini tidak ada untungnya. Pasalnya hubungan dengan perkebunan menjadi tidak harmonis. Selain itu, tidak jarang juga banyak pihak yang memanfaatkan kondisi ini dan membuat suasana semakin tidak menyenangkan. Penduduk Desa Sikapas dan masyarakat yang berada di luar desa Sikapas menyatakan dan membuat pengakuan bahwa jumlah luas lahan yang mereka miliki banyak masuk dalam Izin Lokasi PT. MAL, tanpa ada satu bukti pun terhadap tanah tersebut. Hal ini di lakukan mereka agar perusahaan PT. MAL memberikan ganti rugi terhadap tanahgarapan mereka. Ganti rugi yang pada awalnya bertujuan bisa mendatangkan manfaat bagi sipenerima ganti rugi namun dalam hal ini, ganti rugi tersebut dapat menimbulkan niat jahat. Contoh Kasus: Dengan itikad baik, dan di karenakan PT. MAL membutuhkan tanah yang sangat luas, oleh sebab itu, PT. MAL melakukan tindakan dengan membawa langsung ke lokasi pembangunan perkebunan sawit mayarakat yang mengaku mempunyai lahan garapan tersebut., dengan syarat masyarakat yang bersangkutan bisa membuktikan dan menjelaskan batas-batas lahan mereka. Maka dari itu, masyarakat yang bersangkutan tersebut tidak bisa membuktikan dimana batas-batas lahan garapannya. Kemudian, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, di adakan rapat berkisar di tahun 20072008 yang membahas mengenai luas tanah hakgarapan masyarakat yang masuk dalam izin lokasi PT. MAL. Universitas Sumatera Utara Adapaun rapat lembaga musyawarah desa tersebut dihadiri oleh Camat, Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua Bidang Pemerintahan, Ketua Bidang Pembangunan, Ketua bidang Kemasyarakatan dan anggota lemabaga musyawarah desa. Kemudian keputusan rapat tersebut disahkan oleh Bupati Tiangkat II Kabupaten Mandailing Natal.

b. Tumpang tindih dengan perusahaan lain

Mengingat luasnya lahan PT MAL, maka penguasaan pisik lahan tersebut juga banyak yang dilakukan oleh perusahaan swasta maupun badan hukum lainnya. Dari temuan dilapangan diperoleh fakta bahwa perusahaan swasta yang menguasai lahan sehingga terjadi tumpang tindih diantaranya PT DAL Perseroan Terbatas Dipta Agrolestari ”tumpang-tindih hak kepemilikan tanah” di areal yang telah dikeluarkan izin lokasinya. Sebagaimana diketahui bahwa PT. MAL memperoleh izin Lokasi dari Bupati Mandailing Natal dengan Nomor 525.25124K2005 untuk areal seluas + 6.500 ha sementara PT DAL baru memperoleh izin lokasi dari Bupati Mandailing Natal Nomor. 525.25426K2009., untuk areal seluas 1.700 Ha. Yang terletak di Desa Batu Mundam Kecamatan Muara Batang Gadis, yang bersebelahan dengan Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis. Selain di persoalkan dengan batas lahan antara PT MAL dengan PT DAL, maka persoalkan tumpang tindih ini berujung dengan permasalahan Pemberian Plasma kepada masyarakat, karena akan terjadi perdebatan perusahaan mana yang Universitas Sumatera Utara akan berhak memberikan kebun plasma kepada masyarakat setempat dan berapa hektar yang akan diberikan. Wawancara Penulis dengan salah satu tokoh masyarakat, menjelaskan bahwa: 102 Keberadaan PT MAL dengan PT DAL di desa Batu Mundam pada awalnya baik-baik saja. PT. DAL yang memperoleh Izin Lokasi seluas + 1.700 ha, pihak perusahaan akan memberikan plasma kepada masyarakat seluas + 500 ha, dengan rincian 2 ha per Kepala Keluarga KK, kenyataannya setelah dilakukan pengukuran identifikasi oleh BPN Provinsi Sumatera Utara ternyata dari izin lokasi tersebut hanya diperoleh 1.434 ha, itu pun telah termasuk lahan yang dipersengketakan antara PT MAL dan PT. DAL seluas 610 ha, sehingga lahan yang bisa diolah oleh PT. DAL adalah 1.090 ha. Sementara PT. MAL yang dari awal telah mengantongi izin lokasi tidak mau diam dalam hal ini. Menurut keterangan dari salah satu staf PT. MAL, menjelaskan bahwa : 103 Tumpang tindih yang terjadi antara PT. MAL dengan PT. DAL berawal ketika PT. X yang tidak mau di sebutkan namanya izin lokasinya telah habis, dan pada saat itu PT. X kesulitan dana. Maka dari itu PT. X memita supaya PT. DAL meneruskan izin lokasi tersebut. Maka di tahun 2009 PT. DAL meneruskan usaha perkebunan tersebut. 102 Wawancara dengan tokoh masyarakat desa Sikapas, Bapak DZ, pada tanggal 25 Mei 2011 103 Wawancara dengan staf PT. MAL, Bapak Johannes Diodemus M. Sitepu, SH pada tanggal 25 Juni 2011 Universitas Sumatera Utara Maka dari itu PT. DAL memperoleh Izin Lokasi dari Bupati Madina Nomor. 525.25426K2009. Sementara itu PT. MAL sudah terlebih dahulu memperoleh Izin Lokasi 525.25124K2005. Ketidak jelasan tata batas antara desa Sikapas dan desa Batumundam menambah ketidak jelasan luas izin lokasi yang dikeluarkan, sebahagian masyarakat menyebutkan 1.000 ha lahan PT. MAL masuk areal Batumundam, tetapi masyarakat desa Sikapas menjelaskan bahwa lahan tersebut merupakan areal Desa Sikapas. Jika dilihat dari cara-cara pengukuran yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Mandailing Natal, masalah tumpang tindi tersebut tidak akan pernah terjadi, karena cara-cara pengukuran dan pemetaan suatu lokasi ada tehnik tersendiri. Menurut keterngan dari Pegawai Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara, menjelaskan bahwa : 104 Dua hal yang memicu penyebab terjadinya masalah tumpang tindih tersebut, yaitu: 1. Kurang cermatnya atau ketidak sengajaan dari pihak – pihak yang melakukan pengukuran lahan tersebut, dalam hal ini pihak-pihak dari Kantor Pertanahan Mandailing Natal yang berwenang melakukan pengukuran. 2. Adanya pihak-pihak yang berkepentingan pribadi didalam penerbitan Surat Keputusan Izin Lokasi tersebut.memanfaatkan situasi terhadap terbukanya lahan perkebunana tersebut. 104 Wawancara dengan Pegawai Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara, bapak Abd. Rahim Lubis, SH, MKn Universitas Sumatera Utara Jika dilihat dari kedua hal tersebut diatas, poin kedua sangat mendukung memicu terjadinya masalah tupang tindih tersebut, adanya pihak-pihak yang berkepentingan pribadi yang memanfaatkan situasi tersebut, karena dengan terbuka lahan pihak-pihak tersebut bisa memonopoli perusahaan untuk menguntungkan kepentingan pribadi dari oknum-oknum tersebut. Namun dalam hal ini pihak perusahaan tidak tinggal diam, perusahaan berupaya untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih tersebut sampai ke pusat, yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN, tapi kenyataannya PTUN mengeluarkan kepautusan berupa mengembalikan permasalahan tersebut ke Pemerintah Daerah Mandailing Natal sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadapa hal ini, khususnya Bupati Mandailing Natal yang berkewenangan menerbitkan Surat Kepetusan Izin Lokasi. Selain tumpang tindih yang terjadi antara PT MAL dengan PT DAL, di Mandailing Natal tumpang tindih juga terjadi pada pada KUD Pasar Baru Batahan Binaan Perkebunan PTPN IV dengan PT. Palmaris Raya, di Mandailing Natal tepatnya di kecamatan Batahan. KUD Pasar Baru Batahan dengan target 3.200 ha untuk 1.600 KK sebelumnya telah memperoleh izin lokasi melalui Pemkab MADINA No: 525.25154k2007 tanggal 30 Maret 2007. Namun saat pembukaan lahan dilakukan oleh mitra kerja PTPN IV seluas 600 ha, pihak PT. Palmaris mengklaim lahan tersebut berada di Universitas Sumatera Utara dalam izin lokasi mereka, yang baru memperoleh Izin Lokasi pada tanggal 7 Agustus 2007 dengan Nomor 525.25489k2007 yang terletak di Desa Batahan III. 105 Dari contoh kasus tersebut diatas, dapat dilihat bahwa, begitu banyaknya kejadian tumpang tindih yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal, hal ini dapat merugikan perusahaan maupun pemerintaha setempat. Oleh sebab itu, pemerintah setempat dapat mendudukkan maslah tersebut dengan berpedoman kepada: 1. Izin Lokasi KUD Pasar Baru dikeluarkan 30 Maret 2007 dengan berlokasi di Batahan. 2. Izin Lokasi PT. Palmaris Raya dikeluarkan 7 Agustus 2007 yang terletak di Desa Batahan III. Dari keterangan tersebut dapat dilihat bahwa, Izin Lokasi KUD Pasar Baru terlebih dahulu diterbitkan dari Izin Lokasi PT. Palmaris Raya, dan dari segi lokasi keduanya juga sangat berbeda yaitu KUD Pasar Baru terletak DI Desa Btahan, sedangkan Izin Lokasi PT. Palmaris Raya terletak di Desa Bathan III.

c. Sebagian lahan yang di mohonkan PT MAL merupakan kawasan hutan

Kegiatan usaha perkebunan merupakan suatu usaha yang membutuhkan tanah yang sangat luas, sehingga tidak mengherankan jika usaha perkebunan ini dalam terminologi hukum agraria merupakan kategori penggunaan hak atas tanah dengan 105 Surat Kabar Waspada, Pembagunan 9.000 ha Kebun Plasma PTPN IV Bagi 4.500 KK Terkendala Izin, hal C5, terbitan Senin, 20 Juni 2011 Universitas Sumatera Utara pola Hak Guna Usaha HGU. Pola penggunaan atau penguasaan hak atas tanah yang bersifat HGU merupakan hak atas tanah yang bersifat sekunder, karena kedudukannya berada dibawah hak milik atas tanah. Selain itu, dalam penggunaan pola HGU atas perkebunan ini salah satu persyaratannya, yakni luas tanah di atas 5 hektar dan memiliki modal serta penggunaan teknologi yang tinggi dalam usaha penggerak dari usaha perkebunan tersebut. Mengacu pada masa terjadinya krisis ekonomi dan masyarakat petani di pedesaan yang tidak merasakan dampak dari krisis ekonomi tersebut, membuat pemerintah memacu pembukaan lahan perkebunan semakin meningkat, dengan memberikan kemudahan kepada para pengusaha yang akan menanam modalnya di bidang perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit. Pemberian kemudahan kepada semua pengusaha yang bergerak di bidang perkebunan, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan, dinyatakan bahwa : usaha perkebunan dapat dilakukan diseluruh wilayah Indonesia oleh pelaku usaha perkebunan baik pekebun maupun usaha perkebunan Namun dalam hal ini, tumpang tindih tata ruang kawasan hutan berpotensi menurunkan potensi investasi di Indonesia terutama di sektor perkebunan, yang mana dalam hal ini di sektor pekebunan tumpang tindih lahan ini mengakibatkan ketidak jelasan dalam berinvestasi. Hasil wawancara penulis dengan Direktur PT MAL, menjelaskan bahwa: Surat permohonan yang dilayangkan PT MAL kepada Bupati Mandailing Natal u.p. Bapak Amru Daulay, Nomor : 002MAL-DIRVII2004, tanggal 16 Juli 2004 dengan Perihal Permohonan Izin lokasi Pembangunan Perkebuan Perkebunan Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara + 12.000 Ha di Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal. Maka dalam hal ini Bupati mandailing Natal mengeluarkan surat Izin Lokasi dengan Nomor 525.25124K2005 Tentang Pemberian Izin Lokasi Untuk Keperluan Perkebunan Kelapa Sawit, setelah di teliti ternyata kawasan yang di keluarkan izin lokasinya tersebut sebayak 40 dari lahan yang di peroleh merupakan kawasan hutan, maka dalam hal ini perusahaan PT MAL menolak keberadaan lahan tersebut, dengan alasan peusahan tidak ada mengajukan Izin Pelepasan Kawasan Hutan, perusahaan hanya meminta Status lahan APL Areal Penggunaan Lain atau kawasan budidaya perkebunan. 106 Dalam perkembangannanya hutan telah dimanfaatkan untuk berbagai penggunaannya, antara lain pemanfaatan hutan dalam bidang perkebunan. Pada kenyataannya, sering ditemukan praktik-praktik pembangunan perkebunan yang cenderung melakukan pembukaan hutan. Disamping karena kemudahan mekanisme mendapatkan lahan yang dibutuhkan, juga motif untuk memperoleh keuntungan dari kayu hasil tebangan. Menurut Penulis, hal ini dipandang sebagai keuntungan tambahan yang bisa diraih sebelum tanaman perkebunan memberikan hasil di masa mendatang. Persoalan muncul ketika yang pada awalnya dianggap sebagai keuntungan tambahan justru kemudian menjadi motif utama pengajuan ijin pembukaan perkebunan Konversi hutan menjadi lahan perkebunan merupakan salah satu permasalahan serius dan kompleks ditingkat nasional maupun regional disamping masalah kebakaran hutan dan illegal logging yang saat ini sedang giat-giatnya diatasi oleh pemerintah. Dampak negatif dari hilangnya hutan berubah menjadi lahan perkebunan antara lain berupa kerugian ekologis, menurunnya produktivitas tanah, 106 Wawancara dengan Direktur PT. MAL, Bapak Drs. H. Rustam Honein, MBA, pada tanggal 20 Mei 2011 Universitas Sumatera Utara meningkatnya laju erosi terutama bila budidaya dilakukan pada lahan miring, menurunnya keanekaragaman hayati dan ekosistem dan berubahnya iklim mikro maupun global. Investasi di sektor perkebunan besar kelapa sawit yang meningkat pesat pada tahun 1980-an dan 1990-an membutuhkan penyediaan lahan yang meningkat pula. Cara yang paling sering ditempuh oleh pengusaha untuk memenuhi kebutuhan lahan perkebunan kelapa sawit adalah melakukan konversi kawasan karena mekanisme untuk mendapatkannya relatif mudah dan memperoleh keuntungan dari hasil tebangan kayu. Hampir semua pertanaman kelapa sawit yang ada sekarang adalah areal pertanaman baru dari areal hutan produksi yang dapat dikonversi. 107 Permintaan konversi untuk kepentingan pembangunan perkebunan terus mengalami peningkatan yang pesat, sehingga mengakibatkan luas konversi terus mengalami penurunan. Akibat permintaan pelepasan yang meningkat tersebut, maka laju pembukaan lahan untuk perkebunan besar dalam beberapa tahun terakhir ini sangat tinggi dan tekanan pada kelestarian hutan akan semakin meningkat. d. Adanya masyarakat yang tidak mau melepaskan lahan garapannya yang masuk dalam izin lokasi PT. MAL Pembangunan perkebunan sawit dianggap dapat menyelesaikan sebagian masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat, terutama akibat yang ditimbulkan dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak 107 http:www.metrobalikpapan.co.idindex.php?mib=berita.detailid ,201003, Pelepasan Kawasan Hutan, diakses 25 Maret 2011 Universitas Sumatera Utara pertengahan tahun 1997. 108 Seperti diberitakan di berbagai media, terutama media lokal, pada waktu proses pembukaan lahan untuk areal perkebunan, telah menimbulkan konflik antara Kelapa sawit dan produk turunannya merupakan sumber pendapatan daerah yang besar dan dapat menyerap tenaga kerja. Namun, pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak selalu berjalan lancar, karena sebagian masyarakat menganggap bahwa pembangunan tersebut justru menghalangi akses terhadap sumberdaya alam. perusahaan perkebunan dengan masyarakat Sikapas. Selain konflik, masuknya perusahaan perkebunan sawit telah menimbulkan beragam respon dari masyarakat Sikapas. Salah satunya, masyarakat menolak kehadiran perkebunan sawit di sekitar desa mereka karena hampir kebanyakan lokasi perusahaan menempati lahan milik masyarakat. 109 Kelompok Masyarakat yang Menolak Perkebunan Sawit Sebagian masyarakat Sikapas menganggap bahwa perusahaan perkebunan akan menghalangi akses mereka terhadap sumber-sumber ekonomi mereka, dalam hal ini hutan dan ladang tempat bekerja masyarakat. Alasan masyarakat Sikapas menolak hadirnya perkebunan sawit karena perusahaan perkebunan sawit dianggap akan 108 Artikel, Pengaruh Pembangunan Perkebunan Sawit Terhadap Masyarakat Pedalaman Kalimantan, Mashudi Noorsalim, 109 Wawancara Kepala Bidang Usaha Tani Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, pada tanggal 25 Maret 2011 Universitas Sumatera Utara mengambil alih lahan mereka, yang berarti akan menutup sumber penghidupan mereka. Masyarakat Sikapas yang tidak mau melepaskan hak atas tanahnya, menyatakan bahwa terdapat dua alasan mengapa masyarakat yang menolak kehadiran perkebunan sawit. Pertama adalah tergusurnya ladang dan hutan tempat masyarakat bekerja. Mayoritas masyarakat Sikapas adalah peladang dan pencari kayu, atau setidak- tidaknya mereka pernah melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Seperti disebutkan di bab sebelumnya, masyarakat Sikapa sebagian besar bermata pencaharian sebagai peladang dan petani. Mereka membuka hutan, kemudian berladang selama dua hingga lima tahun dan setelah dianggap tidak subur mereka akan meninggalkan ladang tersebut untuk mencari ladang yang baru lagi. Bahkan masyarakat Sikapas ada yang sudah mempunyai lahan sawit sendiri. Namun, dengan hadirnya perkebunan sawit dalam skala yang besar, maka masyarakat Sikapas tidak dapat melakukan aktivitas berladang lagi. Kedua, adalah mereka yang dengan kesadarannya berusaha untuk melindungi masa depan lingkungan sosial dan ekonominya. Untuk kelompok yang kedua ini jumlahnya sangat sedikti minoritas. Mereka menolak perkebunan sawit karena tahu bahwa kehidupan sosial dan ekonominya sedang terancam. Lahan bagi mereka adalah salah satu dari sumber utama penghidupan masyarakat yang harus dijaga kelestariannya. Mereka telah berpikir bahwa anak cucu mereka juga berhak atas lahan yang mereka gunakan sekarang sehingga mereka tidak berhak menjualnya kepada Universitas Sumatera Utara siapapun, termasuk kepada perusahaan perkebunan. Mereka tahu bahwa perusahaan perkebunan akan membabat habis lahan mereka dan akan menjadikannya kebun dengan satu jenis tanaman monokultur yang sama sekali baru bagi masyarakat Sikapas. Pembabatan ini akan berpengaruh pada rusaknya ekosistem yang ada di lingkungan mereka. Sebagaimana dipahami oleh kelompok ini bahwa serangan hama belalang yang kian hari kian besar merupakan pengaruh dari perkebunan sawit. Pencemaran lingkungan juga menjadi salah satu kekhawatiran mereka, Masyarakat yang menentang perkebunan sawit tersebut sebagian besar adalah bekas peladang, pedagang, juga aparat pemerintah desa yang cukup gigih mempertahankan lahan miliknya. Beberapa diantara mereka, secara ekonomi sudah cukup mapan dan tidak perlu terlalu khawatir akan kehilangan sumber penghasilan dari lahan yang akan ditempati oleh perusahaan perkebunan. Rusaknya lingkungan alam sehingga generasi muda di wilayah tersebut kemungkinan akan mengalami berbagai akibat buruk di masa mendatang hal inilah yang menjadi fokus utama kekhawatiran mereka. Kendala-kendala yang dihadapi perusahaan yang telah di jelaskan di atas berdampak kepada pemberian Hak Guna Usaha yang diperoleh perusahaan tersebut. Yaitu perolehan Hak Guna Usaha sampai saat ini baru mencapai setengah dari luas Izin Lokasi yang dikuasai oleh Perusahaan, yaitu seluas 3.196,01 Ha, dari luas lahan yang dikuasai dalam Izin Lokasi yaitu 6.500 Ha. Hak ini terlihat dalam Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 66HGUBPN RI2010 tentang Pemberian Hak Guna Usaha atas nama PT. Madina Agrolestari. Universitas Sumatera Utara

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. MADINA

AGROLESTARI DALAM MENGATASI KENDALA-KENDALA PENGGUNAAN TANAH HAK GUNA USAHA A. Upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. Madina agrolestari dalam Mengatasi Kendala-Kendala Penggunan Tanah Hak Guna Usaha Baik dalam lembaga pembebasan tanah maupun pengadaan tanah, tanah yang dibutuhkan pihak pemerintah untuk kepentingan umum hanya dapat diambil dan dipergunakan oleh pihak yang memerlukan jika sipemilik tanah setuju. Persetujuan tersebut melalui musyawarah yang mencapai kesepakatan. Substansi ketentuan ini bersifat keperdataan yang meliputi ketentua Pasal 1320 jo. Pasal 1338 KUHPerdata. Yang berarti bahwa harus memenuhi syarat-syarat sahnya persetujuan yang dilaksanakan para pihak dan dilandaskan dengan itikad baik . 110 Istilah pengadaan tanah jika dianalisis mengandung arti lebih baik, karena dapat menghindari adanya paksaan, intimidasi dalam proses pengambilan tanah milik masyarakat. Pengambilan tanah dilakukan dengan memperhatikan peranan 110 Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan supaya terjadi suatu persetujuan yang sah perlu dipenuhi 4 syarat; 1.kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. suatu pokok persoalan tertentu, 4. suatu sebab yang tidak terlarang. Dan pada Pasal 1338 KUHPerdata 1 Ditegaskan semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, 2 persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang- 0undang, 3 persetujuan hanya dilakukan dengan itikad baik. Universitas Sumatera Utara Di sini juga PT MAL berupaya mendapatkan tanah dengan cara itikad baik dengan masyarakat. Dalam hal ini upaya-upaya yang dilakukan PT. MAL untuk mendapatkan tanah dengan itikad baik dalam rangka Perolehan lahan, yaitu : 1. Pendekatan secara musyawarah dengan kelompok masyarakat untuk membeli lahan tanah yang sudah ada yang telah dikuasai oleh kelompok masyarakat. Asas musyawarah dan mufakat adalah merupakan salah satu bentuk nilai yang terkandung didalam sila-sila Pancasila. Dengan asas musyawarah dan mufakat kita dituntu untuk tetap saling menghargai pendapat atau pandangan satu sama lain. 111 Dari sini dapat kita pahami bahwa manusia tidak mungkin dapat hanya bergerak sendiri untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, jadi ia tetap memerlukan hubungan dengan orang lain mayarakat. Kenyataan ini menimbulkan Melalui asas ini maka akan tercermin keinginan untuk menselaraskan antara angan-angan dan kenyataan. Kita boleh melambungkan angan-angan kita mengenai kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat, kita juga boleh menggunakan gagasan-gagasan dan ide kita yang kita anggap baik seperti yang kita bayangkan, tapi dilain pihak kita harus tetap berpijak pada kenyataan pada kenyataan mengenai kemampuan manusia untuk mewujudkan angan-angan yang indah itu. Menurut manusia agar bersikap dan bertingkah laku diluar batas kemampuan dan kelayakannya adalah mustahil. 111 Hasim Purba, Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Asas Musyawarah Mufakat, dalam Buku Hasim Purna, dkk, Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan, Op.cit, hal 4 Universitas Sumatera Utara kesadaran bahwa segala yang dicapai dan kebahagiaan yang dirasakan oleh manusia pada dasarnya adalah berkat bantuan dan kerjasama dengan orang lain didalam masyarakat. Dalam melaksanakan pembangunan nasional yang sedang kita jalankan, kesadaran akan kerjasama yang baik, yang diwujudkan dengan asas musyawarah dan mufakat dalam setiap mengambil keputusan adalah suatu hal yang mutlak diperlukan. Sebab pembangunan nasional hanya dapat terlaksana dengan baik dan membawa manfaat yang baik, apabila seluruh bangsa Indonesia turut aktif untuk mensukseskannya, tanpa adanya suatu kondisi dan persepsi yang sama dalam mjemahami hakekat dan tujuan pembangunan nasional, maka pemabangunan tersebut akan sulit mencapai sasarannya. 112 Dalam pelaksanan pembangunan nasional perlu tetap dibudayakan penerapan asas musyawarah dan mufakat, sehingga setiap rumusan kebijaksanaan pembangunan dapat diterima dan didukung seluruh lapisan masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia yang beraneka ragam tersebut adalah perlu ditananamkan kesadaran kemauan hati untuk melakukan apa yang terbaik bagi orang lain dan masyarakatnya. Semuanya itu melahirkan sikap dasar bahwa untuk mewujudkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam hubungan sosial antara manusia pribadi dan masyarakat, maka manusai perlu mengendalikan diri adalah sikap yang mempunyai arti yang sangat penting dan bahkan merupakan sesuatu yang ssangat diharapkan. Pandangan sosial yang berdiri diatas paham keseimbangan tidaklah mengingkari bahwa masyarakat itu senantiasa bergerak berubah dan berkembantg, 112 Hasim Purba, Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Asas Musyawarah Mufakat, dalam Buku Hasim Purna, dkk, Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan, Op,cit, hal 5 Universitas Sumatera Utara bahkan masyarakat itu dinamis. Namun demikian kita beranggapan bahwa yang dicari manusia bukanlah perubahan atau dinamika itu sendiri, melainkan keseimbangan segala sesuatu dalam masyarakat untuk mencapai kebahagian. Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan supaya terjadi suatu persetujuan yang sah perlu dipenuhi 4 syarat; 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. suatu pokok persoalan tertentu, 4. suatu sebab yang tidak terlarang. Dan pada Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan

1. Ditegaskan semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku