pinggir zona tersebut aliran darah agak lebih besar sekitar 10-20 ml100 mgmenit karena adanya aliran kolateral sekitarnya, sehingga menyebabkan
kegagalan elektrik tanpa disertai kematian sel permanen. Daerah ini disebut daerah iskemik penumbra, keadaan antara hidup dan mati, tergantung aliran
darah dan oksigen yang adekuat untuk suatu restorasi. Adanya respon inflamasi akan memperburuk keadaan iskemik yang
memperberat bagi perkembangan infark serebri. Beberapa penelitian menunjukkan pada penderita stroke iskemik didapati perubahan kadar sitokin.
Produksi sitokin yang berlebih akan mengakibatkan plugging mikrovaskular serebral dan pelepasan mediator vasokonstruktif endothelin sehingga
memperberat aliran darah. Selain itu juga menyebabkan eksaserbasi kerusakan blood brain barrier dan parenkim melalui pelepasan enzim
hidrolitik, proteolitik, da produksi radikal bebas yang akan memicu apoptosis dan menambah neuron yang mati.
2.3.5. Faktor Risiko Stroke Iskemik
Risiko stroke meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor risiko. Data epidemiologi menyebutkan risiko untuk timbulnya serangan
ulang stroke adalah 30 dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal.
Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke perlu mengenal dan mengontrol faktor risiko dan kalau perlu merubah faktor risiko tersebut
PERDOSSI, 2004. Faktor-faktor yang memperbesar kemungkinan seseorang untuk menderita
stroke iskemik dikatakan sebagai faktor risiko stroke iskemik. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Janssen 2010 dan Baldwin 2010 membagi 2 kelompok faktor risiko stroke iskemik yaitu nonmodifiable risk factors dan modifiable risk factors.
Nonmodifiable risk factors merupakan kelompok faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal
sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk kelompok ini adalah usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga dan serangan Transient
Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Kelompok modifiable risk factors merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi. Faktor
risiko utama yang termasuk dalam kelompok ini adalah hipertensi, diabetes mellitus, merokok, hiperlipidemia dan intoksikasi alkohol PERDOSSI, 2004;
Bounamaeux, et al., 1999 dalam Rambe, 2006.
1 Gender Jenis Kelamin
Insidensi stroke iskemik lebih besar terjadi pada pria dibandingkan wanita, baik dengan adanya riwayat keluarga dan juga dari kelompok ras tertentu
Sacco, 2005. Menurut Ness 2000, stroke iskemik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dengan persentase 27 pada pria dan 20 pada wanita.
Hal ini juga didukung oleh penelitian Grau dkk 2001 dalam Sjahrir 2003. Persentase stroke iskemik pada pria 56,7 dan 42,4 pada wanita.
2 Usia
Menurut Kissela B, et al., dalam Ardelt 2009 dari buku Handbook of Cerebrovascular disease Neurointerventional Technique, usia merupakan
faktor risiko stroke iskemik yang paling kuat. Dengan meningkatnya usia, maka meningkat pula insidens iskemik serebral tanpa memandang etnis dan
jenis kelamin. Setelah usia 55 tahun, insidensi akan meningkat dua kali tiap dekade.
Penelitian epidemiologi pada 23 rumah sakit di Jerman dengan 5.017 pasien stroke iskemik yang dilakukan oleh Grau dkk 2001 dalam Sjahrir
2003. Di antaranya 42,4 wanita dengan usia rerata 69,8 ± 13,5 dan pria 56,7 dengan usia rerata 65,1 ± 12,0 . Stroke iskemik yang terjadi pada usia
Universitas Sumatera Utara
muda 45 tahun biasanya merupakan kombinasi dari penyebab lain yang belum pasti diketahui, sedangkan pada usia 45-70 tahun lebih sering dijumpai
makroangiopati. Kardioembolisme sering terjadi pada usia 70 tahun. Walaupun stroke identik dengan usia lanjut, satu dari tiga penderita stroke
terjadi pada usia kurang dari 65 tahun Becker, 2010. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Janssen, et al., 2010 dari 97 pasien yang diteliti,
dengan 49 orang penderita stroke iskemik dan 48 orang lainnya menderita TIA, didapati rentang usia 17-50 tahun. Ini membuktikan bahwa stroke tidak
hanya menyerang pada usia lanjut tapi juga pada usia di bawah 50 tahun.
3 Ras
Menurut Kissela B, et al., dalam Ardelt 2009 dari buku Handbook of Cerebrovascular disease Neurointerventional Technique, meningkatnya
risiko stroke iskemik pada pria dibandingkan wanita premenopause pada ras Kaukasia dihubungkan dengan penurunan insidensi stroke iskemik dengan
menopause pada wanita dan dipengaruhi oleh etnis. Sebagai contoh, pada wanita Amerika-Afrika mengalami penurunan frekuensi yang lebih tinggi
terjadinya iskemik serebral daripada hubungan usia pada pria dan wanita Kaukasia. Berdasarkan penelitian Zhang, et al., 2006 mengenai hubungan
antara peningkatan tekanan darah terhadap kejadian stroke iskemik dan hemoragik antara orang Cina dan Kaukasia, didapati hasil ORs dan RRs yang
konsisten signifikan lebih tinggi pada orang Cina dibandingkan Kaukasia. Ini menunjukkan bahwa ras Asia memiliki risiko stroke iskemik lebih besar
daripada Eropa.
4 Genetik Riwayat Keturunan Keluarga
Beberapa literatur menyatakan genetik merupakan salah satu faktor risiko stroke iskemik yang tidak dapat dimodifikasi. Peranan genetik sebagai faktor
risiko stroke iskemik sudah diteliti sebelumnya baik dengan metode systematic review, cohort, dan case control
. Dari penelitian Floβmann, et al.,
Universitas Sumatera Utara
2003 kembar monozigot lebih memungkinkan terjadinya stroke iskemik daripada kembar dizigot. Adanya riwayat keluarga stroke juga merupakan
faktor risiko yang penting untuk stroke iskemik. Dari penelitian yang menggunakan hewan coba, stroke iskemik lebih mudah terjadi dengan adanya
pengaruh faktor genetik Floβmann, et al., 2003. Peranan kompleks gen berhubungan dengan faktor-faktor risiko intrinsik seperti hipertensi dan
diabetes dengan aspek ekstrinsik seperti diet, merokok, konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik. Berdasarkan penelitian Xu, et al.,2010 pada populasi
Chinese Han, ditemukan minor alel C dari kromosom 1p32 Single Nucleotide Polymorphisms SNP berhubungan dengan peningkatan risiko Low-Density
Lipoprotein Cholesterol LDL-C level yang tentu saja menjadi risiko terjadinya stroke iskemik.
Menurut Ardelt 2009, kecenderungan genetik pada stroke iskemik dapat diklasifikasikan sebagai gen tunggal dan gangguan poligenik. Risiko
poligenik lebih memungkinkan terjadi pada mayoritas pasien stroke. Yang perlu diperhatikan pada gen tunggal:
1. Gangguan gen tunggal a Stroke iskemik sebagai manifestasi yang diketahui.
• Cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy CADASIL
• Cerebral autosomal recessive arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy CARASIL
• Fabry Disease • Moya-moya Disease
• Sickle cell Disease
b Stroke iskemik yang jarang terjadi • Ehler-Danlos tipe 4
- Mutasi gen kolagen tipe 3. - Kecenderungan untuk diseksi arteri dan terbentuknya
aneurisma.
Universitas Sumatera Utara
• Marfan sindrom - Mutasi gen fibrillin.
- Dihubungkan dengan diseksi aorta dan penyakit katup jantung.
• Neurofibromatosis tipe 1 - Dihubungkan dengan hipertensi dan sindrom moya-moya.
• Familial hemiplegic migraine - Mutasi pada sub unit gen neuronal voltage-gated calcium
channel. • Homosistinuria
- Autosomal resesif, defisiensi cystathione beta-synthase. - Dihubungkan dengan diseksi ataupun penyakit arteri carotis.
- Manajemen dilakukan dengan pengaturan pola makan, dengan supplementasi piridoksin dan terapi antiplatelet.
2. Gen-gen yang sekarang ini masih dalam penyelidikan • Gen Phosphodiesterase 4D PDE 4D
• 5-Lipoxygenase-activating protein ALOX5AP • Gen-gen baru yang mungkin berhubungan dengan stroke iskemik
5 Merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko bebas dari faktor risiko stroke iskemik lainnya Ardelt, 2009. Penurunan risiko akan terjadi 5 tahun setelah
berhenti merokok. Janssen, et al., 2007 menyatakan dalam penelitiannya ada kaitan merokok dengan kejadian stroke iskemik. Menurut Cole 2008,
merokok terbukti menjadi faktor risiko penyakit vaskular dan stroke yang diakibatkan pembentukan aterosklerosis dan berujung pada pemanjangan
waktu inflamasi endotel. Beberapa faktor yang diduga terkait dengan aterogenesis karena merokok adalah Japardi, 2001-b:
1. Stimulasi sistem saraf simpatis oleh nikotin 2. Penggeseran O
2
yang terikat dalam hemoglobin oleh CO
2
3. Reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh darah
Universitas Sumatera Utara
4. Meningkatnya adhesi trombosit 5. Meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang
terkandung di dalam rokok Japardi 2001-a juga menambahkan, percobaan pada hewan coba
ditemukan bahwa hipoksia merangsang proliferasi sel otot polos, hal yang sama diduga terjadi pula pada orang yang merokok. Peneliti lain
menghubungkan merokok dengan kenaikan tekanan darah secara akut, kenaikan reaktivitas trombosit dan penghambatan pembentukan prostasiklin
serta kenaikan kadar fibrinogen dalam plasma. Pada studi Framingham dalam Japardi 2001-b didapatkan bahwa
merokok merupakan faktor yang signifikan untuk kejadian stroke infark aterotrombotik pada laki-laki berusia di bawah 65 tahun. Penelitian lain di
Iowa mendapatkan bahwa perokok mempunyai risiko terkena stroke 1,6 × lipat dari bukan perokok. Sedangkan dari penelitian Framingham perokok
berat 40 batang sehari mempunyai risiko 2 × lipat dari perokok ringan 10 batang sehari.
6 Riwayat Transient Ischemic Attack Stroke sebelumnya
Adanya riwayat Transient Ischemic Attack dan stroke sebelumnya merupakan faktor risiko yang cukup penting dari stroke iskemik. Berdasarkan
penelitian Janssenn 2010, dari 97 sampel stroke iskemik didapati 49 orang 50,5 menderita stroke iskemik sebelumnya dan riwayat TIA sebanyak 48
orang 49,5.
7 Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah dengan karakteristik tekanan darah sistolik 120 mmHg dan tekanan darah diastolik
80 mmHg Joint National Committee 7. Hipertensi merupakan satu dari beberapa faktor risiko stroke iskemik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Sacco dan Goldstein 2006 dalam Ardelt 2009, adanya penyelidikan
Universitas Sumatera Utara
berbagai klinis dan meta-analisis menunjukkan bahwa dengan mengendalikan hipertensi akan mengurangi risiko terjadinya stroke.
Hipertensi juga diduga memicu terjadinya aterosklerosis, namun aterogenesisnya tidak diketahui dengan pasti Japardi, 2001-b. Diduga
tekanan darah yang tinggi merusak endotel dan menaikkan permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein. Tidak hanya itu, diduga
beberapa jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat menginduksi perubahan seluler yang menyebabkan
aterogenesis. Dari penelitian lain disebutkan bahwa hipertensi tidak berdiri sendiri menyebabkan terjadinya aterosklerosis, namun meliputi beberapa
penyakit lain yang dikenal dengan istilah sindroma hipertensi. Yang termasuk dalam sindroma hipertensi adalah profil lipid, resistensi insulin, obesitas
sentral, gangguan fungsi ginjal, LVH dan penurunan kelancaran aliran darah arterial.
8 Penyakit Jantung
Riwayat penyakit jantung dapat menjadi faktor risiko stroke iskemik Janssen, 2007. Hasil penelitian Sjahrir 2003, didapati faktor risiko
penyakit jantung koroner 24 dan aritmia kordis 26. Penyumbatan pada pembuluh darah sehingga menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat
atherotromboemboli 50, kelainan pada pembuluh darah kecil intrakranial 25, kardioemboli 20 atau karena penyebab lain 5 Davenport dan
Dennis, 2000. Beberapa kelainan jantung merupakan sumber dari kardioemboli tersebut.
Japardi 2001 mengelompokkan kelainan jantung yang dapat menyebabkan kardioemboli menjadi 3, yaitu:
1. Penyakit katup jantung: • Penyakit katup mitral
• Penyakit katup aorta • Katup buatan
Universitas Sumatera Utara
• Prolaps katup mitral 2. Gangguan pada atrium:
• Fibrilasi atrium • Aneurisma atrium
• Myxoma atrium 3. Gangguan pada ventrikel:
• Infark miokardium • Aneurisma ventrikel
• Diskinesia dinding ventrikel
9 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar glukosa darah sewaktu
≥ 200 mgdl atau kadar glukosa darah puasa
≥ 140 mgdl National Diabetes Data Group and World Health Organization. Saidi, et al., 2010 mengklasifikasikan diabetes sebagi faktor
risiko stroke iskemik yang didapat acquired. Japardi 2001 menyatakan bahwa DM telah terbukti sebagai faktor risiko yang kuat untuk semua
manifestasi klinis penyakit vaskuler aterosklerosis. Mekanisme peningkatan aterogenesis pada penderita DM meliputi gangguan pada profil lipid,
gangguan metabolisme asam arakhidonat, peningkatan agregasi trombosit, peningkatan kadar fibrinogen, gangguan fibrinolisis, disfungsi endotel,
glikosilasi protein, dan adanya resistensi insulin hiperinsulinemia. Menurut Asfandiyarova 2006, pasien dengan DM tipe 2 memiliki risiko
besar menderita stroke. Tingkat keparahan stroke pada diabetes tergantung dengan sekelompok faktor yang disebut ‘metabolik sindrom’,
dikarakteristikkan dengan adanya resistensi insulin, hiperinsulinemia, hiperglikemi, arterial hipertensi, obesitas dan dislipidemia. Semua faktor
tersebut akan meningkatkan kerusakan vaskular: tidak hanya akan
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan risiko stroke, tapi juga akan meningkatkan keparahan suatu penyakit.
10 Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan dengan karakteristik Indeks Masa Tubuh ≥
25 kgm
2
untuk orang asia Western Pacific Region of WHO, 2000. Berdasarkan penelitian Sacco, et al., 2006 dalam Ardelt 2009 dari buku
Handbook of Cerebrovascular disease Neurointerventional Technique, obesitas sudah terbukti berhubungan sebagai faktor risiko stroke iskemik
termasuk hipertensi dan diabetes. Walaupun belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa dengan pengurangan berat badan dapat mengurangi
risiko stroke, namun pengurangan berat badan dapat mengurangi tekanan darah dan glukosa darah.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa obesitas memiliki hubungan yang kuat dengan meningkatkan risiko terjadinya stroke. Di Swedia,
penelitian populasi prospektif menunjukkan bahwa pada laki-laki dewasa dengan Body Mass Index BMI 30.0 kgm
2
menunjukkan peningkatan Hazard Ratios HR 1,93 dari total stroke. Berdasarkan penelitian kesehatan
wanita, wanita dengan BMI ≥30 kgm
2
mempunyai HR 1,50 dari total stroke dan 1,72 untuk stroke iskemik dibandingkan dengan BMI 25 kgm
2
Vemmos, 2011.
11 Penggunaan Kontrasepsi Oral
Penggunaan kontrasepsi oral juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke iskemik Janssen, 2007. Penggunaan oral kontrasepsi dapat
meningkatkan risiko stroke iskemik. Tingkat risiko seseorang menderita stroke iskemik tergantung: formulasi estrogen atau progestin atau kombinasi
keduanya; dosis dan tipe dari estrogen ataupun progestin; lama penggunaannya; dan tergantung kondisi apakah ada status hiperkoagulasi,
hipertensi, dan atau perubahan metabolisme lipid. Mekanismenya
Universitas Sumatera Utara
diperkirakan akibat peningkatan koagulasi karena stimulasi estrogen terhadap produksi protein oleh hati Ardelt, 2009.
12 Konsumsi Alkohol
Minuman alkohol sudah tidak asing lagi hampir di seluruh dunia. Lebih dari 20 tahun yang lalu sudah ada penelitian-penelitian mengenai hubungan
konsumsi alkohol yang berlebih dengan kejadian stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Reynolds, et al., 2003 melakukan penelitian epidemiologi dengan meta- analisis untuk mengetahui risiko relatif kejadian stroke akibat konsumsi
tingkat variasi konsumsi alkohol. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi alkohol kurang dari 1 kali minum per hari merupakan
risiko ringan terjadinya stroke iskemik. Apabila minum alkohol 1-2 kali minum per hari berisiko sedang terhadap kejadian stroke iskemik. Apabila
mengkonsumsi alkohol lebih dari 5 kali minum per hari berisiko berat terjadinya stroke iskemik. Risiko relatif terjadinya stroke iskemik baik pada
pria atau pun wanita akibat mengkonsumsi alkohol hampir sama. Hubungan alkohol dapat meningkatkan risiko stroke iskemik juga diteliti
oleh Mukamal 2005. Hasil penelitiannya menyatakan pada pria yang mengkonsumsi alkohol lebih dari 2 kali minum per hari dengan dosis sedang
10.0-29.9 ghari ataupun dosis berat ≥ 30.0 ghari sangat berisiko
terjadinya stroke iskemik. Mengkonsumsi red wine anggur merah tidak menunjukkan kaitan dengan terjadinya stroke iskemik, kecuali minuman
alkohol lainnya. Furie, et al., 2010 menyatakan terjadinya stroke yang berulang
meningkat pada penderita stroke iskemik dengan peminum alkohol berat berdasarkan penelitian kohort di Northerm Manhattan.
13 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah peningkatan kadar kolesterol 200mgdl. Hubungan antara kadar kolesterol dan stroke iskemik masih dipertanyakan.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian meta-analisis yag dilakukan pada 13.000 penderita stroke dengan pendekatan kohort prospektif, tidak ditemukannya hubungan antara
serum kolesterol dan stroke Simons, et al., 1998; Sacco, 2005. Akan tetapi, berdasarkan penelitian-penelitian terbaru ditemukan efek protektif HDL
mengurangi risiko stroke pada orang-orang yang mendapatkan terapi statin Sacco, 2005.
2.3.6. Peranan CT-Scan