Ketersediaan jamban keluarga Lingkungan. 1.

Dari hasil pemeriksaan bakteriologis pada air yang digunakan baik oleh kelompok kasus maupun kelompok kontrol didapatkan bahwa kualitas air bersihnya tidak memenuhi syarat, dimana kadar total koliform diatas 240, yang menunjukkan bahwa air bersih yang digunakan tidak memenuhi syarat yang akhirnya dapat merupakan faktor risiko penularan diare pada balita.

4. Ketersediaan jamban keluarga

Selain sumber air minum, tempat pembuangan tinja juga merupakan sarana sanitasi yang penting berkaitan dengan kejadian diare Dep.Kes RI, 2000. Menurut Irianto dkk 1996 bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak saniter akan memperpendek rantai penularan penyakit diare. Pada akhir Pelita VI persentase rumah tangga yang memanfaatkan jamban sebagai tempat pembuangan tinja untuk tingkat Nasional adalah 80,43 di daerah perkotaan dan 55,62 di pedesaan BPS, 1998. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa yang tidak mempunyai jamban keluarga berisiko 2,09 kali lebih besar untuk terkena diare dari pada balita yang mempunyai jamban keluarga dan signifikan bermakna secara statistic dengan nilai p = 0,009 pada 95 CI : 1,20 – 3,66. Hasil penelitian Sumali M. Atmojo menunjukkan bahwa anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban kakus bersama, paling banyak menderita diare 6,5 untuk wilayah perkotaan dan pedesaan. Di wilayah perkotaan, persentase anak balita yang menderita diare dari keluarga yang menggunakan kakus bersama tanpa septic tank paling tinggi, yaitu sebesar 14,3 persen; sedangkan di wilayah pedesaan anak balita yang menderita diare dari keluarga yang menggunakan kakus bersama dengan septic tank juga paling tinggi yaitu sebesar 8,3 persen. Hal ini disebabkan bahwa jamban yang digunakan secara bersama – sama biasanya mempunyaui tingkat sanitasi yang rendah, sehingga kuman diare akan mudah mengotori sumber air minum, peralatan makan dan minum melalui tangan pemakai jamban tersebut. Hasil penelitian Trisno Agung Wibowo 2003 menunjukkan bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar 2,55 kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang membuang tinjanya secara saniter. Penelitian serupa dilakukan oleh Lubis 1991 di Jakarta menyimpulkan bahwa prevalensi diare pada masyarakat yang membuang tinjanya di sungai sebesar 5,58 sedangkan pada masyarakat yang mebuang tinjanya di kakus prevalensi kejadian diare sebesar 1,59 dan buang air besar di sungai akan meningkatkan risiko kejadian diare sebesar 3,1 kali dibandingkan buang air besar di kakus. Penelitian sejenis dilakukan oleh Daniel dkk 1986 di Lesotho yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistic kepemilikan fasilitas pembuangan tinja dengan kejadian diare pada anak balita dengan OR = 0,76, 95 CI : 0,62 – 0,93 dan p 0,01. Jenis kakus jamban yang dipilih dalam suatu rumah tangga hendaknya mempertimbangkan syarat – syarat pembuangan tinja antara lain : 1 tidak mengotori tanah, 2 tidak mengotori air permukaan, 3. Tidak mengotori air tanah, 4. Tidak terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk berkembang biak, 5. Kakus harus terlindung atau tertutup dan 6. Pembuatannya mudah. Syarat tempat pembuangan tinja kecuali harus memenuhi syarat kontruksi juga harus memenuhi syarat letak, syarat letak adalah syarat tempat pembuangan tinja bangunan rembesan dengan sumber air minum minimum 10 m. Menurut Susabto 2000 jarak bangunan rembesan tinja ke sumber air minum minimum 10 meter untuk tanah pasir dan 15 meter untuk tanah liat.

5. Pemanfaatan jamban keluarga