Pembahasan Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

84 Dari hasil wawancara yang telah dilakukan pemahaman siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa berbeda-beda. Rata-rata siswa tidak mengingat dengan baik tanggal lahir dari Ki Hajar maupun tanggal didirikannya Taman Siswa. Sementara itu pada deskripsi hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, disimpulkan bahwa pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa berada pada kategori sedang. Terdapat 69 siswa 68,32 siswa yang memiliki pemahaman tingkat sedang. Siswa yang memiliki pemahaman tingkat sedang tersebut berarti bahwa mereka memiliki pemahaman yang cukup terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa. Sementara itu, terdapat 8,91 Siswa atau sebanyak 9 siswa memiliki pemahaman tingkat rendah. siswa yang memiliki pemahaman tingkat rendah tersebut berarti bahwa mereka memiliki pemahaman yang kurang baik terhadap profil Ki Hajar dan Taman Siswa. Dalam penelitian ini, siswa yang memiliki tingkat pemahaman tinggi terhadap profil Ki Hajar Dewantara hanya terdapat 23 siswa 22,77. Artinya, sebanyak 23 siswa tersebut telah berhasil dalam penguasaan materi atau konsep yang telah diberikan. Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, rata-rata Siswa belum memahami secara baik mengenai tanggal lahir Ki Hajar Dewantara. Hanya terdapat 32 Siswa 31,68 yang benar-benar memahaminya. Selain itu, banyak Siswa yang belum mengetahui bahwa Ki Hajar 85 Dewantara merupakan cucu dari Paku Alam III. Terdapat 20 Siswa 19,80 yang memahami hal tersebut, sisanya sebanyak 80,20 Siswa atau 81 siswa tidak mengetahui hal tersebut. Sebagian besar siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta memiliki pemahaman yang baik pada riwayat sekolah dan kegiatan di bidang politik dari Ki Hajar serta profil dari Taman Siswa. Lebih dari 50 Siswa kelas X dan XI dari SMA Taman Madya se- Kota Yogyakarta masih belum menguasai materi atau konsep yang telah diberikan oleh gurunya khususnya pada biografi Ki Hajar Dewantara. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta sebagian besar pada kategori sedang. Hal ini berarti sebagian besar siswa kelas memiliki pemahaman yang cukup dalam memahami profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa. 3. Pemahaman siswa pada Tri Pusat Pendidikan Pemahaman siswa pada tri pusat pendidikan ini meliputi unsur hakikat tri pusat pendidikan, definisi alam keluarga, definisi alam perguruan, dan definisi alam pemuda atau masyarakat. Menurut Ki Hajar Dewantara 1961, dalam hidupnya anak-anak terdapat tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang sangat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Pendidikan akan lebih sempurna apabila ketiga alam tersebut dimasukkan ke dalam sistem pendidikan. 86 Tiap-tiap pusat pendidikan harus memahami kewajibannya sendiri- sendiri dan mengakui haknya, yaitu alam keluarga untuk mendidik budi pekerti dan laku sosial, alam perguruan sebagai balai wiyata untuk usaha mencari dan memberikan ilmu pengetahuan disamping pendidikan intelek, alam pergerakan pemuda sebagai daerah merdekanya kaum muda untuk melakukan penguasa diri yang sangat perlu untuk pembentukan watak. Pada deskripsi hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta terhadap tri pusat pendidikan berada pada kategori tinggi. Sebanyak 84 siswa 83,17 memiliki tingkat pemahaman yang tinggi dalam penguasaan materi tentang tri pusat pendidikan. Artinya mereka telah berhasil dalam memahami materi pelajaran telah mereka pelajari dengan baik. Dalam pokok bahasan ini, masih terdapat 17 siswa yang gagal. Terdapat 16 siswa 15,84 diantaranya memiliki tingkat pemahaman sedang, sedangkan sisanya 0,99 Siswa atau hanya 1 siswa yang memiliki tingkat pemahaman rendah terhadap tri pusat pendidikan. Keenambelas siswa yang memiliki pemahaman tingkat sedang mereka memiliki pemahaman yang kurang pada konsep tri pusat pendidikan. Berdasarkan tabel 11 pada halaman 60 soal kedua, sebagian besar siswa belum memahami bahwa alam keluarga adalah pusat pendidikan yang sangat penting. Sebanyak 87 Siswa 86,14 menjawab salah. 87 Menurut Ki Hajar Dewantara, alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting, sehingga hidup keluarga selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia. Butir soal kelima pada tabel 11, sebagian besar siswa juga belum memahami dengan baik bahwa kehidupan di keluarga sangat mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia. Hanya terdapat 24 siswa 23,76 yang memahami hal tersebut dengan baik. Selain itu, pada butir soal ketujuh dalam tabel 11, sebanyak 74 siswa 73,27 belum memahami bahwa setiap individu dapat membentuk watak atau karakter dan kepribadiannya di dalam masyarakat serta dapat membantu proses pendidikan, baik untuk kecerdasan jiwa, budi pekerti serta sikap laku sosial kegiatan sosial anak untuk membentuk budi kesosialan. 4. Pemahaman siswa pada Teori Trikon Pemahaman siswa terhadap Teori Trikon ini meliputi unsur arti teori trikon, arti kontinuitas, arti konvergensi, dan arti konsentris. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan proses pembudayaan, yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga untuk memajukan serta mengembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran manusia. Upaya kebudayaan pendidikan dapat ditempuh dengan sikap laku yang dikenal dengan nama teori Trikon. 88 Teori Trikon tersebut mengandung tiga unsur, yaitu dasar kontinuitas, dasar konsentris dan dasar konvergensi. Dasar kontinuitas maksudnya adalah budaya, kebudayaan bangsa itu bersifat continue atau dilaksanakan secara terus-menerus. Dasar konsentris memiliki arti bahwa dalam mengembangkan kebudayaan harus mempunyai sikap terbuka, namun tetap kritis dan selektif terhadap pengaruh dari kebudayaan luar. Dasar konvergensi memiliki arti bahwa dalam upaya mengembangkan kebudayaan asli, kita harus memadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan kebudayaan asli dengan prinsip selektif dan adaptatif .Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya diperoleh gambaran mengenai tingkat pemahaman siswa tentang teori Trikon. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa kelas X dan XI SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta terhadap teori trikon berada pada kategori tinggi. Ada 60 siswa 59,41 yang memiliki tingkat pemahaman tinggi khususnya pada teori trikon. Artinya pemahaman siswa tersebut sudah baik. Namun, masih banyak siswa yang belum paham tentang teori trikon. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat 38 siswa 37,62 memiliki tingkat pemahaman sedang. Siswa yang memiliki pemahaman sedang ini berarti bahwa memiliki pemahaman konsep teori Trikon yang cukup. Siswa masih kurang dalam pemahaman terhadap arti teori Trikon, arti konvergensi, arti konsentrism dan arti 89 kontinuitas. Sisanya terdapat 3 siswa 2,97 yang memiliki pemahaman rendah terhadap teori trikon. Ketiga siswa yang memiliki pemahaman rendah tersebut berarti mereka memiliki pemahaman yang kurang atau rendah. Mereka masih kurang dalam pemahaman terhadap arti teori Trikon, arti konvergensi, arti konsentrism dan arti kontinuitas. Butir soal kedua dalam tabel 13 pada halaman 63, rata-rata Siswa tidak mengetahui bahwa dasar konvergen merupakan salah satu unsur dari teori Trikon. Terdapat 41,58 Siswa atau 42 siswa yang mampu menjawab dengan benar, sedangkan sisanya sebesar 58,42 Siswa atau 59 siswa menjawab salah. Pada butir soal kelima dalam tabel 13, hanya terdapat 36 siswa 35,64 yang mengetahui atau memahami tentang upaya mengembangkan kebudayaan nasional harus memadukan dengan kebudayaan asing dan tanpa harus dilakukan dengan paksaan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian dari dasar konvergensi yaitu bahwa dalam upaya mengembangkan kebudayaan asli, kita harus memadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan kebudayaan asli dengan prinsip selektif dan adaptatif. Teori Trikon dapat diterapkan dalam segala unsur kebudayaan, baik yang berupa IPTEK, IMTAQ, etika susila, estetika dan seni, maupun keterampilan hidup. Berdasarkan data pada tabel 13 butir soal keenam, rata-rata siswa tidak mengetahui hal tersebut. Hanya terdapat 49 90 siswa 48,51 yang memahami hal tersebut dengan baik. Sedangkan sisanya sebesar 51,49 Siswa tidak memahami hal tersebut. 5. Pemahaman siswa pada Sistem Among Pemahaman siswa pada sistem among ini meliputi unsur hakikat sistem among, arti kodrat alam dan arti kemerdekaan dalam sistem among. Sistem among merupakan suatu cara mendidik yang diterapkan dengan maksud mewajibkan kodrat alam anak didiknya. Cara mendidik yang harus diterapkan adalah menyokong atau memberi tuntunan dan menyokong anak-anak tumbuh dan berkembang atas kodratnya sendiri. Sistem among adalah sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua dasar yaitu kodrat alam dan kemerdekaan. Kodrat alam sebagai syarat untuk mencapai kemajuan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diperoleh gambaran tingkat pemahaman siswa kelas X dan XI pada konsep sistem among di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta. Sebanyak 89 siswa 88,12 memiliki tingkat pemahaman tinggi. Hal ini berarti siswa memiliki pemahaman konsep sistem among yang sudah baik. Pemahaman konsep sistem among yang tinggi ini berarti siswa mampu memahami hakikat sistem among dan unsur- unsurnya dengan baik. Ternyata masih terdapat 7 siswa 6,93 yang 91 tingkat pemahamannya sedang. Kategori sedang ini berarti siswa memiliki pemahaman konsep sistem among yang cukup. Serta terdapat 5 siswa 4,95 yang tingkat pemahamannya rendah. Kategori rendah ini berarti bahwa siswa masih memiliki pemahaman konsep sistem among yang kurang baik. Berdasarkan pada tabel 15 pada halaman 66, sebagian besar siswa mampu menjawab tiap butir soal dengan benar. Namun pada butir soal kelima, sebagian besar siswa 61,39 menjawab salah atau tidak memahami bahwa hukuman disiplin dengan paksaan atau kekerasan di dalam sistem among itu sangat dilarang. Sedangkan 38,61 Siswa lainnya menjawab butir soal tersebut dengan benar. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa kelas X dan XI untuk materi sistem among di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta sebagian besar pada kategori tinggi. Hal ini berarti sebagian besar siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta sudah baik dalam memahami konsep sistem among. 6. Pemahaman siswa pada Trilogi Kepemimpinan Dalam sistem among, setiap pamong sebagai pemimpin diwajibkan bersikap: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani. MLPTS, 1992: 19-20. Asas tersebut telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya. Jika dimasukkan dalam 92 konteks kepemimpinan maka semboyan tersebut akan menciptakan seorang pemimpin yang disegani dan berwibawa karena menggambarkan seorang pemimpin yang mampu menempatkan diri dimanapun dia berada namun tetap berwibawa. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, diperoleh gambaran mengenai tingkat pemahaman siswa tentang konsep trilogi kepemimpinan. Sebanyak 79 siswa 78,22 memiliki pemahaman yang tinggi. Kategori tinggi ini berarti bahwa siswa mengetahui dan memahami dengan baik tentang trilogi kepemimpinan yaitu ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani. Pada tingkat pemahaman kategori sedang, hanya terdapat 17 siswa 16,83. Kategori sedang ini berarti siswa memiliki pemahaman yang cukup tentang konsep trilogi kepemimpinan. Namun ternyata masih terdapat siswa yang memiliki tingkat pemahaman rendah. Sebanyak 5 siswa 4,95 memiliki pemahaman yang rendah. siswa yang memiliki pemahaman tingkat rendah ini berarti bahwa siswa memiliki pemahaman konsep trilogi kepemimpinan yang meliputi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani yang kurang. Berdasarkan tabel 17 pada halaman 69, butir soal nomor 2, 3 dan 4 mampu dijawab dengan benar oleh sebagian Siswa, sedangkan pada butir soal pertama, perbedaan skor siswa yang menjawab benar dengan siswa yang menjawab salah sangat sedikit. Sebanyak 57 siswa 56,44 93 menjawab salah atau tidak memahami bahwa untuk menjadi seorang pemimpin harus memiliki sikap dan pola pikir yang baik serta dapat dijadikan contoh yang baik. Pernyataan tersebut sesuai dengan arti dari Ing ngarsa sung tuladha dalam sikap yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin pada sistem among, sedangkan sebesar 43,56 Siswa mampu menjawab butir soal tersebut dengan benar. Berdasarkan kenyataan ini, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta berada pada kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta sudah baik dalam memahami konsep trilogi kepemimpinan yang meliputi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani.

D. Keterbatasan Penelitian

Subjektifitas pengisian angket yang tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh peneliti karena peneliti tidak bisa mengontrol keseriusan Siswa dalam mengisi angket, sehingga Siswa bisa saja tidak bersungguh- sungguh dalam mengisi angket tersebut, dengan kata lain hanya asal mengisi dan cepat selesai saja. 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa terhadap pemikiran Ki Hajar tentang pendidikan sudah baik. Jika dianalisis lebih khusus dengan menggunakan angket, dari 101 responden, sebesar 69,31 responden memiliki pemahaman pada kategori tinggi, 29,70 siswa memiliki pemahaman pada tingkat sedang dan 0,99 siswa memiliki pemahaman rendah. Pada penelitian ini, ada lima pokok bahasan yang digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa. Gambaran tingkat pemahaman siswa pada setiap pokok bahasan adalah sebagai berikut: 1. Pemahaman siswa tentang profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa yang terkait dengan biografi Ki Hajar dan latar belakang sistem among cenderung sudah baik. Jika dianalisis lebih khusus, siswa yang memiliki pemahaman pada kategori tinggi sebesar 22,77 23 siswa, sedang 68,32 69 siswa, dan rendah sebesar 8,91 9 siswa. 2. Pemahaman siswa tentang tri pusat pendidikan yang terkait dengan hakekat tri pusat pendidikat cenderung sudah baik. Jika dianalisis lebih khusus, siswa yang memiliki pemahaman tentang tri pusat pendidikan pada kategori tinggi sebesar 83,17 84 siswa, sedang 15,84 16 siswa dan rendah 0,99 1 siswa. 95 3. Pemahaman siswa tentang teori trikon yang terkait dengan pengertian teori trikon, dasar kontinyu, dasar konsentris dan dasar konvergen cenderung sudah baik. Apabila dianalisis lebih khusus, siswa yang memiliki pemahaman tentang teori trikon pada kategori tinggi sebesar 59,41 60 siswa, sedang 37,62 38 siswa dan rendah 2,97 3 siswa. 4. Pemahaman siswa tentang sistem among yang terkait tentang hakekat sistem among cenderung baik. Jika dianalisis lebih khusus, siswa yang memiliki pemahaman pada kategori tinggi sebesar 88,12 89 siswa, sedang 6,93 7 siswa dan rendah 4,95 5 siswa. 5. Pemahaman siswa tentang trilogi kepemimpinan yang terkait dengan hakekat ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani cenderung baik. Jika dianalisis lebih khusus, siswa yang memiliki pemahaman pada kategori tinggi sebesar 78,22 79 siswa, sedang 16,83 17 siswa dan rendah 4,95 5 siswa.

B. Saran

Bersumber pada temuan dan kesimpulan penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut: 1. Bagi sekolah, diharapkan untuk menciptakan budaya belajar yang baik sesuai dengan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara agar tercipta kultur sekolah yang baik serta untuk meningkatkan kultur akademik sekolah. 2. Bagi guru, diharapkan dapat menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan Ki Hajar Dewantara ke dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan 96 maksimal agar dapat membentuk atau menghasilkan peserta didik yang berkarakter sesuai dengan ajaran Ki Hajar Dewantara. 3. Bagi peserta didik, diharapkan untuk selalu mengimplementasikan nilai- nilai pendidikan Ki Hajar Dewantara kedalam kehidupan sehari-harinya agar lebih berkarakter. 4. Bagi peneliti selanjutnya, mengembangkan penelitian ini dengan melakukan penelitian pada populasi yang lebih besar dan dengan menggunakan variabel yang lebih beragam sehingga penelitian ini akan lebih maksimal. 97 DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman Surjomihardjo. 1986. Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT. Upima Utama Indonesia. Bambang S. Dewantara. 1989. 100 Tahun Ki Hajar Dewantara. Jakarta: PT. Garuda Metropolitan Press. Darsiti Soeratman. 1983. Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dwi Siswoyo, dkk. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Hamzah B. Uno. 2009. Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Irna H.N. 1985. Soewardi Soerjaningrat Dalam Pengasingan. Jakarta: Balai Pustaka. Ki Gunawan. 1989. Aktualisasi Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia di Gerbang XXI, dalam Ki Hajar Dewantara dalam Pandangan para Cantrik dan Mantriknya. Yogyakarta: MLPTS. Ki Muchammad Said Reksohadiprodjo. 1989. Masalah-masalah Pendidikan Nasional. Jakarta: CV. Haji Masagung. Ki Hajar Dewantara. 1951c. Sifat dan maksud pendidikan II. Pusara. Djilid XIII No.5 Lia Zulfa Fauziah. 2013. Proses Implementasi Kebijakan Sistem Among di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakata. Skripsi. FIP UNY. Lexy J. Moleong. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. MLPTS. 1992. Peraturan Besar dan Piagam Persatuan Taman Siswa. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Moesman Wiryosentono. 1982. Sejarah Perjuangan Tamansiswa Sejak Kemerdekaan 1952-1982. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Muchammad Tauchid dan Ki Suratman. 1988. Taman Siswa dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Yogyakarta: MLPTS. Nana Sudjana. 1992. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.