Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana PendidikanProgram Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

SKRIPSI

Oleh : SRI LESTARI K4408048 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

: Sri Lestari

NIM

: K4408048

Jurusan / Program Studi : PIPS / Pendidikan Sejarah

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PEMIKIRAN PENDIDIKAN

NASIONAL KI HAJAR DEWANTARA ” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Desember 2012

Yang membuat pernyataan

Sri Lestari

commit to user

Oleh : SRI LESTARI K4408048

Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana PendidikanProgram Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

Skrispsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Desember 2012

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd Dra. Sri Wahyuni M.Pd NIP. 196401012007011 024 NIP. 195411291986012001

commit to user

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Senin Tanggal : 3 Desember 2012

Tim Penguji Skripsi Nama Terang

Tanda Tangan Ketua

: Dr. Sariyatun, M.Pd, M.Hum_____________

Sekretaris

:Drs. Herimanto, M.Pd, M.Si _____________

Anggota I

: Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd

_____________ Anggota II

: Dra. Sri Wahyuni, M.Pd

_____________

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727198702100

commit to user

Sri Lestari.PEMIKIRAN PENDIDIKAN NASIONAL KI HAJAR

DEWANTARA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, November 2012.

Tujuan penelitian ini untuk: (1)Mengetahui pemikiran pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara (2) Mengetahui implementasi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara terhadap Pendidikan di Indonesia (3) Mengetahui kendala dalam mengimplementasikan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di Indonesia. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian sejarah (historis), yaitu merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang terjadi pada masa lampau. Objek penelitian adalah pemikiran pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara.

Penelitian ini menggunakan metode historis. Langkah-langkah yang digunakan dalam metode historis ada empat tahap kegiatan, yaitu: heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber data yang digunakan adalah sumber primer dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik studi pustaka. Analisis data yang digunakan adalah analisis historis yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dalam menginterpretasi fakta sejarah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Pemikiran pendidikan nasional dari Ki Hajar Dewantara yang berakar pada nasionalisme, sangat sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara menerapkan beberapa sistem dan teori dalam melaksanakankan pendidikan yang sesuai dengan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia, antara lain a) Sistem among, yaitu memberikan kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik untuk mengembangkan bakat dan kekuatan lahir batin, terbatas oleh tuntutan kodrat alam yang hak, dan tujuannya ialah kebudayaan, yang diartikan sebagai keluhuran dan kehalusan hidup manusia,

b) tripusat pendidikan, yaitu meliputi lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Ketiganya sangat berpengaruh pada watak dan kepribadian anak, c) teori trikon, yaitu kontinuitas, kovergensi dan konsentrisitas, d)trilogi kepemimpinan, yaitu ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, e) tiga pantangan , yaitu jangan menyalahgunakan wewenang, jangan menyeleweng di bidang keuangan dan jangan melanggar kesusilaan.(2) Taman Siswa merupakan wujud nyata dari implementasi pemikiran pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Taman Siswa berupaya menciptakan pendidikan nasional yang tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Taman Siswa lahir sebagai bentuk gerakan pendidikan untuk melawan sistem pendidikan kolonial yang saat itu tidak sesuai dengan semangat bangsa Indonesia. (3) Kendala yang muncul dari didirikannya Taman Siswa yaituadanya Undang-Undang Sekolah Liar. Undang-undang Sekolah Liar isinya melarang didirikannya sekolah-sekolah liar(sekolah swasta yang tidak di bawah pemerintah).

commit to user

Sri Lestari.THE COGITATION IN NATIONAL EDUCATION OFKI HAJAR DEWANTARA. Thesis. Surakarta: Teacher Trining and Education Faculty. Sebelas Maret University, November2012.

The Objective for this research is: (1) To comprehend the cogitation in national Ki Hajar Dewantara, (2) To find out the implementation ofcogitation education Ki Hajar Dewantara in Indonesia, (3) To find out the obstaclein implementation of cogitation education Ki Hajar Dewantara in Indonesia. The type of this research is historic that have a purpose to analyze of the past. The object for this research is the cogitation in national education of Ki Hajar Dewantara.

This research employed a hirostical method. The rule of historical method has have four step this is: heuristic, criticsm, interpretation and historiography. The data source apply the primary source and secondary source. Technique of collecting data used was historical analysis, the one emphasizing on the acuity of historical fact interpretation using framework appoarch encompassing several theories.

Considering the result of research, it can be concluded that: (1) The cogitation in national education of Ki Hajar Dewantara that building on nationalism, very appropriate with nation personality of Indonesia, Ki Hajar Dewantara put into practice some system and theory in operate education of appropriate with character and nation personality of Indonesia, beetwen us a) Among system , that is give independence and freedom at students to development talent, power of spiritual and outward, limited by power of nature that rightful authority, that purpose is culture, the meangrandeur and fineness people life.b)Three center education, that is include environment family, society and school. These things very influential on character and child personality, c) Tricon theory , that is continuity, convergence and concentricitas., d)Trilogy of leadership , that is in front of can give a model, in the center of can give motivation,on the back of can give liberty, instruction and directin, e) Three prohibition, that is don’t misapplied authority, don’t deviate in sector finance, don’t contravene morality, (2) Taman Siswa is real shape from implementation

the cogitation in national education of Ki Hajar Dewantara. Taman Siswa making effort national education that not be in contradiction with human right. Taman Siswa was born as shape movement education to fight the colonial education system that not appropriate with Indonesia nation spirit. 3) The obstacle from beginning of Taman Siswa, that is existenceAct of wild school . The main Act of wild school forbid founding wild schools (private school that not goverment- sponsored).

commit to user

MOTTO

Salah satu dosa yang fatal adalah pendidikan tanpa karakter (Mahatma Gandhi)

Ilmu merupakan naungan cahaya dan awalnya suatu amalan (Al hadits)

Ilmu tanpa perbuatan adalah kosong, perbuatan tanpa ilmu pincang (Ki Hajar Dewantara)

Dengan mempunyai ilmu akan mempermudah apa-apa yang kita hadapi, ilmu ibarat tumbuhan yang akan selalu tumbuh dengan ia mencarinya dan akan selalu tumpul jika ia tidak mengasahnya (Al hadits)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

1. Ibu dan Bapakkutercinta yang senantiasa

memberikan doa, kepercayaaan, dan dukungan

2. Semua keluargaku atas doa dan bantuan

3. Aisah, Hanif, Ayu, Uut, Bu rani serta mas oka yang selalu memberi doa dan nasehat

4. Sejarah’ 08

5. Almamater

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemikiran Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara ”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk mengadakan penelitian.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan persetujuan dalam penyusunan skripsi.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas MaretSurakarta yang telah memberikan ijin dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd selaku Pembimbing I, yang dengan sabar telah memberikan arahan, masukan, dan saran.

5. Dra. Sri Wahyuni, M.Pd selaku Pembimbing II, yang dengan sabar juga telah memberikan motivasi, masukan, dan saran.

6. Sahabat-sahabat terbaikku, Mahari, Ulin, Dini, Yunita, dan Mita yang telah setia memberikan bantuan dan dorongan semangat yang tak ternilai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Surakarta, Desember 2012

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Waktu Penyusunan Penelitian ...................................

33

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Bagan 2. 1 Kerangka Pemikiran ………………………………………………30 Bagan 3. 1 Prosedur Penelitian ........................................................................ 39 Bagan4. 1 Perbandingan pendidikan kritis dan Pendidikan “Gaya Bank”….. 72

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : “Gambar Ki Hajar Dewantara". ............................................. 112 Lampiran 2 : “Gambar Perguruan Taman Siswa”....................................... 113 Lampiran 3 : “Taman Siswa dan Pendidikan Nasional”. 1987. Dharma

Nyata 3................................................................................. 114 Lampiran 4 :“Sistem Pendidikan Perlu Diperbaiki”. 1973. Mei 19. Sinar Harapan. 11 ................................................................

116

Lampiran 5 :“Neng-Ning-Nung-Nang dari Alm. Ki Hajar”.1975, Mei2.

Sinar Harapan5 .................................................................... 117 Lampiran 6 : “Pengaruh Keluarga di dalam Pendidikan”. 1943. Asia Raya ....................................................................................................

118

Lampiran 7 : “Mengembangkan Sistem Among dalam Pendidikan”. 1981.

Mei 2. Pikiran Rakyat. 8 dan 12 .......................................... 120

Lampiran 8 : “Ki Hajar Di tengah-tengah suasana ke Belanda-Belandaan”.

1973. Mei 3. Sinar Harapan. v ............................................. 123 Lampiran 9 : “Ndudut Saperangan Saka Ajaran Ki Hajar Dewantara”. 1978. Mei5.Dharma Kanda. 7 .............................................

124

Lampiran 10 : “Kebangunan Nasional”. 1952. Mei 17. Nasional.14-15 ..... 125 Lampiran 11 : “Hari Pendidikan Nasional yang Pertama“.1961.Mei 2.

Obor Rakyat.1 dan 3 ............................................................ 127

Lampiran 12 : “Dehumanisasi Pendidikan”.2000. Mei 2. Solopos............. 128 Lampiran 13 : “Pendidikan Kita”.1974.Mei3.Pikiran Rakyat. 2 ................ 129 Lampiran 14 : “Persoalan Pendidikan”. 1975. 2 Mei.Pikiran Rakyat ......... 131 Lampiran 15 : “Api Kesejarahan Ki Hajar Dewantara”.1985.Mei2.

Pikiran Rakyat ..................................................................... 132

Lampiran 16 : “Ki Hajar Dewantara”. 1993. Mei2.Pikiran Rakyat ............ 133 Lampiran 17 : “Kita Kenang Ki Hajar Dewantara Tokoh Pendidikan”.

1979. Mei 2. Pikiran Rakyat ............................................... 135 Lampiran 18 : “Kilas Balik Perjuangan Ki Hajar”. 1995. Mei 2.

Pikiran Rakyat 8 -9.............................................................. .. 138 Lampiran 19 : “Keluarga sebagai Pusat Pendidikan”. 1996. Mei 2. Pikiran Rakyat. 8 ................................................................ . 140

Lampiran 20 : “Rumah sebagai Tempat Pendidikan”. 1953. Mei. Keluarga.

14-15 ................................................................................... . 141

Lampiran 21 : “Tut Wuri Handayani”. 1953. Maret. Keluarga. 10 ............ . 143 Lampiran 22 : Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan tentang Ijin Penyusunan Skripsi ....................... 145

commit to user

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia menerima dan meneruskan warisan sistem pendidikan Hindu Belanda dimulai sejak memperoleh kemerdekaan, sampai pada tahun 1972 di Indonesia diumumkan pola sekolah komprehensif yang hendak dipakai (Said, 1980).

Indonesia telah memiliki pendidikan sendiri sebelum meneruskan system pendidikan Hindu Belanda yaitu ketika orang Barat datang. Pendidikan itu dalam bentuk pesantren dan pendidikan Islam di pesantren telah berkembang di Indonesia ketika orang Barat datang pada abad ke XVI. Sistem pendidikan pesantren mirip dengan sistem pendidikan dalam zaman Hindu. Pada sistem pendidikan zaman hindu dan pendidikan pesantren murid datang pada guru, tinggal bersama-sama dan menjadi kelurga guru sambil bekerja membantu keluarga guru di rumah, sawah atau ladangnya, ia mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru (Said, 1980).

Masa kolonial Belanda berlangsung dari abad XVI sampai sekitar pertengahan abad XX. Selama periode tersebut bangsa Indonesia dikenalkan dan terkena pengaruh peradaban barat pada umumnya dan kebudayaan Belanda pada khususnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi Barat, agama Kristen dan Katolik, memberikan corak lain pada cara kehidupan menurut adat “ketimuran”. Pengaruh dari Barat dan Belanda itulah yang menyebabkan kebudayaan Indonesia berangsur-angsur maju kearah “modernisasi”. Dengan kata lain kebudayaan Indonesia ingin menjadi modern dengan tetap mempertahankan identitasnya sebagai bangsa Indonesia.

Tujuan dari pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh bangsa Barat yaitu hanya untuk menyiapkan tenaga rendah/ murahan, mengabdi pada kepentingan penjajah, melaksanakan politik memecah belah, dipertahankannya kekuasaan politik dan ekonomi penjajah, sehingga menjadikan masyarakat yang pandai bukanlah merupakan tujuan yang utama (Hadi, 2003).

commit to user

sangatlah lamban, hal ini dibuktikan dengan pernyataan Mudyahardjo (2001) sebagai berikut:

Sejak 1816, segera tampak bahwa pengaturan tentang persekolahan dan sekolah dasar lebih ditujukan pada pendidikan untuk orang-orang Belanda saja. Pada tahun 1848 untuk pertama kalinya ditetapkan anggaran belanja untuk pendidikan orang-orang Indonesia, dan baru tahun 1863 diputuskan melaksanakan pendidikan untuk semua anak-anak bumiputera (hlm. 259).

Dalam hal memberikan pendidikan kepada bangsa Indonesia, tujuan bangsa Belanda hanyalah untuk mencetak tenaga-tenaga administrasi, yang nantinya bisa dibayar dengan bayaran yang murah. Sehingga Belanda tidak secara sungguh-sungguh untuk melaksanakan pendidikan di Indoensia. Selain itu pendidikan rendah yang diberikan kepada masyarakat Indonesia juga mencegah timbulnya gerakan-gerakan dari kaum intelektual untuk merdeka.

Belanda hanya membawa sistem pendidikan Barat, pada awalnya hanya sedikit untuk orang-orang Belanda saja, tetapi kemudian diperluas untuk anak Indonesia untuk mengisi kebutuhan pemerintah Belanda akan tenaga-tenaga administrasi tingkat rendah dan lapisan bawah dari tingkat menengah. Sebelum memberikan pendidikan untuk anak Indonesia, Belanda mengadakan pendidikan untuk anak-anak Indonesia yang tujuannya menghapus pengaruh pendidikan agama Katolik yang dibawa oleh orang Spanyol dan Portugis ke bagian Timur Indonesia sebelum kedatangan Belanda (Said, 1980).

Mengenai tujuan dari sistem pendidikan Belanda, Suparlan (1984) berpendapat: Ketika Indonesia masih di tangan penjajah, sekolah-sekolah yang

didirikan oleh pemerintah Belanda tidak untuk mencetak orang-orang yang pandai, akan tetapi bertujuan mendidik pribumi untuk dijadikan pegawai Belanda agar ikut membantu usaha Belanda dalam mengeruk kekayaan bumi Indonesia ini (hlm. 11).

Adanya tujuan pendidikan yang diberikan pemerintah Belanda yaitu mendidik penduduk pribumi untuk menjadi pegawai dan membantu usaha Belanda, maka bentuk masyarakat yang tercetak mempunyai sifat-sifat seperti

commit to user

Pendidikan yang dibawa oleh pemerintah Belanda sangatlah besar pengaruhnya dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Akan tetapi meskipun sebagian besar dampak yang diberikan adalah dampak negatif, dampak positif yang diberikan dari pendidikan Belanda itu juga ada. Masyarakat Indonesia tidak hanya mengenal pendidikan agama, tetapi juga pendidikan umum yang bermanfaat dalam kehidupan.

Mengenai penyelanggaraan pendidikan pada zaman kolonial Mudyahardjo (2001) berpendapat, “Penyelenggaraan pendidikan pada Zaman Kolonial Belanda didasarkan pada liberalisme kapitalistik, yaitu perluasan pendidikan bumiputera yang diselaraskan dengan kepentingan penanaman modal terutama para kapitalis Belanda” (hlm. 265).

Tujuan lain dari sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda dikemukakan oleh Nasution (1995) sebagai berikut: Pada zaman kolonial, telah disediakan sekolah oleh pemerintah Belanda

yang beraneka ragam bagi orang Indonesia yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-sekolah ini adalah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Lahirnya suatu sistem pendidikan bukanlah hasil suatu perencaaan menyeluruh melainkan langkah demi langkah melalui eksperimentasi dan didorong oleh perencanaan praktis di bawah pengaruh kondisi sosial, ekonomi dan politik di Nederland maupun di Hindia Belanda (hlm. 1).

Dalam menjalankan pendidikan di Indonesia, Belanda menerapkan prinsip-prinsip agar pendidikan kolonial tidak terpengaruh dengan keadaan yang ada di Indonesia, agar tetap berjalan sesuai dengan pendidikan yang ada di Netherland. Salah satu prinsip yang diterapkan oleh Belanda yaitu Konkordansi. Menurut Nasution (1995), yang dimaksud dengan konkordansi sebagai berikut:

Dalam prinsip konkordansi ini pemerintah Belanda memaksa semua sekolah berorientasi Barat mengikuti model sekolah seperti di Nederland dan menghalangi penyesuaian pendidikan kolonial dengan keadaan yang ada di Indonesia. Pendidikan Barat telah membawa perubahan dalam pandangan orang Indonesia dan dikhawatirkan jika orang-orang Indonesia sendiri menjauhkan diri dari kebudayaannya, bahkan mungkin akan terjadi konflik antara Barat dengan adat istiadat. Namun adat istiadat juga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

commit to user

dengan orang Belanda (hlm. 145-146).

Sistem pendidikan bangsa Indonesia saat ini tidak bisa secara tiba-tiba dimiliki oleh bangsa Indonesia, akan tetapi melalui proses dan pengalaman yang panjang. Seorang pakar pendidik mengemukakan sedikit mengenai hal-hal yang menjiwai sistem pendidikan di Indonesia sebagai berikut:

Sistem pendidikan yang kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa Indonesia pada masa lalu. Pendidikan yang ada di Indonesia saat ini tidaklah lepas dari pengaruh pendidikan Belanda yang telah berabad-abad menjajah bangsa Indonesia. Kurikulum sekolah pada masa penjajahan Belanda juga mengalami perubahan yang radikal. Kurikulum sekolah dipengaruhi oleh ide liberalisme. Tujuan pendidikan bukan lagi untuk memupuk rasa takut kepada Tuhan, akan tetapi pendidikan sekarang ditujukan kepada pengembangan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial serta usaha mencapai tujuan-tujuan sekuler lainnya (Nasution, 1995: 9- 10).

Selama ini para pendidik diajari teori pendidikan Barat yang sekuler dan menjadikannya sebagai standar dalam melaksanakan pendidikan di sekolah- sekolah, maupun di kampus. Hal ini telah membentuk pola pikir dan praktek sekuler dalam dunia pendidikan Indonesia. Pendidikan yang didasarkan pada teori pendidikan Barat itu tidak berhasil meneguhkan identitas sebagai bangsa melainkan justru telah mencabut sendi-sendi kebangsan sehingga menjadi bangsa yang tidak memiliki identitas kebangsaan yang jelas. Salah satu penyebabnya antara lain pendidikan bangsa Indonesia yang telah mengabaikan kearifan lokal dan lebih dari 30 tahun telah melibatkan pendidikan yang barat dalam proses pendidikan.

Langkah yang tepat untuk mengatasi masalah yang timbul akibat pengaruh dari pendidikan Barat yaitu kembali ke kebudayaan lokal, bukan berarti bangsa Indonesia menolak filosofi dan teori Barat, akan tetapi harus memberikan ruh kultural dalam melaksanakan pendidikan di Indonesia. Kearifan lokal dalam pendidikan Indonesia diantaranya adalah sosok Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar

commit to user

menopang bangunan pendidikan yang berkebangsaan dan bermartabat. Perjalanan hidup Ki Hajar Dewantara adalah perjalanan untuk mewujudkan nasionalisme dalam Indonesia merdeka. Ki Hajar Dewantara adalah seorang nasionalis yang berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka. Nasionalisme yang dianut dan hendak diwujudkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah nasionalisme kebudayaan bertrikon, yaitu berakar pada kebudayaan sendiri yang terus berasimilasi dengan unsur-unsur budaya luar (Mudyahardjo, 2001).

Pada tahun 1922 Ki Hajar Dewantara, Dr. Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo mendirikan Taman Siswa. Di dalam Taman Siswa tersebut Ki Hajar Dewantara menuangkan ide-idenya tentang Pendidikan. Dewantara menjelaskan bahwa pendidikan Taman Siswa tidak memakai syarat paksaan seperti yang terdapat dalam dasar-dasar pendidikan Barat, yaitu perintah, hukuman dan ketertiban. Praktek pendidikan seperti itu seolah-olah telah menyiksa kehidupan batin anak. Anak-anak yang rusak budi pekertinya dikarenakan selalu hidup di bawah paksaan dan hukuman. Apabila Taman Siswa menerapkan sistem Pendidikan seperti pendidikan Barat itu maka tidak akan bisa membentuk orang yang punya kepribadian (1977).

Perjuangan bangsa Indonesia dalam meningkatkan pendidikan sangatlah beragam, salah satu usaha yang paling menonjol dalam meningkatkan perjuangan, sebagai badan pembangunan masyarakat dan kebudayaan yaitu dibentuknya Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara. Dengan dibentuknya Taman Siswa tidak hanya bidang pendidikan yang bisa diperbaiki, akan tetapi dalam bidang kebudayaan juga mengalami peningkatan.

Hal tersebut juga sesuai dengan simpulan Ki Hajar Dewantara bahwa Taman Siswa merupakan badan perjuangan yang berjiwa nasional, dan badan pembangunan masyarakat dan kebudayaan. Sebagai badan perjuangan, Taman Siswa mempunyai tugas untuk mewujudkan sistem pendidikan dan pengajaran nasional. Hal ini mengandung arti bahwa Taman Siswa teguh mempertahankan dan memelihara asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa dari segala bentuk perpecahan yang bersumber dari semangat perseorangan dan ancaman dari luar

commit to user

melakukan perlawanan secara positif atau secara nonkooperatif (Mudyahardjo, 2001: 301-302).

Salah satu tujuan dari dibentuknya Taman Siswa, Soeratman (1985), menyatakan: Perguruan Taman Siswa dibentuk pada saat rakyat Indonesia bergerak

menuju Indonesia merdeka. Pada waktu itu pergerakan rakyat sedang menempuh masa peralihan, dari masa perjuangan secara kooperatif dengan Pemerintah Kolonial ke masa perjuangan non-kooperatif. Taman Siswa tidak hanya menghendaki pembentukan intelektual, tetapi juga mengutamakan pendidikan dalam arti pemeliharaan dan latihan susila, cara yang baik digunakan yaitu dengan dasar kekeluargaan (hlm. 77).

Ki Hajar Dewantara adalah bapak Pendidikan Nasional Indonesia, karena Ki Hajar merupakan orang pertama yang mendirikan Perguruan Nasional yang didasarkan pada konsep pendidikan yang berjiwa nasionalisme Indonesia yang bersifat kultural. Prinsip mengutamakan pemerataan pendidikan dijadikan dasar dalam pembangunan pendidikan. Hal yang terpenting ialah jiwa nasionalisme Ki Hajar Dewantara telah memberi corak dalam perkembangan pendidikan nasional Indonesia (Mudyahardjo, 2001).

Pengertian dari Pendidikan Nasional itu sangatlah beragam. Dewantara (1977) dalam Taman Siswa menyatakan: Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pada garis

hidup kebudayaan bangsanya dan ditujukan untuk kehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja sama dengan bangsa lain untuk kedamaian seluruh bangsa di dunia. Pendidikan budi pekerti harus menggunakan syarat-syarat yang selaras dengan jiwa kebangsaan menuju pada kesucian, ketertiban dan kedamaian lahir batin, tidak hanya syarat yang sudah ada melainkan syarat zaman baru yang bermanfaat dan yang sesuai dengan maksud dan tujuan bangsa (hlm. 15).

Pendidikan masa lampau menjadi dasar dari Pendidikan Nasional Indonesia saat ini. Mudyahardjo (2001) menyatakan: Pendidikan Nasional Indonesia merdeka secara formal dimulai sejak

bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya, yaitu 17 Agustus 1945. Pendidikan Nasional Indonesia merdeka merupakan kelanjutan dari cita- cita dan praktek-praktek pendidikan masa lampau. Secara garis besar, apabila dilihat dari segi budaya, maka pendidikan masa lampau yang

commit to user

pendidikan nasional Indonesia merdeka (hlm. 214).

Pendidikan Nasional yang berdasarkan karakter bangsa adalah pendidikan yang di cita-citakan Ki Hajar Dewantara dan dapat mengubah pendidikan di Indonesia sehingga bisa kembali ke kearifan lokal bangsa Indonesia. Akhirnya perlu disadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian.

Dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik dalam mengkaji mengenai Pendidikan dengan judul “Pemikiran Pendidikan

Nasional Ki Hajar Dewantara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Pemikiran Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara?

2. Bagaimana implementasi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara terhadap Pendidikan di Indonesia?

3. Bagaimana kendala dalam mengimplementasikan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Dalam hubungannya dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan :

1. Mendeskripsikan Pemikiran Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara

2. Mendeskripsikan Implementasi Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara terhadap Pendidikan di Indonesia

3. Mendeskripsikan kendala dalam mengimplementasikan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di Indonesia

commit to user

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

a. Memberikan tambahan pengetahuan sejarah khususnya yang berkaitan dengan Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara.

b. Dengan penulisan ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

c. Merangsang minat pembaca untuk mengkaji lebih jauh tentang sejarah Ki Hajar Dewantara beserta pemikiran-pemikirannya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penulisan ini diharapkan akan dapat bermanfaat :

a. Dipakai sebagai suatu karya ilmiah yang berguna untuk menambah wawasan masyarakat umumnya dan khususnya masyarakat lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Sebagai bahan masukan kepada pembaca untuk digunakan sebagai wacana dan sumber data dalam bidang sejarah.

c. Bagi penulis skripsi ini akan menjadi tolok ukur kemampuan dari penulis dalam mempersembahkan karya ilmiah sejarah untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana pendidikan Program Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

commit to user

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pendidikan

Pengertian Pendidikan, yang berasal dari kata "didik", lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Kamus Besar Indonesia, 1991).

Seorang pakar pendidik merumuskan mengenai pengertian pendidikan dalam arti sederhana, sebagai berikut: Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha

manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Hasbullah, 2001: 1).

Mengenai pengertian lain dari Pendidikan, Dewantara (2009) berpendapat: Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi

pekerti (karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Menurut pengertian umum, berdasarkan apa yang kita saksikan dalam beragam jenis pendidikan itu, pendidikan diartikan sebagai ‘ tuntutan dalam hidup tumbuhnya anak-anak’. Maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat (hlm. 3).

Dalam Hasbullah (2005) menyatakan bahwa: Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam

kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk secara khusus untuk memudahkan

commit to user

pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju ke arah cita-cita tertentu, maka yang merupakan masalah pokok bagi pendidikan ialah memilih arah atau tujuan yang ingin dicapai (hlm. 10).

Dalam proses pendidikan peserta didik diibaratkan sebagai masukan, yang mana peserta didik itu masih dalam keadaan yang kosong, belum mempunyai bekal apa-apa kecuali hanya pembawaan yang dibawa sejak lahir dan setelah memasuki dunia pendidikan peserta didik akan mengolah pendidikan yang telah didapatkan itu. Pendidikan yang diberikan pada manusia sebenarnya adalah mengembangkan unsur-unsur yang ada pada manusia.

Seorang pakar pendidikan merumuskan tentang pendidikan sebagai berikut: Pendidikan harus didasarkan atas prinsip Pancasila. Ungkapan “manusia Pancasila” dapat diartikan sebagai dedikasi yang tinggi terhadap masa depan Indonesia; mengembangkan identitas, kesadaran dan kesatuan bangsa; sehat fisik maupun jiwa; menguasai pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pambangunan; kreatif dan bertanggung jawab; taat pada agama; bersikap demokratis dan toleransi; mencintai rakyat dan sesama manusia; dapat mewariskan semangat dan nilai-nilai 1945; menghormati tradisi dan sejarah nenek moyang (Beeby, 1981: 279).

Sistem pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak Indonesia sebaiknya didasarkan pada hidup kemanusiaan, yaitu keluhuran budi dan bersendi pada semua sifat peradaban bangsa dalam arti luas. Keluhuran budi dan peradaban bangsa itulah yang dalam kalangan pendidikan dan pengajaran dinamakan dengan dasar kebudayaan. Apabila pendidikan dan pengajaran anak telah bersandar pada kebudayaan kebangsaan sendiri maka hilanglah semua akar hidup kebaratan yang telah merusak kesejahteraan rakyat Indonesia (Dewantara, 1977)

Dalam proses pendidikan, kedudukan anak didik sangat penting. Seperti yang dikemukakan oleh Hasbullah (2005) sebagai berikut:

Proses pendidikan berlangsung dalam situasi pendidikan yang dialaminya, anak didik merupakan komponen yang hakiki. Antara pendidik dan anak didik sama-sama merupakan subjek pendidikan. Keduanya sama penting. Inti kegiatan pendidikan adalah pemberian

commit to user

Pendidikan berusaha untuk membawa anak yang semula serba tidak berdaya, yang hampir keseluruhan hidupnya menggantungkan diri pada orang lain, ke tingkat dewasa yaitu suatu keadaan dimana anak sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, baik secara individual, secara sosial maupun secara susila (hlm. 24-25).

Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas keadaban, yaitu memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan (Dewantara, 1977).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Pendidikan juga merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju ke arah cita-cita tertentu.

2. Sekularisasi Pendidikan Kolonial

Secara historis diketahui sejak pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan sistem pendidikannya yang bersifat sekuler, keadaan pendidikan di Indonesia berjalan secara dualistis. Pendidikan Kolonial yang tidak memperhatikan nilai-nilai agama dengan pola Baratnya berjalan sendiri, sedangkan pendidikan Islam yang tidak memperhatikan pengetahuan umum juga berjalan sendiri. Hal ini berjalan sampai diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, meskipun pada permulaan abad ke-20 sudah diperkenalkan sistem pendidikan madrasah yang berusaha memadukan kedua sistem tersebut, akan tetapi suasana ketradisionalannya masih terlihat sekali (Hasbullah, 2005).

Mengenai dimulainya pendidikan modern di Indonesia, Nugroho (2008) menyatakan: Pendidikan modern Indonesia dimulai sejak akhir abad ke-18, ketika

Belanda mengakhiri politik Tanam Paksa menjadi Politik Etis sebagai akibat kritik dari kelompok sosialis di Negeri Belanda yang mengecam praktik Tanam Paksa yang menyebabkan kesengsaraan maha dahsyat di Hindia Belanda. Sejarah Pendidikan di Indonesia

commit to user

1908, Pagoeyoeban Pasoendan di tahun 1913 dan Taman Siswa di tahun 1922” (hlm. 15).

Kaum kolonial yang berhasil masuk di bumi nusantara dengan misi yang ganda (antara imperialisme dan kristenisasi) bukannya membawa dampak yang positif bagi bangsa Indonesia akan tetapi justru sangat merusak tatanan yang sudah ada. Menurut penjelasan Nata bahwa kedatangan bangsa Barat di Indonesia yang memang telah membawa kemajuan teknologi, tetapi kemajuan teknologi tersebut bukan dinikmati penduduk pribumi. Tujuan bangsa Barat hanyalah meningkatkan hasil penjajahannya. Begitu pula halnya dengan pendidikan, bangsa Barat telah memperkenalkan sistem dan metodologi baru dan tentunya lebih efektif, namun semua itu sekedar dilakukan untuk menghasilkan tenaga-tenaga yang dapat membantu segala kepentingan penjajah dengan imbalan yang murah sekali dibandingkan dengan jika bangsa Barat sendiri yang mendatangkan tenaga dari Barat (Nata, 2001).

Jepang mempunyai andil dalam melemahkan watak kolonial elitis pendidikan Indonesia. Namun 3,5 tahun diduduki tentara asing tidaklah cukup untuk menghapuskan akibat pengaruh Belanda yang sudah berabad-abad. Sikap dan cara berpikir setiap pendidik, dari menteri sampai guru yang terendah menunjukkan pengaruh kuat Belanda dan pola berpikirnya tampak pada setiap langkah pembaharuan yang para pejabat dan guru itu buat. Lebih parah lagi, tidak ada model sistem pendidikan yang sudah siap pakai untuk suatu negara miskin dan baru merdeka (Beeby, 1981: 7).

Sistem pendidikan di Indonesia yang tidak terlepas dari duplikasi terhadap pendidikan di negara-negara Barat tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Idris (1982) yang menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1950 jo UU No. 12 Tahun 1954, secara teoretik banyak diwarnai oleh corak pemikiran filsafat humanism, karena elite pemikirnya yang berasal dari didikan kolonialis Belanda atau Eropa, sehingga dalam praktiknya berkembang dualisme pendidikan, Islami dan Sekuler (Muhaimin, 2009).

commit to user

yang tentu saja dimaksudkan untuk kepentingan Belanda sendiri, terutama untuk kepentingan agama Kristen. Politik yang dijalankan Pemerintah Hindia Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebenarnya didasarkan oleh rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya, yaitu Kristen dan rasa kolonialismenya sehingga bangsa Belanda menetapkan ketentuan atau peraturan yang menyangkut pendidikan agama Islam (Nata, 2001).

Seorang pakar pendidikan merumuskan mengenai perbedaan pendidikan dan pengajaran pada sekolah umum sekuler dan Islam sebagai berikut:

Sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah umum yang sekuler dan sistem pendidikan dan pengajaran Islam pada awal masa kemerdekaan sering dianggap saling bertentangan serta tumbuh dan berkembang secara terpisah satu sama lain. Sistem pendidikan dan pengajaran yang pertama pada mulanya hanya menjangkau dan dinikmati oleh sebagian kalangan masyarakat, terutama kalangan atas saja. Sedangkan yang kedua (sistem pendidikan dan pengajaran Islam) tumbuh dan berkembang secara mandiri di kalangan rakyat dan berurat akar dalam masyarakat (Muhaimin, 2009: 77-78).

Mengenai sistem pendidikan dan pengajaran di Indonesia sejak adanya kekuasaan kolonial sampai jaman sekarang, Dewantara (1977) menjelaskan:

Pengaruh yang ditimbulkan dari luar terhadap sistem pendidikan dan pengajaran di Indonesia dari adanya kekuasaan kolonial sampai sekarang menimbulkan dampak yang cukup besar, yang menjadikan pendidikan dan pengajaran Indonesia memiliki 3 sifat yang cukup dominan, yaitu: a. Intelektualistis, semata-mata sifatnya hanya berfikir (hanya untuk mengetahui dan tidak untuk diamalkan), b. Individualistis , mementingkan hidup sendiri dan tidak mementingkan hidup bersama, c. Materialistis, mengutamakan nikmat hidup kebendaan dan tidak menghargai nilai-nilai kebatinan (hlm. 191).

Daulay (2007) mengemukakan mengenai perbedaan pesantren dengan lembaga pendidikan sekolah dari segi sistem, metode dan materinya sebagai berikut:

Pesantren dan sejenisnya dari segi sistem, metode dan materi berbeda dengan lembaga pendidikan sekolah yang diasuh oleh pemerintah

commit to user

metodenya terpusat pada metode wetonan, sorogan, hafalan yang disampaikan pada pengajian kitab-kitab klasik, materinya semata- mata ilmu agama saja. Sedangkan di sekolah-sekolah Belanda memakai sistem klasikal metodenya adalah seirama dan serasi dengan metode klasikal, materinya semata-mata pelajaran umum, disini sama sekali tidak diajarkan agama (hlm. 31).

Pendidikan masa kolonial menurut Septyoko (2008) bahwa, pemerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat untuk kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan sekolah-sekolah ini ternyata tidak menjadi sebuah sarana pencerdasan masyarakat pribumi. Pendidikan yang disediakan Belanda ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi berhitung, membaca, dan menulis. Setelah lulus dari sekolah, akhirnya mereka dipekerjakan sebagai pegawai kelas rendah untuk kantor-kantor Belanda di Indonesia.

Pelayanan pendidikan pada zaman kolonial Belanda sebelum tahun 1900 dapat dibedakan menjadi tiga macam, Mudyahardjo (2001) menyatakan, “Pertama, Sekolah dasar dan lanjutan untuk golongan penduduk Eropa, Kedua, Sekolah dasar negeri dan sekolah raja untuk golongan penduduk bumiputera, dan Ketiga, sekolah kejuruan yang dapat diikuti oleh golongan Eropa dan bumiputera” (hlm. 261).

Sistem pendidikan di Hindia Belanda dalam fungsi sosialnya tidak dapat disamakan dengan sistem pendidikan di negeri Barat yang sudah berkembang seperti Belanda misalnya. Sistem pendidikan di Belanda dapat dikatakan sebagai satu bagian yang wajar dari masyarakat dan tumbuh serta berkembang terus dengan masyarakatnya. Sistem pendidikan di Hindia Belanda merupakan unsur asing dan belum merupakan suatu bagian wajar yang semestinya dari masyarakat.

Pendidikan Masa Kolonial menurut Septyoko (2008) bahwa Masa penjajahan Belanda bisa dikatakan adalah salah satu pondasi berbagai sistem yang berlaku di Indonesia. Mulai dari sistem birokrasi pemerintahan, perekonomian, pendidikan, bahkan hingga tata cara pengairan masih banyak bergantung pada sarana-sarana pengairan peninggalan Belanda. Dari sekian banyak sistem yang ditinggalkan Belanda di Indonesia, salah satu hal yang

commit to user

disebabkan pendidikan bisa dikatakan salah satu poin penting dalam pembangunan negara dan peningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

Metode pendidikan bangsa Barat tidak bisa dijadikan patokan dan ukuran bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia karena tujuan pendidikan Barat sangat berbeda dengan tujuan pendidikan bangsa Indonesia. Akan tetapi, hal-hal yang baik sesuai dengan karakter dan keadaan Bangsa boleh ditiru dan diambil. Selanjutnya hal-hal yang bertentangan dengan karakter pribadi rakyat Indonesia ditinggalkan (Fananie, 2001).

Pendidikan dan pengajaran harus menghasilkan orang-orang yang cinta akan kebudayaannya sendiri, sehingga bisa tumbuh rasa bangga akan jati dirinya sebagai sebuah bangsa yang unik, beragam dan satu. Murid yang dididik dan diajar dengan cara yang cenderung mengikuti gaya Barat, dikhawatirkan murid akan merasa minder dengan kebudayaan sendiri dan menganggap kebudayaan Barat itu lebih tinggi dan lebih baik.

Pendidikan yang diberikan oleh orang Belanda tidak selalu memupuk loyalitas terhadap pemerintah Belanda, akan tetapi malah cenderung menimbulkan perlawanan terhadap Belanda, yang sering berbentuk organisasi Barat, sering di bawah pimpinan orang yang berpendidikan Barat. Akibat lain yang ditimbulkan adalah kesadaran bersekolah di kalangan bangsa Indonesia yang menjelma dalam bentuk partikelir, sekolah swasta yang dicap oleh orang Belanda sebagai wilde scholen, sekolah liar (Nasution, 1995).

Sistem sekolah pada zaman sekarang ini kebanyakan sudah mendapatkan pengaruh dari sistem sekolah di Eropa sehingga berakibat buruk bagi perkembangan pendidikan anak-anak, Ki Hajar Dewantara (1977) berpendapat, “anak-anak yang mendapat pengaruh dengan sistem sekolah di Eropa umumnya bertabiat kasar, kurangnya rasa kemanusiaan yang menyebabkan kurangnya rasa sosial, sehingga tumbuh sifat egois dan individualisme” (hlm. 106).

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun

commit to user

di nusantara tidak dilaksanakan secara terpusat, tetapi banyak diupayakan secara perorangan, biasanya oleh para ulama Islam dalam rangka penyebaran agama Islam (Mudyahardjo, 2001).

Lembaga pendidikan pesantren melahirkan out put yang mempunyai pengetahuan agama sangat mendalam, tetapi miskin sekali pengetahuan umum. Oleh sebab itu umat Islam sangat tercecer terutama dalam bidang pendidikan. Orang yang duduk dalam tampuk pemerintahan adalah orang non-Islam atau minimal orang Islam yang berpendidikan sekuler. Pemerintah dan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan masih mewarisi sistem pendidikan yang bersifat dualistis tersebut. Sistem pendidikan dan pengajaran modern yang bercorak sekuler atau sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah- sekolah umum yang merupakan warisan dari pemerintah kolonial Belanda (Hasbullah, 2005).

Sebagian isi kebudayaan Barat adalah musuh yang akan menghancurkan keberagaman para peserta didik. Muhaimin (2009) menerangkan sedikit mengenai pengaruh budaya Barat tersebut, yaitu sebagai berikut:

Dedikasi guru agama semakin menurun, lebih bersifat transaksional dalam bekerja, orang tua di rumah mulai tidak memperhatikan pendidikan agama anaknya, orientasi tindakan semakin materislistis, orang semakin bersifat rasional, orang semakin bersifat individualis, kontrol sosial semakin melemah, dan lain-lain. Budaya Barat sudah mengglobal, sehingga kita harus mampu menyaring nilai-nilai mana yang boleh diambil dan yang tidak boleh diambil (hlm. 58).

Ki Hajar Dewantara sebagai seorang yang ahli dalam ilmu pendidikan Indonesia, yang membangun sebuah perguruan Taman Siswa, pernah menulis, “... sekarang sebaliknya keadaan pendidikan, yang hanya disandarkan pada aturan “ onderwijs” dengan caranya “ school system”. Udara yang ada hanya udara “intelektualitas” yang sering berjauhan dengan adat kemanusiaan. Sekolah yang tidak didasarkan pada nilai-nilai Islam terkadang justru menjadi penyebab anak-anak untuk keluar dari keislaman dan peradaban karena di dalam sekolah itulah anak-anak mulai mendapat pengaruh yang berlawanan,

commit to user

diterangkan oleh Ki Hajar Dewantara (Fananie, 2001). Pengaruh dari IPTEK dan globalisasi sebagian besar berdampak negatif terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia, Tauchid (1979) menyatakan:

Bangsa Eropa dengan cepat menyesuaikan dengan ilmu pengetahuan baru tentang intelektualisme dan materialisme. Ilmu pengetahuan menjadi rasionalistis dan posifistis. Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil pendidikan intelek yang tinggi inilah yang telah merajai bangsa Barat. Rasio menunjukkan semakin tajamnya dalam segala bentuknya. Dengan bentuk dan wujud itulah Eropa datang dengan teknik dan intelektualismenya dan mengenalkan diri dari segi wajahnya yang kurang menarik. Masyarakat Indonesia menjadi sulit untuk mengenal segi yang baik dunia Barat yang modern (hlm. 13).

Menyinggung mengenai sistem pendidikan, Brodjonegoro mengatakan bahwa sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia saat ini jelas tidak lagi sesuai dengan kebutuhan riil dari masyarakat. Oleh karena itu perlu diperbaiki dan disempurnakan, sehingga benar-benar membawa tugas bidang pendidikan pada tujuannya (1973).

Pendidikan yang diberikan pemerintah Belanda kepada rakyat Indonesia mengandung unsur diskriminatif, seperti yang diungkapkan oleh Rifa’i yaitu masih ada perbedaan pelayanan bagi anak-anak bumiputera dengan anak-anak Belanda, yaitu diturunkannya uang sekolah (hanya) untuk sekolah Belanda. Anak-anak Indonesia banyak yang tidak diterima di sekolah-sekolah Belanda (2011).

Dokumen yang terkait

1. No. Responden: 2. Nama : 3. Umur : 4. Kelas : - Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Dismenorea dan Tindakan Dalam Penanganan Dismenorea di SMP Swasta Kualuh Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2015

0 0 22

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Dismenorea dan Tindakan Dalam Penanganan Dismenorea di SMP Swasta Kualuh Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2015

0 1 16

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Dismenorea dan Tindakan Dalam Penanganan Dismenorea di SMP Swasta Kualuh Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2015

0 1 10

BAB II PROFIL PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat dan Kegiatan Operasional Perusahaan ` 2.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT Perkebunan Nusantara II (persero) Kebun Sampali berkedudukan di pasar - Efisiensi Pengelolaan Dana Dalam Rangka Meningkatkan Rentabilita

0 1 15

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan - Analisis Pinjaman Polis di AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Medan

0 1 27

BAB II BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA II DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT A. Sejarah Ringkas 1. Kementerian Pekerjaan Umum - Pengendalian Internal Penerimaan Dan Pengeluaran Kas Pada Balai Wilayah Sungai S

0 0 30

BAB II PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN A. Sejarah Ringkas - Sistem Informasi Akuntansi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan

0 1 31

BAB II DINAS PERHUBUNGAN KOTA MEDAN A. Sejarah Ringkas - Sistem Akuntansi Penerimaan dan Pengeluaran Kas Pada Dinas Perhubungan Kota Medan

0 0 26

BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Singkat PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk - Peranan Kepimimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Kcu Universitas Sumatera Utara.

0 0 11

PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Depresi pada M ahasiswi S1 yang Sudah Menikah dan Belum Menikah di Unversitas Sebelas Maret Surakarta

0 1 46