Tabel 2. Kejadian keguguran berulang berdasarkan usia kehamilan dikaitkan dengan kemungkinan penyebab dan investigasi
Jenis keguguran Kondisi yang mungkin
berhubungan Investigasi
Keguguran preembrionik dan
embrionik Kelainan kromosom
Kelainan hormon Kelainan endometrium
Kelainan imunologis Pemeriksaan kromosom
Pemeriksaan hormon Pengambilan sampel
Endometrium ACA dan LA
Keguguran janin Antifosfolipid Syndrome
APS
Tromobofilia ACA dan LA
Pemeriksaan hemostatis dan skrining
trombofilia
Keguguran trimester kedua
Kelainan anatomi Kelemahan servikc
Histeroskopi , USG USG
2.4 Etiologi
Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut
yaitu :
2,3,5,9,12,13,14
Universitas Sumatera Utara
1.4.1 Faktor Kromosom
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50 kejadian abortus pada trimester pertama yang
merupakan kelainan sitogenetik. Kelainan tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi awal kehamilan, kelainan sitogenetik embrio biasanya
berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis misalnya non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.
1.4.2 Kelainan Kongenital
Defek anatomi diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden
kelainan bentuk uterus berkisar 1200 sampai 1600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus ditemukan anomali uterus pada 27
pasien. Studi Oleh Acien 1996 terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 yang bisa bertahan
sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 mengalami persalinan abnormal premature, sungsang. Penyebab terbanyak abortus karena
kelainan anatomi uterus adalah septum uterus 40-80, kemudian uterus bikornu atau uterus didelphi atau unikornu 10-30. Mioma uteri bisa
menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang . Risiko kejadiannya antara 10-30 pada perempuan usia reproduksi.
19
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Inkompeten Servik
Servik inkompeten adalah ketidakmampuan servik untuk
mempertahankan kehamilan sampai dengan aterm. Insiden ini terjadi bervariasi pada semua wanita hamil, berkisar 8 sd 15 . Insiden ini
diperkuat dari riwayat sudah pernah mengalami abortus sebelumnya.
2.4.4 Autoimun
Penyebab imunologis abortus berulang kurang dipahami, jika secara luas banyak antibodi ditemukan positif. Hubungan antara berbagai antibodi
ini masih menjadi persoalan. Lebih banyak kejadian berulang abortus semakin tinggi kadar antibodi yang terdeteksi. Sekiranya ini adalah penyebab
atau akibat susah ditentukan, tetapi terdapat hubungan antara regimen pengobatan yang menyebabkan pemeriksaan antibodi ini penting
25
5
Satu tipe yang harus diperiksa adalah antifosfolipd syndrome APS yang terkait pada 15 abortus berulang
.
9
. Fosfolipid berperan dalam membran sel dan berbagai fungsi seluler seperti sintesis prostasiklin dan
aktivitas protein C. Antibodi antifosfolip terkait dengan banyak penyakit termasuk kelainan vaskuler endotel dan abortus dini. Secara klasik antibodi
ini terkait dengan kematian intrauterine, solusio, IUGR dan Preeklamsi.
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis awal terkait pada abnormalitas pada koagulasi, yang dikenali sebagai antikoagulan ‘lupus’. Diagnosis ditegakkan dengan
menggunakan pemeriksaan koagulasi fosfolipid dependen, misalnya caolin clotting time ,plasma clotting time, APTT. Masalah utama pada pemeriksaan
ini adalah kecilnya standarisasi antara pusat dan presentase rasio positif yang berbeda-beda. Satu faktor lain adalah kadar antibodi yang berubah dengan
kehamilan. Beberapa wanita yang negative antibodinya sebelum hamil bisa mempunyai level antibodi yang abnormal pada kehamilan, dan harus
diperiksa ulang pada trimester pertama. Abnormalitas dari respon imun merupakan salah satu penyebab abortus. Sejauh ini, belum ada teori yang
terbukti diterima. Abnormalitas imun berperan dalam abortus berulang yang menyebabkan dilakukannya suatu pemeriksaan yang bersifat mahal dan
berbahaya tanpa hasil yang bermanfaat secara umum. Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit
autoimun, misalnya pada sistemik lupus eritematosus SLE dan antiphospolipid antibodi aPA. aPA merupakan antibodi spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE. Sebagian kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA
2
The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi
.
19
Universitas Sumatera Utara
a. Trombosis vascular - Satu atau lebih episode thrombosis arteri, vena atau kapiler
yang dibuktikan dengan gambaran, pencitraan, atau histopatologi.
- Pada histopatologi, trombosis tanpa disertai gambaran inflamasi.
b. Komplikasi kehamilan - Tiga atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik atau hormonal. - Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi
secara sonografi normal - Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin
normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau isufisiensi plasenta yang berat.
c. Antibodi fosfolipid antikoagulan - Pemanjangan skrining koagulasi fosfolipid aPTT, PT, dan
CT
9
- Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma platelet yang normal.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 Infeksi
Teori peran infeksi mikroba terhadap kejadian abortus diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian
abortus pada perempuan yang ternyata terpapar bruselosis.
4,9,10,24
Jenis-jenis bakteri : • Listeria monositogenes
• Klamidia trakomatis • Ureaplasma urealitikum
• Mikoplasma hominis • Bacterial vaginosis
Jenis virus : • Sitomegalovirus
• Rubella • Herpes simples virus HSV
• Human immunodeficiency virus HIV • Parpovirus
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis parasit • Toksoplasmosis gondii
• Plasmodium palsiparum
d. Faktor lingkungan Diperirakan 1-10 malformasi janin akibat dari paparan obat,
bahan kimia atau radiasi dan umunya berakhir dengan abortus
2.4.6. Kelainan Endokrin
Disfungsi endokrin dalam beberapa jalur hormon terkait dengan abortus berulang. Tidak ada peningkatan resiko abortus pada wanita dengan
DM yang terkontrol, tetapi nilai HbA1C terkait kepada kadar glikogen pada awal kehamilan yang berhubungan dengan abortus spontan dan kematian
janin dalam kehamilan. Penyakit tiroid tidak terkontrol juga berhubungan dengan kegagalan reproduksi, walaupun infertilitas merupakan masalah
utama, beberapa penyelidikan telah melaporkan hubungan antara antibodi tiroid dan abortus berulang. Jika dilakukan pemeriksaan antibodi tiroid
sebelum terjadinya abortus ditemukan positif, namun jika sudah terjadi abortus, dan diperiksa antibodi tiroid ditemukan hasil yang negatif.
4,6,7,8 19
Universitas Sumatera Utara
2.4.7 Defek Fase Luteal
Sekresi progesteron menyebabkan perubahan endometrium yang penting untuk implantasi dan melanjutkan kehamilan. Pada fase luteal siklus
menstruasi, progesteron dihasilkan dari korpus luteum. Jika terjadi kehamilan, korpus luteum menghasilkan progesteron sehingga trofoblas bisa
menghasilkan progesteron sendiri setelah 5 minggu kehamilan.
Penyelidikan awal membuat hipotesa bahwa defek fase luteal dapat menyebabkan isufisiensi sintesis progesteron dan abortus berulang. Defek
fase luteal terjadi karena kurangnya perkembangan dari folikel dan sekresi estrogen abnormal, yang membuat sekresi abnormal dari luteinizing hormone
LH dan hiperandrogen.
6
Diagnosis defek fase luteal ditegakkan dengan penemuan dari biopsi endometrium yang dilakukan setelah dihitung 2 hari dari tanggal ovulasi dari
siklus menstruasi. Kadar progesteron bisa digunakan sebagai kriteria diagnosis untuk defek fase luteal. Walaupun bukti klinis yang mendukung
defek fase luteal sebagai kondisi patologis belum ditemukan, agen progestasional sering di berikan kepada wanita dengan riwayat abortus untuk
mengurangi keguguran pada trimester pertama. Pemberian suplemen progesteron mempertahankan kehamilan sampai aterm.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8 Faktor Lingkungan
Sebenarnya hanya dua etilogi yang dikenal sebagai penyebab terjadinya abortus yaitu malformasi uterus dan kelainan kromosom dari orang
tua. Namun ada juga dari beberapa studi yang masih meneliti faktor risiko atau etiologi penyebab abortus yang lain.
19,29,28
2.4.8.1 Kafein
kafein adalah satu substansial yang terkandung didalam makanan sehari-hari, terutama dalam kopi, dengan konsentrasi rata-rata sebanyak 107
mgcangkir, tapi terdapat dalam konsentrasi yang rendah dalam teh, minuman bersoda, coklat dan obat-obatan.
Kafein mudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal dan didistribusi ke semua jaringan organisme dan juga dapat melewati sawar darah plasenta.
Waktu paruh plasma pada orang dewasa yang sehat adalah sekitar 2.5-4.5 jam. Namun pada ibu hamil waktu paruh meningkat sampai 10.5 jam. Pada
bayi baru lahir sekitar 32-140 jam. Konsumsi tembakau dapat menurunkan waktu paruh plasma kafein, namun dapat meningkatkan waktu paruh plasma
dari kafein sebanyak 20 jika konsumsi merokok dihentikan. Konsumsi kopi selama kehamilan pada beberapa studi berkaitan dengan terjadinya abortus.
Srisuphan dan Bracken menjumpai adanya resiko abortus lebih tinggi pada ibu yang mengkonsumsi kafein dari kopi dibandingkan dari teh atau coklat.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, Mills dkk tidak menjumpai adanya kaitan yang menyebabkan terjadinya abortus.
Ada beberapa hipotesis yang menjelaskan hubungan antara kafein dengan abortus. Kita tahu bahwa kafein meningkatkan siklus 3,5-adenosine
monophospat AMP cyclic, mengganggu perkembangan fetus dan hormon pada ibu dan janin. Kafein uga secara struktural mirip dengan adenin dan
guanin. Jadi bisa secara langsung berinteraksi dengan asam nukleat, menyebabkan abrasi kromosom. Mekanisme penting lain bisa meningkatkan
katekolamin yang bisa menyebabkan vasokontriksi dan menurunkan sirkulasi uteroplasenta, menyebabkan fetal hipoksia. Telah didemonstrasikan bahwa
dosis kafein 200 mg dapat menurunkan aliran darah ke uteroplasenta.
7
2.4.8.2 Tembakau
Beberapa studi menunjukkan kaitan antara kejadian abortus dengan konsumsi tembakau dan sudah dibuktikan dari beberapa studi. Beberapa
komponen dari tembakau menunjukkan adanya racun yang bisa menyebab kejadian abortus, yang paling penting nikotin. Hal ini dapat menyebabkan
vaskulitis sekunder menjadi vaskulitis spasme,menyebkan kelainan plasenta Tapi tidak satupun mekanisme aksi yang terbukti. Kaitan yang mungkin
antara tembakau dapat menghasilkan kelainan trisomi, dari hipotesa belum di demonstrasikan.
29
7
Universitas Sumatera Utara
2.4.8.3 Alkohol
Sudah kita ketahui bahwa alkohol bisa menyebabkan beberapa efek pada perkembangan fetus. Hal ini dapat menyebabkan sindrom alkohol fetus
yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh Jones dkk. Tidak ada dosis yang aman pada ibu hamil dalam mengkonsumsi alkohol. Abel dkk, mengatakan
alkohol dengan kadar dalam darah lebih dari 200 mgml dapat secara langsung menyebabkan abortus.
Namun demikian kaitan antara konsumsi alkohol yang sedang dan kaitannya dengan abortus spontan belum jelas. Dari beberapa studi yang
ditunjukkan Harlap dan Shiono bahwa resiko terjadi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol. Alkohol dapat melewati sawar plasenta janin,
mencapai level yang sama pada ibu. Mungkin, dapat menyebabkan keracunan secara langsung, tapi satu dari produk metabolisme asetaldehid
dapat mejadi teratogen yang terakumulasi pada janin.
2.4.8.3 Narkotika
Tingkat konsumsi yang tinggi dari narkotika pada masyarakat memicu beberapa studi untuk mencari penyebab efek samping terhadap ibu hamil.
Kokain adalah substansi yang berasal dari tanaman yang dijumpai di daerah Amerika Selatan disebut Erytroxylon coca.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa studi menunjukkan kemungkinan resiko efek samping dengan mengkonsumsi kokain selama kehamilan. Kokain memblok reuptake
dari katekolamin pada syaraf pusat, edapat meningkatkan konsentrasi efektor terminal di dalam aliran darah. Jadi hal ini dapat menyebabkan vasokontriksi
plasenta, dan menurunkan aliran darah uterus, dan jika level norepinefrin meningkat dapat meningkatkan kontraksi uterus. Pada binatang terjadi
penurunan oksigen pada janin, dan menyebabkan fetal takikardi setelah mengkosumsi kokain telah didemonstrasikan.
Mengenai obat-obatan lain, faktor resiko yang berkaitan dengan konsumsi marijuana belum pernah didemonstrasikan. Konsumsi heroin telah
menunjukkan pertumbuhan janin yang terganggu dan kematian janin dalam kandungan.
2.4.9 Paritas
7
Lebih dari 80 abortus terjadi pada 12 minggu usia kehamilan, dan sekurangnya separuh disebabkan oleh kelainan kromosom. Resiko terjadinya
abortus spontan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah paritas, sama atau seiring dengan usia maternal dan paternal Warburton and Fraser,
1964 menurut Elias senbeto juga melalukan penelitain pada jumlah paritas
yang 21-3 pada 567 pasien dijumpai sekitar 48,4 mengalami abortus
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pada kelompok paritas 4-6 pada 413 pasien dijumpai kejadian abortus sekitar 33,7.
2.4.10 Trauma
Trauma pada ibu hamil merupakan kondisi emergensi yang menjadi tantangan bagi setiap dokter. Perubahan fisik selama kehamilan menjadi
topeng terhadap gejala dan menimbulkan misinterpretasi. Keterlambatan dalam mendiagnosa dan menerapi menyebabkan komplikasi dan kematian
bayi. Pada penelitian oleh Aditya Noor tentang hubungan riwayat trauma terhadap kejadian abortus mengatakan resiko trauma berkorelasi dengan
abortus yaitu dijumpainya berkisar 49 lebih sering terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor. Trauma maternal penyebab non obstetrik utama yang
meningkatkan proporsi kematian antara ibu dan janin
15,16,17,26
15
Cunningham mengatakan bahwa wanita hamil selamat dari abortus berkisar 10-20 . Dari study California 4,8 juta kehamilan oleh El Kady
2004,2005 hampir 1 dalam 350 wanita dirawat karena kecelakaan. Audit dari Parkland hospital, Hawkins dan rekan mengungkapkan kecelakan kedaraan
bermotor terjadi sekitar 85. .
Universitas Sumatera Utara
2.4.11 Usia
Usia mempengaruhi angka kejadian abortus yaitu pada usia di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, kurun waktu reproduksi sehat adalah 20-30
tahun dan keguguran dapat terjadi pada usia muda, karena pada usia muda remaja, alat reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil.
1,2,18,20,24
Menurut Cunningham 2005 frekuensi abortus bertambah dari 12 pada wanita 20 tahun, menjadi 26 pada wanita diatas usia 40 tahun.
Penyebab keguguran yang lain adalah kelainan sitogenetik. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh
kejadian sporadik, misalnya nondijunction meiosis atau poliploidi dari fertilisasi abnormal.
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16 kejadian
abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction
meiosis selama gametogensis. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia.
Universitas Sumatera Utara
2.4.12 Pendidikan
Umumnya ibu yang mengalami abortus terjadi pada pendidikan yang rendah dibandingkan pendidikan yang tinggi. Menurut Prawirohardjo 2008,
bahwa kejadian abortus pada wanita terjadi pada pendidikan yang lebih rendah. Menurut Elias Senbeto 2005 juga menyatakan bahwa pendidikan
yang lebih rendah lebih sering mengalami abortus yaitu tingkat 1-6, tingkat 7- 12 dan tingkat diatas 12, pada penelitian itu disebut bahwa tingkat 7-12 lebih
banyak terjadi abortus dibanding pada tingkat 1-6. Menurut penelitian Saifuddin 2002 bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin rendah
tingkat kejadian abortus. Secara teoritis diharapkan wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan
keluarganya .
2,20,21,22
2.4.13 Pekerjaan
Kaitan antara pekerjaan dengan angka kejadian abortus berkaitan satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan wanita dengan pekerjaan dengan
pendapatan rendah berkaitan dengan tingkat abotus yang tinggi, dikarenakan pengawasan selama kehamilan yang rendah karena terkendala biaya
perobatan. Tingkat sosioekonomi yang rendah berkaitan dengan tingkat stress yang tinggi .
30
Universitas Sumatera Utara
Dua puluh tujuh persen kejadian abortus terjadi pada pasien di bawah garis kemiskinan Rachel McNair et al. Ketidakmampuan wanita dari sudut
ekonomi sebagai pemicu terjadi abortus kriminalis atau legal abortion. Hal ini juga dikaitkan dengan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang
berujung pada terjadinya perceraian. Di Altanta Hospital dikatakan bahwa banyaknya wanita yang mengalami abortus dikaitkan dengan masalah
finansial.
2.4.14 Riwayat Induksi Abortus
Masih ada kontroversi terhadap resiko terjadinya abortus setelah riwayat induksi abortus sebelumnya. Levin dkk mengatakan resiko mencapai
2,3-3,3 kali lebih tinggi pada wanita dengan riwayat abortus dua kali dan 8,1 lebih tinggi lebih tinggi pada wanita dengan riwayat abortus tiga kali atau
lebih. Rivard dan Gauthier mengatakan odds ratio 1,41 pada penderita abortus dengan riwayat induksi abortus, 4,43 setelah 2 kasus dan 1,35
setelah tiga kasus. Walau bagaimanapun, Hogue dkk tidak menemukan risiko tinggi keguguran yang terkait abortus
20
2.4.15 Kehamilan Yang Tidak Diinginkan
Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan merupakan masalah utama bagi tiap pasangan. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan
23,29
Universitas Sumatera Utara
merupakan hal yang penting pada dibagian departemen kesehatan. Wanita yang tidak mengingikan kehamilan berkaitan dari perilaku ibu yaitu ante natal
care yang inadekuat, merokok, peminum, kurang asupan gizi ibu dan kesehatan mental ibu yang berpengaruh terhadap janin.
Efek dari kehamilan yang tidak diinginkan pada usia anah sekolah berujung pada keluarnya anak tersebut dari sekolahnya. Keluarnya mereka
dari sekolah berdampak pada gangguan psikis dan dampak sosial lingkungannya. Perempuan yang keluar sekolah cenderung merupakan
golongan pengangguran dikarenakan tingkat sumber daya manusia yang rendah dan pendapatan yang rendah .
Presentase kehamilan yang tidak diiniginkan meningkat sedikit antara tahun 2001 48 tahun 2006 49. Presentase kehamilan yang tidak
diinginkan secara umum menurun dengan usia yaitu lebih dari 4 dari 5 kehamilan yang tidak diinginkan berada pada usia 19 tahun atau kurang .
Wanita dengan pendidikan dan pendapatan yang rendah memiliki tingkat kehamilan yang tidak diinginkan lebih tinggi. Kehamilan yang tidak
diinginkan ini lebih tinggi pada ras kulit hitam. Tingkat kehamilan yang tidak diinginkan itu meningkat pada status pernikahan yang tidak jelas, dan juga
Universitas Sumatera Utara
ada hubungan dengan faktor religi, dimana wanita yang tidak memiliki agama juga menyebabkan terjadinya peningkatan kehamilan yang tidak diinginkan.
2.5 Penatalaksanaan Abortus