Etiologi Faktor-Faktor Resiko Kejadian Abortus Di RSUP H.Adam Malik Medan, RSUD.Pringadi Dan RS Jejaring Periode 1 Januari 2010 - 31 Desember 2012

Tabel 2. Kejadian keguguran berulang berdasarkan usia kehamilan dikaitkan dengan kemungkinan penyebab dan investigasi Jenis keguguran Kondisi yang mungkin berhubungan Investigasi Keguguran preembrionik dan embrionik Kelainan kromosom Kelainan hormon Kelainan endometrium Kelainan imunologis Pemeriksaan kromosom Pemeriksaan hormon Pengambilan sampel Endometrium ACA dan LA Keguguran janin Antifosfolipid Syndrome APS Tromobofilia ACA dan LA Pemeriksaan hemostatis dan skrining trombofilia Keguguran trimester kedua Kelainan anatomi Kelemahan servikc Histeroskopi , USG USG

2.4 Etiologi

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut yaitu : 2,3,5,9,12,13,14 Universitas Sumatera Utara

1.4.1 Faktor Kromosom

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50 kejadian abortus pada trimester pertama yang merupakan kelainan sitogenetik. Kelainan tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi awal kehamilan, kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis misalnya non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.

1.4.2 Kelainan Kongenital

Defek anatomi diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1200 sampai 1600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus ditemukan anomali uterus pada 27 pasien. Studi Oleh Acien 1996 terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 mengalami persalinan abnormal premature, sungsang. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomi uterus adalah septum uterus 40-80, kemudian uterus bikornu atau uterus didelphi atau unikornu 10-30. Mioma uteri bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang . Risiko kejadiannya antara 10-30 pada perempuan usia reproduksi. 19 Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Inkompeten Servik

Servik inkompeten adalah ketidakmampuan servik untuk mempertahankan kehamilan sampai dengan aterm. Insiden ini terjadi bervariasi pada semua wanita hamil, berkisar 8 sd 15 . Insiden ini diperkuat dari riwayat sudah pernah mengalami abortus sebelumnya.

2.4.4 Autoimun

Penyebab imunologis abortus berulang kurang dipahami, jika secara luas banyak antibodi ditemukan positif. Hubungan antara berbagai antibodi ini masih menjadi persoalan. Lebih banyak kejadian berulang abortus semakin tinggi kadar antibodi yang terdeteksi. Sekiranya ini adalah penyebab atau akibat susah ditentukan, tetapi terdapat hubungan antara regimen pengobatan yang menyebabkan pemeriksaan antibodi ini penting 25 5 Satu tipe yang harus diperiksa adalah antifosfolipd syndrome APS yang terkait pada 15 abortus berulang . 9 . Fosfolipid berperan dalam membran sel dan berbagai fungsi seluler seperti sintesis prostasiklin dan aktivitas protein C. Antibodi antifosfolip terkait dengan banyak penyakit termasuk kelainan vaskuler endotel dan abortus dini. Secara klasik antibodi ini terkait dengan kematian intrauterine, solusio, IUGR dan Preeklamsi. Universitas Sumatera Utara Diagnosis awal terkait pada abnormalitas pada koagulasi, yang dikenali sebagai antikoagulan ‘lupus’. Diagnosis ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan koagulasi fosfolipid dependen, misalnya caolin clotting time ,plasma clotting time, APTT. Masalah utama pada pemeriksaan ini adalah kecilnya standarisasi antara pusat dan presentase rasio positif yang berbeda-beda. Satu faktor lain adalah kadar antibodi yang berubah dengan kehamilan. Beberapa wanita yang negative antibodinya sebelum hamil bisa mempunyai level antibodi yang abnormal pada kehamilan, dan harus diperiksa ulang pada trimester pertama. Abnormalitas dari respon imun merupakan salah satu penyebab abortus. Sejauh ini, belum ada teori yang terbukti diterima. Abnormalitas imun berperan dalam abortus berulang yang menyebabkan dilakukannya suatu pemeriksaan yang bersifat mahal dan berbahaya tanpa hasil yang bermanfaat secara umum. Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun, misalnya pada sistemik lupus eritematosus SLE dan antiphospolipid antibodi aPA. aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Sebagian kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA 2 The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi . 19 Universitas Sumatera Utara a. Trombosis vascular - Satu atau lebih episode thrombosis arteri, vena atau kapiler yang dibuktikan dengan gambaran, pencitraan, atau histopatologi. - Pada histopatologi, trombosis tanpa disertai gambaran inflamasi. b. Komplikasi kehamilan - Tiga atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik atau hormonal. - Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi normal - Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau isufisiensi plasenta yang berat. c. Antibodi fosfolipid antikoagulan - Pemanjangan skrining koagulasi fosfolipid aPTT, PT, dan CT 9 - Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma platelet yang normal. Universitas Sumatera Utara

2.4.5 Infeksi

Teori peran infeksi mikroba terhadap kejadian abortus diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus pada perempuan yang ternyata terpapar bruselosis. 4,9,10,24 Jenis-jenis bakteri : • Listeria monositogenes • Klamidia trakomatis • Ureaplasma urealitikum • Mikoplasma hominis • Bacterial vaginosis Jenis virus : • Sitomegalovirus • Rubella • Herpes simples virus HSV • Human immunodeficiency virus HIV • Parpovirus Universitas Sumatera Utara Jenis-jenis parasit • Toksoplasmosis gondii • Plasmodium palsiparum d. Faktor lingkungan Diperirakan 1-10 malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia atau radiasi dan umunya berakhir dengan abortus

2.4.6. Kelainan Endokrin

Disfungsi endokrin dalam beberapa jalur hormon terkait dengan abortus berulang. Tidak ada peningkatan resiko abortus pada wanita dengan DM yang terkontrol, tetapi nilai HbA1C terkait kepada kadar glikogen pada awal kehamilan yang berhubungan dengan abortus spontan dan kematian janin dalam kehamilan. Penyakit tiroid tidak terkontrol juga berhubungan dengan kegagalan reproduksi, walaupun infertilitas merupakan masalah utama, beberapa penyelidikan telah melaporkan hubungan antara antibodi tiroid dan abortus berulang. Jika dilakukan pemeriksaan antibodi tiroid sebelum terjadinya abortus ditemukan positif, namun jika sudah terjadi abortus, dan diperiksa antibodi tiroid ditemukan hasil yang negatif. 4,6,7,8 19 Universitas Sumatera Utara

2.4.7 Defek Fase Luteal

Sekresi progesteron menyebabkan perubahan endometrium yang penting untuk implantasi dan melanjutkan kehamilan. Pada fase luteal siklus menstruasi, progesteron dihasilkan dari korpus luteum. Jika terjadi kehamilan, korpus luteum menghasilkan progesteron sehingga trofoblas bisa menghasilkan progesteron sendiri setelah 5 minggu kehamilan. Penyelidikan awal membuat hipotesa bahwa defek fase luteal dapat menyebabkan isufisiensi sintesis progesteron dan abortus berulang. Defek fase luteal terjadi karena kurangnya perkembangan dari folikel dan sekresi estrogen abnormal, yang membuat sekresi abnormal dari luteinizing hormone LH dan hiperandrogen. 6 Diagnosis defek fase luteal ditegakkan dengan penemuan dari biopsi endometrium yang dilakukan setelah dihitung 2 hari dari tanggal ovulasi dari siklus menstruasi. Kadar progesteron bisa digunakan sebagai kriteria diagnosis untuk defek fase luteal. Walaupun bukti klinis yang mendukung defek fase luteal sebagai kondisi patologis belum ditemukan, agen progestasional sering di berikan kepada wanita dengan riwayat abortus untuk mengurangi keguguran pada trimester pertama. Pemberian suplemen progesteron mempertahankan kehamilan sampai aterm. Universitas Sumatera Utara

2.4.8 Faktor Lingkungan

Sebenarnya hanya dua etilogi yang dikenal sebagai penyebab terjadinya abortus yaitu malformasi uterus dan kelainan kromosom dari orang tua. Namun ada juga dari beberapa studi yang masih meneliti faktor risiko atau etiologi penyebab abortus yang lain. 19,29,28

2.4.8.1 Kafein

kafein adalah satu substansial yang terkandung didalam makanan sehari-hari, terutama dalam kopi, dengan konsentrasi rata-rata sebanyak 107 mgcangkir, tapi terdapat dalam konsentrasi yang rendah dalam teh, minuman bersoda, coklat dan obat-obatan. Kafein mudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal dan didistribusi ke semua jaringan organisme dan juga dapat melewati sawar darah plasenta. Waktu paruh plasma pada orang dewasa yang sehat adalah sekitar 2.5-4.5 jam. Namun pada ibu hamil waktu paruh meningkat sampai 10.5 jam. Pada bayi baru lahir sekitar 32-140 jam. Konsumsi tembakau dapat menurunkan waktu paruh plasma kafein, namun dapat meningkatkan waktu paruh plasma dari kafein sebanyak 20 jika konsumsi merokok dihentikan. Konsumsi kopi selama kehamilan pada beberapa studi berkaitan dengan terjadinya abortus. Srisuphan dan Bracken menjumpai adanya resiko abortus lebih tinggi pada ibu yang mengkonsumsi kafein dari kopi dibandingkan dari teh atau coklat. Universitas Sumatera Utara Namun demikian, Mills dkk tidak menjumpai adanya kaitan yang menyebabkan terjadinya abortus. Ada beberapa hipotesis yang menjelaskan hubungan antara kafein dengan abortus. Kita tahu bahwa kafein meningkatkan siklus 3,5-adenosine monophospat AMP cyclic, mengganggu perkembangan fetus dan hormon pada ibu dan janin. Kafein uga secara struktural mirip dengan adenin dan guanin. Jadi bisa secara langsung berinteraksi dengan asam nukleat, menyebabkan abrasi kromosom. Mekanisme penting lain bisa meningkatkan katekolamin yang bisa menyebabkan vasokontriksi dan menurunkan sirkulasi uteroplasenta, menyebabkan fetal hipoksia. Telah didemonstrasikan bahwa dosis kafein 200 mg dapat menurunkan aliran darah ke uteroplasenta. 7

2.4.8.2 Tembakau

Beberapa studi menunjukkan kaitan antara kejadian abortus dengan konsumsi tembakau dan sudah dibuktikan dari beberapa studi. Beberapa komponen dari tembakau menunjukkan adanya racun yang bisa menyebab kejadian abortus, yang paling penting nikotin. Hal ini dapat menyebabkan vaskulitis sekunder menjadi vaskulitis spasme,menyebkan kelainan plasenta Tapi tidak satupun mekanisme aksi yang terbukti. Kaitan yang mungkin antara tembakau dapat menghasilkan kelainan trisomi, dari hipotesa belum di demonstrasikan. 29 7 Universitas Sumatera Utara

2.4.8.3 Alkohol

Sudah kita ketahui bahwa alkohol bisa menyebabkan beberapa efek pada perkembangan fetus. Hal ini dapat menyebabkan sindrom alkohol fetus yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh Jones dkk. Tidak ada dosis yang aman pada ibu hamil dalam mengkonsumsi alkohol. Abel dkk, mengatakan alkohol dengan kadar dalam darah lebih dari 200 mgml dapat secara langsung menyebabkan abortus. Namun demikian kaitan antara konsumsi alkohol yang sedang dan kaitannya dengan abortus spontan belum jelas. Dari beberapa studi yang ditunjukkan Harlap dan Shiono bahwa resiko terjadi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol. Alkohol dapat melewati sawar plasenta janin, mencapai level yang sama pada ibu. Mungkin, dapat menyebabkan keracunan secara langsung, tapi satu dari produk metabolisme asetaldehid dapat mejadi teratogen yang terakumulasi pada janin.

2.4.8.3 Narkotika

Tingkat konsumsi yang tinggi dari narkotika pada masyarakat memicu beberapa studi untuk mencari penyebab efek samping terhadap ibu hamil. Kokain adalah substansi yang berasal dari tanaman yang dijumpai di daerah Amerika Selatan disebut Erytroxylon coca. Universitas Sumatera Utara Beberapa studi menunjukkan kemungkinan resiko efek samping dengan mengkonsumsi kokain selama kehamilan. Kokain memblok reuptake dari katekolamin pada syaraf pusat, edapat meningkatkan konsentrasi efektor terminal di dalam aliran darah. Jadi hal ini dapat menyebabkan vasokontriksi plasenta, dan menurunkan aliran darah uterus, dan jika level norepinefrin meningkat dapat meningkatkan kontraksi uterus. Pada binatang terjadi penurunan oksigen pada janin, dan menyebabkan fetal takikardi setelah mengkosumsi kokain telah didemonstrasikan. Mengenai obat-obatan lain, faktor resiko yang berkaitan dengan konsumsi marijuana belum pernah didemonstrasikan. Konsumsi heroin telah menunjukkan pertumbuhan janin yang terganggu dan kematian janin dalam kandungan.

2.4.9 Paritas

7 Lebih dari 80 abortus terjadi pada 12 minggu usia kehamilan, dan sekurangnya separuh disebabkan oleh kelainan kromosom. Resiko terjadinya abortus spontan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah paritas, sama atau seiring dengan usia maternal dan paternal Warburton and Fraser, 1964 menurut Elias senbeto juga melalukan penelitain pada jumlah paritas yang 21-3 pada 567 pasien dijumpai sekitar 48,4 mengalami abortus Universitas Sumatera Utara sedangkan pada kelompok paritas 4-6 pada 413 pasien dijumpai kejadian abortus sekitar 33,7.

2.4.10 Trauma

Trauma pada ibu hamil merupakan kondisi emergensi yang menjadi tantangan bagi setiap dokter. Perubahan fisik selama kehamilan menjadi topeng terhadap gejala dan menimbulkan misinterpretasi. Keterlambatan dalam mendiagnosa dan menerapi menyebabkan komplikasi dan kematian bayi. Pada penelitian oleh Aditya Noor tentang hubungan riwayat trauma terhadap kejadian abortus mengatakan resiko trauma berkorelasi dengan abortus yaitu dijumpainya berkisar 49 lebih sering terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor. Trauma maternal penyebab non obstetrik utama yang meningkatkan proporsi kematian antara ibu dan janin 15,16,17,26 15 Cunningham mengatakan bahwa wanita hamil selamat dari abortus berkisar 10-20 . Dari study California 4,8 juta kehamilan oleh El Kady 2004,2005 hampir 1 dalam 350 wanita dirawat karena kecelakaan. Audit dari Parkland hospital, Hawkins dan rekan mengungkapkan kecelakan kedaraan bermotor terjadi sekitar 85. . Universitas Sumatera Utara

2.4.11 Usia

Usia mempengaruhi angka kejadian abortus yaitu pada usia di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, kurun waktu reproduksi sehat adalah 20-30 tahun dan keguguran dapat terjadi pada usia muda, karena pada usia muda remaja, alat reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil. 1,2,18,20,24 Menurut Cunningham 2005 frekuensi abortus bertambah dari 12 pada wanita 20 tahun, menjadi 26 pada wanita diatas usia 40 tahun. Penyebab keguguran yang lain adalah kelainan sitogenetik. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadik, misalnya nondijunction meiosis atau poliploidi dari fertilisasi abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16 kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogensis. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Universitas Sumatera Utara

2.4.12 Pendidikan

Umumnya ibu yang mengalami abortus terjadi pada pendidikan yang rendah dibandingkan pendidikan yang tinggi. Menurut Prawirohardjo 2008, bahwa kejadian abortus pada wanita terjadi pada pendidikan yang lebih rendah. Menurut Elias Senbeto 2005 juga menyatakan bahwa pendidikan yang lebih rendah lebih sering mengalami abortus yaitu tingkat 1-6, tingkat 7- 12 dan tingkat diatas 12, pada penelitian itu disebut bahwa tingkat 7-12 lebih banyak terjadi abortus dibanding pada tingkat 1-6. Menurut penelitian Saifuddin 2002 bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin rendah tingkat kejadian abortus. Secara teoritis diharapkan wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya . 2,20,21,22

2.4.13 Pekerjaan

Kaitan antara pekerjaan dengan angka kejadian abortus berkaitan satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan wanita dengan pekerjaan dengan pendapatan rendah berkaitan dengan tingkat abotus yang tinggi, dikarenakan pengawasan selama kehamilan yang rendah karena terkendala biaya perobatan. Tingkat sosioekonomi yang rendah berkaitan dengan tingkat stress yang tinggi . 30 Universitas Sumatera Utara Dua puluh tujuh persen kejadian abortus terjadi pada pasien di bawah garis kemiskinan Rachel McNair et al. Ketidakmampuan wanita dari sudut ekonomi sebagai pemicu terjadi abortus kriminalis atau legal abortion. Hal ini juga dikaitkan dengan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada terjadinya perceraian. Di Altanta Hospital dikatakan bahwa banyaknya wanita yang mengalami abortus dikaitkan dengan masalah finansial.

2.4.14 Riwayat Induksi Abortus

Masih ada kontroversi terhadap resiko terjadinya abortus setelah riwayat induksi abortus sebelumnya. Levin dkk mengatakan resiko mencapai 2,3-3,3 kali lebih tinggi pada wanita dengan riwayat abortus dua kali dan 8,1 lebih tinggi lebih tinggi pada wanita dengan riwayat abortus tiga kali atau lebih. Rivard dan Gauthier mengatakan odds ratio 1,41 pada penderita abortus dengan riwayat induksi abortus, 4,43 setelah 2 kasus dan 1,35 setelah tiga kasus. Walau bagaimanapun, Hogue dkk tidak menemukan risiko tinggi keguguran yang terkait abortus 20

2.4.15 Kehamilan Yang Tidak Diinginkan

Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan merupakan masalah utama bagi tiap pasangan. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan 23,29 Universitas Sumatera Utara merupakan hal yang penting pada dibagian departemen kesehatan. Wanita yang tidak mengingikan kehamilan berkaitan dari perilaku ibu yaitu ante natal care yang inadekuat, merokok, peminum, kurang asupan gizi ibu dan kesehatan mental ibu yang berpengaruh terhadap janin. Efek dari kehamilan yang tidak diinginkan pada usia anah sekolah berujung pada keluarnya anak tersebut dari sekolahnya. Keluarnya mereka dari sekolah berdampak pada gangguan psikis dan dampak sosial lingkungannya. Perempuan yang keluar sekolah cenderung merupakan golongan pengangguran dikarenakan tingkat sumber daya manusia yang rendah dan pendapatan yang rendah . Presentase kehamilan yang tidak diiniginkan meningkat sedikit antara tahun 2001 48 tahun 2006 49. Presentase kehamilan yang tidak diinginkan secara umum menurun dengan usia yaitu lebih dari 4 dari 5 kehamilan yang tidak diinginkan berada pada usia 19 tahun atau kurang . Wanita dengan pendidikan dan pendapatan yang rendah memiliki tingkat kehamilan yang tidak diinginkan lebih tinggi. Kehamilan yang tidak diinginkan ini lebih tinggi pada ras kulit hitam. Tingkat kehamilan yang tidak diinginkan itu meningkat pada status pernikahan yang tidak jelas, dan juga Universitas Sumatera Utara ada hubungan dengan faktor religi, dimana wanita yang tidak memiliki agama juga menyebabkan terjadinya peningkatan kehamilan yang tidak diinginkan.

2.5 Penatalaksanaan Abortus