BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tidak ada sejarah yang mencatat kapan pertama kali pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan di Indonesia. Dahulu, para ibu umumnya melahirkan tanpa
bantuan orang lain. Gangguan kesehatan pada masa kehamilan dan kesulitan selama persalinan yang mengakibatkan ancaman bagi jiwa ibu dan bayi mendorong keluarga
meminta pertolongan pada orang lain yang dianggap mampu yaitu dukun bayi atau dukun paraji. Saat ini, dukun bayi sebagian besar ditemukan di desa-desa. Peran
dukun bayi dalam pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan pertolongan persalinan cukup besar. Jumlah persalinan yang ditolong dukun bayi lebih banyak dibandingkan
oleh bidan dan dokter. Dukun bersalin sangat dekat dengan masyarakat desa karena keahliannya dalam melakukan pertolongan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku
Nurhayati dkk., 2012. Dukun bayi di perdesaan biasanya juga berperan sebagai; 1 edukator,
konselor, tabib; 2 melindungi kehamilan dari gangguan roh jahat; 3 meramu jamu- jamuan untuk mempermudah proses kelahiran; 4 membersihkan dan mengubur
plasenta; 5 sumber informasi pelayanan kesehatan bagi ibu dan keluarga; 6 men- dampingi ibu selama proses melahirkan dan nifas; membantu pekerjaan rumah tangga
di tempat ibu yang melahirkan; 7 menjembatani masyarakat dengan sistem kesehatan formal; 8 mendampingi atau mengantarkan ibu ke fasilitas kesehatan
Universitas Sumatera Utara
formal. Pendampingan tersebut berlangsung sampai bayi berumur 2 tahunan, namun pendampingan yang sifatnya rutin sekitar 7 hingga 10 hari pasca melahirkan Martha,
2011. Pertolongan persalinan di seluruh dunia masih didominasi oleh dukun beranak
traditional birth attendants, TBA yaitu sekitar 70 sekitar tahun 1990-an dan dalam 10 tahun terakhir menurun menjadi 30-40 terutama di negara berkembang, seperti
Afrika, India, Bangladesh, Pakistan, dan termasuk Indonesia Manuaba dkk., 2011. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia SDKI tahun 2007 terjadi
peningkatan jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 73, tetapi angka ini masih jauh dari target yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 90 pada
tahun 2010. Menurut Riskesdas 2010 sebanyak 55,4 persalinan terjadi di fasilitas kesehatan, 44,6 melahirkan di rumah. Ibu hamil yang melahirkan di rumah, 51,9
ditolong oleh bidan, 48,1 oleh dukun bayi. Bila dilihat berdasarkan Provinsi, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang terendah adalah di Sulawesi
Tenggara 8,7, dan tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta 91,3. Terdapat kesenjangan yang sangat lebar persentase ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan
antara perkotaan dan perdesaan 64,8 versus 35,2 Kemenkes RI, 2010. Adanya asumsi bahwa melahirkan di dukun lebih mudah dan murah
merupakan salah satu penyebab terjadinya pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS tahun 2010, persentase
pertolongan persalinan oleh dukun sebesar 27,4 menempati urutan kedua setelah bidanperawat di desa 63,9, pertolongan persalinan oleh dokter sebesar 8,7.
Universitas Sumatera Utara
Penyebab masih banyaknya pertolongan persalinan oleh dukun bayi adalah otonomi daerah bervariasi, sarana yang tersedia belum sesuai standar, belum semua petugas
kesehatan memiliki kompetensi Karwati, 2011. Keberadaan dukun bayi di Indonesia tidak mungkin dihapuskan dalam waktu
singkat, sehingga harus ditempuh jalan dengan memberi pendampingan bidan di desa untuk meningkatkan pelayanan obstetri yang lebih bermutu dan menyeluruh.
Menurut data SDKI 2007 terjadi peningkatan jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 73, tetapi angka ini masih jauh dari target yang
ditetapkan oleh Depkes yaitu 90 pada tahun 2010. Penelitian Manuaba di Bali 2009 pertolongan persalinan oleh dukun tidak terlatih sangat kecil yaitu 4,5,
sedangkan oleh dukun terlatih 64,5, sisanya oleh tenaga kesehatan 31. Manuaba dkk., 2011.
Menurut data Badan Pusat Statistik BPS Provinsi Aceh tahun 2010, bahwa pada tahun 2009 persentase bayi dengan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan
sekitar 88,68. Persentase ini terdiri atas 12,71 dokter, 75,43 bidan dan tenaga medis lain sebesar 0,54. Sekitar 9,15 persalinan ditolong oleh dukun bayi
dukun bersalin, sebanyak 1,87 ditolong oleh familikeluarga, dan sebesar 0,30 ditolong lainnya BPS NAD, 2010.
Berdasarkan profil Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang bahwa jumlah pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi pada tahun 2011 sebanyak
2.412 38,5 dari jumlah sasaran 6.265 ibu bersalin. Jumlah kematian ibu pada pertolongan dukun bayi sebanyak 31 orang 1,3, sedangkan kematian bayi
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 39 bayi 1,6. Faktor utama ibu yang berkontribusi terhadap kematian ibu dan bayi adalah hipertensi maternal 23,6, komplikasi kehamilan dan
kelahiran 17,5, ketuban pecah dini dan perdarahan antepartum masing-masing 12,7 Dinkes Kabupaten Aceh Tamiang, 2012.
Data yang diperoleh dari Puskesmas Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang bahwa jumlah dukun bayi sebanyak 26 orang dan seluruhnya sudah pernah
mengikuti pelatihan dan dinyatakan lulus. Cakupan pertolongan persalinan yang ditangani oleh dukun terlatih di wilayah kerja Puskesmas Kejuruan Muda masih
cukup tinggi yaitu 44,6 Puskesmas Kejuruan Muda, 2012. Masih banyaknya ibu di pedesaan lebih senang memanfaatkan pelayanan dukun bayi dikarenakan
sesuai dengan sistem sosiokultural yang ada di daerah pedesaan tersebut. Dukun bayi berasal dari daerah sekitar yang dikenal oleh masyarakat sekitarnya. Mereka
telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem organisasi sosial dan sistem keagamaan yang berlaku Zalbawi, 1996.
Fenomena dukun bayi merupakan salah satu bagian yang cukup besar pengaruhnya dalam menentukan status kesehatan ibu dan bayi, karena sekitar 40
kelahiran bayi di Indonesia dibantu oleh dukun bayi. Keadaan ini semakin diperparah karena umumnya dukun bayi yang menolong persalinan tersebut bukan
dukun terlatih. Dalam konteks budaya tradisi masyarakat kita sering terdapat kebiasaan-kebiasaan yang kadang-kadang merugikan kesehatan bagi wanita hamil
dan ibu pasca bersalin Jahidin dkk., 2012.
Universitas Sumatera Utara
Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang
aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi Prawirohardjo, 2006. Tetapi dengan pengetahuan yang bersifat turun temurun
seorang dukun menolong persalinan, tanpa memerhatikan keamanan, kebersihan, dan kenyaman sebagaimana mestinya. Akibatnya, terjadi berbagai bentuk komplikasi dan
dapat terjadi kematian di tempat atau dalam perjalanan menuju tempat rujukan. Menjadi dukun bayi dilakukan secara turun temurun dalam keluarga atau
karena ia merasa mendapat panggilan tugas ini. Pengetahuan tentang fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena itu
apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan
kurang professional. Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayinya seperti kecacatan bayi sampai pada kematian ibu dan anak, hal ini mengindikasikan bahwa
kinerja dukun bayi terlatih belum optimal. Menurut Gibson, dkk 2003, job performance atau kinerja adalah hasil dari
pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan keefektifan kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas 2001, kinerja adalah penampilan hasil kerja
personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga
kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Gibson 1987 menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu yaitu
variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Variabel individu meliputi kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis, yaitu umur,
jenis kelamin, status pernikahan, tempat tinggal, dan masa kerja, variabel organisasi terdiri sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
Sedangkan variabel psikologis yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Menurut Stoner 1994, prestasi atau kinerja individu disamping
dipengaruhi oleh motivasi dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor persepsi peran yaitu pemahaman individu tentang perilaku apa yang diperlukan untuk
mencapai prestasi individu. Kemampuan ability menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan dan tugas.
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan dukun terlatih telah dilakukan oleh Prawati 1994, yang meneliti di Kecamatan Pamoran Kabupaten
Semarang mendapatkan hasil bahwa tingkat kinerja dukun bayi dalam kategori sedang. Pengetahuan dukun bayi tentang penanggulangan Tetanus Neonatorum
ternyata termasuk dalam kategori sedang. Faktor yang berkaitan dengan tingkat pengetahuannya adalah pendidikan formal dukun bayi, frekuensi bimbingan petugas
puskesmas dan frekuensi kunjungan dukun bayi di Kecamatan Pamoran. Penelitian Sambas 2010 di Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur
Jawa Barat mendapatkan hasil bahwa pengetahuan dukun terlatih dalam memotong dan merawat tali pusat sebagian besar tergolong baik 50,70. Sikap responden
Universitas Sumatera Utara
terhadap cara memotong dan merawat tali pusat sebagian besar 71,83 termasuk kategori agak setuju. Cara memotong dan merawat tali pusat sebagian besar 61,97
termasuk kategori sedang. Kelengkapan alat-alat dukun Kit sebagian besar responden 57,75 termasuk lengkap. Ada kaitan yang sangat signifikan antara tingkat
pengetahuan dengan sikap responden terhadap cara memotong dan merawat tali pusat bayi. ada kaitan yang sangat signifikan pula antara sikap tersebut dengan praktek
responden dalam cara memotong dan merawat bayi begitu juga antara tingkat pengetahuan dengan praktek ada kaitan yang sangat signifikan
Berdasarkan teori Gibson dan Stoner tentang kinerja di atas maka faktor- faktor yang memengaruhi kinerja dukun bayi terlatih dalam penelitian ini adalah
umur, masa kerja, pengetahuan, persepsi, dan motivasi. Selanjutnya, penolong persalinan harus mampu memenuhi tugas sebagai pemberi perawatan, menjalani
pelatihan yang sesuai dengan profesi dan memiliki tingkat keterampilan yang sesuai dengan tingkat pelayanan. Penolong persalinan harus mampu melakukan intervensi
dasar esensial dan merawat bayi setelah lahir. Dia juga harus mampu merujuk wanita atau bayi ke tingkat perawatan yang lebih tinggi jika timbul komplikasi yang
memerlukan intervensi, yang melebihi kemampuan pemberi perawatan. Penolong persalinan juga harus memiliki empati dan kesabaran yang diperlukan untuk
mendukung calon ibu dan keluarganya Inaku, 2009. Dari survei pendahuluan yang penulis lakukan di wilayah kerja Puskesmas
Kejuruan Muda dengan mewawancarai bidan Koordinator tentang peran dukun bayi dalam menolong persalinan menunjukkan bahwa jumlah dukun bayi di wilayah kerja
Universitas Sumatera Utara
Puskesmas Kejuruan Muda sebanyak 26 orang dan semuanya dengan status dukun terlatih. Pada tahun 2012, jumlah persalinan seluruhnya sebanyak 134 orang,
persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan 86 orang, sedangkan yang ditolong oleh dukun bayi sebanyak 48 persalinan. Dari jumlah persalinan yang ditolong oleh
dukun bayi terdapat kasus kematian ibu sebanyak 1 kasus, sedangkan kematian bayi sebanyak 2 kasus. Pada umumnya, kematian ibu disebabkan terjadi perdarahan dan
infeksi dan terlambat merujuk, selain itu dukun bayi tidak menjalankan apa yang telah diajarkan pada waktu mengikuti pelatihan. Dukun bayi tetap menggunakan cara-
cara lama atau lebih percaya terhadap apa yang telah dilakukannya selama ini dalam memberikan pertolongan persalinan kepada ibu bersalin. Ketika peneliti
mewawancarai seorang dukun bayi yang melakukan pertolongan persalinan dengan kasus kematian, beliau mengatakan bahwa cara-cara yang diajarkan sewaktu
mengikuti pelatihan lebih rumit dari kebiasaan yang telah dilakukannya selama ini sehingga dirinya tidak menggunakan teknik-teknik yang diajarkan.
Masih terjadinya kasus-kasus seperti di atas yang dilakukan oleh dukun bayi dalam melakukan pertolongan persalinan diduga karena dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti umur, lamanya menjadi dukun bayi terlatih, imbalan yang diterima dalam menolong persalinan, pengetahuan yang memadai, persepsi yang salah tentang
pertolongan persalinan, dan motivasi. Terjadinya kasus kematian pada ibu dan bayi yang ditolong dukun terlatih
membuat peneliti merasa tertarik untuk meneliti kinerja dukun terlatih dalam memberikan pertolongan persalinan pada ibu dan bayi dan faktor-faktor yang
Universitas Sumatera Utara
memengaruhinya dengan judul : “Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Dukun Bayi Terlatih Dalam Melakukan Pertolongan Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas
Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.”
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas bahwa kinerja dukun bayi terlatih dipengaruhi oleh banyak faktor maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
faktor-faktor apa saja yang Memengaruhi Kinerja Dukun Bayi Terlatih Dalam Melakukan Pertolongan Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kejuruan Muda
Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis faktor-faktor umur, masa kerja, pengetahuan, persepsi, dan motivasi yang memengaruhi kinerja dukun bayi terlatih dalam melakukan
pertolongan persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh faktor variabel umur, masa kerja, pengetahuan, persepsi, dan motivasi terhadap kinerja dukun bayi terlatih dalam melakukan pertolongan
persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Puskesmas Kejuruan Muda dalam membuat kebijakan berkaitan dengan kinerja dukun bayi terlatih yang ada di
wilayah kerjanya. 2. Sebagai informasi bagi tenaga kesehatan khususnya bidan tentang kinerja
dukun bayi terlatih agar dapat dilakukan pengawasan atau pembinaan yang intensif pada dukun bayi terlatih.
3. Sebagai masukan bagi kalangan akademik untuk pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat, khususnya tentang pelayanan kesehatan
pada ibu dan anak. 4. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian. 5. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan perbandingan bagi peneliti
selanjutnya yang melakukan penelitian dengan topik penelitian sejenis.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA