Sifat Mekanis Bambu TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Sifat Mekanis Bambu

Batang bambu terdiri dari atas bagian buku node dan bagian ruas internode. Pada bagian ruas, orientasi selnya aksial tidak ada yang radial sedangkan sklerenkim pada bagian buku dilengkapi oleh sel radial. Bagian terluar terbentuk dari lapisan tunggal sel epidermis dan bagian dalam tertutup lapisan sklerenkim Liese 1980 Janssen 1981 dalam Noermalicha 2001 menyatakan kekuatan mekanis bambu sangat bergantung pada lapisan sklerenkim, yang dimaksud dengan lapisan sklerenkim adalah jaringan yang berdinding tebal dan kuat terdiri dari sel-sel dewasa yang telah mati. Hal ini sejalan dengan Liese 1980 yang menyatakan bahwa sifat mekanis bambu lebih ditentukan oleh keberadaan ikatan vaskuler yang di dalamnya terdapat sklerenkim dan bukan pada parenkim. Sifat mekanis adalah kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul beban atau gaya yang mengenainya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimampatkan, terpuntir, atau terlengkungkan oleh suatu bahan yang mengenainya. MOR adalah saat dimana bambu mengalami pengujian hingga uji mengalami patah. Sifat mekanis MOR penting karena akan mempengaruhi kualitas bambu yang akan digunakan sebagai komponen struktural. Sedangkan MOE merupakan ukuran kemampuan atau tingkat kekakuan bambu untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban yang mengenainya Haygreen dan Bowyer 1996. Secara teoritis sifat-sifat mekanis bambu tergantung pada jenis, umur, kelembaban kadar air kesetimbangann, bagian batang yang digunakan, letak dan jaraknya ruas masing-masing Frick 2004. Menurut Dransfield dan Widjaja 1995, sifat kekuatan meningkat dengan adanya penurunan kadar air dan berhubungan erat dengan berat jenis.

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Mei 2012.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari timbangan, oven, desikator, panci, kaliper, Universal Testing Machine merk Instron, paralon dental semen, saringan teh, kain lap, corong, gelas ukur, moisture meter, kain kasa, thermometer dan kompor gas. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu andong Gigantochloa pseudoarundinacea yang berumur 5 tahun dan bambu betung Dendracalamus asper yang berumur 4 tahun. Bambu andong dan bambu betung diperoleh dari tanaman bambu yang tumbuh di kampung Carangpulang, desa Cikarawang, kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor. Minyak goreng bekas lima kali penggorengan diperoleh dari pedagang ayam dan ikan Babakan Raya, Darmaga, Bogor. Rayap tanah Coptotermes curvignathus yang digunakan berasal dari biakan rayap di Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

3.3 Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang dipersiapkan antara lain bambu betung, bambu andong, rayap tanah dan minyak jelantah. Bambu dibagi menjadi bagian pangkal, tengah dan ujung. Pembuatan contoh uji disajikan pada Gambar 1.