Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan No. 1700Pdt.G2010PAJT

memohon untuk menetapkan hak asuh kedua anaknya tersebut untuk diberikan kepada Tergugat bapak kandung, menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara. Oleh karena itu dari hasil permohonan antara Pengugat dan Tergugat yaitu tidak lain masalah pemeliharaan anak maka untuk itu memohon kepada Majelis hakim untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara dengan seadil-adilnya.

B. Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan No. 1700Pdt.G2010PAJT

Pertimbangan hakim pada putusan mengenai perceraian dan perebutan dalam pemeliharaan anak maka Majelis Hakim menimbang atas maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah: Majelis Hakim menimbang dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974, bahwa terbukti adanya penikahan antara Penggugat dan Tergugat dilakukan secara hukum Islam. Berdasarkan pasal 2 ayat 2 nya perkawinan yang dilakukan secara islam dinyatakan sah menurut hukum dan memiliki kekuatan hukum, sehingga menjadi dasar untuk dikabulkan atas gugatan yang diajukan. Menurut Majelis Hakim, bahwa dalam pasal 20 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo. Pasal 73 ayat 1 Undang-undang No. 7 tahun 1989 telah diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2006 dan telah diubah lagi dengan Undang-undang No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Karena penggugat memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan cerai, yaitu karena adanya faktor yang menimbulkan perselisihan dan percekcokan bagi keduanya serta sudah pisah rumah selama 5 tahun. Sehingga antara Penggugat dan Tergugat tidak ada harapan untuk rukun kembali, karena tujuan utama perkawinan dalam pasal 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam dan Al- Qur’an surat a-Rum ayat 21 yaitu tidak lain untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan rohmah. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim dalam pasal 82 ayat 1 dan 4 Undang-undang No. 7 tahun 1989 yang diubah dengan Undang- undang No. 3 tahun 2006 yang telah diubah lagi dengan Undang-undang No. 50 tahun 2009 Jo. Pasal 31 PP No. 9 tahun 1975 Jo. Pasal 143 KHI bahwa Penggugat dan Tergugat tidak berhasil untuk rukun kembali. Dan dalam aturan PERMA RI No 1 tahun 2008 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan jo pasal 130 HIR, Penggugat sudah didamaikan kembali di luar Pengadilan tetapi keduanya sulit untuk didamaikan. Alasannya bahwa dari gugatan cerai Nomor 1700Pdt.G2010PAJT yaitu adanya pengakuan dari Penggugat bahwa agama yang dianutnya adalah Kristen Protestan. Dalam pasal 39 ayat 2 Undang-undang No. 1 tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 tahu 1975 jo. Pasal 116 huruf f KHI bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terikat perkawinan yang sah dan telah cukup terbukti alasan keadaan mereka sudah tidak dapat dirukunkan kembali. Berdasarkan hukum yang ditetapkan dalam pasal 119 ayat 2 huruf f KHI, karena yang mengajukan Penggugat yaitu istri maka perkaranya adalah cerai gugat, dan antara Penggugat dan Tergugat belum pernah bercerai maka talak Tergugat yang dijatuhkan oleh pengadilan terhadap Penggugat adalah talak ba’in sughra. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim pada Bukti surat P.2 dan P.3 berupa kutipan akta kelahiran yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil, yang merupakan bukti atas kelahiran anak antara Penggugat dan Tergugat. Sehingga dengan adanya bukti autentik seperti itu, maka sesuai dengan pasal 165 HIR bukti tersebut mempunyai kekuatan hukum. Dalam buku kutipan Fiqih Sunnah oleh Sayyid Sabiq halaman 143 sampai dengan 146 tentang syarat pengasuhan anak ada 5 macam, yang mana dalam point 5 nya disebutkan beragama islam, bahwa anak yang muslim tidak boleh diasuh oleh yang tidak beragama islam. Kemudian pada buku Fikih Imam S yafi’i oleh Prof. Wahbah az-Zuhaili halaman 66- 67 tentang syarat pengasuhan dan pengasuh, dan hal 69 tentang hal membatalkan pengasuhan. Oleh karena itu Majelis Hakim menimbang bahwa pendapat ulama yang berdasarkan Al- Qur’an dan Hadis dapat bisa dijadikan dasar hukum dalam berijtihad. Berdasarkan sudut nomatifnya, majelis hakim menimbang dalam pasal 105 huruf a dan 156 huruf a Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa anak yang belum mumayyiz yang berhak memelihara adalah ibunya. Hal ini bisa berlaku apabila orang tuanya seagama dengan anaknya yaitu beragama Islam. Karena adanya Undang-undang No. 23 tahun 2002 yang tertera dalam pasal 6 dinyatakan bahwa “setiap anak berhak beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekpresi sesuai dengan kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua”. Maka hal ini bisa menyimpang dari aturannya apabila penggugat melanggar, seperti diketahuinya penggugat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Kristen secara sengaja, oleh karena itu hak pengasuhan pada ibunya kepada anaknya menjadi gugur. Sebagaimana dalam buku Fiqih Sunnah Jilid IV hal 143-147 karangan Sayyid Sabiq tentang syarat menjadi pengasuh anak, yang dijelaskan bahwa di dalam salah satu syarat tersebut yaitu adanya beragama Islam. Karena faktanya penggugat sudah pindah agama ke agama awalnya Kristen Protestan, oleh karena itu anak-anak yang beragama Islam tidak boleh di asuh oleh orang yang berbeda agama non- muslim, dan penggugat juga berusaha mendidik anaknya untuk beragama Kristen dan tidak amanah dalam menjaganya, maka hak asuh penggugat terhadap anaknya menjadi gugur. Adanya pertimbangan Majelis Hakim yang berdasarkan pada Yurisprudensi MARI No. 349KAG2006 menjelaskan bahwa, “hadhanah terhadap anak bisa jatuh ke tangan bapaknya bilamana memelihara dan mendidik anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak untuk beribadah menurut agamanya”. Dan melihat dari segi sosiologisnya yaitu kepentingan anak sehingga agama anak harus sejalan dengannya yaitu agama Islam. Maka dengan adanya ketetapan dalam pasal 41 huruf a Undang-undang No. 1 tahun 1974 majelis hakim menetapkan hak asuh pada tergugat. Mengenai dalam pasal 89 ayat 1 Undang-undang No. 7 tahun 1989 yang diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2006 yang diubah lagi menjadi Undang-undang No. 50 tahun 2009 yaitu dalam hal pengajuan gugatan maka biaya perkara dibebankan kepada penggugat.

C. Amar Putusan Dalam Perkara No. 1700Pdt. G2010PAJT

Dokumen yang terkait

Jatuhnya Hak Hadhanah Kepada Orang Tua Laki-Laki Karena Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama. (Studi Pada Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1521/Pdt.G/2011/PA.Mdn)

1 59 103

Analisis Hadhanah Pada Putusan Hadhanah Di Pengadilan Agama Medan (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Tahun 2010-2012)

2 91 165

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Perceraian akibat suami riddah: analisis koperatif putusan penagdilan agama bogor perkara Nomor 49/Pdt.G/2010/PA.BGR. dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Perkara Nomor 378/Pdt.G/2009/PA.JP

0 3 62

Cerai gugat akibat suami terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor 770/Pdt.G/2010

0 4 118

Hak Waris Anak Murtad (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor: 84/Pdt.P/2012/PA.JU)

1 18 0

Murtad sebagai Penghalang Hadhanah

0 14 206

BAB II KARAKTER HADHANAH PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN DARI TAHUN 2010-2012 1. Perceraian Dan Akibat Hukum Terhadap Anak a. Perceraian - Analisis Hadhanah Pada Putusan Hadhanah Di Pengadilan Agama Medan (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Tahun 20

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang - Analisis Hadhanah Pada Putusan Hadhanah Di Pengadilan Agama Medan (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Tahun 2010-2012)

0 1 32

Analisis Hadhanah Pada Putusan Hadhanah Di Pengadilan Agama Medan (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Tahun 2010-2012)

0 2 14