1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara
geopolitik dan geostrategis. Kota Jakarta juga merupakan pusat perdagangan sekaligus perekonomian yang memiliki kontribusi paling besar terhadap kondisi
perekonomian Indonesia. Keberadaan berbagai industri untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun internasional di sekitar wilayah Jakarta memerlukan
pendistribusian barang dari dan ke Jakarta sehingga wilayah di sekitar Jakarta turut tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan Kota Jakarta.
Daya tarik Jakarta telah memicu kepadatan penduduk yang tinggi, dengan jumlah penduduk mencapai 10,2 juta jiwa BPS DKI Jakarta, 2012.
Tentunya hal tersebut akan membawa persoalan tersendiri, antara lain permasalahan perkotaan, pemukiman, infrastruktur, transportasi, rekreasi,
lingkungan hidup dan lain-lain. Pertumbuhan kota Jakarta yang semakin pesat membutuhkan konsep perencanaan tata kota yang tepat sehingga tidak semakin
menambah permasalahan yang sudah ada. Upaya perencanaan tata Kota Jakarta tersebut kemudian diwujudkan dengan rencana pengembangan dan
pembangunan Jakarta Water Front City, mengingat Jakarta memiliki akses dan wilayah laut yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif dalam
pembangunan Jakarta yang lebih baik. Salah satu daerah yang berada dan berhadapan langsung dengan laut
adalah kawasan Teluk Jakarta. Wilayah Teluk Jakarta meliputi daerah pesisir Jakarta dan Perairan Teluk Jakarta yang dibatasi oleh Tanjung Pasir di sebelah
Barat 6°00,96’ LS106°47,76’ BT dan semenanjung Muara Gembong di bagian Timur 5°56,48’ LS107°01,93’ BT. Wilayah ini merupakan teluk yang dangkal
dengan kontur kedalaman 5 meter yang berjarak 1 km dari pantai, kemudian kontur kedalaman 10 meter pada jarak 3 km dari pantai. Luas keseluruhan
perairan Teluk Jakarta adalah 514 km², dengan panjang garis pantai sekitar 72 km. Saat ini Teluk Jakarta ini telah mengalami perubahan akibat pembangunan
pesisir yang sangat signifikan dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir ini, dan masih banyak lagi sejumlah proyek pembangunan yang akan diusulkan
maupun sedang berlangsung yang akan memberikan dampak serius terhadap wilayah disekitar Teluk Jakarta.
2 Seperti kita ketahui bahwa dalam waktu dekat akan ada rencana
reklamasi Teluk Jakarta untuk memenuhi kebutuhan lahan pembangunan serta untuk perluasan kawasan sebagai salah satu tahap dalam pengambangan
Jakarta Water Front City. Dalam hal reklamasi Teluk Jakarta, konsep pembangunan teluk Jakarta mungkin mengambil contoh dari kesuksesan
pembangunan kawasan pantai baru di kota-kota besar dunia, seperti Galangan Kapal di London dan Kawasan Marina Bay di Singapura. Untuk mengatasi
keterbatasan lahan tersebut, kegiatan reklamasi pantai ini juga dapat memainkan peran sangat penting dalam penataan ulang dan dapat memberikan karakter
tersendiri terhadap Kawasan Pantai Utara Jakarta. Setelah mempelajari berbagai profil reklamasi, struktur jalan dan usulan
penggunaan lahan untuk kawasan pesisir Teluk Jakarta, maka dapat disimpulkan bahwa sebahagian besar dari profil reklamasi yang diajukan bersifat fungsional,
tanpa fitur atau usulan tematik yang terarah. Usulan penyediaan akses kedaratan reklamasi yang ada menunjukan bahwa pulau-pulau reklamasi hanya
direncanakan sebagai perluasan dari aktifitas perkotaan di daratan yang telah ada. Selain itu, tidak ada tawaran susulan pusat aktifitas perkotaan baru yang
dapat dikembangkan di pulau reklamasi tersebut. Sebenarnya dengan mempertimbangkan jarak yang relatif dekat darike bandara dibandingkan
terhadap kawasan niaga pusat, maka kota pantai Jakarta dapat dijadikan wilayah yang sangat ideal untuk pengembangan bisnis berskala internasional yang
bernilai tinggi. Oleh karenanya perlu diciptakan simpul aktifitas baru dalam pembangunan kota pantai, karena warga Jakarta sudah sangat jenuh dengan
kondisi lingkungan pesisir yang umumnya dikonotasikan dengan kotor akibat polusi, sampah dan limbah.
Sehubungan dengan rencana reklamasi tersebut maka diperlukan kajian terhadap dampak yang ditimbulkan baik dalam bentuk fisik, kimia dan biologi,
juga isu-isu lain yang mengemuka seperti sosial budaya terutama menyangkut kehidupan nelayan dan perikanan. Untuk membedakan vektor dengan dampak
utama maka dikatagorikan ada 2 macam, yaitu dampak proses dan dampak proyek. Dampak proses merupakan dampak yang muncul akibat pilihan metode
konstruksi dan atau tahapan pelaksanaan konstruksi, sedangkan dampak proyek adalah dampak yang sepenuhnya diakibatkan oleh keputusan untuk membangun
proyek reklamasi di lokasi tertentu.
3 Sebagian masyarakat, khususnya yang tergabung dalam organisasi
lingkungan sebenarnya telah menunjukkan sikap menentang terhadap kegiatan reklamasi Putri, 2007. Terkait dengan hal tersebut, maka pengendalian
terhadap proyek yang berlangsung termasuk aktifitas pengerukan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa dampak yang terjadi terhadap kegiatan
perikanan tangkap dan budidaya yang ada sekecil mungkin. Memang yang harus menjadi perhatian kita bersama bahwa potensi dampak terhadap
perikanan tidaklah semata diakibatkan oleh keberadaan daratan baru yang terbentuk, melainkan juga oleh proses pembangunan dan aktifitas lain yang
terkait dengan reklamasi tersebut. Populasi nelayan di Jakarta dapat dikategorikan menjadi nelayan pemilik
dan pekerja. Pada tahun 2009, jumlah nelayan pemilik sebanyak 2.366 orang, dan 16.581 orang nelayan merupakan buruh. Bila dilihat berdasarkan status
penduduk, terdapat 10.268 orang nelayan tetap dan 8.679 orang nelayan pendatang Tabel 1. Populasi nelayan yang tinggi telah mengakibatkan fasilitas
dan infrastruktur yang tersedia tidak mencukupi termasuk perumahan bagi para nelayan, sehingga sisi kanal-kanal untuk perbaikan kapal telah digunakan juga
untuk pemukiman. Aktifitas perikanan saat ini didominasi oleh payang, purse seine, jaring rampus, jaring insang, bagan dan perangkap bubu. Ikan yang
menjadi target penangkapan diantaranya ikan baronang, kerapu, belanak, julung- julung, cendro dan sebagainya. Selain sejenis ikan, salah satunya adalah kerang
hijau yang dibudidayakan di perairan pesisir Utara Jakarta. Tabel 1 Jumlah nelayan di Jakarta tahun 2005 – 2009 orang
Tahun Nelayan penetap
Nelayan pendatang Total nelayan
Pemilik Pekerja Total
Pemilik Pekerja Total Pemilik Pekerja Total
2005 3.140
11.887 15.017
1.028 6.875
8.903 5.168
18.752 23.820
2006 2.826
10.690 13.516
1.827 6.191
8.018 4.653
16.881 21.534
2007 2.441
9.586 12.027
1.662 5.545
7.207 4.103
15.131 19.234
2008 1.060
9.358 10.418
1.708 8.089
9.797 2.768
17.447 20.215
2009 1.123
9.145 10.268
1.243 7.436
8.679 2.366
16.581 18.947
Sumber: DKPP Jakarta Utara 2010
Armada penangkapan di Jakarta mengalami fluktuasi sepanjang tahun 2005-2010. Peningkatan paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yang mencapai
15,85. Pada tahun 2009 terjadi penurunan yang cukup drastis dari tahun
4 sebelumnya yang mencapai 14,84. Bila dilihat secara keseluruhan maka
armada penangkapan di Jakarta masih didominasi oleh kapal 5 GT seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta tahun 2005 – 2010
Tahun Jumlah armada penangkapan unit
Total P
er kem
b a
n g
a n
0-5 GT 5-10
GT 10-20
GT 10-30
GT 30-50
GT 50
GT
2005 883
702 609
432 287
1.692 4.605
- 2006
1.235 1.420
538 379
191 1.572
5.335 15,85
2007 1.403
1.365 662
358 180
1.411 5.379
0,82 2008
1.728 2.021
431 569
120 1.194
6.063 12,72
2009 1.616
1.613 210
485 119
1.120 5.163
-14,84 2010
1.716 1.907
247 280
169 1.391
5.710 10,59
Sumber : KKP 2011
Kondisi faktual saat ini terdapat 6 enam Tempat Pendaratan Ikan di sepanjang Teluk Jakarta, yaitu TPI Cilincing, Kali Baru, Muara Baru, Pasar Ikan,
Kamal Muara dan PPI Muara Angke. TPI Muara Angke merupakan TPI dengan produktivitas tertetinggi dibandingkan dengan TPI yang lainnya. Produktivitas
setiap TPI pada kurun waktu 2006-2011 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Tempat pendaratan ikan dengan jumlah ikan yang didaratkan
Tahun TPI
Kali Baru
Ton TPI
Muara Baru
Ton TPI
Muara Angke
Ton TPI
Pasar Ikan
Ton TPI
Kamal Muara
Ton TPI
Cilincing Ton
Jumlah Ton
P er
kemb a
n g
a n
2006 326,80 25.883,76 14.695,81 638,00 588,37
329,24 42.461,97
- 2007
533,40 99.992,39 17.108,11 722,31 521,25 263,96
119.141,42 180,58
2008 473,65 64.725,53 14.552,67 183,74 467,58
240,81 80.643,97
-32,31 2009
503,72 93.003,23 18.269,06 160,22 430,11 213,54
112.579,88 39,60
2010 496,72 90.763,97 16.407,07 164,12 433,47
205,44 108.470,78
-3,65 2011
348,35 18.998,86 20.624,70 -
271,90 121,95
204.365,76 88,41
Sumber : BPS DKI Jakarta 2012
5 Hal yang sangat menarik adalah pelaksanaan proyek reklamasi pantai
Utara Jakarta ini akan dilaksanakan oleh berbagai Perusahan Swasta. Artinya telah terjadi pemberian kewenangan parsial oleh Pemerintah DKI Jakarta
terhadap masing-masing perusahaan pengembang dalam merencanakaan dan pengelolaan wilayah reklamasi, sehingga bisa dipastikan akan dapat
menimbulkan berbagai permasalahan dikemudian hari. Dengan demikian sangatlah diperlukan kajian maupun penilaian strategis dan komprehensif yang
ditujukan untuk mengukur dampak kumulatif secara keseluruhan. Selanjutnya diharapkan kegiatan reklamasi di Teluk Jakarta tidak akan menimbulkan
permasalahan-permasalahan, sebagai berikut : 1 Konflik penggunaan lahan antara kegiatan yang saat ini berlangsung dengan rencana masa depan, 2
Dampak langsung atau tidak langsung terhadap infrastruktur dan industri yang sudah ada, 3 Kondisi perairan yang tidak optimum akibat pengaruh perendaman
di hilir, sedimentasi dan penurunan kualitas air, dan 4 Dampak lingkungan pelaksanaan proyek reklamasi dalam jangka panjang.
1.2 Rumusan Masalah