Pendidikan Akhlak
B. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Akhlak Secara Etimologi dan Terminologi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian Akhlak adalah budi pekerti, kelakuan (Surayin, 2001: 7) Pengertian akhlak diambil dari bahasa arab yang berarti: (a) perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar ٌﻖ ُﻠ ُﺧ ), (b) kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar ٌﻖ ُﻠ ُﺧ ) adapun pengertian akhlak secara terminologis, para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Ibn Maskawaih dalam bukunya Tahzib al-Akhlaq , beliau mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pemikiran dan pertimbangan. Selanjutnya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ’Ulum al-Din Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian Akhlak adalah budi pekerti, kelakuan (Surayin, 2001: 7) Pengertian akhlak diambil dari bahasa arab yang berarti: (a) perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar ٌﻖ ُﻠ ُﺧ ), (b) kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar ٌﻖ ُﻠ ُﺧ ) adapun pengertian akhlak secara terminologis, para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Ibn Maskawaih dalam bukunya Tahzib al-Akhlaq , beliau mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pemikiran dan pertimbangan. Selanjutnya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ’Ulum al-Din
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak tercela sesuai dengan pembinaannya. (Asmaran As, 2002: 1)
Dari beberapa definisi akhlak diatas tadi, maka dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Pertama , perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main, berpura-pura atau karena bersandiwara. (Muhammad Alim, 2006: 151-152)
Jadi pada hakikatnya definisi akhlak (budi pekerti) adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga dari situlah akan muncul macam-macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-
Di dalam kehidupan duniawi manusia di tuntut untuk memiliki akhlak jika berhadapan dengan masyarakat, hal ini dimaksud adalah akhlak pergaulan sesama manusia. Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 juga dijelaskan mengenai akhlak terhadap Allah, orang tua, sesama manusia dan diri sendiri, yang meliputi:
a. Akhlak terhadap Allah; dalam surat Luqman ayat 12 dan 13 dijelaskan bahwa Luqman mengajarkan anaknya untuk bersyukur atas segala nikmat yang diberi oleh Allah SWT, maka jangan sekali-kali menyekutukan-Nya.
b. Akhlak terhadap orang tua; Luqman dalam nasehatnya kepada anaknya yang terkandung dalam ayat 14 dan 15, Luqman mengajarkan agar anaknya berbakti kepada kedua orang tuanya.
c. Akhlak terhadap sesama manusia; dalam ayat 17 Luqman mengajarkan anaknya untuk berbuat baik dan mempererat silaturahmi kepada sesama manusia tujuannya mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
d. Akhlak terhadap diri sendiri; Luqman mengajarkan anaknya agar memiliki kepribadian yang baik, hal ini terkandung dalam ayat 18-19.
2. Bentuk Perbuatan Akhlak
Bentuk akhlak manusia di dunia ini di bagi menjadi 2 macam yaitu akhlak baik dan akhlak buruk. Adapun menurut Zahruddin AR & Hasanuddin Sinaga (2004:153-160) dalam buku ”Pengantar Studi akhlak” bahwa bentuk akhlak, yaitu:
1). Akhlak tercela (Akhlaqul Madzmumah).
Menurut Imam Al-Ghazali Akhlak tercela adalah segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri. Adapun contoh dari akhlak tercela adalah maksiat. Dan arti dari maksiat adalah bahwa maksiat berasal dari bahasa Arab, ma’siyah artinya ”pelanggaran oleh orang yang berakal balig (mukallaf), karena melakukan perbuatan yang dilarang, dan meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syari’at Islam.
Pada dasarnya sifat dan perbuatan yang tercela dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Maksiat Lahir; maksiat lahir terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: maksiat lisan, maksiat telinga, maksiat mata, dan maksiat tangan.
b. Maksiat Batin; maksiat Batin lebih berbahaya daripada maksiat lahir, karena maksiat batin tidak terlihat, dan lebih sukar dihilangkan. Diantara maksiat batin meliputi: Marah (ghadab), dengki (hasad), Sombong (takabur).
2). Akhlak terpuji (Akhlaqul Mahmudah)
Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak terpuji (Akhlaqul Mahmudah) artinya ”menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintainya”.
Selain itu, akhlak terpuji juga dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Taat Lahir; taat lahir adalah melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan Tuhan, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan, dan dikerjakan oleh anggota lahir. Diantara taat lahir meliputi: Tobat, amar ma’ruf dan nahi munkar, syukur.
2. Taat Batin; taat Batin adalah segala sifat yang baik, yang terpuji yang dilakukan oleh anggota batin (hati). Diantara taat batin meliputi: Tawakkal, Sabar, dan Qana’ah.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Insting (Naluri); naluri menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir, pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; Insting; perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat semua jenis makhluk hidup (Surayin, 2001: 366) Insting adalah aneka corak sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh insting seseorang (dalam bahasa arab disebut gharizah). Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog a. Insting (Naluri); naluri menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir, pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; Insting; perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat semua jenis makhluk hidup (Surayin, 2001: 366) Insting adalah aneka corak sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh insting seseorang (dalam bahasa arab disebut gharizah). Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog
b. Adat/Kebiasaan; adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, olahraga dan sebagainya. Dengan demikian, Abu Bakar Zikri berpendapat bahwa: ”Perbuatan manusia, apabila dikerjakan secara berulang-ulang sehingga menjadi mudah melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan”.
c. Wirotsah (Keturunan); wirotsah (keturunan) adalah berpindahnya sifat- sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat yang biasa diturunkan itu pada garis besarnya ada dua macam yaitu: 1) Sifat-sifat jasmaniah, yakni sifat kekuatan dan kelemahan otot dan urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya; dan 2) Sifat-sifat rohaniah, yakni lemah atau kuatnya ssuatu naluri dapat diturunkan pula oleh oraang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.
d. Milieu; milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi taanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia ialah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara, dan masyarakat. Dengan kala lain, milieu adalah segala apa yang melingkupi manusia daalam arti
(lingkungan alam), 2) milieu rohani/sosial (lingkungan pergaulan). (Zahruddin AR & Hasanudin Sinaga, 2004: 93-101)
4. Metode Pembentukan Akhlak
Terdapat poin penting yang harus penulis kemukakan dalam masalah pembentukan akhlak. Yakni, tidak mungkin akhlak dapat terbentuk dengan sendirinya; haruslah ada upaya untuk membentuknya. Apabila telah terbentuk, maka itu harus segera diikat agar tidak menjadi lepas dan hilang. Terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi pembentukannya, sebagaimana juga mempengaruhi penjagaannya agar tidak hancur, seluruhnya dapat dirinci sebagai berikut:
a. Motivasi; setiap anak memiliki keinginan untuk menjadi orang yang baik dan bersih. Ini merupakan peluang besar lantaran kecenderungan ini ada pada setiap manusia semenjak dilahirkan.
b. Figur Teladan; keinginan anak dapat terealisasi apabila ia melihat figur teladan, yang menarik perhatiannya. Kedua orang tua dan guru harus membangun akhlaknya sendiri untuk memotivasi anak agar mau mengikutinya. Karena semakin anak merasa kagum, maka semakin besar pula keinginannya untuk meneladani.
c. Pengulangan; tatkala anak haus akan perilaku bajik, maka ia akan berusaha mengulanginya dan mencari sarana yang dapat mewujudkan c. Pengulangan; tatkala anak haus akan perilaku bajik, maka ia akan berusaha mengulanginya dan mencari sarana yang dapat mewujudkan
5. Hikmah Pendidikan Akhlak terhadap Kejiwaan Anak
Melalui pendidikan akhlak diharapkan para peserta didik akan memiliki akhlak yang mahmudah (terpuji) dan mampu menjauhkan diri dari akhlak yang madzmumah (buruk). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap warga masyarakat, sebab maju mundurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada akhlak tersebut. (Syamsu Yusuf, 2005: 75)