Pengalaman Kedua (1979/1980)
2. Pengalaman Kedua (1979/1980)
Dalam salah satu seri penelitian yang dilakukan oleh SDP/ SAE pernah di-”tebeng”-kan pengumpulan informasi mengenai “sepuluh orang terkaya di desa”. Tujuannya adalah semacam “in search of the power elite”. Dalam kesempatan ini saya seca- ra pribadi berusaha mengembangkan tema itu menjadi suatu studi tentang struktur kekuasaan. Pengalaman pertama terse- but di atas merupakan bekal yang berharga bagi saya untuk mencoba menerapkannya kembali di lokasi yang berbeda. Na- mun dalam kasus yang kedua ini saya menghadapi beberapa masalah.
1 . Studi ini dilakukan di salah satu desa di Jawa Barat. Situasi dan kondisi lokasi berbeda (sekalipun misalnya, dilakukan studi pada masa yang sama tentu juga dapat berbeda).
2. Situasi dan kondisi ekonomi, sosial dan politik di desa-desa pada umumnya, di tahun 1979, jauh berbeda dari 18 tahun
Beberapa Pengalaman dalam Penelitian ... sebelumnya ketika dilakukan studi pertama (1961).
3. Di lokasi studi kedua ini, arsip desa mengenai peristiwa penting, tidak ada. Apalagi ingin menelusuri prosesnya, sedangkan ingin sekedar mendaftar ada peristiwa penting apa yang pernah terjadi di desa itu saja, sudah tidak dapat dilakukan. Lurahnya, kebetulan sedang setengah non-aktif karena terkena “perkara” (penyelewengan uang Bimas).
Demikianlah, dalam kondisi seperti itu, maka pola seperti dalam pengalaman pertama tidak mungkin saya terapkan. Satu-satunya jalan adalah mencari beberapa “informan kunci”, yaitu infoman yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam konteks studi ini, syarat-syarat tersebut adalah: (a) orang yang relatif sudah tua sehingga dapat diharapkan bahwa dia turut mengalami/menyaksikan sendiri peristiwa penting yang dice- ritakannya; (b) orang yang acuh, yaitu yang mempunyai cukup perhatian atas segala sesuatu yang terjadi di desanya; (c) orang yang mampu menceritakan dengan baik apa yang ingin dice- ritakannya; dan (d) kalau bisa (tapi ini tidak mutlak) tentu saja yang berpendidikan.
Dengan kriteria itu akhimya saya menemukan enam orang, dan mereka inilah yang saya wawancara secara intensif dan berulang. Tetapi, di sini pola wawancaranya sedikit lain dari pola yang saya lakukan pada pengalaman pertama dulu. Walau- pun tetap dipandu oleh usaha mencari informasi mengenai proses pengambilan keputusan, tetapi karena arsip desa tidak ada sehingga tidak ada acuan untuk menuntun arah dan “checking”, maka sifat wawancara benar-benar bebas, berupa obrolan yang diawali dengan satu pertanyaan pokok, yaitu “Seingat Anda dan sepanjang pengalaman hidup Anda di desa
Metodologi Studi Agraria ini, pernah ada peristiwa apa yang Anda anggap penting, dan
bagaimana ceritanya?” Selanjutnya, mereka saya biarkan ber- cerita sendiri semaunya. Mereka semua diwawancara, hasil sementara dari putaran pertama wawancara tersebut membe- rikan beberapa indikasi sebagai berikut:
1 . Semua informan tersebut dapat menyebutkan adanya peristiwa tertentu, tetapi tidak tahu atau tidak dapat mence- ritakan apakah peristiwa tersebut berkaitan dengan kepu- tusan tertentu. (Apakah peristiwa itu sebagai akibat dari sesuatu keputusan yang diambil oleh desa/masyarakat, ataukah karena ada peristiwa lalu terjadi suatu pengambilan keputusan untuk menyelesaikan peristiwa tersebut, mereka tidak dapat menyebutkan/menceritakannya).
2. Pada umumnya, mereka sulit mengingat angka tahun kapan peristiwa itu terjadi (ini adalah lumrah bagi penduduk desa generasi tua). Acuan waktu yang biasa mereka pakai adalah masa pemerintahan Kepala Desa. Artinya, suatu peristiwa penting itu terjadi pada masa pemerintahan Kepala Desa tertentu.
3. Peristiwa yang mereka anggap penting adalah peristiwa yang menyebabkan atau yang berkaitan dengan jatuhnya atau digantikannya seorang Kepala Desa (atau istilah setem- pat, Kuwu), karena semuanya menyangkut nasib keadaan ekonomi masyarakat desa itu.
4. Akhirnya, putaran pertama wawancara dengan enam infor- man-kunci ini barulah menghasilkan sebuah daftar urutan Kuwu-kuwu yang pernah memerintah di desa studi.
Mengingat semua itu, maka saya berfikir bahwa agaknya sudah tidak mungkin lagi untuk mencapai tujuan studi, yaitu
Beberapa Pengalaman dalam Penelitian ... mempelajari struktur kekuasaan. Namun itu tidak berarti
bahwa informasi yang diperoleh sama sekali tidak berguna. Justru dari situ timbul suatu ide untuk sedikit merubah haluan, merumuskan kembali tujuan penelitiannya. Yaitu bukan lagi “in search of the elite” tetapi “in search of circulation of elites”, mempelajari secara lebih mendalam suksesi Kuwu-kuwu (bu- kan sekadar daftar urutan nama Kuwu). Karena itu, wawancara putaran berikutnya saya lakukan dengan lebih intensif, dan bukan saja dengan keenam informan kunci tetapi juga dengan informan lainnya.
Semua hasil wawancara itu kemudian dianalisa dan dari- padanya dapat dibuat suatu rekonstruksi, sehingga walaupun semua informan sulit mengingat angka tahun, akhirnya dapat juga dibuat urutan masa pemerintahan para Kuwu yang pernah memerintah di desa tempat studi ini, beserta cerita suksesinya, dari Kuwu pertama (1899-1917) sampai Kuwu terakhir (saat studi dilakukan). Informasi utama sebagai hasil studi ini antara lain sebagai berikut:
1 . Tidak ada satu Kuwu pun (yang pernah memerintah di desa tersebut) yang terganti secara wajar. Semuanya disebabkan oleh konflik. Sebagian oleh konflik masalah politik, sebagian oleh keterlibatan korupsi, dan sebagian besar oleh konflik masalah tanah. Bahkan ada satu Kuwu yang meninggal kare- na dibunuh sebagai akibat konflik lama yang belum tuntas.
2. Konflik itu terjadi antara Kuwu dengan pihak “oposan”, atau Kuwu dengan rakyat petani.
3. Karena pergantian yang demikian itu, maka masa pemerin- tahan Kuwu-kuwu di desa ini sangat beragam lamanya (ber- kisar an-tara 6 bulan sampai 12 tahun. Hanya Kuwu pertama 3. Karena pergantian yang demikian itu, maka masa pemerin- tahan Kuwu-kuwu di desa ini sangat beragam lamanya (ber- kisar an-tara 6 bulan sampai 12 tahun. Hanya Kuwu pertama
4. Pernah terjadi semacam “pemberontakan” petani terhadap seorang Kuwu (tahun 1931) yang hampir saja petani mem- bunuh Kuwunya jika tidak tercegah oleh pemimpinnya. Dengan membawa 22 orang petani, pemimpinnya ini meng- hadap pejabat di Kabupaten dan menuntut agar Kuwu mere- ka dipecat. Protes mereka ini dikabulkan.
Demikianlah, pengalaman kedua ini mungkin dapat diang- gap sebagai contoh gambaran bagaimana sebuah studi dengan tujuan tertentu, secara tak sengaja membuahkan hasil yang berbeda dari tujuan semula. Barangkali hal inilah yang dapat disebut sebagai salah satu bentuk “efek serendipitas” (seperti diuraikan pada Bab II).