berpikir. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa faktor lain yang lebih berhubungan
dengan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan. Menurut Arini 2012, dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal usia
aman untuk menyusui adalah 20-35 tahun dan disebut sebagai “masa dewasa” dan disebut juga masa reproduksi, di mana pada masa ini diharapkan orang telah mampu
untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan, persalinan, nifas, dan merawat bayinya nanti.
Oleh sebab itu, yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI eksklusif, sedangkan umur yang kurang dari 20
tahun dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan, serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun
dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bisa terjadi risiko bawaan pada bayinya.
Penelitian Kristina 2003 dengan desain penelitian crosssectonal, memberikan hasil tidak ada hubungan antara usia ibu dengan pemberian susu formula
p 0.05. Begitu pula penelitian yang dilakukan Madjid 2003 tidak ada hubungan antara umur ibu melahirkan dengan praktik pemberian ASI selama tiga hari setelah
kelahiran.
5.2. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur
Hasil penelitian tentang variabel pengetahuan ditemukan ibu pada pengetahuan dengan kategori buruk dengan persentase memberikan susu formula
Universitas Sumatera Utara
sebesar 97,9. Uji statistik menunjukkan variabel pengetahuan berhubungan dengan pemberian susu formula. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa
tingkat pengetahuan berbanding lurus dengan pemberian susu formula, artinya semakin buruk pengetahuan ibu maka pemberian susu formula akan semakin
meningkat. Demikian juga sebaliknya jika pengetahuan ibu baik maka pemberian susu formula akan semakin rendah.
Hasil penelitian ini menunjukkan masih banyak ibu belum mengetahui pemberian susu formula pada bayi, manfaat ASI Air Susu Ibu bagi bayi, manfaat
ASI Air Susu Ibu untuk keluarga, belum mengetahui protein ASI Air Susu Ibu mempunyai nutrisi yang lebih tinggi dari pada susu formula, kandungan
immunoglobulin zat kekebalan yang terdapat dalam ASI Air Susu Ibu dibandingkan dengan susu formula, usia yang tepat dalam pemberian susu formula,
kandungan zat gizi dalam susu formula dibandingkan dengan ASI Air Susu Ibu, kandungan zat gizi dalam susu berupa laktosa yang diperlukan untuk pertumbuhan
otak dan tulang, bagaimana akibat pemberian susu formula pada bayi, pemberian susu formula mempunyai dampak negatif, akibat kesalahan dalam penakaran susu dan
akibat pemberian susu formula yang berlebihan, hal ini diperlukan penyuluhan dari petugas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu yang memiliki bayi tentang
ASI eksklusif dan susu formula. Hal ini sesuai dengan pendapat Blum yang dikutip oleh Notoatmodjo 2010
yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang over behaviour. Perilaku yang disadari oleh
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan, sehingga pengetahuan merupakan faktor yang penting untuk melakukan
perubahan perilaku kesehatan, dengan sendirinya pengetahuan dapat diukur atau di observasi atau melalui media apa yang diketahui tentang objek.
Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo 2005 yang mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku
yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan ibu tentang susu formula dapat memengaruhi ibu dalam memberikan susu formula. Semakin baik pengetahuan ibu
tentang pemberian susu formula, maka seorang ibu tidak akan memberikan susu formula pada anaknya dalam usia 0-6 bulan, begitu juga sebaliknya. Dari hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa pada ibu yang telah memiliki pengetahuan cukup tentang susu formula masih terdapat lebih dari sebagian ibu 54,6 yang
memberikan susu formula pada bayinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Roesli 2008, seiring dengan perkembangan
zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Selain itu, Roesli 2008, juga mengungkapkan bahwa fenomena kurangnya
pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik,
serta kesibukkan ibu bekerja dan singkatnya cuti melahirkan, merupakan alasan yang diungkapkan oleh ibu yang tidak menyusui secara eksklusif.
Pengetahuan ibu dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan informasi yang didapat oleh ibu tentang ASI eksklusif. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal
Universitas Sumatera Utara
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif yang menjadikan penyebab
peningkatan pemberian susu formula. Salah satu kondisi yang menyebabkan rendahnya pemberian ASI eksklusif adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat
dibidang kesehatan. Khususnya ibu-ibu yang mempunyai bayi dan tidak menyusui secara eksklusif. Melihat dari hasil penelitian, maka perlu dilakukan usaha untuk
meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian susu formula, dukungan dokter, bidan, petugas kesehatan lainnya atau kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama
untuk ibu yang baru pertama menyusui dalam pemberian ASI eksklusif. Penelitian yang dilakukan Ibrahim 2000 di provinsi Daerah Istimewah Aceh,
ibu yang memiliki pengetahuan yang baik mempunyai kesempatan dua kali untuk memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya dibandingkan dengan ibu yang
memiliki pengetahuan kurang.
5.3. Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur