Sesuai pendapat Almatsier 2004 bahwa keluarga yang mempunyai jumlah anak banyak akan menimbulkan masalah gizi bagi keluarga jika penghasilan tidak
mencukupi kebutuhan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian, jika jumlah anggota keluarga semakin banyak atau lebih banyak dari 2 orang maka pemberian makanan
pada bayi akan lebih sedikit.
5.3. Pengaruh Frekuensi Makanan terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas
Berdasarkan uji regresi logistik terdapat pengaruh yang signifikan antara frekuensi makanan terhadap status gizi pada bayi 6-12 bulan dengan nilai
p= 0.0030,05. Sesuai pendapat Suhardjo 1996 bahwa pola konsumsi makanan bayi dan keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan pendapatan yang diperoleh keluarga.
Kemampuan ibu untuk menerapkan pengetahuan gizi dalam frekuensi pangan dan pengembangan cara pemanfaatan pangan yang sesuai bagi bayi dan keluarga untuk
penyusunan pola makan. Bahan makanan yang baik adalah memiliki nilai gizi yang tinggi dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Hasil di lapangan bahwa
frekuensi pemberian makanan pada bayi cenderung lebih baik pada usia 10-12 tahun bulan karena pada usia ini, bayi lebih sering mengonsumsi makanan tambahan dan
juga disebabkan aktivitasnya lebih banyak sehingga bayi lebih banyak memerlukan keragaman makanan.
Pada penelitian ini, mayoritas penghasilan per bulan keluarga dibawah Rp. 1,035,000 yaitu 59, kondisi ini memungkinkan frekuensi pemberian MP-ASI
belum sesuai dengan usianya. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Berg 1986 yang mengatakan bahwa pendapatan keluarga merupakan faktor tidak
Universitas Sumatera Utara
langsung yang memengaruhi status gizi, karena dengan pendapatan akan meningkatkan daya beli dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Demikian juga
halnya penghasilan keluarga Rp. 1,035,000 juta memengaruhi status gizi baik
5.4. Pengaruh Usia Pemberian MP-ASI terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12
Bulan di Kecamatan Medan Amplas
Ibu yang memberikan MP-ASI pada usia ≥ 6 bulan dikategorikan baik ,
mempunyai status gizi normal 30 orang 83,3. Sementara 64 orang memberikan makanan MP-ASI 6 bulan dikategorikan tidak baik, mempunyai status gizi normal
56 orang 87,5. Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0.563 0,05. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan usia pertama kali diberi makan dengan status gizi
pada bayi 6-12 bulan sehingga variabel ini tidak diikutkan dalam uji regresi logistik berganda.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas 2002 menyatakan bahwa persentase ibu yang memberikan makanan tambahan terlalu dini kepada bayi usia 2-3
bulan sebanyak 32 dan bayi 4-5 bulan sebanyak 69 di Indonesia. Sejalan dengan hal ini, hasil penelitian Padang 2007 menyatakan bahwa sebesar 52,15
bayi sudah mendapat makanan tambahan di bawah usia enam bulan di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Makanan pendamping ASI yang diberikan kepada bayi belum sesuai dengan anjuran kesehatan. Bayi usia kurang dari 6 bulan sudah diberikan makanan padat
87,5, tetapi status gizi balita cenderung baik atau normal. Hal ini disebabkan pemberian makanan padat bagi bayi usia di bawah 6 bulan memiliki efek samping
Universitas Sumatera Utara
atau berdampak pada waktu yang lama, sehingga usia pertama kali pemberian MP- ASI tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi. Hal senada diungkapkan Pudjiadi,
2000 bahwa risiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan berbahaya karena pemberian makanan yang terlalu dini dapat menimbulkan
solute load hingga dapat menimbulkan hyperosmolality, kenaikkan berat badan yang terlalu cepat dapat menyebabkan obesitas, alergi terhadap salah satu zat gizi yang
terdapat dalam makanan yang diberikan pada bayi. Namun demikian risiko pemberian MP-ASI pada bayi usia di bawah 6 bulan dapat diketahui dampaknya
dalam jangka waktu yang lama.
5.5. Keterbatasan Penelitian