HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 SAMPAI 12 BULAN

(1)

commit to user i

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN

PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI

DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 SAMPAI 12 BULAN

(Di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Oleh :

Jatuningsih Yulianti S 540809012

PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user i


(3)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN

PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI

DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 SAMPAI 12 BULAN

(Di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Oleh :

Jatuningsih Yulianti S 540809012

PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(4)

(5)

commit to user iv

PERNYATAAN

Nama : Jatuningsih Yulianti NIM : S 540809012

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “ Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi usia 6 Sampai 12 Bulan (Di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen)” adalah betul-betul karya sendiri. Dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan. Apabila ternyata di kemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Surakarta, Desember 2010 Yang membuat pernyataan


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis dengan judul “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Bayi Usia 6 Sampai 12 Bulan (Di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen)” dengan baik dan lancar.

Tesis ini kami tulis selain sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Kedokteran Keluarga dengan minat utama Pendidikan Profesi Kesehatan pada program pasca sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta juga untuk memberikan wacana bagi pihak yang berkepentingan dalam upaya perbaikan status gizi pada bayi usia 6 sampai 12 bulan.

Dalam penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari keterlibatan banyak pihakyang memberi dorongan, semangat dan masukan yang sangat berarti bagi penulis. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Rektor dan Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberkan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pascasarjana (S2).

2. Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo, MM, M.Kes. PAK selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(7)

commit to user

vii

3. Prof. Dr. dr. Ambar Mudigdo, Sp. PA dan dr. Ety Poncorini, M.Pd selaku Dewan Pembimbing tesis.

4. Segenap dosen Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan yang tiada ternilai dan sangat berarti bagi penulis.

5. dr. Dwi Astuti, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen yang telah memberikan ijin penelitian.

6. Staf dan Karyawan Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

7. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan Angkatan 2009-2010 Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Penyusunan tesis ini sudah kami usahakan semaksimal mungkin, namun tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan baik dari segi isi ataupun tulisan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Akhirnya kami berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Desember 2010 Penulis


(8)

commit to user v

PERSEMBAHAN

Allah SWT, ya azza wajalla

Karyaku ini kupersembahkan Untuk :

· Suamiku tercinta dan anakku tersayang , terima kasih atas doa, dorongan, kasih sayang, pengertian serta kesabarannya dalam

memberikan semangat sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

· Kedua orangtuaku tercinta yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungannya. Cinta, kasih sayang dan pengorbananmu takkan hilang sampai kapanpun.

· Kakak dan adikku tersayang, terima kasih atas cinta dan dukungannya, semoga Allah selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Amin

· Sahabat-sahabatku terima kasih atas semangat dan dukungannya selama ini sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.


(9)

commit to user viii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL………... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS………. iii

PERNYATAAN... iv

PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

ABSTRAK... xiii

ABSTRACT... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori... 6


(10)

commit to user ix

C. Kerangka Pemikiran... 41

D. Hipotesis... 42

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 43

C. Populasi Sampel... 43

D. Desain Ukuran Sampel... 43

E. Variabel Penelitian... 44

F. Definisi Operasional... 44

G. Alat dan Metode Pengumpulan Data... 46

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 47

I. Uji Validitas dan Reliabilitas... 50

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 52

B. Pembahasan... 64

C. Keterbatasan Penelitian... 71

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 72

B. Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA... 74


(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR


(12)

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian MP-ASI Menurut Umur Bayi... 21

Tabel 2.2 Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri... 36

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 53

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan... 54

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin bayi... 54

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan... 55

Tabel 4.5 Distribusi Responden BerdasarkanPraktek Pemberian MP-ASI... 55

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Bayi... 56

Tabel 4.7 Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Status Gizi Bayi... 56

Tabel 4.8 Praktek Pemberian MP-ASI Berdasarkan Status Gizi Bayi... 57

Tabel 4.9 Tingkat Pengetahuan dan Praktek Pemberian MP-ASI... 58

Tabel 4.10 Hasil Uji Bivariat... 59

Tabel 4.11 Hasil Uji t... 61

Tabel 4.12 Hasil Uji F... 62


(13)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Validitas... 77

Lampiran 2. Hasil Uji Reliabilitas... 79

Lampiran 3. Permohonan Ijin Penelitian... 80

Lampiran 4. Surat Rekomendasi... 81

Lampiran 5. Kuesioner Tingkat Pengetahuan Ibu... 82

Lampiran 6. Kuesioner Praktek Pemberian MP-ASI... 84


(14)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik. Status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional . Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi (Bapenas, 2007 ).

Nutrisi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. Kekurangan nutrisi yang diperlukan tubuh akan mengakibatkan efek yang sangat serius, seperti kegagalan pertumbuhan fisik, menurunnya IQ, menurunnya produktivitas, menurunnya daya tahan terhadap infeksi dan


(15)

commit to user

penyakit, serta meningkatkan resiko terjangkit penyakit dan kematian ( Liaumalia, 2006).

Sampai saat ini masih terdapat empat masalah gizi utama, salah satunya adalah masalah Kurang Energi Protein (KEP) yang banyak diderita oleh kelompok anak umur dibawah lima tahun (balita). Menurut berat ringannya KEP dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu : ringan, sedang dan buruk. Atau sering juga disebut gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih (Sihadi, 1999).Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian yang serius, menurut hasil survey kesehatan nasional(susenas) pada tahun 1989 prevalensi gizi buruk anak balita adalah 6,3%. Prevalensi ini meningkat menjadi 11,56% pada tahun 1995 dan menurun menjadi 8,0% pada tahun 2002 (PERSAGI, 2004).

Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3,5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal gizi buruk berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan, Myanmar, Korea Utara, dan Indonesia. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Inggris The Lanchet ini mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara tidak langsung menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat untuk berobat, kekurangan vitamin A dan zinc selama ibu mengandung balita, serta menimpa anak pada usia dua tahun pertama. Angka kematian balita karena gizi buruk


(16)

commit to user

ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia (Malik, 2008).

Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek (Irwandy, 2007).

Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4% ; dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada 2015 (18,5%) telah tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional (Depkes RI, 2008).

Gizi kurang pada anak dapat terjadi karena tidak cukupnya makanan tambahan dan adanya penyakit infeksi. Penurunan kejadian kurang gizi dapat dicapai dengan peningkatan status gizi, yaitu dengan mencukupi kebutuhan bayi dan anak melalui pemberian Air Susu Ibu dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu yang adekuat (Krisnatuti, 2000).

Air Susu Ibu memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap zat gizi untuk pertumbuhan dan kesehatan sampai bayi berumur enam bulan. Sesudah itu Air Susu Ibu tidak dapat lagi memenuhi seluruh kebutuhan, karena itu bayi memerlukan pula makanan tambahan. Dengan demikian makanan untuk bayi


(17)

commit to user

yang berumur enam bulan lebih terdiri dari dua unsur pokok yaitu Air Susu Ibu ( atau buat sejumlah ibu yang tidak dapat meneteki anaknya mempergunakan susu formula ) dan makanan tambahan. Komposisi dan konsistensi makanan tambahan bayi harus disesuaikan dengan perkembangan

fisiologis dan psikomotor atau dengan kata lain disesuaikan dengan umurnya ( Suhardjo, 2009 ).

Perlu diketahui weaning period ( periode penyapihan ) yang dimulai pada usia enam bulan merupakan masa rawan. Karena pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu yang tidak sesuai baik jenis maupun jumlahnya akan memberikan dampak buruk bagi tumbuh kembang bayi. Padahal pada periode ini bayi sedang dalam masa tumbuh kembang. Periode ini juga merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk mengkonsumsi berbagai jenis makanan pada periode selanjutnya. Praktek pemberian makanan pada masa ini berkaitan erat dan harus disesuaikan dengan perkembangan ketrampilan makan anak. Ketidaksesuaian dalam pemberian makan pada anak dapat

menimbulkan masalah kesulitan makan pada anak terutama di usia balita ( Dini Kasdu, 2004 ).

Menurut SDKI 2007 pencapaian pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu usia 6-12 bulan di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 75%, sedangkan pemberian Air Susu Ibu pada bayi usia 0 – 6 bulan baru mencapai 32,4 %. Di Propinsi Jawa Tengah pencapaian pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu sudah mencapai 83,98%. Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen telah melakukan Penilaian Status Gizi (PSG) pada balita


(18)

commit to user

tahun 2009 yang dilakukan secara acak pada 26 Puskesmas di Kabupaten Sragen. Dari hasil PSG (BB/U) tahun 2009 berdasarkan Puskesmas didapatkan hasil prosentasi gizi buruk 3,9 %, gizi kurang 5,0 % dan gizi baik 91,1 %. Dari hasil tersebut Puskesmas Karangmalang merupakan wilayah dengan kasus gizi buruk dan gizi kurang tertinggi di Kabupaten Sragen .

Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen dan menurut penyampaian ibu-ibu kader dan petugas gizi dari Puskesmas Karangmalang masih banyak ibu-ibu yang belum mengetahui tentang praktek cara memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu pada anaknya yang meliputi jenis makanan, waktu dan porsi pemberiannya. Untuk itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan penelitian adalah : “Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen?”


(19)

commit to user

1. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi bayi usia 6 sampai 12 bulan di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen.

2. Mengetahui hubungan antara praktek pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen.

3. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Diharapkan dapat menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan tentang cara pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu, dan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen.

2. Praktis a. Ibu-ibu

Diharapkan dapat mengetahui pentingnya pemberian makanan pendamping Air Susu Ibu terutama pada bayi usia 6 – 12 bulan , sehingga pertumbuhan anak dapat berjalan normal sesuai dengan umur.


(20)

commit to user

Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemegang program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mencegah terjadinya gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita serta dapat mendukung kebijakan pemerintah dalam menentukan tindak lanjut masalah status gizi dan pertumbuhan balita.


(21)

commit to user

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah kedalaman peserta didik dapat menghadapi, mendalami, memperdalam perhatian seperti cara manusia menyelesaikan masalah tentang konsep-konsep baru dan kemampuan dalam belajar di kelas. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengukuran atau penelitian pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu berupa kuesioner berisi materi yang diukur dari responden (Silberman, 2001).

Pengetahuan berasal dari kata tahu, artinya seseorang mempunyai pengetahuan tentang suatu tertentu yang didapat dari pendidikan formal, nonformal atau informal. Pengetahuan berarti segala sesuatu yang

diketahui, kepandaian yang berkenaan dengan suatu hal (Purwodarminto, 1998).


(22)

commit to user

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagian hasil penggunaan panca indranya, yang berbeda kepercayaan (beliefs), takhayul(superstitions) dan penerangan yang keliru (misinformations)

(Soekanto, 2005).

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu subjek tertentu. Pengindraan terjasi melalui panca indra manusia yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007).

b. Domain kognitif pengetahuan

Pengetahaun yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tindakan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang telah diterima. Oleh sebab itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kita kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari, antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.


(23)

commit to user 2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagaisuatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materitersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya nterhadap objel yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalamkonteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat meggambarkan (membuat bagan), membedakan, mengelompokan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu komponen untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan


(24)

commit to user

yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulais baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluatiaon)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan semdiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.

(Notoatmodjo, 2007).

Dalam penelitian ini tingkat pengetahuan yang diteliti difokuskan pada domain kognitif aplikasi.

c. Sumber Pengetahuan dan Faktor yang Mempengaruhi

Pengetahuan biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya : media massa, elektronika, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat berbentuk keyakinan tertentu (Soekonto, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah : 1) Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan, sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.


(25)

commit to user 2) Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

3) Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.

4) Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengatahuan tentang sesuatu yang bersifat non formal.

5) Sosial Ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

1) Penemuan secara kebetulan

Pengetahuan yang sifatnya tanpa direncanakan dan diperhitungksn terlebih dahulu. Penemuan semacam, walaupun kadang-kadang bermanfaat tidak dap[at dipakai dalam suatu cara kerja ilmiahkarena keadaannya yang tidak pasti/kurang mendekati kepastian. Dengan demikian hal datangnya penemuan tidak dapat diperhitungkansecara berencana dan tidak selalu memberikan gambaran yang sesungguhnya.

2) Hal untung-untungan

Penemuan melalui cara percobaan dan kesalahan-kesalahan. Perbedaan dengan penemuan secara kebetulan adalah


(26)

commit to user

pada metode ini. Manusia lebih bersikap aktif untuk mengadakan percobaan-percobaan berikutnya yang sifatnya memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi pada percobaan-percobaan terdahulu.

3) Kewibawaan

Penghormatan terhadap pendapat dan atau penemuan yang oleh seseorang atau lembaga tertentu yang dianggap mempunyai kewibawaan atau wewenang.

4) Usaha-usaha yang bersifat spekulatif

Dari sekian banyak kemungkinan dipilihkan salah satu kemungkinan walaupun pilihan tersebut tidaklah didasarkan pada keyakinan apakah pilihan tersebut merupakan cara yang setepat-tepatnya.

5) Pengalaman

Berdasarkan pikiran kritis, akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman tersebut hanya untuk dicatat saja.

6) Penelitian Ilmiah

Suatu metode yang bertujuan untuk memepelajari satu atau beberapa gejala denagn jalan analisis dan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta masalah yang disoroti untuk kemudian mengusahakan pemecahannya (Soekanto, 2005).


(27)

commit to user

e. Cara Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Silberman, 2001).

2. Praktek (Practice)

a. Pengertian

Praktek adalah respon nyata dari seseorang terhadap suatu objek, setelah seseorang mengetahui stimulus kemudian menmgadakan penilaian atau pendapat terhadap yang diketahui. Proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan hal-hal yang diharapkan atau yang disikapinya tersebut dalam bentuk tindakan. Praktek individu terhadap suatu obnjek dipengaruhi oleh persepsi individu tentang kegawatan objek, kerentanan, faktor sosio psikologi, pengaruh media masa, anjuran orang lain serta perhitungan untung ruginya dari praktek tersebut. Praktek ini dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan.

b. Tingkatan praktek : 1) Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objeksehubungan dengan tindakanyang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.


(28)

commit to user 2) Respon Terpimpin (Guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3) Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencaoai praktek tingkat tiga.

4) Adopsi (Adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, tindakan itu sudah dimodifiksikan tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Sarwono, 1993).

3. MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu)

a. Pengertian

MP-ASI adalah makanan tambahan selain ASI yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan. Selain MP-ASI, ASI harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai 24 bulan. MP-ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi. Makanan ini harus menjadi pelengkap yang dapat memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung dalam ASI (Krisnatuti & Yenrina, 2000).


(29)

commit to user

MP-ASI dapat juga disebut makanan pelengkap atau makanan padat, adalah makanan tambahan yang secara berangsur-angsur diberikan kepada bayi untuk memenuhi kebutuhan gizi, sebelum bayi diberi makanan anak. Sesudah anak disapih, makanan tambahan lama-kelamaan akan menjadi makanan pokok. Sari buah atau buah-buahan segar, makanan lumat dan makanan lembek secara berturut-turut dapat diberikan sebagai makanan tambahan (RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 1994).

b. Tujuan

Pemberian MP-ASI bertujuan untuk melengkapi zat gizi bayi yang sudah berkurang. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan. Dengan berbagai rasa dan bentuk mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan, mencoba beradaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi (Suhardjo, 2009).

Bayi perlu mendapatkan tambahan energi dan zat-zat gizi yang diperlukan, karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus. Perkembangan anak yang normal dapat diketahui dengan cara melihat kondisi motorik halus, motorik kasar, bahasa dan sosial anak (Krisnatuti, 2000).

c. Syarat-syarat MP-ASI

Agar pemberian MP-ASI dapat terpenuhi dengan sempurna maka perlu diperhatikan sifat-sifat bahan makanan yang akan


(30)

commit to user

digunakan. Makanan tambahan untuk bayi harus mempunyai sifat fisik yang baik, yaitu rupa dan aroma yang layak. Selain itu dilihat dari segi kepraktisannya, makanan tambahan bayi sebaiknya sudah disiapkan dengan waktu pengolahan yang singkat. Makanan pendamping ASI harus memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang diperlukan bayi, seperti protein, energi, lemak, vitamin, mineral, dan zat-zat tambahan lainnya. MP-ASI hendaknya mengandung protein bermutu tinggi dengan jumlah yang mencukupi (Roger, 1999).

Makanan yang dianjurkan

1) Bubur tepung beras atau beras merah yang dimasak dengan menggunakan cairan atau kaldu daging dan sayuran, susu formula (ASI) atau air.

2) Buah-buahan yang dihaluskan atau menggunakan blender seperti pepaya, pisang, apel, melon dan alpukat.

3) Sayur-sayuran dan kacang-kacangan yang direbus kemudian dihaluskan menggunakan blender.

4) Daging pilihan yang tidak berlemak kemudian di blender

5) Ikan yang diblender Sebaiknya ikan yang digunakan adalah ikan yang tidak berduri.

Makanan yang tidak dianjurkan

1) Makanan yang mengandung protein gluten yaitu tepung terigu barley, biji gandum dan kue yang terbuat dari tepung terigu. Makanan tersebut dapat membuat perut bayi kembung , mual dam


(31)

commit to user

diare pada bayi. Hal ini disebabkan karena reaksi gluten intolerance.

2) Hindari pemberian gula, garam, bumbu masak atau penyedap rasa. 3) Makanan terlalu berlemak

4) Buah-buahnan yang terlalu asam seperti jeruk dan sirsak 5) Makanan terlalu pedas atau bumbu terlalu tajam

6) Buah-buahan yang mengandung gas seperti durian, cempedak. Sayuran yang mengandung gas seperti kol, kembang kol, lobak. Keduaq makanan tersebut dapat membuat perut bayi kembung. 7) Kacang tanah dapat menyebabkan alergi atau pembengkakanpada

tenggoroknan sehingga bayi sulit bernapas.

8) Kadangkala telur dapat memacu alergi, berikan secara bertahap dan denga porsi kecil. Jika bayi alergi segera dihentikan.

9) Madu dapat mengandung spora yang sangat membahayakan bayi (Lituhayu R, 2008).

d. Mutu MP-ASI

Mengingat MP-ASI sangat dibutuhkan untuk dapat memenuhi asupan zat gizi pada bayi usia 6-12 bulan yang sering disebut usia kritis, maka MP-ASI diharuskan memenuhi minimal empat kriteria atau indikator mutu yakni : a) mutu fisik, dan organoleptik, meliputi antara lain aroma, konsistensi kelenturan, penampilan dan rasa; b) mutu kimiawi yaitu berupa komposisi zat gizi dan jumlah masing-masing zat gizi yang terkandung dalam status tertentu; c) kepadatan


(32)

commit to user

energi atau energy density (ED) yaitu jumlah energi yang dihasilkan dalam satu gram produk siap makan menghasilkan 120-140 kalori; dan d) mutu biologi, meliputi mutu protein seperti nilai Protein Efficiency Ratio (PER) atau protein skor atau komposisi asam amino, dan ketersediaan hayati, vitamin dan mineral (Depkes, 2002).

Mempersiapkan MP-ASI yang bermutu baik tidak dapat didasari hanya kepada insting seorang ibu. Pengetahuan dan praktek diperlukan secara khusus dalam teknologi rumah tangga, agar dapat memenuhi kebutuhan bayi yang relatif lebih tinggi untuk setiap kilogram berat badan dibandingkan dengan kebutuhan orang dewasa (Sunawang, 2002). Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan faal bayi serta memperhatikan kebersihan lingkungan dan perorangan (Suhardjo,2009).

e. Pola Makan Anak

Pola makanan anak balita yang dianjurkan dalam sehari adalah makanan seimbang yang terdiri atas : (a) sumber zat tenaga, (b) sumber zat pembangun, (c) sumber zat pengatur. Semuanya dalam bentuk makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan, makanan kecil, air minum yang bersih, dan ASI (RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 1994).

Menurut Lituhayu. R (2008) ada lima prinsip pemberian makanan pada bayi dan anak balita yaitu : a) Bayi usia 0-4 bulan cukup


(33)

commit to user

diberi ASI saja; b) Setelah bayi berumur 4 bulan baru diberi makanan berupa bubur encer dan pada usia 6 bulan mulai diberi nasi tim saring, selanjutnya pada usia 9 bulan bayi sudah mulai dikenalkan dengan nasi tim tanpa disaring; c) ikan, telur, kacang-kacangan, tempe dan bahan lainnya dapat ditambahkan pada bubur atau nasi tim; d) Beragam sayuran dan buah-buahan dapat diberikan sebagai sumber vitamin dan mineral; dan e) Anak diberi makan dengan frekuensi empat kali sehari.

f. Beberapa hal yang penting untuk pemberian makanan pertama

1) Berikan makanan pertama bayi pada waktu yang tepat

Bila bayi diberi ASI maka berikan makan waktu cadangan ASI agak sedikit, biasanya sore hari. Dan jangan memberikan makan setelah minum ASI atau saat bayi masih kelihatan kenyang.

2) Suasana yang tepat

Cari suasana yang lebih baik waktu bayi sedang segar ceria. Jangan memberikan makanan pada bayi pada saat mereka mengantuk 3) Siapkan waktu makan yang lama

Sebaiknay jangan memberikan makanan pada bayi saat orang tua sedang sibuk atau terburu-buru, karena proses pengenalan makanan pertama memerlukan waktu yang lumayan lama.

4) Persiapkan tempat untuk makan

Siapkan kursi atau kereta bayi. Pilihh sendok yang berlekuk dan pinggirnya lembutsehingga aman untuk gusi bayi.


(34)

commit to user 5) Mulailah dengan perlahan

Reaksi setiap bayi mungkin berbeda. Pertama mungkin hanya perlu menyisipkan makanan dibibirnya, jika dia suka pasti akan membuka mulutnya dan meminta lebih banyak.

6) Tahu kapan harus berhenti

Jika bayi sudah kehilangan minat sebaiknya makan jangan dilanjutkan lagi. Tandanya bisa berupa rewel, kepla dipalingkan, mulut ditutup atau makanan dikeluarkan lagi (Lituhayu R, 2008).

g. Waktu pemberian MP-ASI

Menurut Lituhayu R (2008) MP-ASI sebaiknya diberikan setelah anak berusia 6 bulan. Hal ini dikarenakan :

1) Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai macam penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi berusia kurang dari 6 bulan sempurna, sehingga pemberian makan yang terlalu dini sama saja denagn membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman. 2) Sistem pencernaan bayi berumur 6 bulan sudag relatif sempurna

dan siap menerima MP-ASI.

3) Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan. Saat bayi berumur kurang dari 6 bulan, sel-sel di sekitar usus belum siap mengolah kandungan dari makanan.

4) Menunda pemberian MP-ASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari obesitas di kemudian hari.


(35)

commit to user

h. Jadwal Pemberian MP-ASI

Hasil penelitian Rosidah (2003) menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan paktek ibu dalam pemberian MP-ASI dengan baik berhubungan secara signifikan dengan perkembangan bayi. Penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh pemberian MP-ASI terhadap peningkatan berat badan bayi. Semakin baik cara pemberian MP-ASI maka semakin meningkat berat badannya dan berat badan bayi yang normal juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan bayi. Cara pemberian makanan tambahan yang dipraktekkan oleh ibu-ibu pada umumnya sudah memenuhi syarat pertumbuhan dan perkembangan bayinya. Sangat banyak alasan yang menyebabkan seseorang mengkonsumsi makanan tambahan (MP-ASI), selain agar kecukupan gizinya terpenuhi, yang paling penting adalah agar pertumbuhan dan perkembangan anak bisa tumbuh dengan baik (Clark, 1998). Hal-hal yang perlu diketahui mengenai cara pemberian makanan tambahan dapat dilihat pada Tabel 2.1


(36)

commit to user

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian MP-ASI, Menurut Umur Bayi, Jenis Makanan dan Frekuensi Pemberian

Umur Bayi Jenis Makanan

Frekuensi Pemberian per hari

0-3 bulan - ASI Kapan diminta 4-6 bulan - ASI Kapan diminta

- Buah lunak/ sari buah - Bubur : bubur

Havermout/ bubur tepung beras merah

1 – 2 kali sehari

6-9 bulan - ASI Kapan diminta - Buah-buahan

- Hati ayam atau kacang-kacangan

- Beras merah atau ubi - Sayuran (wortel, bayam) - Minyak/ santan/ alpukat - Air tajin

3-4 kali sehari

9-12 bulan - ASI Kapan diminta - Buah-buahan

- Bubur/ roti

- Daging/ kacang-kacangan/ ayam/ ikan

- Beras merah/ kentang/ labu/ jagung

- Kacang tanah

- Minyak/ santan/ aplukat - Sari buah tanpa gula

4 – 6 kali

12 bulan atau lebih - ASI Kapan diminta - Makanan pada umumnya,

termasuk telur dengan kuning telurnya dan jeruk.

4 – 6 kali


(37)

commit to user

i. Cara Mengolah dan Menyimpan MP-ASI

1) Cara mengolah MP-ASI

Pada prinsipnya cara mengolah MP-ASI tak jauh berbeda dengan makanan keluarga. Cucilah bersih bahan-bahan yang akan dimasak. Untuk memudahkan bayi mencerna makanannya, amaka sayuran, daging atau ikan harus dimask terlebih dahulu. Teknik yang dapat digunakan adalahdirebus, dikukus, atau dengan menggunakan microwave. Selanjutnya makanan dapat dihaluskan dengan blender atau saringan. Tambahkan ASI atau susu atau jus buah. Gunakan air bekas merebus sayuran untuk mengencerkan. 2) Cara menyimpan dan menyajikan MP-ASI

a) Makanan siap saji atau makanan instan

- Simpan makanan jauh dari uap, suhu panas dan produk denagn aroma menyengat. Hindari tempat yang lembab. - Dengarkan bunyi penutup saat membuka kemasannya

(umumnya dalanm bentuk botol selai). Jika tidak ada bunyi jangan berikan pada bayi . Ini pertanda kemasan telah kemasukan udara sehinggga ada kemungkinan kemnasukan bakteri.

- Jangan memberikan makanan pada bayi langsung dari kemasannya , gunakan piring, jangan pula mengembalikan sisa makanan yang belum dimakan ke dalam kemasan.


(38)

commit to user

- Tutup kembali kemasan dan simpan di kulkas maksimum 3 hari. - Hati-hati saat akan memanaskan makanan instant untuk bayi.

Bisa-bisa makanan jadi terlalu panas. b) Makanan hasil olahan

- Dinginkan dalam waktu singkat sebelum disimpan di lemari es. Makanan yang disimpan dengan cara ini bisa tahan selama 24 jam.

- Simpan dalam wadah untuk sekali makan. Bila inginj di konsumsi untuk 3 kali. Bagi menjadi 3 bagian dan masing-masing ditaruh dalam wadah tertutup, kemudian simpan dalam lemari es.

- Untuk memanaskan kembali bisa dengan mengukus atau merendam dengan air panas.

- Cukup panaskan satu kali. Hindari pemanasan berulang kali. - Sisa makanan dipiring bayi sebaiknya segera dibuang karena

kemungkinan sudah terkontaminasi bakteri (Lituhayu R, 2008).

4. Status Gizi

Menurut Robinson dan Weighley (1984) (cit Paryanto, 1996) Status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Sedangkan menurut Habicht (1979) (cit

Prawirohartono, 1996) menyebutkan status gizi adalah tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh keadaan keseimbangan antara gizi di


(39)

commit to user

satu pihak dan pengeluaran oleh organisme di pihak lain yang terlihat melalui variabel tertentu. Variabel itu selanjutnya disebut indikator misalnya berat badan, tinggi badan, umur dan sebagainya.

Almatsier (2000) menyebutkan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Kemudian PERSAGI (2004) mendefinisikan status gizi adalah keadaan keseimbangan antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai keperluan proses biologi. Selanjutnya Supariasa et al. (2002) mengatakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok diakibatkan oleh konsumsi dan penyerapan serta penggunaan zat gizi. Zat gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan antara perkembangan fisik dan mental orang tersebut, status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu konsumsi makanan dan faktor kesehatan.

Keadaan kurang gizi menurut Suharjo (1996) disebabkan oleh masukan (make) energi dan protein yang sangat kurang dalam waktu yang cukup lama. Keadaan ini akan lebih cepat terjadi bila anak mengalami diare dan infeksi penyakit lain. Keadaan kehidupan yang miskin mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya kondisi kurang energi protein.


(40)

commit to user

a. Penilaian Status Gizi

Menurut Jelliffe (1989) (cit Supriarsa dkk, 2002) mengatakan penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara langsung dan cara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri dari tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Pengertian dan penggunaan metode penilaian status gizi menurut Supriarsa dkk (2002) adalah

1) Penilaian Status Gizi secara Langsung

a) Antropometri

(1) Pengertian

Secara umum antropometri adalah artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam cara pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.


(41)

commit to user

(2) Penggunaan

Secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Indikator yang sering dipakai dalam penelitian status gizi anak balita di masyarakat secara antropometri adalah indikator berat badan menurut umur (BB/U) yang menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan, indikator panjang badan menurut umur (PB/U) menggambarkan status gizi masa lalu, sedangkan indikator menurut berat badan panjang badan (BB/PB) menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini (Soekirnan, 2000).

(3) Keunggulan antropometri

Sebelum menguraikan tentang keunggulan antropometri ada baiknya mengenal apa yang mendasari penggunaan antropometri. Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah ; (a) Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar

lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukuran panjang bayi yang dapat dibuat sendiri di rumah.


(42)

commit to user

(b) Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif. Contohnya, apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas pada anak balita, maka dapat dilakukan pengukuran kembali tanpa harus persiapan alat uang rumit. Berbeda dengan pengukuran status gizi dengan metode biokimia, apabila terjadi kesalahan maka harus mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu yang relatif mahal dan rumit.

(c) Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.

(d) Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan lainnya.

(e) Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas

(cut off points) dan baku rujukan yang sudah pasti.

(f) Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua negara menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat, khususnya untuk penapisan (screening)

status gizi. Hal ini dikarenakan antropometri diakui kebenarannya secara ilmiah.

Memperhatikan faktor di atas, maka dibawah ini akan diuraikan keunggulan antropometri gizi sebagai berikut :

(a) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.


(43)

commit to user

(b) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran antropometri. Kader gizi (posyandu) tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia dapat melaksanakan kegiatannya secara rutin.

(c) Alatnya mudah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat. Memang ada alat antropometri yang mahal dan harus diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat itu hanya tertentu saja seperti “ Skin Fold Caliper” untuk mengukur tebal di bawah kulit.

(d) Metode ini tepat dan akurat, akrena dapat dibakukan.

(e) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.

(f) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas.

(g) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada peride tertentu, atau dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

(h) Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi


(44)

commit to user (4) Kelemahan Antropometri

Di samping keunggulan metode penentuan status gizi secara antropometri, terdapat pula beberapa kelemahan.

(a) Tidak sensitif

Metode ini tidak dapat mendeketsi status gizi dalam waktu singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink danFe.

(b) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.

(c) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.Kesalahan ini terjadi karena:

- Pengukuran

- Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan

- Analisis dan asumsi yang keliru

(d) Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan: - Latihan petugas yang tidak cukup.

- Kesalahan alat atau alat tidak ditera. - Kesulitan pengukuran.


(45)

commit to user

(5) Jenis Parameter

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, anatra lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Di bawah ini akan diuraikan parameter itu. (a) Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.

Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month).

Contoh : Tahun usia penuh (Completed Year)

Umur : 7 tahun 2 bulan, dihitung 7 tahun 6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun Contoh : Bulan Usia penuh (Completed Month)

Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4 bulan 3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan

Di perdesaan banyak keluarga yang tidak mempunyai catatan tanggal lahir anaknya. Selain itu juga ada kecenderungan untuk


(46)

commit to user

menulis angka yang mudah seperti: 1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun, dan 3 tahun.

(b) Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBRL apabila berat bayi lahir dibawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan.

Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang, pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein obat menurut. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan ciran dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi.

(c) Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran


(47)

commit to user

kedua yang pentihng, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan.

Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa

(microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.

(6) Indeks Antropometri

Parameter antrometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indek Antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan berat badan mennurut Tinggi badan (BB/TB).

(a) Berat Badan Menurut Umur (BB/ U)

Dalam keadaan noramal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka


(48)

commit to user

indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status).

Ø Kelebihan Indeks BB/ U

Indeks BB/U mempunyai beberapa kelebihan antara lain: - Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat

umum.

- Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis. - Berat badan dapat berfluktuasi.

- Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil. - Dapat mendeteksi kegemukan (over weight).

Ø Kelemahan Indek BB/ U

Disamping mempunyai kelebihan, indeks BB/ U juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:

- Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites.

- Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik.

- Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun.

- Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti . - Secara operasional sering mengalami hambatan karena


(49)

commit to user

tidak mau menimbang anaknya, karena dianggap seperti barang dagangan, dan sebagainya.

(b) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Ø Keuntungan Indeks TB/ U

- Baik untuk menilai status gizi masa lampau.

- Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.

Ø Kelemahan Indeks TB/ U

- Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.

- Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.

- Ketepatan umur sulit didapat.-

(c) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/ TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Ø Keuntungan indeks BB/ TB

- Tidak memerlukan data umur

- Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus).


(50)

commit to user Ø Kelemahan indeks BB/ TB

- Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan.

- Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang. Tinggi badan pada kelompok balita.

- Membutuhkan dua macam alat ukur. - Pengukuran dua macam alat ukur. - Pengukuran relatif lebih lama.

- Membutuhkan dua orang yang melakukannya.

- Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional

Sampai saat ini masih terdapat masalah yang berkaitan dengan informasi status gizi berdasarkan pada data antropometri. Masalah yang banyak dijumpai di lapangan yaitu beragamnya penggunaan istilah status gizi dan penggunaan baku rujukan.

Departemen Kesehatan RI sesuai hasil pertemuan pakar gizi yang diselenggarakan oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) bekerjasama dengan UNICEF Indonesia dan LIPI pada bulan Januari 2000, menyepakati penyeragaman istilah status gizi dan buku antropometri yang digunakan di Indonesia, dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini :


(51)

commit to user

Tabel 2.2 Status gizi Berdasarkan Indeks Antropometri

Indikator Status Gizi Keterangan

Berat badan menurut umur (BB/U)

Gizi lebih > 80 % Gizi baik 71 % – 80 % Gizi kurang 61 % - 70 % Gizi buruk ≤ 60 % Tinggi badan menurut

umur (TB/U)

Gizi lebih > 90 % Gizi baik 81 % – 90 % Gizi kurang 71% – 80 % Gizi buruk ≤ 70 %

Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Gizi lebih > 90 % Gizi baik 81 % – 90 % Gizi kurang 71 % – 80 % Gizi buruk ≤ 70 %

Sumber : DepKes RI (2005)

b) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel supervisial seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada orang-orang yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.


(52)

commit to user

Metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis secara umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.

c) Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh antara lain darah, urine, tinda dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan mal nutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menemukan kekurangan gizi yang spesifik.

d) Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penelitian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat


(53)

commit to user

digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

2) Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung

a) Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2) Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lain yang berhubungan dengan gizi.

3) Faktor Ekologi

Bengeoa mengungkapkan bahwa mal nutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.


(54)

commit to user

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6 sampai 12 bulan sejauh ini diketahui peneliti belum pernah dilakukan oleh peneliti lain.

Namun peneliti menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian yang sekarang. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2006), dengan judul Pengetahuan dan praktek pemberian makanan pendamping ASI hubungannnya dengan perkembangan bayi usia 6 sampai 12 bulan di Puskesmas Jetis I, Bantul Yogyakarta, dengan hasil bahwa ada pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI berhubungan secara bersama-sama terhadap perkembangan bayi.

Atmanto (2008), dengan judul hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan modal social dengan status gizi anak balita di Kabupaten Sragen, dengan hasil bahwa pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan modal soaial berturut-turut memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi anak balita.

Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2006) dengan penelitian sekarang adalah terletak pada variable tingkat pengetahuan dan praktek pemberian makanan pendamping ASI serta metode penelitian yaitu deskriptif. Sedangkan persamaan penelitian yang dilakukan oleh Atmanto (2008) dengan penelitian sekarang adalah variable status gizi. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2006) dengan penelitian


(55)

commit to user

sekarang adalah variable dependen yaitu perkembangan bayi usia 6 sampai 12 bulan, responden, tempat waktu dan jumlah sample yang diteliti. Sedangkan perbedaan penelitian oleh Atmanto (2008) dengan penelitian sekarang adalah pada variable independent yaitu tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dan modal social kemudian responden, tempat, waktu dan jumlah sample yang diteliti.


(56)

commit to user

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek

Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi pada bayi usia 6 – 12 bulan.

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi pada bayi usia 6 – 12 bulan.

Pengetahuan Ibu tentang pemberian MP-ASI

Status Gizi Bayi usia 6 sampai 12 bulan Praktek ibu tentang

pemberian MP-ASI

- Pendidikan - Pendapatan - Teknologi - Budaya - dll


(57)

commit to user

D. Hipotesis

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6 sampai 12 bulan di Puskesmas Karang Malang Kabupaten Sragen.

2. Ada hubungan antara praktek pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6 – 12 bulan di Puskesmas Karang Malang Kabupaten Sragen.

3. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 6 – 12 bulan di Puskesmas Karang Malang Kabupaten Sragen.


(58)

commit to user

43

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik

dengan rancangan cross sectional. Variabel bebas dan variabel terikat dianalisa secara bersamaan pada waktu yang sama (Nur Salam, 2003).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen dari bulan Juni sampai November 2010.

C. Populasi Sampel

Ibu bayi usia 6 -12 bulan di wilayah Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen yaitu sebesar 537 orang.

D. Desain Ukuran Sampel

Pada penelitian ini data akan dianalisis menggunakan analisis bivariat dan multivariat. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan teknik

cluster random sampling yaitu peneliti tidak mendaftar semua anggota atau unit melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok atau gugus yang ada dalam populasi tersebut. Kemudian mengambil sampel berdasarkan gugus atau kelompok tersebut (Notoadmodjo, 2005). Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Karangmalang, Kabupaten Sragen yang terdiri dari 10 desa dimana peneliti mengambil sampel sebesar 30 %. Pengambilan sampel secara gugus adalah dengan mengambil 3 desa dari 10 desa yang ada


(59)

commit to user

di Wilayah Puskesmas Karangmalang secara random, dimana yang terpilih sebagai desa sampel adalah Desa Plumbungan, Desa Kroyo dan Desa Jurangjero. Kemudian semua bayi usia 6 sampai 12 bulan yang berdomisili di di tiga desa tersebut diambil sebagai sampel. Jumlah bayi usia 6 sampai 12 bulan di Desa Plumbungan adalah sebesar 41 bayi, dan jumlah bayi di Desa Kroyo adalah sebesar 51 bayi, sedangkan bayi usia 6 sampai 12 bulan di Desa Jurangjero adalah sebesar 38 bayi, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 130 responden.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping ASI dan praktek ibu tentang pemberian Makanan Pendamping ASI

2. Variabel Terikat : Status gizi bayi usia 6-12 bulan.

F. Definisi Operasional

1. Pengetahuan Ibu tentang Cara Pemberian MP-ASI

Adalah pemahaman ibu tentang materi pengertian, tujuan dan manfaat pemberian Makanan Pendamping ASI kepada bayi usia 6-12 bulan. Pernyataan mempunyai pola jawaban benar dan salah. Pernyataan jawaban benar mendapat skor nilai 1, sementara pernyataan yang salah mendapat angka 0. pengetahuan didapat dari penjumlahan skor jawaban benar. Skala pengukuran yang digunakan dalam variabel ini adalah interval. Untuk keperluan analisis deskriptif maka pengetahuan dikategorikan tinggi jika responden mempunyai skor 15 – 20 dan pengetahuan dikategorikan rendah jika skor jawaban benar kurang dari


(60)

commit to user

15. Kriteria pengetahuan menurut Arikunto (2002) adalah pengetahuan tinggi jika diperoleh skor 76 – 100 % dari total skor, sedangkan pengetahuan dikatakan rendah jika diperoleh skor kurang dari 76 % dari total skor.

2. Praktek Ibu tentang Pemberian MP-ASI

Adalah tindakan ibu secara langsung yang berhubungan dengan pemberian makanan selain ASI yang diberikan bersamaan dengan pola pemberian ASI pada bayi usia 6-12 bulan. Pernyataan praktek mempunyai pola jawaban ya dan tidak. Variabel praktek ibu tentang cara pemberian Makanan Pendamping ASI diperoleh dari penjumlahan skor jawaban ya pada masing-masing pernyataan. Skala pengukuran yang disunakan pada variabel ini adalah interval. Untuk keperluan analisis deskriptif maka variabel praktek dikategorikan menjadi baik dan tidak baik, responden mendapat skor baik jika jumlah jawaban ya sebanyak 24 – 31 (76-100%) dan kategori tidak baik jika jumlah jawaban ya kurang dari 24 (<76%).

3. Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan yang ditentukan dengan antropometri yang menggunakan indikator berat badan dan umur. Penentuan status gizi dengan menggunakan rumus persen terhadap median yaitu perbandingan antara berat badan bayi dengan median baku NCHS. Instrumen yang digunakan adalah KMS, timbangan dacin, Tabel baku antropometri standard WHO-NCHS.


(61)

commit to user

Skala pengukuran dalam variabel status gizi ini adalah interval. Untuk keperluan analisis deskriptif maka variabel status gizi dikategorikan menjadi 4 macam yaitu status gizi lebih (> 80 %), status gizi baik (71 % – 80 %), status gizi kurang (61 % - 70 %), dan status gizi buruk (≤ 60 %).

G. Alat dan Metode Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan dan praktek tentang cara pemberian Makanan Pendamping ASI adalah kuesioner. Kuesioner untuk pengetahuan ibu tentang cara pemberian Makanan Pendamping ASI diisi oleh ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan. Bentuk kuesionernya tertutup, yaitu kuesioner dengan alternatif jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti dan responden tinggal memberi tanda tertentu pada lembar jawaban yang telah tersedia. Kuesioner tersebut terdiri dari beberapa pernyataan, yang meliputi : jadwal pemberian Makanan Pendamping ASI menurut umur bayi, jenis makanan dan frekuensi pemberiannya. Sebelum kuesioner diberikan pada responden, peneliti mengajukan informed consent

dahulu kepada responden. Apabila responden sudah bersedia kemudian diberi lembar kuesioner untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan dan dikumpulkan kembali untuk diolah datanya.

Cara pengumpulan data untuk praktek ibu tentang cara pemberian Makanan Pendamping ASI adalah dengan cara wawancara dan menggunakan alat bantu kuesioner terhadap ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan sebagai sampel. Untuk data status gizi bayi usia 6 – 12 bulan pengukuran


(62)

commit to user

dilakukan oleh peneliti, petugas gizi Puskesmas dan dibantu oleh Bidan Desa Peralatan yang diperlukan untuk menilai status gizi bayi usia 6-12 bulan adalah KMS, timbangan dacin standard dan tabel baku antropometri standard WHO-NCHS.

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Uji Korelasi Pearson Product Moment

Uji bivariat Korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan antar variabel. Besar kecilnya angka korelasi adalah sebagai berikut :

· 0 – 0,25 : korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)

· > 0, 25 – 0,5 : korelasi cukup

· > 0,5 – 0,75 : korelasi kuat

· > 0,75 – 1 : korelasi sangat kuat 2. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi merupakan suatu teknik untuk menentukan ketergantungan satu variabel dependent dengan satu atau lebih variabel independent. Regresi linier berganda digunakan untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi usia 6 sampai 12 bulan. Model empiriknya adalah sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2

Keterangan :

Y : Status Gizi a : Konstanta


(63)

commit to user b1 : Koefisien X1

b2 : Koefisien X2 X1 : Pengetahuan X2 : Praktek

Hasil persamaan regresi tersebut kemudian di analisis dengan menggunakan beberapa uji.

a. Uji t

Uji t digunakan untuk menguji apakah pertanyaan dari hipotesis benar. Uji t pada dasarnya untuk melihat pengaruh atau hubungan masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Kriteria ujinya adalah apabila nilai statiatik t hitung perhitungannya lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, atau Sig t ≤ 0,05 maka Ho ditolak (Ghozali, 2001). Tingkat signifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 %. b. Uji F

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh atau hubungan semua variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Kriteria ujinya adalah bila nilai F hitung > F tabel atau Sig F ≤ 0,05 maka Ho ditolak artinya variabel bebas (independent) secara bersama-sama berhubungan signifikan terhadap variabel terikat (dependent).

c. Uji Koefisien Determinasi (R²)

Uji Koefisien Determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat.


(64)

commit to user 3. Uji Persyaratan / Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distri busi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Kolmogrov – Smirnov (K-S). Kriteria ujinya adalah apabila nilai Sig > 0,05 maka Ho diterima yang berarti data residual berdistribusi normal. Analisis regresi mengasumsikan bahwa variabel pengganggu € berdistribusi normal. (Ghozali, 2001).

b.Uji Linieritas

Uji linieritas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan benar atau salah. Uji linieritas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Durbin Watson. Kriteria ujinya adalah nilai uji statistik Durbin Watson terletak diantara DU dan 4 – DU maka Ho diterima yang berarti autokorelasi negatif dan fungsi linier.

c.Uji Independensi (Uji multikolinieritas)

Uji independensi digunakan untuk melihat apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Hal ini dapat dilihat dari variance inflation faktor (VIF). Jika nilai VIF diatas 10 maka dikatakan terdapat korelasi antar variabel independen atau terdapat multikolinieritas (korelasi yang besar antar variabel bebas).


(65)

commit to user

I. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Sebelum melakukan analisis menjawab hipotesis, maka diperlukan uji statistik, di antaranya adalah pengetahuan ibu dan praktek tentang cara pemberian Makanan Pendamping ASI. Uji validitas dipakai untuk mengetahui secara teliti item pertanyan yang dapat dipakai untuk menganalisis selanjutnya atau item valid yang layak untuk dianalisis.

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di Puskesmas Kedawung I yang karakteristiknya sama dengan Puskesmas Karangmalang dengan menggunakan sampel try-out sebanyak 30 responden,. Dalam kuesioner ini, ada dua kuesioner yang diuji validitas dan reliabilitas, yakni pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping ASI sebanyak 25 item dan praktek pemberian Makanan Pendamping ASI sebanyak 31 item. Dikatakan sebuah item pertanyan kuesioner valid, apabila nilai validitas hitung menunjukkan angka yang lebih besar dari nilai r tabel (dalam hal ini r tabel dilihat dari tabel korelasi product moment dengan memperhitungkan n=30 dan signifikasi 5% = 0,361).

Dari uji coba kuesioner yang disebarkan setelah dilakukan uji validitas dengan menggunakan program SPSS 15.00 seperti tertera dalam lampiran 1. Sebuah item pertanyaan dikatakan valid apabila r hitung > r tabel pada taraf signifikasi 5 %. Maka dapat disimpulkan bahwa dari kuesioner pengetahuan ada 5 item pertanyaan yang tidak valid karena nilai r hitung < r tabel sehingga dari 25 item pertanyaan yang diujikan hanya ada 20


(66)

commit to user

item pertanyaan yang valid dan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian. Sedangkan untuk kuesioner praktek pemberian MP-ASI dari 31 item pertanyaan semua memiliki nilai r hitung > r tabel sehingga semua item pertanyaan tersebut valid dan bisa digunakan sebagai instrumen penelitian.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dipakai guna mengukur konsistensi responden menjawab pertanyaan yang diajukan. Konsisten berarti bahwa tidak ada perubahan pendapat dalam menjawab pertanyaan. Untuk selanjutnya jika muncul pertanyaan yang tidak reliabel dapat dikeluarkan atau tidak dipakai dalam analisis selanjutnya atau diganti dengan pertanyaan yang lain. Sesuai dengan pendapat Imam Ghozali (2001) bahwa kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Croancbach Alpha lebih besar dari 0,6.

Dari uji coba kuesioner yang telah disebarkan setelah dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan program SPSS 15.0 seperti tertera dalam lampiran 2. Dapat dilihat dari hasil analisis reliabilitas kuesioner variabel pengetahuan menunjukkan bahwa nilai Croancbach Alpha adalah 0,83 > 0,6 sehingga kuesioner variabel pengetahuan adalah reliabel. Sedangkan dari analisis reliabilitas kuesioner variabel praktek menunjukkan bahwa nilai Croancbach Alpha adalah 0,95 > 0,6 sehingga kuesioner variabel praktek juga reliabel.


(67)

(68)

commit to user

52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Karangmalang yang terletak di Kecamatan Karangmalang. Lokasi Puskesmas Karangmalang kurang lebih 6 km di sebelah selatan kota Sragen. Kecamatan Karangmalang memiliki luas wilayah 4.292 km² dan jumlah penduduk sebanyak 58.404 jiwa.

Wilayah kerja Puskesmas Karangmalang terdiri dari sepuluh kelurahan. Jumlah anak usia 6 sampai 12 bulan yaitu 537 orang. Batas wilayah Kecamatan Karangmalang sebelah utara dibatasi oleh kecamatan Sragen, sebelah Timur dibatasi oleh Kecamatan Ngrampal, sebelah selatan dibatasi oleh Kecamatan Kedawung, sedangkan disebelah barat di batasi oleh Kecamatan Masaran.

Sarana pendukung operasional Puskesmas Karangmalang berupa satu unit mobil Puskesmas keliling, dua unit Puskesmas Pembantu. Tenaga di Puskesmas Karangmalang ada 3 dokter umum, 33 perawat dan bidan, 1 orang tenaga farmasi, 1 orang tenaga gizi, 1 orang tenaga sanitasi dan 10 tenaga lainnya.

a. Karakteristik Responden

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 6 sampai 12 bulan di Desa Plumbungan, Desa Kroyo


(69)

commit to user

dan Desa Jurangjero Kecamatan Karangmalang. Jumlah bayi usia 6 sampai 12 bulan di Desa Plumbungan adalah sebesar 41 bayi, dan jumlah bayi di Desa Kroyo adalah sebesar 51 bayi, sedangkan bayi usia 6 sampai 12 bulan di Desa Jurangjero adalah sebesar 38 bayi, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 130 responden.

Sebelum dibahas secara rinci hasil penelitian, terlebih dahulu peneliti membahas distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan dan jenis kelamin bayi yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat

Pendidikan Jumlah Responden Persentase

SD 22 17,0 %

SMP 47 36,1 %

SMU 54 41,5 %

Perguruan Tinggi 7 5,4 %

Jumlah 130 100 %

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 130 responden mayoritas responden mempunyai tingkat pendidikan terakhir SMU yaitu sebanyak 54 responden (41,5 %), kemudian responden yang paling sedikit mempunyai tingkat pendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak 7 orang (5,4 %).


(70)

commit to user

Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Responden Persentase

PNS 6 4,6 %

Pegawai Swsta 15 11,5 %

Buruh 38 29,2 %

IRT 53 40,8 %

Lainnya 18 13,9 %

Jumlah 130 100 %

Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa paling banyak responden adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 53 orang ( 40,8 % ), kemudian responden yang bekerja sebagai PNS hanya 6 orang (4,6 % ), sedangkan pekerjaan lainnya seperti pembantu rumah tangga dan industri rumah tangga sebanyak 18 orang (13,9 % ).

Tabel 4.3

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin bayi

Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase

Laki-laki 73 56,1 %

Perempuan 57 43,9 %

Jumlah 130 100 %

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 130 responden yaitu ibu- ibu yang mempunyai bayi usia 6 sampai 12 bulan, mayoritas responden mempunyai bayi laki-laki yaitu sebanyak 73 orang ( 56,1 % ). Sedangkan yang mempunyai bayi perempuan sebanyak 57 (43,9 %).


(71)

commit to user

Tabel 4.4

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Kategori Jumlah Responden Persentase

Rendah 59 45,4 %

Tinggi 71 54,6 %

Jumlah 130 100 %

Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan tentang cara pemberian MP-ASI adalah tinggi yaitu sebanyak 71 responden ( 54,6 % ), sedangkan 59 responden (45,4 % ) mempunyai tingkat pengetahuan tentang cara pemberian MP-ASI rendah.

Tabel 4.5

Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Pemberian MP-ASI

Kategori Jumlah Responden Persentase

Baik 79 60,8 %

Tidak Baik 51 39,2 %

Jumlah 130 100 %

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 130 responden sebagian besar sudah melakukan praktek pemberian MP-ASI kepada bayinya dengan baik yaitu sebanyak 79 responden (60,8 % ).


(1)

commit to user

Dari hasil penelitian diketahui bahwa besar hubungan antara praktek pemberian MP- ASI dengan status gizi adalah 0,348 dengan tingkat signifikasi koefisien korelasi 0,000 (<0,05). Pada hasil uji t menunjukkan bahwa nilai sig atau significance adalah 0,008 (<0,05) atau t hitung 2,698 > t tabel (1,960). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa praktek ibu dalam pemberian MP-ASI kepada bayinya sangat berpengaruh terhadap status gizi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang dalam praktek pemberian MP-ASI kepada bayinya baik mayoritas mempunyai bayi dengan status gizi baik yaitu sebanyak 57 orang (43,8%). Sedangkan responden yang praktek pemberian MP-ASI kepada bayinya tidak baik mayoritas mempunyai bayi dengan status gizi kurang yaitu sebanyak 25 orang (19,2 %).

Semakin baik praktek ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayinya maka akan semakin baik pula status gizi bayinya, demikian juga sebaliknya semakin tidak baik praktek ibu dalam pemberian MP-ASI maka semakin tidak baik pula status gizi bayinya. Hal ini sesuai dengan haasil penelitian Mulyati (2000) tentang pemberian MP-ASI pada bayi yang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan serta praktek ibu terhadap MP-ASI.

Menurut Notoadmodjo (2003) bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang maka semakin baik sikap yang dimiliki. Sikap juga dipengaruhi adanya faktor-faktor antara lain pengalaman pribadi yang didapat seperti melihat, membaca dari media cetak dan latihan atau praktek dari orang lain.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Dari hasil wawancara pada ibu bayi dapat dilihat bahwa banyak ibu bayi yang belum mengerti akan manfaat MP-ASI, sehingga ibu bayi enggan untuk mencoba meningkatkan alternatif-alternatif pemberian MP-ASI pada bayinya dan kenyataannnya masih ada bayi yang mempunyai status gizi buruk menurut standard penilaian klasifikasi status gizi anak balita.

3. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Praktek pemberian

MP-ASI dengan Status Gizi Bayi

Dari hasil analisis data dengan menggunakan regresi linier berganda dapat diketahui bahwa pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian MP-ASI berhubungan secara signifikan terhadap status gizi bayi. Menurut Suharjo (1994) bayi yang diberi MP-ASI sejak usia 6 bulan mempunyai status gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan bayi yang diberi MP-ASI sebelum usia 6 bulan. Hal ini desababkan bayi yang diberi MP-MP-ASI sebelum 6 bulan lebih lama mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, sehingga bayi tidak tertarik lagi dengan MP-ASI. Apabila pengetahuan dan praktek pemberian MP-ASI dapat diperbaiki maka akan dapat meningkatkan status gizi bayi. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai F hitung 13,243 > F tabel (2,99) atau nilai p = 0,000 < 0,05. Hal ini berarti semua variabel bebas yaitu pengetahuan dan praktek secara bersama-sama mempunyai hubungan yang signifikan terhadap status gizi.


(3)

commit to user

Hasil persamaan regresi logistik dalam penelitian ini adalah :

Y = 5,06 + 0,245X1 + 0,164X2 dimana Y = status gizi, X1 = tingkat pengetahuan, X2 = praktek pemberian MP-ASI. Dari hasil persamaan tersebut dapat diketahui bahwa jika pengetahuan meningkat 1 skor maka status gizi akan meningkat sebesar 0,245. Koefisien variabel praktek sebesar 1 dan bertanda positif . Hal ini berarti setiap kenaikan 1 skor variabel praktek akan mengakibatkan kenaikan 0,164 skor pada status gizi. Hasil penelitian Sudiyanto (2003) menunjukkan bahwa pengetahuan dan sumber informasi yang diperoleh ibu tentang pemberian MP-ASI akan mempengaruhi pola pemberian MP-ASI pada bayi. Umumnya ibu telah memberikan makanan selain ASI pada bayinya sebelum usia 6 bulan, dengan jumlah dan mutu serta cara pemberian makanan yang berbeda-beda (Karmini dan Rossi, 2000).

Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun (DepKes RI, 2002) Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti pendidikan yang didapat di sekolah-sekolah maupun non formal yang diantaranya dapat diperoleh bila ibu aktif dalam kegiatan posyandu, PKK maupun kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat(Notoatmojo, 1997).

Pengetahuan seorang ibu dibutuhkan dalam perawatan anaknya, dalam hal pemberian dan penyediaan makanannya, sehingga seorang anak tidak menderita kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat disebabkan


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

karena pemilihan bahan makanan yang tidak benar. Pemilihan makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang bahan makanan. Ketidaktahuan dapat menyebabkan kesalahan pemilihan dan pengolahan makanan, meskipun bahan makanan tersedia (Suharjo, 2009).

Ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang cukup akan lebih memiliki informasi yang terkait dengan pemenuhan gizi balita dengan baik dan tentunya akan berpengaruh pada proses praktek pengelolaan makanan di rumahnya mulai dari persiapan sampai dengan pendistribusiannya pada setiap anggota rumah tangga khusunya kepada balitanya, bila dibandingkan dengan ibu yang memilki pengetahuan tentang gizi yang kurang. Sehingga ibu yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan berpengaruh terhadap praktek dalam pemberian MP-ASI dimana hal ini juga akan berpengaruh terhadap peningkatan status gizi bayi.

C. KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian Cross Sectional. Pada desain ini semua variabel diukur pada saat yang sama. Dengan demikian desain ini tidak dapat memastikan hubungan temporal (pengaruh waktu) antara pengaruh pengetahuan dan praktek pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi pada bayi.


(5)

commit to user 72 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan status gizi bayi dengan nilai p = 0,000.

2. Terdapat hubungan yang positif antara praktek pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi dengan nilai p = 0,000.

3. Terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan ibu dan praktek pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi pada hasil uji F dengan nilai p = 0,000.

B. SARAN

Sesuai dengan kesimpulan maka penulis akan memberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi tenaga kesehatan setempat

Perlu meningkatkan program penyuluhan kepada ibu- ibu yang mempunyai bayi tentang asupan gizi bayi, bukan hanya ASI saja tetapi juga Makanan Pendamping ASI yang juga sangat diperlukan untuk peningkatan status gizi bayi.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

2. Bagi Puskesmas

Perlu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam masyarakat sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki status gizi bayi (kegiatan posyandu, pembentukan desa siaga, dll).

3. Bagi peneliti selanjutnya

Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang mempertimbangkan variabel lain yang lebih kompleks dalam menghubungkan status gizi bayi seperti hubungannya dengan pendapatan keluarga, modal sosial serta pengambilan sampel dengan latar belakang demografi yang berbeda. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan rancangan kohort.


Dokumen yang terkait

Praktek Pemberian ASI Dan Makanan Pendamping ASI Serta Status Gizi Bayi Usia 6-8 Bulan Pada Ibu Bekerja Dan Tidak Bekerja

0 15 83

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DAN PENYAKIT INFEKSI KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI UMUR 6 12 BULAN

2 23 95

PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN

0 3 5

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU GURU TENTANG MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU ( MPASI)DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-12 BULAN.

0 2 27

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU BALITA MENGENAI PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Balita Mengenai Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dengan Status Gizi Pada Balita Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Semanggi Kecamata

1 4 16

HUBUNGAN ANTARA POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 7-24 BULAN Hubungan Antara Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi (Mp-Asi) Dengan Status Gizi Balita Usia 7-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pu

0 4 17

Hubungan antara Usia Awal Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Kejadian Diare pada Bayi 0-12 Bulan.

0 0 12

PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) PADA BAYI USIA 6-12 BULAN

0 0 6

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MENYUSUI DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI PADA BAYI 6-12 BULAN DI TLOGOMAS KOTA MALANG

0 0 10

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI DESA KEMBARAN

0 0 17