d. Terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller
pseudoptosis e.
Penumpukan Limfosit di pembuluh darah fliktenula. f.
Pengentalan koagulum di atas permukaan epitel pseudomembran.
g. Edema dari konjungtiva mata Chemosis Kanski, 2000.
2.3.5. Gejala
Gejala-gejala pada konjungtivitis, yakni: -
Sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar. -
Sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia Vaughan, 2008.
2.3.6. Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditanganidiobati bisa menyebabkan kerusakan pada matagangguan pada mata dan menimbulkan
komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani
diantaranya:
i. Ulserasi kornea.
ii. Membaliknya bulu mata ke dalam trikiasis.
iii. Membaliknya seluruh tepian palpebra enteropion.
iv. Obstruksi ductus nasolacrimalis.
v. Turunnya kelopak mata atas karena kelumpuhan ptosis
Vaughan, 2008.
2.3.7. Diagnosa
a. Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dengan mata merah dan lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabila
Universitas Sumatera Utara
kornea ikut terlibat akan terdapat fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir. Konjungtivitis flikten biasanya dicetuskan oleh
blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial akut. b.
Gejala Objektif Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm,
berwarna kuning atau kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh darah konjungtiva hyperemia. Bisa unilateral atau
mengenai kedua mata. c.
Laboratorium Dapat dilakukan pemeriksaan kultur konjungtiva. Pemeriksaan dengan
pewarnaan gram pada sekret untuk mengidentifikasi organisme penyebab maupun adanya infeksi sekunder Vaughan, 2008.
2.3.8. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai
terapi antimikroba spectrum luas mis., polymyxin-trimethoprim. Pada setiap konjungtivitis purulen yang pulasan gramnya menunjukkan diplokokus gram
negative, dugaan neisseria, harus segera dimulai terapi topical dan sistemik. Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1g diberikan dosis tunggal per intramuscular
biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena, dibutuhkan ceftriaxone parental, 1-2g perhari selama 5 hari.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas dengan larutan saline agar dapat dihilangkan sekret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan hygiene perorangan secara khusus.
Universitas Sumatera Utara
Perbaikan klinis pada konjungtivitis klamidia umunya dapat dicapai dengan tetracycline, 1-1,5ghari peroral dalam empat dosis selama 3-4 minggu,
dozycycline, 100 mg peroral dua kali sehari selama 3 minggu, atau erythromycin, 1ghari peroral dibagi dalam empat dosis selama 3-4 minggu.
Infeksi pada konjungtivitis jamur berespons terhadap amphotericin B 3-8 mgml dalam larutan air bukan garam atau terhadap krim kulit nystatin
100.000 Ug empat sampai enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar benar-benar masuk dalam saccus conjunctivalis.
Karena konjungtivitis alergi merupakan penyakit yang dapat sembuh snediri maka perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala
dapat member perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberikan kerugian jangka panjang. Steroid topikal atau sistemik dapat dipakai untuk mengurangi rasa
gatal dan mempunyai efek samping glaukoma, katarak, dan komplikasi lain yang sangat merugikan Vaughan, 2008.
2.3.9. Prognosis