18 atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar
permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan dan lekukan permukaan. Gambar topogorafi diperoleh dari
penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen Aptika Oktaviana T.D., 2009.
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM, yaitu pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar
X, sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah
elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah,
sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom
– atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah Rindy
Wulandary, 2014.
7. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam
dipisahkan oleh gerakan pelarut pengembang. Teknik kromatografi lapis tipis dikembangkan pada tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraibar. KLT
menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben yang berperan sebagai fasa diam. Adsorben yang berupa bahan padat dengan polaritas tinggi
dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang. Fasa gerak
19 atau eluen merupakan campuran pelarut organik dengan polaritas rendah.
Adsorben yang digunakan adalah silika gel dan eluen yang digunakan adalah kloroform. Fasa gerak dengan akan menyerap sepanjang fasa diam dan
terbentuklah kromatogram. Materi pelapis yang sering digunakan adalah silika gel, bubuk selulosa, tanah diatome dan kieselguhr Sastrohamidjojo, 2001.
Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan. Penetesan sampel yang akan
dipisahkan dilakukan menggunakan suatu micro-syringe pada salah satu bagian tepi plat sebanyak ± 0,01
– 10 µg zat. Pemilihan eluen fase gerak didasarkan pada prinsip “like dissolve like”. Eluen yang dipilih sebaiknya
berupa campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin, hal ini bertujuan untuk mengurangi serapan dari setiap komponen
dari campuran pelarut. Jarak jalannya pelarut bersifat relatif, sehingga diperlukan perhitungan
untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf Retordation factor yang merupakan rasio
jarak spot terhadap titik awal dibagi jarak eluen terhadap titik awal. Secara matematis dapat dituliskan :
Rf =
� �
ℎ �
� �
ℎ � �
Nilai Rf dapat menjadi bukti dalam mengidentifikasi senyawa. Bila nilai Rf beberapa senyawa memiliki nilai yang sama dapat dikatakan senyawa-
senyawa tersebut memiliki karakteristik yang sama.
20
B. Penelitian yang Relevan