Ketidakadilan Gender yang berupa Subordinasi Pekerjaan Wanita

Secara umum kutipan-kutipan di atas menunjukkan bahwa Sudarmin adalah laki-laki yang sakit-sakitan dan dianggap tidak bertanggungjawab terhadap kewajibannya sebagai seorang suami. Dalam hal ini stereotip tidak hanya dilekatkan pada kaum wanita saja, akan tetapi bisa juga terjadi pada kaum laki-laki.

4.3.2. Ketidakadilan Gender yang berupa Subordinasi Pekerjaan Wanita

Istilah subordinasi mengacu pada peran dan posisi wanita yang lebih rendah dibandingkan peran dan posisi laki-laki. Subordinasi wanita berawal dari pembagian kerja berdasarkan jender dan dihubungkan dengan fungsi wanita sebagai ibu. Dalam novel ini subordinasi dilekatkan pada Dinarsih yang bekerja sebagai wanita penghibur. Pekerjaannya tersebut adalah sebuah pekerjaan yang dilecehkan sehingga muncullah subordinasi pekerjaan perempuan. “Dinarsih tiyang anyaran, nanging empun dados lintange wande ngriki. Nggih wiwit Diin onten ngriki niku, wande dados rejo boten mruwat.” WWD hlm: 73 “Dinarsih orang baru, tapi sudah menjadi bintang di warung ini. Sejak Din ada di sini warung menjadi sangat ramai.” WWD hlm:73 Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Dinarsih menjadi seorang wanita penghibur. Ia dijadikan wanita penghibur oleh Patah karena kecantikan yang dimilikinya akan bisa memuaskan nafsu laki-laki. Dinarsih tidak lain seperti jajanan warung oleh para laki-laki. Terkutip pada penggalan berikut. “Kamar iki aku sing duwe wewenang, kamar iki dak sewa” “Nanging Dinarsih iki… Dinarsih adhikku” “Dudu, Dinarsih ora beda jajan neng rodhong ngarep kae. Sapa bisa mbayar, ya kuwi sing menang mangan.” WWD hlm: 85 “Aku yang punya wewenang di kamar ini, aku menyewa kamar ini” “Tapi Dinarsih itu… Dinarsih adikku” “Bukan, Dinarsih tidak berbeda dengan jajanan di depan warung itu. Siapa yang membayar, ya itu yang memenangkan untuk memakannya.” WWD hlm: 85 Pada kutipan tersebut menunjukkan bahwa Dinarsih disamakan dengan jajanan. Siapa saja yang mempunyai uang bisa membeli Dinarsih untuk melayaninya. Usaha Dinarsih agar bisa mencukupi hidupnya sendiri dengan bekerja sebagai wanita peghibur. Terlihat pada kutipan berikut. “Pumpung isih enom Pokoke saiki aku wegah, besuk ya aku wegah. Timbang manut karo Darmin dadi kere, aluwung manut krenahe simbok….” “Piye krenahe emboke?” trucut takone Darmin. “Yan ngene iki….” “Dadi wong playahan?” “Embuh wong ngarani…” WWD hlm: 93 “Mumpung masih muda Pokoknya sekarang aku tidak mau, besok juga tidak mau. Daripada aku ikut Darmin menjadi miskin, lebih baik ikut apa yang Ibu inginkan…” “Bagaimana keinginan Ibu?” “Ya seperti ini…” “Dadi pelacur?” “Tidak tahu orang mengatakan apa…” WWD hlm:91 Kutipan tersebut menunjukkan Dinarsih enggan untuk kembali pada Sudarmin dan tetap bekerja sebagai wanita penghibur untuk mencukupi kebutuhannya. Dia merasa hidupnya lebih bahagia dan lebih tercukupi dengan bekerja sebagai wanita penghibur. Secara keseluruhan kutipan di atas menunjukkan bahwa Dinarsih mengalami ketidakadilan gender yang berupa subordinasi dalam pekerjaan. Anggapan bahwa wanita itu irrasional, emosional sehingga wanita tidak bisa tampil memimpin, dan berakibat munculnya sikap yang menempatkan wanita pada posisi yang tidak penting. Wanita diidentikkan dengan jenis-jenis pekerjaan tertentu.

4.3.3. Ketidakadilan Gender yang berupa Kekerasan terhadap Wanita