Gambar 2.27 Kelompok baut angkur pada rangkaian paralel
2.12 Analisa Keruntuhan Baut Angkur
Keruntuhan yang terjadi pada baut angkur terdapat dua macam keruntuhan, keruntuhan yang diakibatkan oleh gaya tarik dan gaya geser. Keruntuhan akibat gaya
tarik disebabkan gaya yang diberikan sejajar dengan baut angkur. Sedangkan keruntuhan akibat gaya geser disebabkan beban yang diberikan tegak lurus dengan
sumbu baut angkur. Menurut Peraturan ETAG 001 Edition 1997; Guideline for
European Techinal Approval of Metal Anchors for Use in Concrete; Annex C : Design Methods for Anchorages, 2010, kekuatan nominal dari baut angkur terhadap
tarik diberikan pada persamaan 2.1.
s ,
Rk
N
= A
s
f
uk
[N] 2.1 Dimana:
s ,
Rk
N
= kekuatan baut angkur A
s
= luasan baut angkur f
uk
= tegangan tarik batas
Universitas Sumatera Utara
Daya dukung tarik yang dapat ditahan oleh baut angkur pada beton pada persamaan 2.2.
c ,
Rk
N =
5 .
1 ef
cube ,
ck 1
h .
f .
k 2.2
Dimana: F
ck,cube
[Nmm
2
]; h
ef
[mm] k1 = 7,2 pada aplikasi beton retak
k1 = 10,1 pada aplikasi beton tidak retak
Kekuatan nominal dari baut angkur terhadap geser diberikan pada persamaan 2.3.
s ,
Rk
V
= 0,5 A
s
f
uk
2.3
Daya dukung geser yang dapat ditahan oleh baut angkur pada beton pada persamaan 2.4.
2.4 Dimana:
d
nom
= diameter terluar baut angkur mm h
ef
= kedalaman efektif baut angkur mm f
ck,cube
= kuat desak beton karakteristik kubus 150 150 mm Nmm
2
k1 = 1,7 pada aplikasi beton retak k1 = 2,4 pada aplikasi beton tidak retak
Universitas Sumatera Utara
2.13 Finite Element
Finite element dibuat sebagai suatu pendekatan numerik untuk memperoleh hasil dari suatu geometri. Suatu geometri yang kompleks dibagi atas beberapa
elemen-elemen sederhana sehingga memudahkan proses pendekatan numeriknya. Tiap elemen memiliki masing-masing node yang terhubung dengan masing-masing
elemen. Semakin banyak pembagian elemen-elemen yang dibuat maka semakin mendekati tingkat keakuratannya.
Pada Gambar 2.28 menunjukkan elemen garis dengan dua node yang dipakai pada elemen balok.
Gambar 2.28 Elemen garis
Pada Gambar 2.29 menunjukkan elemen dua dimensi dengan node pada sudut elemen dan biasa digunakan pada plane stressstrain.
Gambar 2.29 Elemen dua dimensi
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.29 menunjukkan elemen tiga dimensi dalam bentuk ruang, mempunyai node sesuai dengan bentuk ruangnya.
Gambar 2.30 Elemen tiga dimensi
Pada Gambar 2.31 menunjukkan elemen triangular dan quadrilateral untuk kasus asimetris.
Gambar 2.31 Elemen triangular dan quadrilateral. Sumber : A first Course in Finite Element Method - Daryl L.Logan
Pada kasus penelitian ini, penulis melibatkan tiga elemen material yaitu elemen beton, elemen baja dan besi beton. Pemodelan geometri pada program numerik ini
harus tepat sesuai dengan elemen geometri yang kita gunakan. Geometri untuk elemen beton pada kasus ini menggunakan elemen solid65, sedangkan geometri
elemen baja dan tulangan menggunakan elemen solid45.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Solid65
Solid65 digunakan pada geometri struktur tiga dimensi. Elemen solid65 digunakan pada pemodelan struktur dengan menggunakan tulangan maupun tidak
menggunakan tulangan. Elemen ini dapat menentukan keretakan pada beton baik yang diakibatkan oleh tarik maupun kehancuran akibat tekan. Elemen ini dapat
digunakan pada pemodelan struktur beton dan komposit misalnya fiberglass, atau material geologi. Elemen ini terdiri dari delapan node dan mempunyai tiga derajat
kebebasan pada setiap node nya yaitu arah x, y dan z, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.32.
Gambar 2.32 Geometri elemen solid65
2.3.2 Solid45
Elemen solid45 ini juga digunakan pada geometri solid tiga dimensi. Elemen solid45 juga mempunyai delapan node, dan setiap node nya mempunyai tiga derajat
kebebasan arah x, y dan z. Elemen solid45 biasanya digunakan untuk pemodelan struktur beton tanpa menggunakan tulangan. Elemen ini mempunyai plastisitas, susut
Universitas Sumatera Utara
dan rangkak, kekakuan struktur, defleksi yang besar, dan kemampuan regangan yang besar, seperti yang terlihat pada Gambar 2.33.
Gambar 2.33 Geometri elemen solid45
2.14 Penelitian Terdahulu
Penulis menggunakan beberapa referensi penelitian terdahulu sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian baru berkaitan dengan peneliti sebelumnya dan
juga sebagai bahan perbandingan analisa pada proses penulisan tesis ini. Adapun referensi yang digunakan antara lain:
1.
Iswandi 2013, Studi Eksperimental Perilaku Baut Geser Angkur Pada Kolom Beton Akibat Beban Geser Murni.
Dalam eksperimen ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas geser angkur yang
disusun secara seri dan paralel, mengamati besarnya deformasi dan mekanisme keruntuhan yang terjadi. Susunan baut angkur yang dilakukan
antara lain baut disusun dengan seri sebanyak 4 baut, paralel sebanyak 4 baut, dan kombinasi antara 2 baut secara seri dan 2 baut secara paralel.
Universitas Sumatera Utara
Baut angkur yang disusun secara seri pada saat mencapai beban maksimum mengalami keruntuhan seperti terlihat pada Gambar 2.34.
Gambar 2.34 Pola keruntuhan pada spesimen BU1 : 4 baut 4 seri
Gambar 2.35 Pola keruntuhan pada Gambar 2.36 Pola keruntuhan pada spesimen BU2 : 4 baut spesimen BU3 : 4 baut 4 paralel
2 seri 2 paralel Pada Gambar 2.35 baut angkur disusun secara seri dan paralel, hasilnya
baut angkur yang paling atas yang putus. Sedangkan pada Gambar 2.36 baut angkur yang disusun secara paralel, baut angkur pada saat kapasitas
alat jack hydraulic maksimum belum juga mengalami putus. Dari ketiga benda uji dapat disimpulkan keruntuhan hanya terjadi pada angkur saja,
Universitas Sumatera Utara
semakin banyak susunan angkur diletakkan secara seri maka kemampuan menahan geser semakin kecil.
2.
G. Appa Rao B. Sundeep, Strength of Bonded Anchors in Concrete in Direct Tension. Menganalisa tipe keruntuhan baut angkur pada beton
dengan membuat variasi variable kekuatan beton, panjang angkur dan diameter angkur.
Untuk mode kegagalan, pembebanan dihentikan pada saat beton pecah. Beton pecah membentuk sudut 45 derajat pada kedalaman 50 mm,
sedangkan pada kedalaman 100 mm dan 150 mm sudut pecah betonnya bervariasi sekitar 30-40 derajat.
Gambar 2.37 Pola keruntuhan beton membentuk sudut 45 dengan kedalaman baut 50 mm
Pada percobaan ini, dibuat modifikasi kekuatan betonnya yakni 45 Mpa, 52 Mpa dan 62 Mpa. Semakin meningkat kekuatan beton, maka daya memikul
beban juga makin besar. Untuk pengaruh kedalaman angkur, dibuat dengan panjang 50 mm, 100
mm dan 150 mm. Semakin dalam panjang angkur maka, kekuatan beban
Universitas Sumatera Utara
tarik juga makin meningkat. Menurut metode CCD Concrete Capacity Design beban daya dukung angkur meningkat sebagai fungsi h
ef 1.5
. Sesuai dengan metode ACI 349, beban daya dukung angkur meningkat sebagai
fungsi dari h
ef 2
. Perbandingan hasil eksperimen dengan kedua metode CCD dan metode ACI 349 sangat mirip.. Pada kedalaman 50mm, kekuatan yang
lebih tinggi daripada yang diberikan oleh metode CCD dan laporan ACI- 349. Namun, hasil eksperimen yang sangat dekat dengan yang ada pada
metode CCD. Laporan ACI-349 sekitar 40-45, sedangkan metode CCD beban daya dukung sekitar 25-30. Pada kedalaman embedment yang
lebih besar, kekuatan angkur jauh lebih dekat dengan metode CCD dengan deviasi dari 2 sampai 5, sedangkan penyimpangan dari metode ACI-349
adalah 7 sampai 10. Pengujian dengan variasi diameter dilakukan dengan kedalaman angkur
150 mm dengan kekuatan beton 52 Mpa menggunakan diameter 20 mm dan 30 mm. Belum ada pengaruh yang signifikan dari diameter angkur.
Metode CCD tidak menyebutkan pengaruh diameter pada kapasitas angkur, sedangkan metode ACI 349 untuk menentukan kapasitas angkur termasuk
diameter angkur.
Universitas Sumatera Utara
35
BAB III METODOLOGI
Adapun tahapan pengerjaan dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Y N
Y Y
N N
Preprocessor
General Postproc MULAI
Program Numerik
Pembuatan Benda Uji
Beton Baja
Besi Beton
Penyatuan Komponen Benda Uji
Push Out Test
Pengamatan Uji Laboratorium
Uji Uji
Deformasi Strain
Stress Output
Solution
Perbandingan Deformasi
Tipe Keruntuhan
SELESAI Gambar 3.1 Bagan alir tahapan penelitian
Universitas Sumatera Utara