Rumusan Masalah Keaslian Penelitian
2009. Reaksi hipersensitivitas adalah adanya reaksi berlebih tubuh terhadap antigen. Comb dan Gell membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 tipe
Janeway, 2001. Asma merupakan salah satu contoh manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang bersifat anafilaksis lokal, artinya reaksi hanya terjadi
pada jaringan atau organ spesifik dan umumnya diturunkan, disebut sebagai atopi. Paparan alergen pertama kali akan menyebabkan aktivasi sel T
H
2 dan menstimulasi sel B untuk memproduksi IgE. IgE akan membentuk ikatan dengan
reseptor Fc pada sel mast maupun basofil, yang disebut sensitisasi Abbas, Lichtman, and Pillai, 2007. Paparan alergen selanjutnya akan mengakibatkan
terjadinya crosslinking pada ikatan IgE yang akan mengaktivasi sel mast. Degranulasi sel mast memicu pelepasan mediator dari sel mast yang
menyebabkan terjadinya kontraksi otot halus, peningkatan permeabilitas vaskuler, dan vasodilatasi Kindt, Osborne, and Goldsby, 2006.
. Gambar 1. Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas tipe 1 Abbas, Lichtman, and Pillai, 2007
Patofisiologi asma secara umum dibagi menjadi 2, yaitu inflamasi dan airway remodelling
. Berdasarkan derajat inflamasinya, asma dibagi menjadi inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut terdiri dari reaksi asma tipe
cepat dan reaksi asma tipe lambat. Pada reaksi asma tipe cepat, alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast.
Degranulasi tersebut mengeluarkan mediatorseperti histamin, protease, leukotrin, prostaglandin, dan PAF platelete activating factor yang menyebabkan kontraksi
otot polos bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi asma tipe lambat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta
aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil, dan makrofag. Pada inflamasi kronik berbagai sel terlibat dan teraktivasi, antara lain limfosit T, eosinofil, makrofag, sel
mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus Kelly and Sorkness, 2008; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003.
Gambar 2. Inflamasi dan remodeling pada asma Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
Proses inflamasi pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan
perbaikan dan pergantian sel-sel matirusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi jaringan yang rusak dengan jenis sel
parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan peyambung yang menghasilkan jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut
berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks
dan banyak belum diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi,
migrasi, maturasi, diferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh restitusipergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang
dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003.
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling
. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks
interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, dan kelenjar mukus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003.