Fungsi Sistem Pendidikan Sebagai Pemasok Tenaga Kerja Terdidik Beberapa Saran Untuk Menghasilkan Tenaga Kerja Terdidik

Kartika Febriani Br. Karo : Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Lapangan Kerja Di Provinsi Sumatera Utara, 2009.

3.4 Fungsi Sistem Pendidikan Sebagai Pemasok Tenaga Kerja Terdidik

Peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia SDM memang tidak perlu diragukan. Karena titik singgung antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi ialah produktivitas tenaga kerja, semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat Teori Human Capital. Sistem pendidikan harus mampu membuka cakrawala yang lebih luas bagi tenaga yang dihasilkannya, khusunya dalam membuka lapangan kerja baru. Sesuai dengan fungsi ini, sistem pendidikan harus dapat menghasilkan tenaga yang mampu mengembangkan potensi masyarakat dalam menghasilkan barang dan jasa termasuk cara-cara memasarkannya. Kemampuan ini amat penting dalam rangka jika ingin memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha. Dengan demikian, tamatan atau lulusan sistem pendidikan tidak bergantung hanya kepada lapangan kerja yang sudah ada yang jumlahnya sangat terbatas, akan tetapi mengembangkan lahan kerja yang masih potensial.

3.5 Beberapa Saran Untuk Menghasilkan Tenaga Kerja Terdidik

Pendekatan tenaga kerja manpower approach yang murni dalam perencanaan pendidikan diakui oleh pakar ekonomi dan pakar ekonomi pendidikan sebagai suatu yang mustahil. Keduanya mengakui sumbangan pendidikan dalam perkembangan ekonomi seperti pendapat Schultz Denision, Krueger, Hicks, Weeler, Psacharopoulus, dari pendekatan Human Capital sampai signalig model dari Ake Blomquist. Namun di Kartika Febriani Br. Karo : Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Lapangan Kerja Di Provinsi Sumatera Utara, 2009. negara berkembang di mana investasi pendidikan tinggi sebagian besar merupakan subsidi pemerintah sehingga sosial rate of return relatif rendah dibandingkan dengan pendidikan dasar, pendekatan tenaga kerja patut memperoleh perhatian dalam pengelolaan pendidikan tinggi kita. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal di atas adalah : 1. Proses pendidikan dengan dorongan yang sangat kuat dari sekolah dasar menuju pendidikan tinggi perlu diferensiasi. Pendidikan ibarat aliran sungai, apabila tidak dikendalikan akan menjadikan kekuatan banjir yang merusak. Dam-dam perlu dibuat agar air dapat dimanfaatkan dan banjir dapat dikendalikan. Sistem pengendalian itu antara lain diferensiasi program pendidikan dan pelatihan kejuruan dalam berbagai bentuknya, proses evaluasi dan seleksi yang lebih rasional, dan relevansi program yang lebih sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja dalam berbagai sektor pembangunan. 2. Pengarahan pekerjaan sudah dimulai sejak dini. Sejak jenjang pendidikan dasar perlu ada pengarahan kepada motivasi cinta kerja dan informasi yang menarik mengenai dunia kerja. Program pendidikan nonformal atau Kejar Usaha perlu diperbanyak dan dekat dengan konsumen. 3. Sejalan dengan intervensi untuk mengubah ambisi para pemuda ke arah pekerjaan, dikembangkan sikap self employment untuk mengisi sektor informal yang mempunyai kesempatan kerja yang cukup luas. Di dalam kaitan ini perlu koordinasi program pelatihan antar departemen : Dikbud, Naker, Industri, Pertanian, agar dapat disusun program pelatihan terpadu. Program ini tentunya tidak dapat tersusun terpusat dan seragam, tetapi harus sesuai dengan Kartika Febriani Br. Karo : Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Lapangan Kerja Di Provinsi Sumatera Utara, 2009. kebutuhan yang nyata. Pengelolaan program pelatihan ini haruslah diberikan kepada daerah sesuai dengan otonomi daerah Tingkat Dua. 4. Dengan filter-filter yang ada pada jenjang pendidikan sebelumnya, diperoleh mahasiswa yang lebih matang. Kematangan tersebut mencakup dua aspek : aspek intelektual, dan aspek motivasional. Mahasiswa yang matang secara intelektual adalah juga mahasiswa yang mempunyai kemampuan intelektual. Hal ini berarti bahwa mahasiswa pendidikan tinggi haruslah selektif, melalui penapisan-penapisan yang objektif. Dunia kampus adalah dunia ilmu pengetahuan dan riset yang meminta syarat-syarat yang ketat dalam hal kemampuan intelektual. 5. Pengembangan sistem pendidikan tinggi nasional perlu direstruktusiasi. Pestroika sistem pendidikan tinggi ini meliputi berbagai aspek, antara lain keseimbangan program studi, peningkatan mutu, dan hubungan antara PTN dan PTS. Seperti telah diuraikan, sistem pendidikan nasional kita sebelumnya belum memadai memproduksi tenaga-tenaga sarjana secara kuantitatif. Peranan PTS dalam kaitan ini adalah sangat membantu, asal outputnya memperhitungkan program-program studi yang sangat diperlukan dalam pembangunan nasional. Khusunya program studi ilmu sosial dan keguruan perlu diatur agar outputnya sesuai dengan kebutuhan. Selain itu mutu pendidikan terus ditingkatkan, antara lain dengan meningkatkan kualifikasi tenaga dosen, sarana dan prasarana yang memadai. Selain kematangan intelektal mahasiswa juga memerlukan kematangan motivasi. Mereka yang memperoleh privilelege memasuki perguruan tinggi Kartika Febriani Br. Karo : Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Lapangan Kerja Di Provinsi Sumatera Utara, 2009. tahu benar untuk apa ia memasukinya. Ia mengetahui bahwa baik social cost maupun individual cost untuk memasuki lembaga pendidikan tinggi itu cukup tinggi. Baginya, ijasah perguruan tinggi bukanlah tujuan, tapi semata-mata sebagai simbol formal akan keberhasilannya menyelesaikan pendidikan pada lembaga itu. Ada sinyalemen banyak mahasiswa dewasa ini yang memasuki lembaga pendidikan tinggi hanya sekedar menghabiskan waktu atau karena belum berhasil memperoleh pekerjaan, atau sebab-sebab entrinsik lainnya. 6. Perampingan perguruan tinggi bukan berarti menutup pintu bagi pemeratan. Ada banyak orang yang ingin melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi untuk pengembangan pribadinya semata-mata, atau ingin secepatnya menerapkan ilmu pengetahuannya untuk kehidupannya. Dalam hal ini program-program nongelar atau program diploma perlu diperbanyak atau diferensiasi. Perguruan tinggi haruslah menjadi pusat belajar berkelanjutan. 7. Pembangunan nasional kita haruslah merata di seluruh daerah nusantara. Apa yang terjadi dewasa ini, terdapat tenaga-tenaga lulusan perguruan tinggi yang tidak merata baik dalam hal jumlah maupun dalam kualifikasinya. Hal ini disebabkan pendidikan tinggi kita dikelola telalu sentralistik dengan program yang homogen. Dengan demikian, peran dan fungsi pendidikan tinggi dengan pembangunan daerah boleh dikatakan minim atau tidak ada. Programnya nyaris tidak punya relevansi dengan kebutuhan tenaga tingkat tinggi yang diperlukan dalam pembangunan daerah. Yang banyak diperlukan adalah tenaga teknik dan tenaga ahli pertanian untuk pembangunan pedesan, tetapi yang diwisuda adalah kebanyakan ahli-ahli ilmu hukum politik dan keguruan. Kartika Febriani Br. Karo : Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Lapangan Kerja Di Provinsi Sumatera Utara, 2009. BAB 4 ANALISA DAN EVALUASI Pendidikan angkatan kerja merupakan salah satu indikator penting untuk menggambarkan kualitas angkatan kerja tersebut. Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memungkinkan pekerja lebih produktif dan daya saingnya lebih tingggi pula. Penyerapan tenaga kerja menurut sekitar dapat mencerminkan tingkat perkembangan suatu wilayah. Ciri perekonomian daerah maju umumnya yaitu lebih banyak penduduk bekerja disekitar industri atau jasa dibandingkan sekitar pertanian. Di Sumatera Utara masih didominasi pada sektor pertanian.

4.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Lapangan Kerja