Rangking Positional Weight RPW

Tabel 5.17. Bobot Elemen Operasi Lanjutan Operasi Bobot 43 60998 44 60993 45 60923 3. Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di langkah 2. Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada rangking pertama. Dapat dilihat pada Tabel 5.18. Tabel 5.18. Rangking Bobot Elemen Operasi Operasi Bobot Ti detik 7 236306 6031 8 230275 756 9 229519 503 10 229016 6125 11 222891 511 12 222380 204 13 222176 48249 1 182680 6276 2 176408 498 3 175910 191 4 175719 192 5 175527 261 6 175266 1339 14 173927 1655 15 172272 315 16 171957 1806 17 170151 347 18 169804 242 19 169562 29077 20 140485 231 21 140254 597 22 139660 42 24 139618 39 23 139607 60 Tabel 5.18. Rangking Bobot Elemen Operasi Lanjutan Operasi Bobot Ti detik 25 139558 22 26 139536 15 27 139521 5 28 139516 77143 31 62410 91 29 62373 15 30 62358 39 32 62319 452 33 61867 20 34 61847 22 35 61825 47 36 61778 359 37 61419 44 38 61375 35 39 61340 73 40 61267 242 41 61025 7 42 61018 20 43 60998 5 44 60993 70 45 60923 60923 4. Tentukan waktu siklus CT. Waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya bottle neck kemacetan. Dalam hal ini waktu siklus terbesar adalah 77143 detik. 5. Pilih elemen opertasi dengan bobot tertinggi, alokasikan ke suatu stasiun kerja. Alokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun CT. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.19. Tabel. 5.19. Penyususnan Stasiun Kerja Dengan Metode RPW CT=77143 detik Stasiun Kerja Task Ti ST k Idle I O-7 6031 75501 1642 O-8 756 O-9 503 O-10 6125 O-11 511 O-12 204 O-13 48249 O-1 6276 O-2 498 O-3 191 O-4 192 O-5 261 O-6 1339 O-14 1655 O-15 315 O-16 1806 O-17 347 O-18 242 II O-19 29077 30088 47055 O-20 231 O-21 597 O-22 42 O-23 39 O-24 60 O-25 22 O-26 15 O-27 5 III O-28 77143 77143 IV O-31 91 62464 14679 O-29 15 O-30 39 O-32 452 O-33 20 O-34 22 Tabel. 5.19. Penyususnan Stasiun Kerja Dengan Metode RPW CT=77143 detik Lanjutan Stasiun Kerja Task Ti ST k Idle O-35 47 O-36 359 O-37 44 O-38 35 O-39 73 O-40 242 O-42 7 O-42 20 O-43 5 O-44 70 O-45 60923 Total 245195 Untuk mengukur performance dari pengelompokan operasi ke dalam stasiun kerja ini apakah sudah baik atau belum, perlu dihitung nilai LE Line Efficiency. BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Penyeimbangan Lintasan Produksi Aktual Perusahaan

Penyeimbangan lintasan produksi yang diterapkan perusahaan saat ini dapat di jabarkan sebagai berikut : 1. Dari hasil pengamatan jumlah stasiun kerja terdapat 8 stasiun dimana penugasan elemen kerja disetiap stasiun kerja tidak merata terlihat dari waktu stasiun kerja yang mengakibatkan terjadinya penumpukan sehingga menyebabkan delay. 2. Berdasarkan pengamatan dilantai pabrik surpervisor tidak pernah melakukan pengukuran kerja untuk mendapatkan waktu standar setiap operator dalam stasiun kerja. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan beban kerja operator dalam setiap stasiun kerja. 3. Pada bab sebelumnya didapat hasil pengolahan data nilai efisiensi lintasan produksi yang diterapkan perusahaan saat ini sebesar 39,68 , hal ini diakibatkan oleh banyaknya stasiun kerja yang pembebanannya tidak merata sehingga terjadi penumpukan yang mengakibatkan delay.

6.2. Analisis Penyeimbangan Lintasan Produksi dengan Metode

Algoritma Genetik Penyeimbangan lintasan produksi dengan metode algoritma genetik dapat di jabarkan sebagai berikut : 1. Pada bab sebelumnya telah dibahas perbaikan lintasan produksi dilakukan menggunakan metode algoritma genetik. Dari hasil metode usulan yang digunakan memiliki nilai efisiensi lintasan yang tinggi dan jumlah stasiun kerja yang sedikit. Nilai efisiensi lintasan dengan menggunakan metode algoritma genetik adalah 79,46. Hal ini dikarenakan penugsaan elemen kerja di setiap stasiun kerja hampir merata. 2. Total stasiun kerja yang ada sebanyak 4 stasiun kerja. Hal ini dikarenakan adanya penggambungan stasiun kerja yang memiliki elemen kerja yang saling berhubungan dengan memperhatikan pembatas-pembatas yang ada yaitu aturan precedence dan waktu siklus. 3. Berdasarkan pengolahan data sebelum dilakukan penyeimbangan lintasan produksi efesiensi lini dengan mengunakan RPW dan algoritma genetik yang memiliki fitness velue yang sama sebesar 79,46 dan memiliki stasiun kerja yang sama yakni 4 stasiun. Metode RPW dipakai sebagai populasi awal dalam algoritma genetik yang ditempatkan di kromosom 2 tujuannya untuk mendapatkan fitness velue yang lebih tinggi dari keadaan aktual. 4. Berdasarkan hasil pengolahan data metode penyeimbangan lintasan produksi dengan algortima genetik lebih layak digunakan di perusahaan karena memiliki nilai efesiensi lini yang lebih tinggi dari sebelumnya disamping itu algoritma genetik dapat menghasilkan 6 alternatif solusi.