Pengaruh Kewenangan Formal, Sistem Informasi Keuangan Daerah, Peranan Manajerial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kewenangan Informal Terhadap Kinerja Kepala SKPD Di Jajaran Pemerintahan Kota Medan Melalui Cost Consciousness Sebagai Variabel Interve

(1)

PENGARUH KEWENANGAN FORMAL, SISTEM

INFORMASI KEUANGAN DAERAH, PERANAN

MANAJERIAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN

DAERAH DAN KEWENANGAN INFORMAL TERHADAP

KINERJA KEPALA SKPD DI

JAJARAN PEMERINTAHAN KOTA MEDAN

MELALUI

COST CONSCIOUSNESS

SEBAGAI VARIABEL

INTERVENING

TESIS

Oleh

DEWI SARTIKA

107017110/Ak

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PENGARUH KEWENANGAN FORMAL, SISTEM

INFORMASI KEUANGAN DAERAH, PERANAN

MANAJERIAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN

DAERAH DAN KEWENANGAN INFORMAL TERHADAP

KINERJA KEPALA SKPD DI

JAJARAN PEMERINTAHAN KOTA MEDAN

MELALUI

COST CONSCIOUSNESS

SEBAGAI VARIABEL

INTERVENING

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWI SARTIKA

107017110/Ak

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KEWENANGAN FORMAL, SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH, PERANAN MANAJERIAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KEWENANGAN INFORMAL TERHADAP KINERJA KEPALA SKPD DI JAJARAN PEMERINTAHAN KOTA MEDAN MELALUI COST CONSCIOUSNESS

SEBAGAI VARIABEL INTERVENING Nama Mahasiswa : Dewi Sartika

Nomor Pokok : 107017110 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA,CPA) Ketua

(Drs. Firman Syarif, M.Si,Ak) Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA,CPA) (Prof.Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Januari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA,CPA. Anggota : 1. Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak.

2. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak. 3. Drs. Arifin Ahmad, M.Si, Ak.


(5)

PERNYATAAN

“PENGARUH KEWENANGAN FORMAL, SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH, PERANAN MANAJERIAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KEWENANGAN

INFORMAL TERHADAP KINERJA KEPALA SKPD DI JAJARAN PEMERINTAHAN KOTA MEDAN MELALUI COST

CONSCIOUSNESS SEBAGAI VARIABEL INTERVENING”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Januari 2013 Yang Membuat Pernyataan


(6)

PENGARUH KEWENANGAN FORMAL, SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH, PERANAN MANAJERIAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KEWENANGAN

INFORMAL TERHADAP KINERJA KEPALA SKPD DI JAJARAN PEMERINTAHAN KOTA MEDAN MELALUI COST

CONSCIOUSNESS SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kewenangan formal, karakteristik SIKD, peranan manajerial pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap kinerja manajerial Pemerintahan Kota Medan, baik secara langsung maupun melalui cost consciousness sebagai variabel intervening. Populasi dalam penelitian ini adalah manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan yang berjumlah 696 aparat. Dengan menggunakan purposive sampling, didapat sebanyak 254 sampel penelitian. Sampel diambil untuk dijadikan sebagai responden ditentukan dengan menggunakan criteria purposive sampling. Data yang berhasil dikumpulkan dari sebanyak 152 responden, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode statistik deskriptif dan statistik inferensial yang meliputi : uji validitas dan reliabilitas, uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda dan analisis koefisien determinasi. Untuk membuktikan hipotesis digunakan uji secara simultan (uji F),uji secara parsial (uji t) dan analisis jalur (path analysis). Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan bahwa secara langsung kewenangan formal, karakteristik SIKD, peranan manajerial pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja manajerial Pemerintahan Kota Medan, sedangkan secara tidak langsung, atau melalui variabel cost consciousness, kewenangan formal, karakteristik SIKD, peranan manajerial pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal berpengaruh terhadap kinerja manajerial Pemerintahan Kota Medan.

Kata Kunci : Kinerja Manajerial, Cost Consciousness, Struktur Kewenangan, Karakteristik SIKD, dan Peranan Manajerial dalam Pengelolaan Keuangan Daerah


(7)

THE EFFECT OF FORMAL AUTHORITY, LOCAL FINANCIAL

INFORMATION SYSTEM, ROLE OF MANAGERIAL IN

FINANCE MANAGEMENT AND INFORMAL AUTHORITY TO

MANAGERIAL PERFORMANCE SKPD LEADER AT

PEMERINTAHAN KOTA MEDAN WITH COST

CONSCIOUSNESS AS VARIABLE INTERVENING

ABSTRACT

The object of this research is to know the effect of formal authority structure, characteristic of financial information system, role of managerial in finance management and informal authority structure to managerial performance at Pemerintahan Kota Medan. Population in this research are managers at Pemerintahan Kota Medan, that amounting to 696 managers. By using purposive sampling, got as much 254 research samples. Samples taken to be made as responder, determined by using criteria purposive sampling. The data collected from as much 152 responder, hereinafter analyzed by descriptive and inferential statistical methods, covering : validity and reliability test, classic assumption test, multiple regression and determination coefficient analysis. To prove the hypothesis used simultaneously test (F test), partially test ( t test) and path analysis. The result of analys shown that in directly, formal authority structure, characteristic of financial information system, role of managerial in finance management and informal authority structure has negative significant affected to managerial performance at Pemerintahan Kota Medan, while indirectly, formal authority structure, characteristic of financial information system, role of managerial in finance management and informal authority structure has affected to managerial performance at Pemerintahan Kota Medan

Keywords : Managerial performance, Cost consciousness, Authority structure, Characteristic of financial information system and Role of managerial in finance management


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas, penulis memanjat segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih nan Penyayang yang telah memberikan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan

melalui program beasiswa unggulan selama 3 semester.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SP.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA., selaku Ketua Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Ketua Komisi Dosen Pembimbing.

5. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

6. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si. Ak,, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Anggota Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan. 7. Bapak Drs. Arifin Ahmad, M.Si, Ak., selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini. 8. Bapak Drs. Rasdianto, MA., selaku Anggota Komisi Pembanding atas saran

dan kritik yang diberikan.

9. Seluruh Aparatur Manajerial di lingkungan Pemerintah Kota Medan yang telah bersedia menjadi responden dan mengisi kuesioner penelitian ini

10.Orang tua tersayang : Bapak Januar Siburian, SE dan Mama K. Mala br Aritonang, SE, serta Adik – Adik tersayang : Bastian P. Putra Siburian, S.Si dan Alex Chandra Siburian yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sejak memulai perkuliahan hingga penulisan tesis ini


(9)

11.Suami tercinta James Ronald Tambunan, S.Pd., SE., MM. dan Anak tersayang Martha Putri Jade Tambunan yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sejak memulai perkuliahan hingga penulisan tesis ini.

12.Staf/karyawan Sekretariat Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dari sisi administrasi selama penulisan dan penyelesaian tesis ini.

13.Rekan – rekan mahasiswa di Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara atas masukan dan saran yang diberikan.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, Januari 2013


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

N a m a : Dewi Sartika

Tempat/Tgl Lahir : Lhokseumawe, 19 Januari 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan Suku : Batak Toba Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Jl. Karya -1 Kompleks Taman Helvetia No. B-4 Kapten Sumarsono – Medan

Nomor Telp : 061 8445918

Nama Ayah : Januar Siburian, SE. Nama Ibu : K. Mala br Aritonang, SE.

PENDIDIKAN

Tahun 2010 – 2012 : S-2 Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Program Studi Ilmu Akuntansi.

Tahun 2005 - 2010 : S-1 Universitas Negeri Medan, Program Studi Ekonomi Tata Niaga.

Tahun 2002 - 2005 : SMA Kartika I – 2 Medan Tahun 1999 - 2002 : SLTP Methodist – 6 Medan Tahun 1993 – 1999 : SD Methodist – 6 Medan Tahun 1992 - 1993 : TK Budi Dharma Lhokseumawe


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Originalitas Penelitian ... 9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Landasan Teoritis ... 11

2.1.1. Teori Kontijensi ... 11

2.1.2. Kinerja Manajerial Sektor Publik... 13

2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Sektor Publik... 14

2.1.4. Cost Consciousness ... 15

2.1.5. Struktur Kewenangan ... 17

2.1.6. Karakteristik Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) ... 21

2.1.7. Peranan Manajerial Didalam Pengelolaan Keuangan Daerah ... 23

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu (Theoritical Mapping) ... 24

BAB III : KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 30

3.1. Kerangka Konseptual ... 30

3.2. Hipotesis ... 35

BAB IV : METODE PENELITIAN ... 36

4.1. Jenis Penelitian ... 36

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

4.3.1. Populasi Penelitian ... 37

4.3.2. Sampel Penelitian ... 38

4.4. Operasionalisasi Variabel Penelitian... 40


(12)

4.4.2. Definisi Operasional dan Pengukuran

Variabel Penelitian ... 41

4.5. Metode Pengumpulan Data ... 47

4.6. Metode Analisis Data ... 47

4.6.1. Uji Kualitas Data ... 47

4.6.1.1. Uji Validitas ... 47

4.6.1.2. Uji Reliabilitas ... 48

4.6.2. Analisis Statistik Deskriptif ... 48

4.6.3. Uji Asumsi Klasik ... 48

4.6.4. Model Analisis Data ... 50

4.6.5. Analisis Koefisisen Determinasi (R2 4.6.6. Pengujian Hipotesis ... 51

) ... 51

4.6.6.1. Uji simultan ( Uji F-Statistik ) ... 51

4.6.6.2. Uji Parsial ( Uji t Statistik) ... 52

4.6.6.3. Uji Langsung dan Tidak Langsung (Analisis Jalur dan Dekomposisi) ... 52

BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

5.1. Hasil Penelitian ... 54

5.1.1. Karakteristik Penelitian ... 54

5.1.2. Kualitas Data Penelitian ... 57

5.1.2.1. Validitas Instrumen Penelitian ... 57

5.1.2.2. Reliabilitas Instrumen Penelitian. ... 58

5.1.3. Analisis Statistik Deskriptif ... 59

5.1.3.1. Varibel Kinerja Manajerial (Y) ... 59

5.1.3.2. Variabel Cost Consciousness (Z) ... 63

5.1.3.3. Variabel Struktur Kewenangan Formal (X1 5.1.3.4. Variabel Karkateristik SIKD (X ) ... 66

2 5.1.3.5. Variabel Peranan Manajerial dalam PKD (X ) ... 68

3 5.1.3.6. Variabel Struktur Kewenangan Informal (X ) ... 73

4 5.1.4. Pengujian Asumsi Klasik ... 82

) ... 79

5.1.4.1. Hasil Uji Normalitas ... 82

5.1.4.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 83

5.1.4.3. Hasil Uji Multikolinieritas ... 83

5.1.5. Model Analisis Data ... 84

5.1.6. Analisis Koefisien Determinasi (R2 5.1.7. Pengujian Hipotesis ... 92

) ... 90

5.1.7.1. Uji Simultan (Uji F) ... 92

5.1.7.2. Uji Parsial (Uji t) ... 93

5.1.7.3. Analisis Jalur (Path Analysis) dan Dekomposisi ... 96

5.2.Pembahasan ... 99 5.2.1. Pengaruh Langsung Struktur Kewenangan

Formal (X1), Karakteristik SIKD (X2), Peranan Manajerial dalam PKD (X3) dan Struktur Kewenangan Informal (X4)


(13)

terhadap Kinerja Manajerial di Jajaran

Pemerintah Kota Medan. ... 99

5.2.1.1. Pengaruh Langsung Struktur Kewenangan Formal terhadap Kinerja Manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan ... 101

5.2.1.2. Pengaruh Langsung Karakteristik SIKD terhadap Kinerja Manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan ... 102

5.2.1.3. Pengaruh Langsung Peran Manajerial dalam PKD terhadap Kinerja Manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan ... 104

5.2.1.4. Pengaruh Langsung Struktur Kewenangan Informal terhadap Kinerja Manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan ... 106

5.2.2. Pengaruh Struktur Kewenangan Formal (X1), Karakteristik SIKD (X2), Peranan Manajerial dalam PKD (X3) dan Struktur Kewenangan Informal (X4) terhadap Kinerja Manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan melalui Cost Consciousness Sebagai Variabel Intervening ... 110

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

5.1.Kesimpulan ... 114

5.2.Keterbatasan Penelitian ... 116

5.3.Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 117 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Review Penelitian Terdahulu ... 27

4.1. Populasi Penelitian ... 37

4.2. Sampel/Responden Penelitian ... 39

4.3. Matriks Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 45

4.3. Dekomposisi Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung ... 53

5.1. Karakteristik Data Penelitian ... 54

5.2. Distribusi Responden Penelitian ... 55

5.3. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian... 57

5.4. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 58

5.5. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Variabel Kinerja Manajerial Pemerintahan Kota Medan ... 59

5.6. Penjelasan Responden Atas Cost Consciousness Manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan ... 63

5.7. Penjelasan Responden Atas Variabel Struktur Kewenangan Formal di Jajaran Pemerintah Kota Medan ... 67

5.8. Penjelasan Responden Atas Variabel Karakteristik SIKD di Jajaran Pemerintah Kota Medan ... 69

5.9. Penjelasan Responden Atas Variabel Pernanan Manajerial dalam Pengelolaan PKD (X3) di Jajaran Pemerintah Kota Medan ... 74

5.10. Penjelasan Responden Atas Variabel Struktur Kewenangan Informal (X4) di Jajaran Pemerintah Kota Medan ... 79

5.11. Hasil Analisis Deskriptif ... 82

5.12. Hasil Uji Kolmogrov Smirnov ... 83

5.13. Hasil Uji Heteroskedasitas ... 83

5.14. Hasil Uji Multikolinearitas ... 84


(15)

5.16. Hasil Uji Simultan (Uji F) ... 92 5.17. Hasil Uji Parsial (Uji t) ... 93 5.17. Analisis Dekomposisi Pengaruh Struktur Kewenangan Formal

(X1), Karakteristik SIKD (X2), Peranan manajerial dalam PKD (X3), Struktur Kewenangan Informal (X4), terhadap Kinerja Manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan (Y), baik secara langsung maupun melalui Cost Consciousness (Z) sebagai


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Contingency Model of Management Control ... 12 3.1. Keragka Konsep Hubungan Variabel Kewenangan Formal dan

Informal, Karkteristik SIKD, Peranan Manajerial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Cost Consciousness dan Kinerja

SKID. ... 30 4.1. Diagram Jalur Hubungan Variabel Struktur Kewenangan Formal

(X1), Karakteristik SIKD (X2), Peranan Manajerial dalam PKD (X3), Struktur Kewenangan Informal (X4), Cost Consciousness (Z) dan Kinerja Manajerial (Y) di Jajaran Pemerintah Kota

Medan ... 53 5.1. Diagram Jalur Hubungan Variabel Struktur Kewenangan Formal

(X1), Karakteristik SIKD (X2), Peranan manajerial dalam PKD (X3), Struktur Kewenangan Informal (X4), Cost Consciousness (Z) dan Kinerja Manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Jadwal Penelitian ... 123

2. Populasi, Sampel dan Responden Penelitian ... 124

3. Kuesioner Penelitian ... 125

4. Kisaran Teoritis Total Skor Alat Ukur untuk Masing – Masing Variabel Penelitian ... 13

5. Tabulasi Data Penelitian ... 132

6. Output SPSS Uji Validitas Indikator Variabel Penelitian ... 140

7. Output SPSS Uji Reliabilitas Instrumen Variabel Penelitian ... 156

8. Output SPSS Analisis Dekriptif Distribusi Frekuensi ... 158

9. Output SPSS Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ... 167

10. Tabulasi Hasil Analisis Deskriptif Distribusi Frekuensi ... 168

11. Tabulasi Data Penelitian ... 169

12 Output SPSS Uji Kolmogrov – Smirnov ... 171

13. Output SPSS Uji Glejser ... 171

14. Output SPSS Uji Multikolinieritas ... 171


(18)

PENGARUH KEWENANGAN FORMAL, SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH, PERANAN MANAJERIAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KEWENANGAN

INFORMAL TERHADAP KINERJA KEPALA SKPD DI JAJARAN PEMERINTAHAN KOTA MEDAN MELALUI COST

CONSCIOUSNESS SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kewenangan formal, karakteristik SIKD, peranan manajerial pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap kinerja manajerial Pemerintahan Kota Medan, baik secara langsung maupun melalui cost consciousness sebagai variabel intervening. Populasi dalam penelitian ini adalah manajerial di Jajaran Pemerintah Kota Medan yang berjumlah 696 aparat. Dengan menggunakan purposive sampling, didapat sebanyak 254 sampel penelitian. Sampel diambil untuk dijadikan sebagai responden ditentukan dengan menggunakan criteria purposive sampling. Data yang berhasil dikumpulkan dari sebanyak 152 responden, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode statistik deskriptif dan statistik inferensial yang meliputi : uji validitas dan reliabilitas, uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda dan analisis koefisien determinasi. Untuk membuktikan hipotesis digunakan uji secara simultan (uji F),uji secara parsial (uji t) dan analisis jalur (path analysis). Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan bahwa secara langsung kewenangan formal, karakteristik SIKD, peranan manajerial pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja manajerial Pemerintahan Kota Medan, sedangkan secara tidak langsung, atau melalui variabel cost consciousness, kewenangan formal, karakteristik SIKD, peranan manajerial pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal berpengaruh terhadap kinerja manajerial Pemerintahan Kota Medan.

Kata Kunci : Kinerja Manajerial, Cost Consciousness, Struktur Kewenangan, Karakteristik SIKD, dan Peranan Manajerial dalam Pengelolaan Keuangan Daerah


(19)

THE EFFECT OF FORMAL AUTHORITY, LOCAL FINANCIAL

INFORMATION SYSTEM, ROLE OF MANAGERIAL IN

FINANCE MANAGEMENT AND INFORMAL AUTHORITY TO

MANAGERIAL PERFORMANCE SKPD LEADER AT

PEMERINTAHAN KOTA MEDAN WITH COST

CONSCIOUSNESS AS VARIABLE INTERVENING

ABSTRACT

The object of this research is to know the effect of formal authority structure, characteristic of financial information system, role of managerial in finance management and informal authority structure to managerial performance at Pemerintahan Kota Medan. Population in this research are managers at Pemerintahan Kota Medan, that amounting to 696 managers. By using purposive sampling, got as much 254 research samples. Samples taken to be made as responder, determined by using criteria purposive sampling. The data collected from as much 152 responder, hereinafter analyzed by descriptive and inferential statistical methods, covering : validity and reliability test, classic assumption test, multiple regression and determination coefficient analysis. To prove the hypothesis used simultaneously test (F test), partially test ( t test) and path analysis. The result of analys shown that in directly, formal authority structure, characteristic of financial information system, role of managerial in finance management and informal authority structure has negative significant affected to managerial performance at Pemerintahan Kota Medan, while indirectly, formal authority structure, characteristic of financial information system, role of managerial in finance management and informal authority structure has affected to managerial performance at Pemerintahan Kota Medan

Keywords : Managerial performance, Cost consciousness, Authority structure, Characteristic of financial information system and Role of managerial in finance management


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Fenomena hubungan penganggaran dengan kinerja, baik kinerja individu maupun kinerja manajerial hingga kini masih menjadi issue yang menarik diteliti, disamping luasnya faktor – faktor yang mempengaruhi dan beragamnya konflik kepentingan, hubungan penganggaran dengan kinerja menjadi fenomenal juga karena berbicara anggaran bukan hanya berbicara angka – angka saja atau satuan nilai nominal, melainkan juga harus bersentuhan dengan subjektivitas dan objektivitas sikap dan perilaku pelaku penganggaran disemua tahapan penganggaran, mulai dari input, proses hingga penentuan output anggaran.

Anggaran merupakan salah satu komponen penting dalam perencanaan perusahaan, yang berisikan rencana kegiatan dimasa datang dan mengindikasikan kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut (Hansen & Mowen, 2000). Penganggaran merupakan suatu proses yang cukup rumit pada organisasi sektor publik, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Hal tersebut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta.

Pada sektor swasta anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik dan didiskusikan untuk mendapat masukan. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program –program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2005). Penganggaran sektor publik terkait dalam


(21)

proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap –tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter.

Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Anggaran merupakan managerial plan of action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi. Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu sebagai alat perencanaan, alat pengendalian, alat kebijakan fiskal, alat politik, alat koordinasi dan komunikasi, alat penilaian kinerja, alat motivasi, dan alat penciptaan ruang publik (Haryanto dkk, 2007). Hofstede dalam Marani dan Supomo (2003) menyatakan bahwa penggunaan anggaran dapat dipergunakan sebagai alat untuk mendelegasikan wewenang atasan kepada bawahan. Penggunaan anggaran itu sendiri akan memunculkan berbagai dimensi perilaku aktivitas orang dalam hal pengendalian, evaluasi kinerja, dan koordinasi. Penggunaan anggaran dapat dilaksanakan dengan baik apabila anggaran yang ditetapkan sesuai terhadap pelimpahan wewenang yang tersetruktur.

Galbraith (1973) menjelaskan struktur organisasi yang terdesentralisasi diperlukan pada kondisi administratif, tugas dan tanggung jawab yang semakin kompleks, yang selanjutnya memerlukan pendistribusian otoritas pada manajemen yang lebih rendah. Pelimpahan wewenang desentralisasi diperlukan karena dalam struktur yang terdesentralisasi para manajer/bawahan diberikan wewenang dan tanggung jawab lebih besar dalam pengambilan keputusan. Menurut Miah dan Mia (1996) desentralisasi adalah seberapa jauh manajer yang lebih tinggi mengijinkan manajer dibawahnya untuk mengambil keputusan secara independen. Hal ini didukung dengan penelitiannya Gul dkk (1995), bahwa partisipasi


(22)

anggaran terhadap kinerja akan berpengaruh positif dalam organisasi yang pelimpahan wewenangnya bersifat desentralisasi. Riyanto (1996) dalam Marani dan Supomo(2003) menemukan desentralisasi tidak dapat mempengaruhi hubungan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Tanggung jawab dalam pendelegasian dari top manajemen ke level manajemen yang lebih rendah akan membawa konsekwensi semakin besar tanggung jawab manajer yang lebih rendah terhadap pelaksanaan keputusan yang dibuat.

Di Indonesia, paradigma struktur kewenangan penganggaran telah diatur secara tegas melalui Undang- undang Otonomi Daerah Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang- undang Nomor 25 tahun 1999 berikutnya direvisi kembali menjadi Undang- undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Disamping struktur kewenangan, kedua undang – undang otonomi daerah di atas juga mengandung misi: Pertama, menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah. Kedua, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam perubahan sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah (Mardiasmo, 2002), dimana secara teknis, dalam pengimplementasiannya kedua undang – undang otonomi daerah di atas mengamanatkan adanya dukungan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) untuk menunjang perumusan kebijakan fiskal secara nasional serta meningkatkan transparansi dan akuntanbilitas dalam pelaksanaan desentralisasi.

Syafruddin, (2006) mengatakan kepedulian cost consciousness merupakan indicator terpenting didalam mengukur dan menilai kinerja sektor publik,


(23)

mengingat selama ini birokrasi di pemerintahan daerah merupakan proses manajemen yang menghasilkan cost tidak efisien dan efektif, bahkan cendrung memunculkan praktek-praktek tidak sehat seperti korupsi. Kepedulian cost dapat digunakan untuk mengukur kinerja pimpinan SKPD dalam hal penilaian keefektifan dan efesiensi dalam pengelolaan kegiatan rutin kantor. Kinerja pimpinan yang baik dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pendelagasian wewenang. Individu yang menerima pendelegasian wewenang tersebut akan memiliki hak keputusan formal.

Konsep cost consciousness dikembangkan oleh Young dan Shields (1994) menekankan pada tingkat dimana para manajer mempunyai kaitan dengan konsekuensi biaya dari pengambilan keputusan. Hal ini didasari bukti bahwa banyak perusahaan sukses dalam keunggulan kompetitif karena mampu mengelola budget dengan baik. Partisipasi anggaran sangat efektif dan efisiensi dalam memfasilitasi penyebaran informasi yang komplek dan proses awal dari pembelajaran organisasi (organizational learning). Cost consciousness dapat dinilai melalui kepedulian manajer terhadap biaya. Biaya dijadikan pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan dan upaya manajer memperketat biaya untuk mencapai anggaran atau efisiensi biaya (Birnberg et al., 1990). Berkaitan dengan struktur kewenangan dan cost consciousness, menurut Steers (1997) terdapat dua hubungan baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang terjadi melalui SIA. Penggunaan SIA akan meningkatkan pentingnya cost consciousness bagi para manajer.

Kepedulian cost dapat digunakan untuk mengukur kinerja pimpinan SKPD dalam hal penilaian keefektifan dan efesiensi dalam pengelolaan kegiatan rutin kantor. Kinerja pimpinan yang baik dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan


(24)

dalam pendelagasian wewenang. Individu yang menerima pendelegasian wewenang tersebut akan memiliki hak keputusan formal.

Hak keputusan formal yang melekat pada diri pimpnan SKPD yang berasal dari pendelegasian wewenang secara resmi organisasional memungkinkan meningkatnya komitmen pimpinan SKPD mengenai pencapaian tujuan atau sasaran organisasi secara efisien dan efektif. Rancangan dan bentuk struktur formal dirancang untuk mendorong dan memotivasi pimpinan SKPD untuk bertindak berdasar pada manajemen sumber daya yang sehat dan benar (Abernethy dan Stoelwinder, 1995). Struktur otoritas informal yang melekat pada diri pimpinan SKPD yang diperoleh dan berasal dari kemampuan (kekuasaan) individualnya dalam mempengaruhi pihak lain, lebih cendrung menghasilkan dampak negatif terhadap tingkat kepedulian cost. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Syafruddin (2006). Antarwaman (2008) dalam penelitiannya justeru memberikan kesimpulan yang berbeda. Sistem informasi keuangan daerah (SIKD) untuk pengendalian keputusan tidak berpengaruh terhadap cost consciousness. Struktur kewenangan formal dan struktur kewenangan informal tidak berpengaruh terhadap pengendalian keputusan dan manajemen keputusan maupun tidak berpengaruh langsung terhadap pentingnya kepedulian biaya (cost consciousness). Sistem informasi keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap manajemen keputusan dan pengendalian keputusan maupun terhadap cost consciousness.

Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 disebutkan bahwa Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum


(25)

daerah (BUD). Lebih lanjut pada Pasal (7) ayat (2) huruf (q) Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005, menyebutkan dalam kapasitasnya sebagai BUD), PPKD berwenang menyajikan informasi keuangan daerah.

Deskripsi fenomenologis di atas merupakan ide yang mendasari dilakukannya replikasi penelitian dengan mengembangkan komposisi hubungan variabel, yaitu pengaruh kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelolaan keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap kinerja kepala SKPD di Jajaran Pemerintahan Kota Medan melalui cost consciousness sebagai variabel intervening.

Hasil observasi pendahuluan yang dilakukan terhadap proses penganggaran di beberapa SKPD di jajaran Pemerintahan Kota menunjukkan fenomena :

1. Masih ditemukan pemborosan alokasi anggaran, pencatatan akuntansi yang tumpang tindih, khususnya pada akun belanja tidak langsung.

2. Struktur pelimpahan wewenang, khususnya pada middle management kurang jelas dan terkesan diskriminatif. Kerap sekali terjadi benturan wewenang, seperti antara dinas koperasi dan UKM dengan dinas perindustrian dan perdagangan didalam menjalankan fungsinya.

3. Kemampuan kepala (SKPD) yang berada dijajaran Pemerintahan Kota Medan didalam menjalankan fungsi – fungsi manajerial : perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pemilihan staf, negosiasi dan perwakilan masih relatif kurang baik

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini :


(26)

1. Apakah terdapat pengaruh langsung kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap kinerja kepala SKPD di Jajaran Pemerintahan Kota Medan?

2. Apakah terdapat pengaruh langsung kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap cost consciousness kepala SKPD di Jajaran Pemerintah Kota Medan?

3. Apakah terdapat pengaruh langsung cost consciousness terhadap kinerja kepala SKPD di Jajaran Pemerintah Kota Medan?

4. Apakah terdapat pengaruh langsung kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap kinerja kepala SKPD di Jajaran Pemerintahan Kota Medan melalui cost consciousness sebagai variabel intervening?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini :

1. Untuk mengetahui pengaruh langsung kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap kinerja kepala SKPD di Jajaran Pemerintahan Kota Medan.

2. Untuk mengetahui pengaruh langsung kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap cost consciousness kepala SKPD di Jajaran Pemerintah Kota Medan.


(27)

3. Untuk mengetahui pengaruh langsung cost consciousness terhadap kinerja kepala SKPD di Jajaran Pemerintah Kota Medan.

4. Untuk mengetahui pengaruh langsung kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelola keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap kinerja kepala SKPD di Jajaran Pemerintahan Kota Medan melalui cost consciousness sebagai variabel intervening.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi manfaat bagi banyak pihak, diantaranya :

1. Peneliti

Sebagai bahan masukan bagi peneliti dalam menambah dan mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam bidang akuntansi keuangan daerah, khususnya tentang pengaruh kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelolaan keuangan daerah dan kewenangan informal terhadap kinerja kepala SKPD, baik secara langsung maupun melalui cost consciousness sebagai variabel Intervening.

2. Pemerintah Kota Medan

Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Medan didalam menyikapi fenomena yang berkembang sehubungan kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelola keuangan daerah, kewenangan informal, cost consciousness dan kinerja kepala SKPD.


(28)

3. Ilmu Pengetahuan

Sebagai tambahan bahan pustaka dan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan dan memperluas penelitian.

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Hermaningsih (2009), dengan judul penelitian : Pengaruh Partisipasi dalam Penganggaran dan Peran Manajerial Pengelola Keuangan Daerah terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten Demak). Adapun perbedaan penelitian Hermaningsi (2009) dengan penelitian ini diuraikan sebagai berikut :

1. Objek, Populasi dan Sampel Penelitian

Hermaningsih (2009) menilti pada Pemerintah Kabupaten Demak. dengan populasi penelitian Hermaningsih (2009) : Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah, Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah, Kuasa Bendahara Umum Daerah, Pengguna Anggaran/ barang, Kuasa, Pengguna Anggaran/ Barang, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), bendahara penerimaan, bendahara penerimaan pembantu, bendahara pengeluaran dan bendahara pengeluaran pembantu, yang keseluruhannya berjumlah 393 orang. Hermaningsih (2009) mengambil sampel dengan menggunakan pendekatan Purposive sampling. Jumlah populasi yang memenuhi criteria sebanyak 103 responden.

Penelitian ini meneliti pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh Kepala SKPD dan SKPKD (Dinas/Badan/Kantor). Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 696


(29)

orang. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode criteria purpusive sampling, dan didapat sabanyak 254 responden yang memenuhi kriteria sampel.

2. Variabel yang diteliti

Hermaningsih (2009) meneliti dengan komposisi hubungan variabel linier yang terdiri dari 2 (dua) variabel bebas, partisipasi dalam penganggaran dan peranan manajerial pengelola keuangan daerah, serta 1 (satu) variabel terikat kinerja pemerintah daerah.

Penelitian ini meneliti dengan komposisi hubungan variabel interveningm yang terdiri dari 4 (empat) variabel bebas, yakni kewenangan formal, sistem informasi keuangan daerah, peranan manajerial dalam pengelolaan keuangan daerah dan kewenangan informal; 1 (satu) variabel intervening Cost Consciousness dan 1 (satu) variabel terikat kinerja kepala SKPD.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Teori Kontijensi

Riyanto (2003) yang mengatakan perlunya penelitian mengenai pendekatan kontijensi dalam menguji faktor kontekstual yang mempengaruhi hubungan antara sistem pengendalian dengan kinerja. Sistem pengendalian termasuk sistem pengendalian akuntansi dan anggaran. Hasil penelitian-penelitian tentang hubungan karakteristik anggaran dengan implikasinya, menunjukkan hasil yang tidak konsisten antara satu peneliti dengan peneliti yang lainnya. Menurut Govindarajan (1998) dalam Lucyanda (2001), diperlukan upaya untuk merekonsiliasi ketidakkonsistenan dengan cara mengidentifikasikan faktor-faktor kondisional antara kedua variabel tersebut dengan pendekatan kontijensi. Penggunaan pendekatan kontijensi tersebut memungkinkan adanya variabel-variabel lain yang bertindak sebagai variabel-variabel moderating atau variabel intervening.

Riyanto (2003) mengatakan perlunya penelitian mengenai pendekatan kontijensi. Penelitian tersebut untuk menguji faktor kontekstual yang mempengaruhi hubungan antara sistem pengendalian dengan kinerja. Faktor kontekstual yang mempengaruhi keefektifan sistem pengendalian, pada umumnya, di luar domain akuntansi sehingga menyangkut multidisiplin. Contoh faktor kontekstual tersebut adalah motivasi, komitmen, kesadaran (consciousness), struktur organisasi, ketidakpastian lingkungan dan strategi, dan lain sebagainya.

11


(31)

Menurut Riyanto (2003), penelitian-penelitian mendatang dapat dilakukan dengan menggunakan model kontijensi pada pengendalian manajemen yang secara ringkas disajikan pada gambar 2.1. Penelitian bisa menyangkut pengujian terhadap keseluruhan sistem, memperluas literatur dengan mengidentifikasikan variabel konteks yang belum pernah diteliti, termasuk perbaikan metodenya.

Sumber : Riyanto (2003)

Gambar 2.1.

Contingency Model of Management Control

Pada gambar 2.1. yang merupakan kerangka penelitian mendatang, penganggaran pengawasan dan evaluasi serta sistem kompensasi merupakan sistem pengendalian yang akan mempengaruhi kinerja. Faktor ketidakpastian, faktor individu dan faktor desain organisasi merupakan faktor kontekstual yang akan mempengaruhi keefektifan sistem pengendalian tersebut. Variabel kontrol yang berupa penganggaran adalah termasuk partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran dan kesulitan pencapaian anggaran (Kenis, 1979).

Variabel konteks yang berupa ketidakpastian bisa berbentuk ketidakpastian lingkungan (Darlis, 2000). Faktor individual berupa motivasi,


(32)

komitmen. Faktor desain organisasi bisa berbentuk sentralisasi atau desentralisasi, organik atau mekanik, kompleksitas, dan kultur organisasi. Performance bisa diwujudkan dalam hal keuangan, manajerial, operasional dan akuntabilitas. Faktor kontijensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel psikologi yang diwujudkan dalam bentuk komitmen organisasi.

2.1.2. Kinerja Manajerial Sektor Publik (Kepala SKPD)

Schiff dan Lewin dalam Srimulyo (1999), mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Seiring dengan peranan anggaran tersebut, Argyris (1952) juga menyatakan bahwa kunci dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan tersebut.

Mulyadi (1999) menjelaskan bahwa Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengn wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Ketentuan umum PP No. 58/2005 menyebutkan bahwa Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.

Lebih lanjut Mulyadi (1999) menjelaskan bahwa seorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja manajerial Mahoney, dkk, (1963) memberikan definisi kinerja manajerial yang didasarkan


(33)

pada fungsi-fungsi manajemen yang ada dalam teori klasik, yaitu seberapa jauh manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsi yang meliputi : perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pemilihan staf, negosiasi dan perwakilan.

Dalam ranah sektor publik, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan instrumen manajerial pembangunan daerah yang dipimpin oleh seorang kepala SKPD. Aspek-aspek dalam manajemen pembangunan daerah terwadahi dalam satu atau beberapa SKPD. Penyusunan kebijakan dan koordinasi diwadahi dalam sekretariat, pengawasan diwadahi dalam bentuk inspektorat, perencanaan diwadahi dalam bentuk badan, unsur pendukung dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik diwadahi dalam lembaga teknis daerah, sedangkan aspek pelaksana urusan daerah diwadahi dalam dinas daerah. Kinerja kepala SKPD menentukan kinerja pada tiap aspek manajemen pembangunan daerah, yang pada gilirannya, menentukan kinerja daerah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah.

2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Sektor Publik (Kepala SKPD)

Mahmudi (2005) ada beberapa elemen pokok yang mempengaruhi kinerja manajerial sektor publik, yaitu :

1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. 2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.

3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. 4. Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan


(34)

Sutemeister dalam Srimulyo (1999) mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) Faktor Kemampuan, yang meliputi : pengetahuan dan termasuk didalamnya pendidikan, pengalaman, latihan dan minat, ketrampilan dan termasuk didalamnya kecakapan dan kepribadian. (2) Faktor Motivasi, yang dikelompokkan atas : (a) Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan (b) Serikat kerja kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistic dan (c) Kondisi fisik : lingkungan kerja.

Tiffin dan Cormick dalam Srimulyo (1999) mengelompokkan faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja manajerial terbagi kedalam 3 (tiga) kelompok, yaitu faktor atau variabel individual, situasional dan organisasional. Variabel individual locus of control ( Brownell, 1981, 1982b), Motivasi (Brownell dan Mclnnes, 1986; Mia, 1988), dan sikap terhadap pekerjaan dan perusahaan ( Millani, 1975; Mia, 1998). Karakteristik sistem informasi akuntansi keuangan daerah dan peran manajerial dalam pengelolaan keuangan daerah (Antarwarman, 2008), Cost Consciousness (Syafruddin, 2006 dan Antarwaman, 2008). Sedangkan Variabel organisasional akan dihadapkan pada kondisi ketidakpastian lingkungan dimasa yang akan datang, dimana untuk mengantisipasi ketidakpastian lingkungan tersebut. Dalam struktur organisasi yang terdesentralisasi para manajer diberikan wewenang dan tanggungjawab yang lebih besar dalam pengambilan keputusan dan melakukan kegiatan daripada dalam struktur organisasi yang tersentralisasi (Galbraith, 1973 dan Antarwaman, 2008).

2.1.4. Cost Consciousness

Konsep kepedulian terhadap cost consciousness dikembangan oleh Shields dan Young (1994). Konsep ini menekankan pada tingkat dimana para manajer


(35)

mempunyai kaitan dengan konsekuensi biaya dari pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan dalam jangka panjang, keputusan dan tindakan manajer menyebabkan biaya kecuali manajer yang bisa membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk peduli terhadap biaya.

Pada pemerintahan daerah, kepedulian cost consciousness merupakan indikator terpenting mengingat selama ini birokrasi di pemerintahan daerah merupakan proses manajemen yang menghasilkan cost tidak efisien dan efektif, bahkan cendrung memunculkan praktek-praktek tidak sehat seperti korupsi (Syafruddin, 2006).

Kepedulian cost dapat digunakan untuk mengukur kinerja pimpinan SKPD dalam hal penilaian keefektifan dan efisiensi dalam pengelolaan kegiatan rutin kantor. Kinerja pimpinan yang bagus dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pendelegasian wewenang. Individu yang menerima pendelegasian wewenang tersebut akan memiliki hak keputusan formal yang memiliki legitimasi yang kuat.

Birnberg et al., (1990) mengatakan Cost consciousness dapat dinilai melalui kepedulian manajer terhadap biaya. Biaya dijadikan pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan dan upaya manajer memperketat biaya untuk mencapai anggaran atau efisiensi biaya. Lebih lanjut Birnberg et al., (1990) mengatakan dalam kaitannya dengan struktur kewenangan dan cost consciousness, terdapat dua hubungan baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang terjadi melalui SIA. Penggunaan SIA akan meningkatkan pentingnya cost consciousness bagi para manajer. Tujuan SIA tersebut dapat memperkuat pentingnya sumber daya manajemen dan konsekuensi biaya dari pengambilan keputusan. Penilaian keputusan formal diharapkan berpengaruh pada


(36)

komitmen dan tujuan sistem dihubungkan dengan efisiensi (Steer,1977), sedangkan kewenangan informal yang diperoleh melalui kekuasaan kemungkinan mempunyai pengaruh negatif pada kesadaran biaya.

Penilaian kinerja organisasi dalam hal ini pemerintahan daerah dapat dilakukan dengan menelaah APBD. Saat ini dalam perencanaan, pelaksanaan serta pelaporan APBD menggunakan SIKD. Pemilihan dan keputusan penggunaan rancangan sistem informasi keuangan daerah (SIKD) diharap dapat berguna bagi Kepala Daerah dan pimpinan SKPD dalam membuat keputusan dan pengendalian keputusan dan selanjutnya diharapkan mempunyai dampak pada perilaku manajerial para pimpinan SKPD yaitu kepedulian terhadap biaya yang timbul atau cost consciousness (Syafruddin, 2006).

Young dan Shields, (1994), mengatakan terdapat 7 (tujuh) hal yang patut dipertimbangkan untuk menghasilkan cost consciousness, antara lain : 1) Pengetahuan jumlah alokasi dana operasional; 2) Pengetahuan membelanjakan anggaran; 3) Pengetahuan sasaran dan batasan belanja; 4) Kemampuan mengelola biaya operasional; 5) Minimalisasi biaya; 6) Belanja berbasis harga; dan 7) Sadar akan biaya yang terjadi.

2.1.5. Struktur Kewenangan

Struktur kewenangan organisasi dalam penelitian dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu struktur kewenangan formal dan struktur kewenangan informal. Struktur kewenangan formal didefenisikan sebagai suatu pilihan yang sengaja diambil

manajemen puncak untuk mendelegasikan tipe keputusan ke manajemen tingkat yang


(37)

lebih rendah. Struktur organisasi biasanya menunjukkan kewenangan formal terkait dengan sistem pertanggungjawaban, pengaruh dan pengendalian yang didasarkan pada prinsip hirarki kewenangan. Dengan kata lain, kewenangan formal berhubungan dengan keputusan yang benar dan berhubungan dengan posisi pimpinan dalam mengatur struktur hirarki (Barnard, 1968).

Pada dasarnya organisasi perusahaan bukan merupakan organisasi demokratis,

karena kekuasaan berada ditangan manajemen puncak tidak berasal dari manajer yang ada dibawahnya dan karyawan (Yohanes, 2002). Manajemen puncak biasanya tidak dipilih karyawan, namun dipilih oleh rapat umum pemegang saham (atau) lembaga yang menjadi forum pemilik modal), dan oleh karena itu, wewenang berasal dari lembaga tersebut. Kewenangan kemudian didistribusikan oleh manajemen puncak kepada manajer-manajer yang berada dibawahnya melalui mekanisme pendelegasian atau pelimpahan wewenang.

Pelimpahan wewenang adalah pemberian wewenang oleh pimpinan puncak kepada pimpinan yang lebih rendah untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan kewenangan secara eksplisit dari pimpinan pemberi wewenang pada saat wewenang tersebut dilaksanakan (Yohanes, 2002). Pelimpahan wewenang dalam organisasi terkait erat dengan struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan alat pengendalian organisasional yang menunjukkan tingkat pelimpahan wewenang pimpinan puncak dalam pembuatan keputusan yang secara ekstrim dikelompokkan menjadi dua, yaitu sentralisasi dan desentralisasi (Robins, 1996).

Struktur organisasi yang disertai dengan pelimpahan wewenang sentralisasi yang tinggi, menunjukkan bahwa semua keputusan yang penting akan ditentukan oleh pimpinan (manajemen) puncak, sementara manajemen pada


(38)

tingkat menengah atau bawahnya hanya memiliki sedikit wewenang didalam pembuatan keputusan. Sedangkan tingkat pelimpahan wewenang desentralisasi yang tinggi maka akan memberikan gambaran yang sebaliknya, yaitu pimpinan puncak mendelegasikan wewenang dan pertanggungjawaban kepada bawahannya, dan bawahan tersebut diberi kekuasaan untuk membuat keputusan (Riyadi,1994). Robbins (1998) mempertegas bahwa desentralisasi mengacu pada perluasan pertanggungjawaban dalam pembuatan keputusan kepada orang pada seluruh tingkatan organisasi.

Pada pemerintahan daerah, kewenangan formal seseorang dapat dilihat dari jabatan struktural yang ditempatinya sebagai Kepala SKPD (Dinas/Kantor/ Badan) atau Kepala Bagian/Seksi dari SKPD yang berdasarkan surat keputusan dari Kepala Daerah. Kewenangan formal tersebut itu timbul karena adanya aturan yang memungkinkan Kepala Daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh haknya atas keputusan kepada pimpinan SKPD. Kewenangan informal bersumber dari kekuasaan dan pengaruh dominasi koalisi (Cyert dan March, 1963), kekuasaan didefenisikan sebagai kemampuan individu untuk mempengaruhi keputusan dan aktivitas dalam cara-cara yang tidak terdapat sanksi oleh kewenangan formal (Alexander dan Morlock, 2000). Keputusan yang tepat diperoleh dari keputusan formal yang bersumber pada para bawahan. Sedangkan keputusan informal terletak pada kemampuan individu (atau sekelompok individu), para ahli, di mana mereka berada dalam divisi (lembaga) dan kemampuan mereka tersebut dapat mengendalikan sumber daya krisis perusahaan (Freidson, 1975; Preffer, 1992).

Kewenangan informal bersumber dari kekuasaan individu atau koalisi dimana hak pengambilan keputusan ini berbeda antara penunjukan resmi sebuah


(39)

keputusan dari pihak atasan kepada bawahan. Hak pengambilan keputusan tak resmi akan diterima secara nyata oleh keahlian seorang individu (atau sekelompok individu), dimana mereka berdiri di antara pembagian tenaga kerja dan kemampuan mereka untuk mengendalikan sumber daya kritis dari sebuah perusahaan (Freidson, 1975; Preffer, 1992). Pertama kali individu mencoba meningkatkan kekuasaan mereka secara pribadi, namun pendekatan tersebut terbukti tidak efektif, maka pilihan lainnya yaitu dengan membentuk koalisi. (Robbins, 1996). Umumnya, koalisi dibentuk karena adanya ketergantungan yang besar antara tugas dan sumber daya. Mereka cendrung menjadi cukup besar untuk memperoleh kekuasaan yang diperlukan guna mencapai tujuan-tujuan mereka. Pada pemerintahan daerah, kewenangan informal dapat dilihat pada seseorang yang memiliki jabatan struktural, tingkat senioritas yang lebih tinggi, keahlian dalam bidang tertentu dan kedekatan dengan penguasa yang lebih tinggi kekuasaan mereka terletak pada kemampuan mereka untuk mengontrol perumusan dan penentuan RASK dan DASK serta kemampuan mereka dalam memahami situasi dan kondisi detil yang ada dalam SKPD. Kewenangan informal seringkali berperan dominan dalam manajemen keputusan dengan tidak mendapat sanksi apapun bila salah dalam mengambil tindakan tertentu dalam manajemen keputusan.

Govindarajan (1988) mengatakan terdapat 3 (tiga) yang harus diperhatikan didalam menjalankan kewenangan formal, yaitu 1) Pertanggungjawaban biaya; 2) Pertanggungjawaban penuh dan 3) Pertanggungjawaban target anggaran dan realisasinya. Sedangkan untuk kewenangan informal, Succi et al (1998) menyebutkan 5 (lima) pertimbangan penting, yaitu : 1) Ekspansi layanan; 2)


(40)

Penentuan prioritas; 3) Alokasi fasilitas; 4) Agreement dan 5) Kebijakan dan prosedur.

2.1.6. Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD)

Pengertian sistem informasi menurut Whitten dan Bentley (1998) adalah suatu rencana, data proses dan geografi yang diintegrasi untuk indiviu yang membentuk suatu kelompok yang dapat digolongkan ke dalam unit-unit organisasi, seperti depertemendepertemen, bagian dan kelompok kerja. Sistem informasi akuntansi (SIA) adalah kumpulan sumberdaya, seperti manusia dan peralatan yang diatur untuk mengubah data menjadi informasi dan selanjutnya informasi ini dikomunikasikan kepada beragam pengambil keputusan. Sistem informasi akuntansi pada pemerintah daerah disebut sistem informasi keuangan daerah (SIKD). Informasi memiliki nilai ekonomis jika informasi tersebut dapat mendukung keputusan alokasi sumberdaya sehingga dengan demikian mendukung sistem untuk mencapai tujuan.

Sistem informasi yang bermanfaat dalam pengembilan keputusan dikatagorikan dalam beberapa dimensi yaitu informasi yang diarahkan pada informasi

keuangan dan non keuangan, informasi untuk kepentingan internal dan eksternal atau informasi masa lalu (histories) dan masa depan (future) (Antony, 1965). Disamping itu, terdapat pula ukuran – ukuran penting dalam karakteristik informasi seperti broad scope, timelines, agregat dan informasi terintegrasi (Chenhal dan Moris, 1986;Bowens dan Abernethy, 2000). Karakteristik informasi yang tersedia dalam organisasi akan efektif apabila mendukung kebijakan


(41)

pengguna informasi untuk pengambilan keputusan dan pengendalian perilaku para manajer (Milgrom dan Roberts, 1992).

Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat merubah perilaku bawahan atau berpengaruh pada tindakan yang dilakukan sehingga kinerja organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien. Efektifitas dan efesiensi dalam pengelolaan organisasi diharapkan terjadi pula dalam pengelolaan pemerintah daerah. Peran sistem informasi akuntansi dalam kaitan dengan penerapan otonomi daerah sudah dan sedang berlangsung saat ini membawa konsekuensi logis berupa penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan berdasarkan manajemen keuangan yang sehat yaitu mengenai tata cara dan pelaksanaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel sesuai dengan Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang termuat pada pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Untuk itu dikeluarkan PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan PP 56 Tahun 2005 yang mengatur tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD).

Ketentuan umum PP 56/2005 memberikan definisi sistem informasi keuangan daerah adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan keuangan daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban pemerintah daerah. Pasal 4 PP No. 56/2005 menyebutkan informasi keuangan daerah yang harus disampaikan daerah kepada Pemerintah, meliputi : (a) APBD dan realisasi APBD Provinsi, Kabupaten, danKota; (b) neraca daerah; (c) laporan arus kas; (d). catatan atas laporan keuangan daerah; (e). Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan; (f).


(42)

laporan Keuangan Perusahaan Daerah; dan (g) data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.

Doll dan Torkzadeh (1988) mengatakan terdapat 9 (sembilan) karakteristik yang digunakan untuk menjelaskan sistem informasi keuangan daerah, antara lain : 1) Informasi sesuai dengan kebutuhan; 2) Informasi sesuai dengan harapan; 3) Informatif; 4) Akurasi informasi; 5) Kepuasan akurasi informasi; 6) Format laporan yang tepat; 7) Informasi jelas; 8) Informasi tepat waktu dan 9) Kepuasan atas informasi anggaran.

2.1.7. Peranan Manajerial Didalam Pengelolaan Keuangan Daerah

Manajer merupakan orang yang bertanggungjawab atas organisasi atau unit yang dipimpinnya. Tugas manajer dapat digambarkan dalam kaitannya dengan berbagai “peran” atau serangkaian perilaku yang terorganisir yang diidentifikasi dengan suatu posisi (Mitzberg, 1973). Mitzberg menjelaskan bahwa para manajer dapat memainkan tiga peran melalui kewenangan dan statusnya didalam melaksanakan tugas- tugas yang dipercayakan antara lain :

1. Peran interpersonal. Dalam hal ini seorang manajer harus dapat memainkan peran sebagai forehead, leader dan liaison (penghubung)

2. Peran Informasional. Dalam hal ini seorang manajer harus dapat memainkan perannya sebagai monitor, pemberi informasi dan sebagai spokesperson

3. Peran pengambil keputusan. Peran ini, manajer digambarkan sebagai entrepreneur, disturbance handle, resources allocator dan negotiator. Deskripsi peran manajer yang dikemukakan diatas, akan membutuhkan sejumlah keahlian manajerial yang penting, mengembangkan hubungan kerja


(43)

sejajar, menjalankan negosiasi, memotivasi bawahan, menyelesaikan konflik, membangun jaringan informasi dan membayar informasi, membuat keputusan dalam kondisi ambiguitas yang ekstrim, dan mengalokasikan sumber daya yang ada. Disamping itu seorang manajer perlu untuk instrospeksi mengenai tugas dan perannya sehingga dapat mencapai kinerja yang maksimal. Peran manajerial Pengelola Keuangan Daerah memungkinkan tercapainya kinerja dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif (Rohman, 2007). Peran menunjukkan partisipasi seseorang dalam mewujudkan tujuan organisasi.

Peran manajerial Pengelola Keuangan Daerah menunjukkan tercapainya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif. Desentralisasi memberikan kesempatan Pengelola Keuangan Daerah untuk mendorong kreatifitas Pengelola Keuangan Daerah. Individu yang terlibat dan diberi tanggungjawab dalam penyusunan anggaran akan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan, sehingga kinerja organisasi akan semakin tinggi (Rohman, 2007)

Mintzberg dalam Rohman (2007) mengatakan terdapat 9 (sembilan) peran manajerial didalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu :: 1) Simbol; 2) Motivator; 3) Mediator; 4) Pengendali; 5) Menyebarkan informasi; 6) Delegator; 7) Kreatif dan inovatif; 8) Pemberi solusi dan 9) Negosiator.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu (Theoritical Mapping)

Studi eksplorasi yang dilakukan dalam penelitian ini tidak menemukan adanya penelitian yang sama persis dengan penelitian ini dan yang paling mendekati adalah penelitian Hermaningsih (2009) yang mengangkat judul penelitian “Pengaruh Partisipasi Dalam Penganggaran dan Peranan Manajerial Pengelola Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Empiris


(44)

pada Pemerintah Kabupaten Demak)”. Hermaningsih (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa Partisipasi dalam penganggaran dan peran manajerial pengelola keuangan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah.

Penelitian lain yang dianggap masih memiliki nilai relevansi dengan penelitian ini, diantaranya : Young dan Salman (1985) meneliti pengaruh kekuasaan dengan penggunaan SIA oleh manajemen puncak atau mengendalikan perilaku. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kekuasaan memberikan kewenangan informal untuk membuat keputusan strategi yang memungkinkan mereka menghindari usaha manajer puncak untuk menggunakan SIA dalam mengendalikan perilaku mereka. Young dan Shields (1994) dalam penelitiannya mengembangkan konsep cost consciousness yang menekankan pada tingkat dimana para manajer mempunyai kaitan dengan konsekuensi biaya dari pengambilan keputusan. Abernethy dan Stoelwinder (1995) menemukan bahwa manajer dengan kekuasaan akan menentang usaha manajemen puncak untuk menerapkan sistem administrasi yang professional.

Kurunmaki (1999) menyimpulkan bahwa kekuasaan ditentukan oleh distribusi nilai capital dan dasar mekanisme pengendalian. Abernethy dan Lilis (2000) menunjukkan struktur desentralisasi menyediakan kondisi yang potensial untuk pembagian sumber daya dan peningkatan hasil yang efektif, dan gilirannya dapat berpengaruh pada kemampuan manajer dalam mengendalikan dan mengkoordinasikan aktivitas kinerja operasi pada level bawah dalam organisasi.penelitian. Luth dan Shields (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa struktur kewenangan formal berpengaruh pada penggunaan SIA untuk memudahkan manajemen keputusan. Penilaian keputusan yang tepat cenderung


(45)

terjadi pada struktur organisasi yang bersifat otonomi atau desentralisasi. Abernethy dan Vagoni (2004), menguji kembali hubungan SIA dengan cost consciousness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara peran SIA dengan cost consciouness. Ranitawati (2004) dalam penelitiannnya menemukan sistem informasi berpengaruh positif terhadap kinerja manajer, namun tidak ada pengaruh postif terhadap kinerja dengan ketidakpastian lingkungan yang dipersepsikan tinggi dalam kultur budaya organisasi yang berorientasi pada orang. Riyanto (1996) dalam penelitiannya menemukan pelimpahan wewenang terdesentralisasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial

Antarwaman (2008), yaitu : Pengaruh Struktur Kewenangan, Karateristik Sistem Informasi Keuangan Daerah Dan Perilaku Manajer Terhadap Cost Consciousness. (Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah Kota Ambon Provinsi Maluku). Dalam penelitiannya Antarwaman (2008) menyimpulkan bahwa penggunaaan sistem informasi keuangan daerah (SIKD) untuk manajemen keputusan berpengaruh positif terhadap cost consciousness tetapi sistem informasi keuangan daerah (SIKD) untuk pengendalian keputusan tidak berpengaruh terhadap cost consciousness. Hasil pengujiannya menunjukan struktur kewenangan formal dan struktur kewenangan informal tidak berpengaruh terhadap pengendalian keputusan dan manajemen keputusan maupun tidak berpengaruh langsung terhadap pentingnya kepedulian biaya (cost consciuousness). Karateristik sistem informasi keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap manajemen keputusan dan pengendalian keputusan maupun terhadap cost consciousness. Soetrisno (2010) dalam penelitiannya menemukan


(46)

pelimpahan wewenang berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja manajerial dengan hasil sedang

Untuk lebih jelasnya, beberapa hasil penelitian di atas ditabulasi dalam matriks berikut ini.

Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu No. Nama

Peneliti Judul Peneliti

Variabel Yang

Digunakan Kesimpulan

1. Young dan Salman

(1985)

The Hospital Power Equilibrium, Physician Behavior

and Cost Control

Kekuasaan, kewenangan informal untuk membuat keputusan strategidan penggunaan menggunakan SIA dalam mengendalikan perilaku. Kekuasaan memberikan kewenangan informal untuk membuat keputusan strategi memungkinkan mereka menghindari usaha manajer puncak untuk menggunakan SIA dalam mengendalikan perilaku mereka.

2. Young dan Shields

(1994)

Managing Innovation Costs : A

Study of Cost Conscious behavior

by R & D Professionals

Struktur kewenangan ,cost consciousness dan

sistem informasi akuntansi.

Struktur kewenangan Dan cost consciousness berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap sistem informasi akuntansi.

3. Abernethy dan Stoelwinder

(1995)

The Role of Professional Control In The Management

of Complex Organizations

Kekuasaan dan sistem administrasi yang

professional.

Manajer dengan kekuasaan akan menentang usaha manajemen puncak untuk menerapkan sistem administrasi yang professional. 4. Kurunmaki

(1999)

Professional VS Financial Capital In

The Eld of Health Care – Struggles For

The Redistribution of Power and

Control

Kekuasaan, distribusi nilai kapital dan dasar

mekanisme pengendalian.

Kekuasaan ditentukan oleh distribusi nilai kapital dan dasar mekanisme pengendalian.

5. Abernethy dan Lilis (2000)

Interdependencies In Organization Design : A Test In Hospitals

Struktur desentralisasi, Kemampuan manajer dalam mengendalikan dan Mengkoordinasikan

aktivitas kinerja operasi

Struktur desentralisasi menyediakan kondisi yang potensial untuk pembagian sumber daya dan peningkatan hasil yang efektif, dan gilirannya dapat berpengaruh pada kemampuan manajer dalam

mengendalikan dan mengkoordinasikan aktivitas

kinerja operasi pada level bawah dalam organisasi.penelitian. 6. Luth dan

Shields (2003)

Mapping management accounting : making

structural models from theory – based

Struktur kewenangan formal dan penggunaan SIA untuk memudahkan manajemen keputusan.

Struktur kewenangan formal berpengaruh pada penggunaan SIA untuk memudahkan manajemen keputusan.


(47)

empirical research 7. Abernethy &

Vagnoni (2004) Power, Organization design and Managerial Behaviours Organizations

Variabel terikat : Pengendalian keputusan dan Manajemen keputusan Variabel bebas : Kewenangan formal, Karakteristik informasi, Kewenangan informal,

Terdapat hubungan yang signifikan antara kewenangan formal dan penggunaan SIA untuk pengendalian keputusan dan manajemen keputusan, tidak terdapat hubungan signifikan antara karakteristik desain sistem dengan pengendalian perilaku, demikian pula dengan kewenangan informal. Terdapat hubungan antara peran SIA dengan cost consciousness.

8. Ranitawati (2004) Analisis Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan dan Kultur Organisasional Sebagai Variabel Moderating terhadap Hubungan Informasi Akuntansi terhadap Kinerja Manajer.

Variabel terikat : Kinerja manajer Variabel bebas : Informasi akuntansi, Variabel moderating : Ketidakpastian lingkungan yang dipersepsikan, Kultur organisasi, Kinerja manajer

Sistem informasi berpengaruh positif terhadap kinerja manajer, namun tidak ada pengaruh postif terhadap kinerja dengan ketidakpastian lingkungan yang dipersepsikan tinggi dalam kultur budaya organisasi yang berorientasi pada orang.

9. Riyanto (1996)

Pengaruh Pelimpahan Wewenang terhadap

Kinerja Manajerial (Studi Empiris Pada

Pemerintah Daerah Kota Semarang Maluku) Variabel terikat: Kinerja manajerial Variabel bebas: Pelimpahan wewenang

Pelimpahan wewenang yang bersifat

Sentralisasi berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial

10. Antawarman (2008)

Pengaruh Struktur Kewenangan, Karateristik Sistem Informasi Keuangan Daerah Dan Perilaku Manajer Terhadap Cost Consciousness. (Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah

Kota Ambon Provinsi Maluku)

Variabel terikat : Cost consciousness Variabel bebas Struktur kewenangan, Struktur kewenangan formal, struktur kewenangan informal dan karakteristik sistem informasi keuangan daerah.

Variabel intervening : Pengendalian keputusan dan manajemen

keputusan

Penggunaaan sistem informasi keuangan daerah (SIKD) untuk

manajemen keputusan berpengaruh positif terhadap cost

consciousness tetapi sistem informasi keuangan daerah (SIKD) untuk pengendalian keputusan tidak berpengaruh terhadap cost consciousness. Hasil pengujiannya menunjukan struktur kewenangan formal dan struktur kewenangan informal tidak berpengaruh terhadap pengendalian keputusan dan manajemen keputusan maupun tidak berpengaruh langsung terhadap pentingnya kepedulian biaya (cost consciuousness). Karateristik sistem informasi keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap manajemen keputusan dan

pengendalian keputusan maupun terhadap cost consciousness.


(48)

11 Hermaningsih (2009) Pengaruh Partisipasi dalam Penganggaran dan Peran Manajerial Pengelola Keuangan Daerah terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada

Pemerintah Kabupaten Demak)

Variabel Bebas : Partisipasi dalam Penganggaran (X1

Peran Manajerial Pengelola Keuangan Daerah (X

)

2)

Variabel Terikat : Kinerja Pemerintah Daerah (Y)

Partisipasi dalam penganggaran dan peran manajerial pengelola keuangan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah.

12 Soetrisno (2010) Pengaruh partisipasi, motivasi dan pelimpahan wewenang dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial (

studi empiris pada dinas daerah dan

lembaga teknis daerah di kabupaten

rembang)

Variabel terikat : Kinerja manajerial Variabel bebas :

Partisipasi, motivasi dan pelimpahan wewenang dalam penyusunan anggaran

Partisipasi dalam penyusunan anggaran dan pelimpahan wewenang berpengaruh signifikan dan positif terhadap

kinerja manajerial dengan hasil sedang, sedangkan variabel motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial


(49)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka sebagaimana diuraikan pada bab terdahulu, maka digambarkan hubungan variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 3.1. Keragka Konsep Hubungan Variabel Kewenangan Formal dan Informal, SIKD, Peranan Manajerial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Cost Consciousness dan Kinerja Kepala SIKD.

Schiff dan Lewin dalam Srimulyo (1999), mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Mahoney, dkk, (1963) memberikan definisi kinerja manajerial adalah seberapa jauh manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsi yang meliputi : perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pemilihan staf, negosiasi dan perwakilan. Mahmudi (2005) mengatakan bahwa

Kewenangan Formal (X1)

SIKD (X2)

Peranan Manajerial dalam Pengelola Keuagan Daerah (X3)

Kewenangan Informal

Kinerja Kepala SKPD (Y)

Cost Consciousness (Z)

30


(50)

indikator kinerja hendaknya memiliki beberapa karakteristik, antara lain sederhana dan mudah dipahami; dapat diukur; dapat dikuantifikasikan (rasio, persentase, angka); dikaitkan dengan standar atau target kinerja; berfokus pada customer service, kualitas, dan efisiensi; dan dikaji secara teratur.

Tiffin dan Cormick dalam Srimulyo (1999) mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja manajerial meliputi variabel individual, situasional dan organisasional. Variabel individual : karakteristik sistem informasi akuntansi keuangan daerah dan peran manajerial dalam pengelolaan keuangan daerah (Antarwarman, 2008), Cost Consciousness (Syafruddin, 2006 dan Antarwaman, 2008). Sedangkan Variabel organisasional akan dihadapkan pada kondisi ketidakpastian lingkungan dimasa yang akan datang, dimana untuk mengantisipasi ketidakpastian lingkungan tersebut. Dalam struktur organisasi yang terdesentralisasi para manajer diberikan wewenang dan tanggungjawab yang lebih besar dalam pengambilan keputusan dan melakukan kegiatan daripada dalam struktur organisasi yang tersentralisasi (Galbraith, 1973 dan Antarwaman, 2008).

Konsep cost consciousness dikembangkan oleh Young dan Shields (1994) menekankan pada tingkat dimana para manajer mempunyai kaitan dengan konsekuensi biaya dari pengambilan keputusan. Hal ini didasari bukti bahwa banyak perusahaan sukses dalam keunggulan kompetitif karena mampu mengelola budget dengan baik.

Kepedulian cost (cost consciousness) merupakan indikator terpenting mengingat bahwa selama ini birokrasi di pemerintah daerah merupakan proses manajemen yang menghasilkan cost tidak efisien dan efektif, bahkan cenderung memunculkan praktek-praktek tidak sehat seperti korupsi. Kepedulian cost dapat


(51)

digunakan untuk mengukur kinerja pimpinan SKPD dalam hal penilaian keefektifan dan efesiensi dalam pengelolaan kegiatan rutin kantor. Kinerja pimpinan yang baik dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pendelagasian wewenang. Individu yang menerima pendelegasian wewenang tersebut akan memiliki hak keputusan formal. Hak keputusan formal yang melekat pada diri pimpnan SKPD yang berasal dari pendelegasian wewenang secara resmi organisasional memungkinkan meningkatnya komitmen pimpinan SKPD mengenai pencapaian tujuan atau sasaran organisasi secara efisien dan efektif. Rancangan dan bentuk struktur formal dirancang untuk mendorong dan memotivasi pimpinan SKPD untuk bertindak berdasar pada manajemen sumber daya yang sehat dan benar (Abernethy dan Stoelwinder, 1995). Struktur otoritas informal yang melekat pada diri pimpinan SKPD yang diperoleh dan berasal dari kemampuan (kekuasaan) individualnya dalam mempengaruhi pihak lain, lebih cendrung menghasilkan dampak negatif terhadap tingkat kepedulian cost. Disamping itu peranan pengelola keuangan daerah juga mempengaruhi alokasi keuangan daerah dalam pengendalian keputusan dan manajemen keputusan, dan pada akhirnya berdampak pada kepedulian cost yang efisien, efektif dan tepat sasaran.

Berkaitan dengan struktur kewenangan dan cost consciousness terdapat dua hubungan baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang terjadi melalui SIA. Penggunaan SIA akan meningkatkan pentingnya cost consciousness bagi para manajer. Tujuan SIA tersebut dapat memperkuat pentingnya sumber daya manajemen dan konsekuensi biaya dari pengambilan keputusan. Penilaian keputusan formal diharapkan berpengaruh pada komitmen dan tujuan sistem dihubungkan dengan efisiensi (Steer,1977), sedangkan kewenangan informal yang


(1)

11,4629

116

28

28

10

39

33

22

9,1192

9,12

117

23

23

8

31

32

17

5,0068

5,01

118

28

28

12

35

12

22

8,6147

8,61

119

24

24

10

32

10

24

5,5355

5,54

120

27

27

11

36

33

17

7,9579

7,96

121

35

35

15

41

44

22 16,8839

16,88

122

28

28

12

38

37

8

6,9148

6,91

123

19

19

8

24

18

17

1,7513

1,75

124

7

17

7

22

27

17

-9,0276

9,03

125

14

14

6

18

43

6

-2,0071

2,01

126

35

28

12

37

31

17 15,5956

15,60

127

7

28

13

35

34

21

-10,6797

10,68

128

7

33

14

41

44

21

-11,4066

11,41

129

8

33

13

42

45

6

-13,8564

13,86

130

25

25

10

33

36

5

4,4059

4,41

131

33

33

15

41

11

13 10,2162

10,22

132

17

17

7

22

23

11

-0,6345

0,63

133

28

28

12

32

31

18 10,1755

10,18

134

35

35

13

41

40

7 13,2112

13,21

135

10

31

14

40

41

20

-8,5959

8,60

136

7

33

15

42

44

24

-10,9654

10,97

137

35

27

12

34

36

5 14,2892

14,29

138

7

20

7

24

36

18

-8,6102

8,61

139

35

25

10

31

29

12 15,8524

15,85

140

21

21

9

27

26

14

3,0416

3,04

141

24

24

10

32

35

19

6,5651

6,57

142

7

31

13

40

12

24

-13,2505

13,25

143

35

25

12

32

10

23 16,4803

16,48

144

7

21

9

27

41

22

-8,0076

8,01

145

35

21

11

28

36

11 17,1247

17,12

146

7

35

15

42

12

20

-14,4892

14,49

147

8

31

13

41

41

8

-13,4931

13,49

148

24

24

10

31

31

16

5,8680

5,87

149

27

27

14

36

38

6

6,2782

6,28

150

7

28

12

35

12

22

-12,3853

12,39

151

24

24

10

32

34

8

4,1485

4,15

152

29

29

10

39

40

6

7,3110

7,31

Sumber : Lampiran 5 dan Olahan

SPSS


(2)

Lampiran 12. Output SPSS Uji Kolmogrov – Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

AbsUT

N 152

Normal Parametersa,,b Mean 10.3401

Std. Deviation 5.51882

Most Extreme Differences Absolute .067

Positive .067

Negative -.046

Kolmogorov-Smirnov Z .822

Asymp. Sig. (2-tailed) .508

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Lampiran 13. Output SPSS Uji Glejser

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 6.736 2.668 2.525 .013

Struktur Kewenangan Formal .024 .196 .012 .125 .901

Karakteristik SIKD .123 .072 .162 1.699 .091

Peranan Manajerial dalam PKD

-.038 .042 -.078 -.891 .375

Struktur Kewenangan Informal

.035 .067 .045 .517 .606

a. Dependent Variable: AbsUT

Lampiran 14. Output SPSS Uji Multikolinieritas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 Struktur Kewenangan Formal .640 1.562


(3)

Peranan Manajerial dalam PKD

.731 1.368

Struktur Kewenangan Informal

.779 1.284

Cost Consciousness .190 5.251

a. Dependent Variable: Kinerja Manajerial

Lampiran 15. Output SPSS Analisis Regresi Linier Berganda

Lampiran 15.1. Pengaruh Langsung Struktur Kewenangan Formal, Karakteristik

SIKD, Peranan Manajerial dalam PKD dan Struktur Kewenangan

Informal terhadap Kinerja Manajerial Pemerintah Kota Medan

Regression

Variables Entered/Removed

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 Struktur Kewenangan Informal, Karakteristik SIKD, Peranan Manajerial dalam PKD, Struktur Kewenangan Formal a

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .205a .042 .016 10.82053

a. Predictors: (Constant), Struktur Kewenangan Informal, Karakteristik SIKD, Peranan Manajerial dalam PKD, Struktur Kewenangan Formal

Model Summary

Model

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .042 1.620 4 147 .172

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 758.635 4 189.659 1.620 .172a

Residual 17211.339 147 117.084

Total 17969.974 151

a. Predictors: (Constant), Struktur Kewenangan Informal, Karakteristik SIKD, Peranan Manajerial dalam PKD, Struktur Kewenangan Formal


(4)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 16.421 5.255 3.125 .002

Struktur Kewenangan Formal -.078 .386 -.019 -.203 .839

Karakteristik SIKD -.274 .142 -.184 -1.927 .056

Peranan Manajerial dalam PKD -.084 .083 -.087 -1.005 .317

Struktur Kewenangan Informal -.212 .133 -.138 -1.600 .112

a. Dependent Variable: Kinerja Manajerial

Lampiran 15.2. Pengaruh Langsung Struktur Kewenangan Formal, Karakteristik

SIKD, Peranan Manajerial dalam PKD dan Struktur Kewenangan

Informal terhadap Cost Consciousness di Pemerintah Kota Medan

Regression

Variables Entered/Removed

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 Struktur Kewenangan Informal, Karakteristik SIKD, Peranan Manajerial dalam PKD, Struktur Kewenangan Formal a

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .900a .810 .804 2.63943

a. Predictors: (Constant), Struktur Kewenangan Informal, Karakteristik SIKD, Peranan Manajerial dalam PKD, Struktur Kewenangan Formal

Model Summary

Model

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .810 156.216 4 147 .000

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


(5)

Residual 1024.088 147 6.967

Total 5377.263 151

a. Predictors: (Constant), Struktur Kewenangan Informal, Karakteristik SIKD, Peranan Manajerial dalam PKD, Struktur Kewenangan Formal

b. Dependent Variable: Cost Consciousness

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) -3.628 1.282 -2.830 .005

Struktur Kewenangan Formal .409 .094 .184 4.344 .000

Karakteristik SIKD .586 .035 .718 16.910 .000

Peranan Manajerial dalam PKD .104 .020 .199 5.131 .000

Struktur Kewenangan Informal .140 .032 .167 4.339 .000

a. Dependent Variable: Cost Consciousness

Lampiran 15.3. Pengaruh Langsung Cost Consciousness terhadap Kinerja

Manajerial Pemerintah Kota Medan

Regression

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 Cost Consciousnessa . Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Kinerja Manajerial

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .172a .030 .023 10.78184

a. Predictors: (Constant), Cost Consciousness

Model Summary

Model

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change


(6)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 532.766 1 532.766 4.583 .034a

Residual 17437.208 150 116.248

Total 17969.974 151

a. Predictors: (Constant), Cost Consciousness b. Dependent Variable: Kinerja Manajerial

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 10.527 3.820 2.756 .007

Cost Consciousness .315 .147 .172 2.141 .034


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kewenangan Formal, Sistem Informasi Keuangan Daerah, Peranan Manajerial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kewenangan Informal Terhadap Kinerja Kepala Skpd Di Jajaran Pemerintahan Kota Medan Melalui Cost Consciousness Sebagai Variabel Inte

3 61 202

PENGARUH KOMETMEN ORGANISASI DAN PERAN MANAJER PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA SKPD PEMERINTAHAN KOTA MEDAN.

0 5 21

PENGARUH KEWENANGAN FORMAL DAN KARAKTERISTIK SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH TERHADAP KESADARAN BERBIAYA DI PEMERINTAH KOTA BANDUNG.

0 2 49

Pengaruh Kewenangan Formal, Sistem Informasi Keuangan Daerah, Peranan Manajerial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kewenangan Informal Terhadap Kinerja Kepala Skpd Di Jajaran Pemerintahan Kota Medan Melalui Cost Consciousness Sebagai Variabel Interven

0 0 60

Pengaruh Kewenangan Formal, Sistem Informasi Keuangan Daerah, Peranan Manajerial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kewenangan Informal Terhadap Kinerja Kepala Skpd Di Jajaran Pemerintahan Kota Medan Melalui Cost Consciousness Sebagai Variabel Interven

0 1 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kewenangan Formal, Sistem Informasi Keuangan Daerah, Peranan Manajerial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kewenangan Informal Terhadap Kinerja Kepala Skpd Di Jajaran Pemerintahan Kota Medan Melalui Cost Consciousness

0 1 19

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Kewenangan Formal, Sistem Informasi Keuangan Daerah, Peranan Manajerial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kewenangan Informal Terhadap Kinerja Kepala Skpd Di Jajaran Pemerintahan Kota Medan Melalui Cost Consciousness Sebag

0 1 10

PENGARUH KEWENANGAN FORMAL, SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH, PERANAN MANAJERIAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KEWENANGAN INFORMAL TERHADAP KINERJA KEPALA SKPD DI JAJARAN PEMERINTAHAN KOTA MEDAN MELALUI COST CONSCIOUSNESS SEBAGAI VARIABEL INTERVEN

0 3 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kewenangan Formal, Sistem Informasi Keuangan Daerah, Peranan Manajerial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kewenangan Informal Terhadap Kinerja Kepala SKPD Di Jajaran Pemerintahan Kota Medan Melalui Cost Consciousness

0 0 19

PENGARUH KEWENANGAN FORMAL, SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH, PERANAN MANAJERIAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KEWENANGAN INFORMAL TERHADAP KINERJA KEPALA SKPD DI JAJARAN PEMERINTAHAN KOTA MEDAN MELALUI COST CONSCIOUSNESS SEBAGAI VARIABEL INTERVEN

0 0 17