Data-data Hasil Penelitian Lapangan 1. Klasifikasi Responden

47 a. Sebelah Utara berbatasan dengan : Kelurahan Peninggilan b. Sebelah Timur berbatasan dengan : Kelurahan Jurang Mangu Timur c. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kelurahan Pondok Ranji d. Sebelah Barat berbatasan dengan : Kelurahan Pondok Aren dan Kelurahan Pondok Jaya

B. Data-data Hasil Penelitian Lapangan 1. Klasifikasi Responden

Dari hasil analisis mengenai profil responden diperoleh data mengenai responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini, antara lain: karakteristik responden berdasarkan usia responden, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir. Selanjutnya akan dijelaskan dalam bentuk tabel beserta uraiannya.

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia No. Usia Frekuensi Persentase 1 21 – 25 tahun 1 Responden 3,3 2 26 – 30 tahun 3 Responden 10 3 31 – 35 tahun 4 Responden 13,3 4 36 – 40 tahun 7 Responden 23,3 5 41 – 45 tahun 6 Responden 20 6 46 – 50 tahun 4 Responden 13,3 7 51 – 55 tahun 5 Responden 16,6 Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan usia adalah sebanyak 1 responden berusia 21 – 25 tahun, kemudian sebanyak 3 responden berusia 26 – 30 tahun, kemudian sebanyak 4 responden berusia 31 – 35 48 tahun, kemudian 7 responden berusia 36 – 40 tahun, selanjutnya sebanyak 6 responden berusia 41 – 45 tahun, lalu sebanyak 4 responden berusia 46 – 50 tahun, dan sebanyak 5 responden berusia 51 – 55 tahun. Dengan demikian responden dalam penelitian ini berdasarkan tabel diatas berada dalam usia produktif.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 1 Laki-laki 15 Responden 50 2 Perempuan 15 Responden 50 Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin adalah sebanyak 15 responden berjenis kelamin laki-laki, dan 15 orang berjenis kelamin perempuan.

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No. Jenjang Pendidikan Frekuensi Persentase 1 SD 15 Responden 50 2 SMP 9 Responden 30 3 SMA 4 Responden 13,3 4 Tidak Sekolah 2 Responden 6,6 Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir adalah sebanyak 15 responden berpendidikan terakhir SD, kemudian sebanyak 9 responden berpendidikan terakhir SMP, lalu sebanyak 4 49 responden berpendidikan SMA, dan 2 responden tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar responden dalam penelitian mengenyam pendidikan menengah kebawah. Dari data di atas jumlah responden sebagian berpendidikan rendah SD berjumlah 50.

2. Analisis Data Lapangan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah maka diperoleh data responden sebagai berikut:

a. Pendidikan Agama 1. Keimanan

Tabel 4 Respon orang tua terhadap Variabel Keimanan No. Pern ataan SS S TS STS Skor Ranking 1 Saya mengad ankan anak-anak saya ketika mereka lahir 15 15 - - 135 4 2 Saya sering mengatakan kepada anak-anak bahwa Allah mengawasi kita 23 7 - - 143 1 3 Saya tidak pernah mengenalkan Allah kepada anak-anak 1 - 13 16 130 6 4 Saya mengajarkan kepada anak-anak tentang malaikat yang harus di imani 18 9 1 2 129 7 5 Saya belum pernah memberi tahu anak-anak tentang malaikat - - 24 6 126 8 6 Saya tidak mengetahui tentang Rasul Allah 1 1 20 8 123 9 7 Saya suka menceritakan 18 12 - - 138 3 50 perilaku Nabi Muhammad 8 Saya mengajarkan anak- anak untuk memahami isi Al-Quran 21 9 - - 141 2 9 Anak-anak saya belum pernah diberi tahu tentang isi Al-Quran 1 1 9 19 133 5 10 Saya memberitahu anak- anak tentang hari kiamat 3 23 3 1 114 11 11 Saya belum pernah menceritakan tentang hari kiamat 1 3 21 5 116 10 Analisis dari tabel 4 adalah tentang dasar-dasar dari keimanan, dan tentang bagaimana responden mengajarkan tentang keimanan tersebut kepada anak-anak dari sedini mungkin. Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan tentang responden sering mengatakan kepada anak-anak bahwa Allah mengawasi kita dengan hasil skor 143 dengan dugaan hasil di lapangan bahwa para orang tua mengajarkan kepada anak-anak mereka bahwa tuhan yang harus ditaati adalah Allah dan kita senantiasa harus taat dan patuh kepada Allah karena Allah selalu mengawasi segala tingkah laku umatnya. Seperti untuk tidak berbohong, selalu berbuat baik kepada orang tua dan teman dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan tuntunan Alquran yang memuat pesan Luqman al- Hakim kepada anaknya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah merupakan ke aliman yang amat besar. QS 31: 12. Dalam informasi Alquran ini terungkap bagaimana seharusnya seorang bapak menuntun dan membimbing anak-anak mereka mengenai Tuhannya. Anak mengenal Tuhan melalui bimbingan orang tua mereka. 51 Kemudian upaya membimbing pengenalan terhadap Tuhan dan agama hendaknya dilakukan dengan penuh kasih sayang. Tidak dengan perintah, melainkan melalui teladan orang tua. 2 Dengan demikian orang tua dapat mengajarkan tentang keimanan kepada anak degan cara memberi bahwa Allah adalah tuhan yang patut disembah dan Allah selalu mengawasi umatnya.

2. Ibadah

Tabel 5 Respon responden terhadap Variabel Ibadah No. Pern ataan SS S TS STS Skor Ranking 1 Saya selalu melaksanakan shalat berjamaah dengan anak- anak 22 6 2 - 138 4 2 Saya selalu mengingatkan anak-anak untuk shalat 5 waktu 23 6 1 - 141 3 3 Saya tidak tahu anak- anak shalat atau tidak 1 1 11 17 132 6 4 Saya mengajarkan anak- anak untuk berpuasa wajib dibulan Ramadhan 26 4 - - 146 1 5 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk berpuasa wajib dibulan Ramadhan 4 - 10 16 125 7 6 Saya mengajarkan anak- anak saya untuk membaca Al-Quran 22 8 - - 143 2 7 Saya tidak pernah mengajarkan anak-anak saya untuk membaca Al- Quran 1 - 11 18 136 5 Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan responden mengajarkan anak-anak untuk berpuasa wajib dibulan ramadhan dengan hasil skor 2 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h, 22 52 146 dengan dugaan hasil di lapangan bahwa responden mengajarkan anak- anaknya untuk melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan dengan mendapatkan contoh dari orang tua mereka. Hal ini peneliti duga karena pemahaman agama yang orang tua miliki berada pada taraf pemahaman dasar yang sederhana. Hasil dugaan diatas sesuai dengan teori dari Zakiah Daradjat yang mengungkapkan bahwa pendidikan agama dalam keluarga terjadi sebelum anak masuk sekolah, terjadi dengan cara tidak formal. Pendidikan agama dalam keluarga ini melalui semua pengalaman anak, baik melalui ucapan yang didengarnya, tindakan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya maupun perlakuan yang dirasakannya. Oleh karena itu, keadaan orang tua dala kehidupan anak sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membina kepribadian anak. 3 Dengan demikian orang tua dapat mengajarkan anaknya tentang ibadah dengan salah satu cara yaitu mengajarkan anak tentang berpuasa wajib dibulan Ramadhan.

3. Akhlak

Tabel 6 Respon responden terhadap Variabel Akhlak No. Pern ataan SS S TS STS Skor Ranking 1 Saya mengajarkan anak- anak untuk berbagi dengan temannya 18 12 - - 138 4 2 Saya tidak mengajarkan anak-anak saya untuk berbagi - - 25 5 126 6 3 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2003, h. 1261 53 3 Saya membiasakan mengucap salam setiap masuk rumah 21 9 - - 141 1 4 Saya tidak pernah membaca salam sebelum masuk rumah 1 - 12 17 134 5 5 Saya mengajarkan anak- anak untuk saling tolong menolong dengan temannya 21 9 - - 141 2 6 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk saling tolong menolong - - 12 18 139 3 Peneliti menduga tingginya skor pada pernyataan responden membiasakan mengucap salam setiap masuk rumah dan pada pernyataan responden mengajarkan anak-anak untuk saling tolong menolong dengan temannya dengan skor 141 dengan dugaan orang tua mengajarkan anak-anak untuk selalu mengucapkan salam ketika anak hendak masuk maupun pergi meninggalkan rumah. Dan juga orang tua mengajarkan anak-anak untuk berperilaku yang baik dan saling tolong menolong dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Tim Dosen IKIP Malang, dalam buku pengantar ilmu pendidikan, bahwa pendidikan keluarga dilaksanakan atas dasar cinta kasih sayang yang kodrati, rasa kasih sayang murni, yaitu rasa cinta kasih sayang seorang orang tua terhadap anaknya. Rasa kasih sayang inilah yang menjadi sumber kekuatan yang menjadi pendorong orang tua untuk tidak jemu-jemunya membimbing dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan anak- anak. 4 4 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, h, 21-22 54 Dengan demikian salah satu cara orangtua untuk mengajarkan tentang akhlak kepada anak dengan cara membiasakan anak-anak untuk mengucap salam setiap masuk rumah dan saling tolong menolong dengan temannya.

4. Etika dalam Pergaulan

Tabel 7 Respon responden terhadap Variabel Etika dalam Pergaulan No. Pern ataan SS S TS STS Skor Ranking 1 Saya suka tersenyum jika bertemu dengan orang 15 15 - - 135 1 2 Saya biasa bicara dengan nada yang keras kepada anak-anak 1 3 21 5 116 3 3 Saya membiarkan anak untuk bermain dengan siapa saja 2 21 7 - 108 4 4 Saya meminta kepada anak-anak saya untuk tidak bermain dengan anak daerah lain - - 28 2 119 2 Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan tentang responden suka tersenyum jika bertemu dengan orang lain dengan skor 135 dengan dugaan hasil di lapangan bahwa orang tua memberikan contoh kepada anak untuk bersikap ramah terhadap orang lain, dan agar anak dapat bersosialisasi yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini sejalan dengan teori dari Elisabeth B. Hurlock yang mengatakan pada masa anak 2-11 tahun. Anak masih immature belum matang dengan tanda-tanda khas: usaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga ia 55 merasa bahwa bahwa dirinya merupakan sebagian dari lingkungan yang ada. Penyesuaian sosial dilaksanakan dengan pergaulan dan berbagai pertanyaan. Segala hal mulai ditanyakan, diragukan. Ketika usia anak mencapai 3 tahun, masa ini dikenal sebagai masa Sturm um Drang dan periode haus nama. Usia 6 tahun merupakan masa penting untuk proses sosialisasi. 5 Dengan demikian salah satu cara orang tua untuk mengajarkan tentang etika dalam pergaulan adalah dengan cara orang tua suka tersenyum jika bertemu dengan orang lain.

b. Pembentukan Konsep Diri 1. Konsep Diri Positif

Tabel 8 Respon Orang tua terhadap Variabel konsep diri positif No. Pernyataan SS S TS STS Skor Ranking 1 Saya membantu anak- anak untuk menyelesaikan masalah mereka 12 17 1 - 130 3 2 Saya selalu mendiskusikan permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak-anak 3 26 1 - 123 11 3 Saya mengajarkan anak- anak saya untuk tidak merasa minder terhadap anak lain 8 21 1 - 126 9 4 Anak saya minder terhadap anak lain 1 1 26 2 117 13 5 Pujian dan reward saya berikan didepan anak 2 14 3 11 83 15 5 Alex Sobur, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2010, h, 134 56 saya 6 Setiap anak saya melakukan kebaikan saya selalu memujinya 7 23 - - 127 7 7 Saya tidak pernah memuji anak saya 2 - 15 13 127 8 8 Saya memberitahukan anak-anak mengenai perilaku apa saja yang tidak di setujui masyarakat 14 14 1 1 129 4 9 Saya membiarkan anak berperilaku apa saja 1 2 11 16 129 5 10 Saya mau mendengarkan anak saya ketika menceritakan kesusahan hidupnya 16 13 1 - 134 2 11 Anak-anak tidak dibiarkan untuk berkeluh kesah 4 21 4 1 113 14 12 Saya membiasakan anak- anak untuk bertanggung jawab 8 22 - - 128 6 13 Saya tidak membiasakan anak untuk bertanggung jawab 1 1 22 6 121 12 14 Jika mengalami kegagalan saya akan menyemangati anak untuk memperbaikinya 20 10 - - 140 1 15 Saya membiarkan anak saya ketika ia mengalami kegagalan - 1 23 6 124 10 Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan tentang jika mengalami kegagalan saya akan menyemangati anak untuk memperbaikinya dengan skor 140 dengan dugaan hasil dilapangan bahwa responden atau orang tua 57 memberikan motivasi terhadap anak untuk tidak mudah putus asa dan mau terus berusaha. Dalam buku Psikologi Perkembangan telah dijelaskan motivasi terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu mempengaruhi dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang bertindak atau berbuat untuk memenuhi kebutuhannya atau mencapai tujuan tertentu. Adapun yang bersifat eksternal yaitu terkait dengan pengaruh atau eksistensi orang lain diluar diri individu, misalnya pengaruh dari orang tua, guru, teman yang dapat mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. 6 Dengan demikian salah satu cara orang tua dalam menanamkan konsep diri yang positif terhadap anak adalah dengan cara orang tua selalu memberikan semangat kepada anak untuk memperbaiki kekurangnnya. 2. Konsep Diri Negatif Tabel 9 Respon Orang tua terhadap konsep diri negatif No. Pern ataan SS S TS STS Skor Ranking 1 Saya biasa menyebutkan kekurangan yang dimiliki oleh anak saya secara terus terang 2 27 1 - 107 12 2 Kekurangan anak saya tidak pernah saya ceritakan kepada orang lain 21 6 2 2 123 6 3 Pujian pada anak, saya berikan secara berlebihan 1 - 27 2 119 9 4 Pujian yang saya berikan dalam batas wajar 4 26 - - 123 7 5 Saya selalu mengeluh mengenai hidup saya di depan anak-anak - 2 8 20 135 2 6 Saya tidak pernah mengeluh di depan anak-anak 14 10 3 3 123 8 7 Saya membiarkan anak-anak saya mencela orang lain - - 13 17 138 1 6 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana, 2011, h. 64-65 58 8 Saya menasihati anak saya jika ia mencela orang lain 17 11 1 1 132 4 9 Anak saya memiliki banyak teman dari golongan apa saja 3 23 3 1 114 10 10 Anak saya hanya bergaul dengan anak-anak lapak saja 2 3 23 2 110 11 11 Anak saya sering mengikuti perlombaan 12 16 2 - 128 5 12 Anak saya tidak boleh mengikuti perlombaan apapun 1 - 11 18 135 3 Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan tentang responden membiarkan anak-anak untuk mencela orang lain hasil perolehan skor 138 dengan dugaan hasil di lapangan bahwa orang tua tidak mengajarkan kepada anak- anaknya untuk tidak mencela orang lain. Hal ini terlihat dari skor dari sangat tidak setuju yang mendapat 17 poin. Mengindikasikan orang tua sangat tidak setuju apabila anak-anak mereka mencela orang lain, karena perbuatan mencela orang lain adalah perbuatan yang tidak terpuji. Dugaan tersebut sesuai dengan teori Pavlov tentang teori belajar asosiatif, Pavlov menyimpulkan bahwa perilaku itu dapat dibentuk melalui kondisioning atau kebiasaan. Misalnya anak dibiasakan mencuci kaki sebelum tidur, atau membiasakan menggunakan tangan kanan untuk menerima sesuatu pemberian dari orang lain. Dalam eksperimen Pavlov, anjing yang semula tidak mengeluarkan air liur ketika mendengar bunyi bel, sekalipun tidak ada makanan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kondisioning, dengan mengaitkan suatu stimulus dengan responnya. 7 7 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 2004, h. 171 59

C. Uji Regresi 1. Regresi Linier Sederhana