Perlindungan Hukum Bagi Notaris di Pasar Modal

Pelaku kejahatan di bidang pasar modal sering disebut dengan White Collar Crime. Disebut demikian karena berkaitan erat dengan kemampuan dan persyaratan dari pelaku kejahatan itu sendiri. Kesuksesan untuk mendapatkan dan melakukannya adalah sangat ditentukan oleh intelegensia kemampuan untuk memandang dan menerobos celah-celah hukum, korporasi kerjasama untuk membagi dan mendapatkan keuntungan smart scheme menciptakan strategi dan menerapkan transaksi-transaksi yang bila dilihat sekilas benar dan fair, pelaku adalah policy maker eksekutif puncak golongan yuppies dan yang terakhir memiliki akses penting pada birokrat. Hal diatas juga menyebutkan bahwa Notaris dapat menjadi pelaku kejahatan di pasar modal, hal itu dapat dilihat dari akta-akta atau indikasi lain yang menyatakan bahwa Notaris dapat terlibat dalam kejahatan di pasar modal yaitu melalui akta-akta yang dibuatnya.

D. Perlindungan Hukum Bagi Notaris di Pasar Modal

Tujuan pembuatan undang-undang membuat pembatasan terhadap subjek hukum tidak lain adaah untuk mematikan sekaligus mengatur agar setiap orang dapat mempertanggungjawabkan perbuatan dan tindakannya menurut hukum, karena setiap perbuatan hukum itu membawa akibat-akibat yang juga diatur oleh hukum. Semuanya demi kepastian hukum. 92 92 Syahril Sofyan, Hukum Perdata Khusus beberapa butir dari Personenrecht yang sangat Relevan dalam Pembuatan Akta Notaris, Program Magister Kenotariatan USU, Medan, 2003, hlm.9- 12 Universitas Sumatera Utara Seseorang dapat menjadi pihak dalam suatu akta Notaris ada 3 tiga cara yaitu: 1. Menghadap atau bertindak untuk dirinya sendiri Menghadap atau bertindak untuk dan atas nama orang lain melalui lembaga kuasa para pihak dalam suatu akta tidak diwajibkan untuk hadir sendiri dihadapan Notaris, akan tetapi diwakili dengan orang lain, baik dengan kuasa tertulis maupun kuasa lisan. Pihak yang mewakili orang yang dikuasakan adalah pihak dalam kedudukan selaku kuasa sedangkan orang yang diwakilinya adalah pihak dengan perantaraan kuasa.. 2. Pihak yang berkepentingan hadir dan bertindak untuk diri sendiri yakni apabila ia dalam akta memberikan suatu keterangan atau dinyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukannya untuk dirinya sendiri dan untuk mana ia menghendaki akta itu untuk menjadi buktinya, atau apabila dalam akta itu dinyatakan bahwa ia meminta untuk dibuatkan akta itu bagi kepentingannya sendiri 3. Menghadap atau bertindak dalam kedudukan Seseorang yang bertindak di dalam akta yang bersangkutan bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk orang lain, yakni bukan untuk membela kepentingan sendiri tetapi untuk orang lain misalnya kekuasaan orang tua. Esensialia umum dari setiap akta dimana para penghadap harus dikenal atau diperkenalkan kepada Notaris oleh dua orang saksi pengenal atau diperkenalkan oleh penghadap lainnya, saksi-saksi mana paling sedikit berusia 18 delapan belas tahun atau telah kawin dan cakap melakukan tindakan hukum yang memenuhi persyaratan Universitas Sumatera Utara untuk memberikan kesaksian di muka pengadilan, dan pengenalan saksi tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta. Dalam UUPT Pasal 1 angka 4 dan Pasal 75 dinyatakan RUPS adalah organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. RUPS mempunyai segala kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan atau Anggaran Dasar. Dalam setiap pelaksanaan RUPS wajib dibuat risalah RUPS, beserta hal-hal yang diputuskan oleh RUPS. Hal ini dikarenakan akta tersebut verbal akta atau dinamakan akta berita acara RUPS artinya jenis akta yang dibuat oleh Notaris berisi gambaran suatu kejadian yang disaksikan oleh Notaris. 93 Notaris yang dihadirkan di dalam forum RUPS oleh pemegang saham bertugas membuat berita acara RUPS dalam kedudukannya sebagai pejabat umum, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 UUJN bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Undang-undang tidak menuntut kepada Notaris harus mengenal para penghadap yang datang kepadanya, misalnya pengenalan seorang suami tentang isterinya atau sebaliknya, akan tetapi jika Notaris mengatakan bahwa seorang penghadap dikenal olehnya maka masyarakat dan peraturan hukum menuntut bahwa perkataan Notaris harus mengandung kebenaran. 93 Rustam Effendi Rasyid, Notaris dan Akta, Bahan Diktat Kuliah, hlm. 11 Universitas Sumatera Utara Notaris dapat memeriksa dan mengenal identitas para penghadap melalui Kartu Tanda Penduduk KTP, Paspor, Surat Uzin Mengemudi SIM, Kartu Pers, Kartu Kredit dan tanda pengenal lainnya yang dapat menerangkan identitas para penghadap. Meskipun tidak diwajibkan oleh UUKN, tanda pengenal para penghadap tersebut harus disimpan atau dijahitkan pada minuta akta untuk sebagai bukti dan memudahkan pemeriksaan di kemudian hari bila diperlukan. Jika Notaris tidak mengenal penghadap melalui identitas penghadap maka akan mudah mengakibatkan pemalsuan terhadap diri penghadap atau penghadap akan mengingkari sebagai penghadap. Maka akan mengakibatkan akta Notaris berpotensi konflik. Oleh karena itu dituntut kepada Notaris untuk selalu dapat berhati-hati dalam mengenal penghadap sebelum dilakukannya pembuatan akta dihadapannya. Kelalaian dari seorang Notaris maupun dari penghadap yang membuat perjanjian, dapat menyebabkan akta yang dibuat Notaris mengandung sengketa. Kelalaian tersebut dapat menguntungkan salah satu pihak tanpa memperhatikan kepentingan pihak lain. Kesengajaan yang dilakukan oleh Notaris sehingga menguntungkan salah satu pihak, berarti Notaris juga ikut serta dan turut serta dalam melakukan tindak pidana. Notaris diharapkan untuk selalu dapat bersikap netral pada semua pihak yang membuat perjanjian. Universitas Sumatera Utara Pasal 56 KUH Pidana disebutkan bahwa sebagai pembantu melakukan kejahatan di pidana adalah: 1. Orang yang dengan sengaja membantu kejahatan waktu kejahatan itu dilakukan. 2. Orang yang dengan sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan tersebut. Tindakan Notaris yang membuat keterangan palsu dalam akta telah melanggar Pasal 55 KUH Pidana, yakni Notaris telah melakukan perbuatan turut serta dan turut membantu dalam melakukan tindak pidana yaitu menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta tersebut sehingga mengakibatkan kerugian bagi orang lain melanggar Pasal 266 ayat 1 KUH Pidana. Walaupun kedua pasal yaitu Pasal 55 KUH Pidana sebagai pembuat suatu perbuatan pidana dan Pasal 56 KUH Pidana sebagai pembantu suatu perbuatan pidana merupakan pasal yang dapat dikaitkan kepada Notaris. Namun ada perbedaan diantara kedua pasal tersebut yaitu : a. Melakukan, artinya secara lengkap memenuhi semua unsur delik melakukan itu suatu bentuk tunggal dari pengertian berbuat yang jauh lebih luas artinya. b. Menyuruh melakukan, artinya menggerakkan orang lain, yang dengan alasan apapun tidak dapat dikenai pidana, melakukan suatu perbuatan pidana. c. Turut serta melakukan artinya bersepakat dengan orang lain membuat rencana untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan secara bersama-sama melakukannya. Universitas Sumatera Utara d. Membujuk artinya dengan bantuan salah satu upaya dari yang secara limitative disebut Pasal 55 ayat 2 KUH Pidana, yang biasa disebut sarana pembujukan, membujuk orang lain yang memang dapat dipidana karena itu, untuk melakukan suatu perbuatan pidana. 94 Dokumen juga sebagai penyebab timbulnya persoalan pada akta yang dibuat oleh Notaris. Dokumen tidak selamanya dibuat oleh pihak-pihak yang ingin membuat perjanjian di hadapan Notaris tetapi bisa saja dibuat oleh Notaris tersebut. Jika pihak- pihak mengajukan danatau memberikan dokumen palsu bukanlah menjadi kewajiban Notaris untuk menyelidiki dokumen yang dibawa penghadap asli atau tidak, hal ini disebabkan karena Notaris tidak mempunyai hak uji materil. Dalam melaksanakan jabatan, Notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik tidak mungkin melakukan pemalsuan akta, namun pada prakteknya ada Notaris yang tersangkut kasus tanah di Dukuh Sutorejo tersebut, yaitu : Notaris Yustisia Sutandio di tahan Polda Jatim dengan dalih selaku tersangka tindak pidana pemalsuan dokumen di tahan Polda Jatim dengan dalih selaku tersangka tindak pidana pemalsuan dokumenakta otentik, berawal dari laporan orang yang bernama Arief Ridwanto kepada Polda Jatim pada tanggal 21 Februari 2002 tercatat dengan nomor Pol:LP68II2002Puskodal Ops. Dari laporan orang tersebut masalah pidananya berkembang dan telah terjaring para tersangkanya dengan tuduhan melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana diatur dalam dan diancam dalam Pasal 266 KUH Pidana menyuruh memberikan keterangan palsu di dalam akta otentik, 378 KUH Pidana tentang penipuan, 231 KUH Pidana memindahmenarik barang sitaan atau menjual barang sitaan dan Pasal 480 KUH Pidana tentang tindak pidana penadahan. 95 94 D. Schaffmeister, N. Keijzer, dkk, Hukum Pidana, Yogyakarta : Liberty, 1995, hlm. 249 95 Renvoi No.08, Januari Th.012004, hlm. 29-30 Universitas Sumatera Utara Apabila Notaris dengan sengaja melakukan atau membuat akta palsu, dalam hal ini Notaris telah melakukan pemalsuan surat, hal ini juga diatur dalam Pasal 263, Pasal 264 dan 266 KUH Pidana. Dalam Pasal 263 KUH Pidana ayat 1 berbunyi : “ Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, suatu perjanjian kewajiban atau suatu pembebasan utang atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-oleh surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan suatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. Unsur-unsur pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263 ayat 1 KUH Pidana di atas adalah : 1. Membuat surat palsu atau memalsukan surat artinya perbuatan yang dilakukan tersebut yakni Notaris berupa membuat surat yang isinya tidak benar atau memalsukan surat dengan cara mengubahnya sehingga isinya menjadi lain seperti aslinya, yaitu dengan cara : a. Mengurangkan atau menambah isi akta b. Mengubah isi akta c. Mengubah tanda tangan pada isi akta 2. Dalam penjelasan pasal disebutkan yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yakni : a. Yang dapat menerbitkan sesuatu hak Universitas Sumatera Utara b. Yang dapat menerbitkan suatu perutangan c. Yang dapat membebaskan daripada hutang d. Yang dapat menjadi bukti tentang suatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian. Unsur yang pertama dan kedua ini merupakan unsur obyektif. 3. Dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah-oleh surat itu asli dan tidak dipalsukan artinya perbuatan memalsukan surat seolah- olah surat asli harus dengan niat menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakannya. 4. Merugikan orang lain yang mempergunakan surat tersebut. Sedangkan unsur yang ketiga dan keempat merupakan unsur subyektif. Dalam ayat 2: “Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau dipalsukan itu seolah-oleh surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian”. Sedangkan unsur-unsur dalam Pasal 263 ayat 2 KUH Pidana adalah : 1. Unsur obyektif yaitu : a. Perbuatan yaitu memakai b. Obyeknya yaitu surat palsu dan surat yang dipalsukan c. Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian Universitas Sumatera Utara 2. Unsur subyektifnya adalah dengan sengaja Dalam Pasal 263 KUH Pidana tersebut diatas ada dua macam pemalsuan surat atau akta yaitu : a. Membuat surat palsu adalah perbuatan yang membuat suatu surat dan isinya tidak sama dengan semetinya atau isinya tidak benar. Disini dibuat suatu surat yang isinya tidak benar namun suratnya sendiri asli atau sering asli tapi palsu karena tidak ada sesuatu yang dirubah ataupun dikurangi. b. Memalsukan surat adalah perbuatan merubah, menambah, mengurangi atau menghapus sebagian tulisan yang ada dalam suatu surat. Jadi suratnya sudah ada tetapi terhadap surat itu kemudian dilakukan perubahan sehingga bunyi dan maksudnya berbeda dari aslinya. Dalam Pasal 264 ayat 1 dan 2 KUH Pidana menyebutkan : 1. Yang bersalah karena memalsukan surat di pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 8 delapan tahun, kalau perbuatan itu dilakukan terhadap : a. Surat pembuktian resmi akta otentik b. Surat utang atau surat tanda utang dari suatu negara atau sebagainya atau dari lembaga hukum c. Sero atau surat utang atau surat tanda sero atau surat tanda utang dari suatu perhimpunan, yayasan, perseroan atau maskapai. d. Talon atau surat untung sero deviden atau surat bunga uang, dari salah satu surat yang diterangkan pada huruf b dan c, atau tentang surat bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat itu. Universitas Sumatera Utara e. Surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan 2. Dipidana dengan pidana itu juga barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan tersebut dalam ayat 1, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jika hal memakai surat itu dapat mendatangkan kerugian. Unsur-unsur kejahatan dalam ayat 2, adalah : a. Unsur-unsur Obyektif yaitu : 1. Perbuatan yaitu memakai 2. Obyeknya adalah surat-surat sebagaimana tersebut dalam ayat 1 3. Pemakaian itu seolah-olah isinya benar dan tidak palsu. b. Unsur Subyektif yaitu dengan sengaja Dalam Pasal 264 KUH Pidana ini hanya merupakan pemberatan dari tindak pidana yang diatur dalam Pasal 263 KUH Pidana, yaitu hukumannya akan diperberat menjadi delapan tahun jika pemalsuan tersebut dilakukan terhadap suatu akta otentik. Sebab Notaris adalah pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik maka Pasal 264 KUH Pidana yang memungkinkan besar akan dituduhkan kepada Notaris. Pasa 266 ayat 1 dan 2 KUH Pidana menyebutkan : 1. Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam surat pembuktian resmi akta tentang hak yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, jika memakai akta itu Universitas Sumatera Utara dapat mendatangkan kerugian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tujuh tahun. 2. Di pidana dengan pidana itu juga barangsiapa dengan sengaja memakai akta itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenarannya, jika hal memakai akta itu dapat mendatangkan kerugian. Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 266 KUH Pidana adalah : 1. Menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik tentang suatu kejadian yang kebenarannya harus dijelaskan oleh akta tersebut. 2. Adanya maksud menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan seolah- olah asli, dalam artian harus dibuktikan niat atau maksudnya adalah untuk menggunakan seolah-olah asli. 3. Dapat merugikan orang lain, tidak hanya terbukti merugikan pihak-pihak tetapi juga telah nampak berpotensi merugikan pihak-pihak. 4. Yang dijatuhi hukuman pidana bukan hanya yang menyuruh menggunakan tetapi juga menggunakannya. Berdasarkan ketiga pasal tersebut maka pemalsuan surat dalam tindak pidana dapat di bagi atas : a. Pemalsuan surat otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 264 dan Pasal 266 KUH Pidana b. Pemalsuan surat non otentik atau surat di bawah tangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 KUH Pidana Universitas Sumatera Utara Undang-Undang telah menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. Tujuannya adalah agar suatu waktu akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika terjadi perselisihan antara para pihak atau ada gugatan dari pihak lain. Jika hal ini terjadi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Notaris dapat dipanggil sebagai saksi dan mungkin sebagai tersangka, tergantung bagaimana Notaris membuat akta tersebut. Dalam persiapan dari perseroan terbatas yang tertutup kepada perseroan terbatas yang terbuka, Notaris membuat akta setelah mempelajari dokumen-dokumen perusahaan. Apabila Notaris melakukannya sesuai dengan kode etik dan peraturan maka Notaris dapat keluar dari masalah atau kasus bila terjadi perselisihan terhadap akta yang dibuatnya. Dalam Bab XI ketentuan sanksi, baik dalam Pasal 84 maupun Pasal 85 UUJN tidak mengatur mengenai pelanggaran terhadap Pasal 16 ayat 1 huruf l dan ayat 7 tersebut. Baik dalam KUH Perdata maupun UUKN tersebut tidak ditemukan sanksi yang jelas terhadap pelanggaran Pasal 16 ayat 1 dan ayat 7 tersebut kecuali bahwa akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 8 UUJN. Universitas Sumatera Utara Namun, dalam UUPM ada 3 macam sanksi yang diterapkan apabila terjadi pelanggaran yaitu : 96 1. Sanksi administratif Sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan oleh Bapepam kepada pihak-pihak yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pihak yang dapat dijatuhkan sanksi adalah : a. Pihak yang memperoleh izin dari Bapepam b. Pihak yang memperoleh persetujuan dari Bapepam c. Pihak yang melakukan pendaftaran kepada Bapepam Jenis sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh Bapepam kepada pihak- pihak tersebut diatas adalah: a. Peringatan tertulis b. Denda kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu c. Pembatasan kegiatan usaha d. Pembekuan kegiatan usaha e. Pencabutan izin usaha f. Pembatalan persetujuan g. Pembatalan pendaftaran 2. Sanksi Perdata Sanksi perdata lebih banyak didasarkan pada UUPT di mana emiten atau perusahaan publik harus tunduk pula. UUPT dan UUPM menyediakan ketentuan yang memungkinkan pemegang saham untuk melakukan gugatan secara perdata kepada pengelola atau komisaris perusahaan yang tindakan atau keputusannya menyebabkan kerugian pada perusahaan. 3. Sanksi Pidana UUPM Pasal 103 sampai dengan Pasal 110 mengancam setiap pihak yang terbukti melakukan tindak pidana di bidang pasar modal diancam hukuman penjara bervariasi antara satu sampai sepuluh tahun. Dari hal diatas dapat dilihat bahwa apabila seorang Notaris melakukan kegiatan di pasar modal dengan tanpa terlebih dahulu melakukan pendaftaran ke 96 M. Nasaruddin, et.al., Op.cit., hlm.274 Universitas Sumatera Utara Bapepam maka dapat di jatuhi sanksi denda oleh Bapepam akan tetapi apabila dalam hal pembuatan akta, Notaris turut serta melakukan pemalsuan akta maka akan di kenakan sanksi pidana. Dalam menjalankan jabatannya Notaris diharapkan senantiasa bekerja secara profesional menguasai materi hukum dan peraturan perundang-undangan apalagi bila melakukan kegiatan di pasar modal, dan juga menguasai prosedur pembuatan akta sehingga dengan demikian akan dapat meminimalisir masalah terhadap akta yang dibuatnya dikemudian hari. Dengan semakin meningkatnya kualitas profesi Notaris akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga notariat. Dalam pembuatan akta mengenai palsunya suatu akta itu tidak selamanya disebabkan oleh Notaris, tetapi para penghadap juga dapat memberikan keterangan palsu. Dalam hal ini apabila terjadi perselisihan terhadap akta yang dibuat Notaris seharusnya dilindungi. Pasal 50 KUH Pidana berbunyi : “ barangsiapa melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan Undang-undang, tidak boleh di hukum. Pasal ini merupakan perlindungan hukum bagi Notaris yang menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan peraturan yang berlaku”. Sesuai dengan isi dari pasal diatas sepanjang Notaris melakukan tugasnya sesuai dengan kode etik dan peraturan yang berlaku tidak perlu khawatir akan terkena sanksi. Universitas Sumatera Utara Menurut Ketua Bidang Pengayoman Ikatan Notaris Indonesia bahwa semakin hari semakin banyak rekan Notaris yang dipanggil oleh penyidik baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka. 97 Hal ini menunjukkan bahwa disamping menurunnnya kualitas dan kehati-hatian Notaris dalam melaksanakan tugasnya, juga merupakan indikasi bahwa penyidik sangat mudah untuk memanggil Notaris baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka dikaitkan dengan akta yang dibuatnya. Padahal akta otentik yang dibuat oleh Notaris adalah bukti yang kuat dan harus diakui kebenarannya sepanjang tidak dibuktikan lain. Semestinya penyidik tidak perlu memanggil Notaris sepanjang akta yang dibuatnya diakui oleh para pihak. Dalam Pasal 66 UUJN menyatakan bahwa untuk mengambil foto kopi minuta akta danatau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris dan memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris, harus mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah. Ini memperlihatkan bahwa dalam hal pemanggilan Notaris tidaklah gampang karena harus memenuhi prosedur yang terdapat dalam UUJN dan ini merupakan perlindungan hukum yang diberikan UUJN kepada Notaris. Karena sebelum sampai kepada penyidik, Notaris terlebih dahulu diperiksa oleh Dewan Kehormatan yaitu Lembaga Pengawas yang telah dibentuk menurut UUJN. Dalam hal pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris apabila terdapat kesalahan tulis dan atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah 97 Soegeng Santoso, Doddy Radjasa Waluyo dan Zulkifli Harahap, Aspek Pidana Dalam Pelaksanaan Tugas Notaris, Makalah Tim Pengayoman Ikatan Notaris Indonesia Pusat, Jakarta, 2005 Universitas Sumatera Utara ditandatangani, Notaris berwenang untuk membetulkannya dan dalam membetulkan kesalahan tersebut Notaris harus membuat acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan dan salinan berita acara tersebut wajib disampaikan kepada para pihak. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 51 UUJN : 1. Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani. 2. Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan. 3. Salinan akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib disampaikan kepada para pihak. Meskipun hal pembetulan diatur dalam UUJN, sebaiknya setiap Notaris dalam membuat akta harus teliti dan pada akhir pembuatan akta harus dibacakan dan diterangkan kepada para pihak sehingga, hal pembetulan seperti disebut dalam Pasal 51 UUJN tidak perlu terjadi. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN