diri. Apabila Ibu sudah mengenal manfaat perawatan diri atau tehnik yang akan dilakukan, maka Ibu akan lebih mudah dalam melakukan perawatan diri
pascasalin Stevens, 2000. Berdasarkan pertanyaan kuisioner tentang sudah berapa kali Ibu
melahirkan, diparoleh 50 orang 82,0 responden yang melahirkan lebih dari satu kali multipara. Sesuai dengan pernyataan-pernyataan di atas, Ibu multipara
seharusnya lebih mampu dan berpengalaman melakukan perawatan diri pascasalin dibandingkan dengan Ibu primipara. Namun hal ini tidak sepenuhnya dipengaruhi
oleh pengalaman Ibu multipara, berdasarkan hasil penelitian masih terdapat 21,3 yang menunjukkan pengaruh sedang dan 6,6 yang menunjukkan pengaruh
lemah terhadap faktor masa lalu. Menurut responden tersebut mereka tidak melakukan perawatan diri pascasalin karena tidak ada biaya, dan tidak ada waktu
karena harus mengurus rumah dan bayi. Ada juga yang mengatakan perawatan pascasalin tidak penting karena semua akan kembali ke keadaan normal dengan
sendirinya. Berdasarkan hal-hal di atas faktor masa lalu memang mempengaruhi perawatan diri Ibu pascasalin, tetapi harus didukung oleh faktor-faktor lain seperti
ekonomi, dan pengetahuan Ibu tentang perawatan diri pascasalin.
b. Faktor lingkungan
Bukan hanya pengalaman masa lalu yang mempengaruhi, faktor lingkungan juga ikut mempengaruhi perawatan diri Ibu pascasalin walaupun
pengaruhnya tidak terlalu besar 26,2. Sarana prasarana yang tersedia di dalam lingkungan guna mendukung dan mempromosikan perilaku kesehatan. Organisasi
berbasis masyarakat sering kali merupakan sarana yang sangat baik untuk menyebarkan informasi Gomez Gomez, 1984 dalam Bastable, 2002. Kondisi
Universitas Sumatera Utara
lingkungan yang negatif dapat menyebabkan stress fisik dan berpengaruh buruk terhadap emosi, untuk itu keluaga harus membantu dalam mempertahankan
emosi Ibu pascasalin sehingga hal ini dapat membantu perawatan diri Ibu pascasalin Admin, 2008. Cara keluarga dalam penggunaan pelayanan kesehatan
dapat mempengaruhi cara pasien dalam menyelenggarakan kesehatannya. Responden yang menunjukkan pengaruh lingkungan sedang 40 orang
65,6 serta yang menunjukkan pengaruh lingkungan lemah sebanyak 5 orang 8,2 mengungkapkan bahwa diantara mereka ada yang tinggal dengan keluarga
besar, mendapat dukungan dari keluarga, bertempat tinggal dekat dengan pelayanan kesehatan, namun kurang melakukan perawatan diri setelah melahirkan
karena tidak mampu dari segi ekonomi sehingga tidak mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Hal ini menegaskan bahwa faktor lingkungan
memang memberi pengaruh terhadap perawatan diri Ibu, namun harus diperhatikan faktor-faktor pendukung yang lain misalnya faktor ekonomi.
c. Faktor internal
Masih ada faktor yang cukup besar dalam mempengaruhi perawatan diri Ibu postpartum yaitu faktor internal 91,8. Seperti diungkapkan Potter 2005
keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan fungsi tubuh dan penyakit, latar belakang pendidikan,
serta sosial ekonomi juga akan mempengaruhi cara seseorang mendefenisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Hal ini terlihat dari tingkat pendidikan responden
yang sebagian besar SMA 77. Responden yang berpendidikan SD 9,8 dan SMP 11,5 ada yang melakukan perawatan diri setelah melahirkan namun
berbeda cara dengan berpendidikan lebih tinggi. Berarti ada hal tertentu yang
Universitas Sumatera Utara
melekat pada pribadi Ibu seperti selera dalam memilih perawatan yang sangat mempengaruhi proses pemulihan kesehatan Ibu.
Prawirohardjo 2002 juga menyatakan kemiskinan, kebodohan, ketidakmampuan membayar pelayanan kesehatan yang baik juga ikut berperan
terhadap kesehatan Ibu. Pendapat ini sesuai hasil penelitian bahwa 57,4 responden berpenghasilan Rp.1000.000 dan seharusnya mampu melakukan
perawatan Ibu pascasalin. Namun diantara responden tersebut masih ada yang menggungkapkan tidak melakukan perawatan Ibu pascasalin karena tidak sempat
dan menurut responden perawatan pascasalin tidak penting. Hal ini dapat dilihat dari persentase responden yang menunjukkan pengaruh internal sedang sebanyak
23,0 dan lemah sebanyak 3,3 terhadap perawatan Ibu pascasalin. Paritas juga merupakan bagian dari faktor internal. Sebagian besar responden merupakan
multipara, hasil penelitian memperlihatkan sebagian besar 73,8 responden melakukan perawatan diri pascasalin. Hal ini didukung pernyataan Prawirohardjo
2002, paritas lebih dari 2 multipara lebih mampu melakukan perawatan diri dibandingkan primipara. Sementara itu Indriani 2008 menyatakan fenomena
pada saat ini terutama dikota besar Ibu pascasalin khususnya primipara sering merasa bigung dengan peran barunya sebagai Ibu terutama dalam melakukan
perawatan diri maupun perawatan bayi. Hal ini dapat didukung dengan keberadaan keluarga di samping Ibu.
Selain hal-hal di atas, data demografi juga mendukung faktor internal. Data demografi diantaranya usia, agama, suku, dan pekerjaan. Berdasarkan
Prawirohardjo 2002 usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun, sedangkan usia di bawah 20 tahun dan usia di atas 30 tahun merupakan usia
Universitas Sumatera Utara
yang beresiko terhadap kematian maternal. Usia juga berpengaruh terhadap cara pandang seseorang dalam kehidupan, masa depan dan pengambilan keputusan.
Usia di atas 20 tahun adalah usia dewasa dan usia kematangan psikologis yaitu periode penyesuaian terhadap pola kehidupan baru, siap menerima peran baru
sebagai suami atau istri, orangtua, dan pencari nafkah. Hal ini mendukung hasil penelitian sebanyak 45,9 responden berusia 21-30 dan 49,2 responden berusia
31-43 tahun yang mengungkapkan melakukan perawatan diri pascasalin. Sesuai dengan perkembangan psikologi bahwa usia di atas 20 tahun merupakan usia
kematangan psikologis sehingga Ibu lebih siap menerima dan menyesuaikan diri dengan perannya sebagai Ibu. Maka usia sangat mempengaruhi kesiapan seorang
Ibu untuk menerima keadaan dan menyesuaikan diri dengan kebutuhannya setelah melahirkan.
Agama merupakan salah satu pendukung dalam faktor internal turut mempengaruhi perawatan diri Ibu pascasalin. Seperti diungkapkan responden
yang beragama Islam 78,7 bahwa saat kehamilan, persalinan, sampai setelah melahirkan selalu berdo’a sehingga lebih tenang dalam menjalankan semua proses
tersebut. Demikian juga dengan responden yang beragama Kristen 21,3 mengungkapkan dengan mengikuti kegiatan keagamaan akan memberikan rasa
tenang dalam menjalani proses kehamilan, persalinan, dan setelah melahirkan. Diharapkan dengan dukungan agama Ibu lebih mempunyai motivasi untuk
melakukan perawatan diri pascasalin. Hal ini didukung oleh penjelasan bahwa disiplin agama berpotensi meningkatkan keterampilan koping dan dukungan
sosial; asuh perasaan optimisme dan harapan; memajukan perilaku sehat, dan
Universitas Sumatera Utara
mengurangi perasaan depresi dan kegelisahan Gundersen, 2000 dalam Portal kesehatan dan konsultasi kesehatan gratis, 2009.
Kebudayaan yang merupakan hal yang diyakini Ibu ikut mempengaruhi perawatan diri. Ibu pascasalin dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti
praktik keperawatan diri yang berbeda pula. Diungkapkan oleh Madurama 2009 sering kali perawat harus merencanakan dan memberikan asuhan kepada individu
keluarga yang kepercayaan kesehatannya berbeda dari faham perawat guna memberikan pelayanan yang efektif dan cocok perawat harus mengenal
pentingnya pengaruh budaya, seperti praktek merawat diri sendiri, serta praktek diseputar konsepsi, kehamilan, melahirkan, laktasi dan membesarkan anak.
Responden dalam penelitian ini memili suku yang berbeda-beda, sehingga perawatan diri pascasalin yang dilakukan juga berbeda sesuai dengan kebudayaan
masing-masing. Responden paling banyak adalah suku Batak 41,0, mereka melakukan perawatan diri yang disebut ”dadang” untuk melakukan perawatan
perineum, vagina, dan kulit. Sementara itu suku Jawa dan Melayu tidak mengenal istilah ”dadang”.
Pekerjaan merupakan salah satu yang mendukung pelaksanaan perawatan diri pascasalin Ibu. Responden penelitian ini 100 adalah Ibu rumah tangga yang
sebagian besar waktunya berada dirumah walaupun beberapa responden mempunyai kegiatan seperti berdagang kecil-kecilan di samping rumahnya. Ibu
rumah tangga seperti ini seharusnya mampu melakukan perawatan diri setelah melahirkan karena lebih banyak di rumah dari pada beraktivitas di luar rumah,
tetapi hal ini harus didukung oleh pengetahuan Ibu tentang perawatan diri setelah melahirkan keluarga, serta tingkat ekonomi. Sedangkan Ibu yang bekerja lebih
Universitas Sumatera Utara
sulit untuk melakukan perawatan diri postpartum dikarenakan keterbatasan cuti, serta kurangnya waktu berada di rumah. Didukung pernyataan Wilson 2009
kembali bekerja melahirkan merupakan dilema yang umum dihadapi para ibu bekerja. Zaman sekarang sebagian besar para ibu memilih kembali bekerja setelah
melahirkan, meski menyadari kembali bekerja berarti harus mempekerjakan tenaga pengasuh untuk merawat anak selama ibu bekerja dan mengurangi
kesempatan Ibu untuk melakukan perawatan diri.
d. Faktor petugas kesehatan