Interpretasi Data Penelitian 1. Kekerasan Terhadap Perempuan

Lastri mengatakan bahwa sewaktu kakaknya Ida bekerja di Malaysia tidak pernah mengirimkan kabar. Menulis surat atau mengirim uang selama dua tahun di Malaysia tidak pernah ada. Kini kak Ida telah kembali ke Medan dan telah menikah. Tetapi dahulu sebelum Ida menikah, Ida menjadi pribadi yang tetutup dan tidak gampang percaya dengan orang lain. Keluarga tidak ada yang tahu bahwa selama kakak Ida bekerja di Malaysia mendapat tindak kekerasan dari majikan. Setelah menikahlah kak Ida bercerita kepada kami bahwa sewaktu ia bekerja di Malaysia kerap mendapat siksaan dari majikannya. 4.3. Interpretasi Data Penelitian 4.3.1. Kekerasan Terhadap Perempuan Kekerasan adalah perilaku atau perbuatan yang terjadi dalam relasi antar manusia, baik individu maupun kelompok, yang dirasakan oleh salah satu pihak sebagai suatu situasi yang membebani, membuat berat, tidak menyenangkan dan tidak bebas. Situasi yang disebabkan oleh tindak kekerasan ini membuat pihak lain sakit, baik secara fisik, psikis dan rohani. Individu atau kelompok yang sakit ini sulit unutk bebas dan merdeka, mereka dibelenggu dan terbelenggu. Namun situasi sakit atau terbelenggu itu tidak akan dirasakan oleh korban apabila situasi itu sudah merupakan kebiasaan, lebih-lebih sudah dikemas menjadi Universitas Sumatera Utara “sebuah wacana” atau mitos yang “dikunci mati”, hal ini dapat dilihat dari situasi yang terjadi dalam hubungan yang sangat dekat atau suatu hubungan yang mempunyai ikatan, seperti dalam keluarga atau rumah tangga dan dalam hubungan antara buruh dengan majikan. Pembantu rumah tangga sering mengalami kekerasan dalam keluarga baik yang dilakukan oleh majikan laki-laki, majikan perempuan dan anggota keluarga lainnya. Kekerasan tersebut bisa terjadi bertahun-tahun dan tidak diketahui orang laindi luar rumah tersebut. Majikan merasa bahwa pembantu adalah hanya pekerja di dalam rumah, jadi kekerasan yang mereka lakukan tidak akan diketahui oleh orang lain. Tidak sedikit pekerja rumah tangga yang disiksa bahkan diperkosa oleh majikannya sendiri. Jadi amat sedih karena pembantu yang sehari-harinya bekerja keras untuk seluruh anggota keluarga tetapi justru menjadi korban kekerasan di dalam rumah tangga. Tidak ada salahnya pekerja rumah tangga diperlakukan seperti anggota keluarga lainnya karena mereka adalah juga manusia, ciptaaan Tuhan. Jadi negarakota atau keluarga penyiksa pekerja rumah tangga adalah negarakota atau keluarga tersebut tidak seindah kotakeluarga yang kita bayangkan. Dalam hal ini kekerasan terjadi karena adanya pihak yang lebih dominan atau mempunyai kekuasaan lebih. Kekerasan dapat terjadi dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ekonomi kaya-miskin, majikan-buruh, aspek sosial politik pemimpin- yang dipimpin, pemerintah-rakyat, aspek sosial budaya priayi-kaum papa, kota- desa, pandai-bodoh, aspek religus agamawan-awam, saleh-pecundang, aspek umur Universitas Sumatera Utara tua-muda, orangtua-anak, aspek jenis kelamin perempuan-laki-laki. Seperti halnya yang dialami oleh Sanih; “...Aku gak tau mau buat apa lagi, dari pada gajiku gak dibayar, aku tahan- tahankan ajalah. Waktu itu udah mau habis kontrak kerjaku. Jijik kali ku rasa kalau aku ingat kejadian waktu aku kerja di Malaysia, macem bukan oranglah aku di buat. Aku merasa kotor, malu kali kalau ada orang yang tau aku pernah diperkosa sama majikanku...” Sumber, Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Kekerasan terhadap perempuan bisa dibedakan menjadi empat macam. Kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan atau penganiayaan secara fisik. Sementara kekerasan psikologis adalah segala bentuk penghinaan, kata-kata yang merendahkan, ancaman, larangan beraktivitas, cemburu berlebihan, pengaturan cara berpakaian dan segala sesuatu yang menghambat perkembangan dan kebebasan pribadi perempuan. Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan seksual diantaranya adalah pemaksaan melakukan persetubuhan yang tidak dikehendaki yang bisa mengakibatkan kehamilan yang juga tak dikehendaki, pemaksaan gaya atau posisi-posisi berhubungan seks yang tidak kita sukai, pemaksaan menggunakan alat-alat kontrasepsi dan lain-lain. Kekerasan ekonomi seperti eksploitasi tenaga kerja perempuan, pemerasan penghasilan yang diperoleh perempuan atau upah buruh yang tidak mengindahkan kepentingan perempuan dan lain sebagainya. Pada kenyataannya antara satu bentuk kekerasan dan bentuk yang lain dapat menimbulkan efek yang saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, pemukulan secara fisik pasti berakibat buruk terhadap kondisi psikologis si Universitas Sumatera Utara perempuan. Demikian juga sebaliknya, tekanan-tekanan secara psikologis dapat berpengaruh secara langsung terhadap kesehatan fisik perempuan berupa gangguan-gangguan kesehatan, seperti sakit kepala, sesak napas dan sebagainya. Allison Moris 1989:163 mencatat bahwa kejahatan terhadap perempuan mempunyai karakteristik tertentu, yakni sebagai berikut. 1. Kebanyakan perempuan menjadi korban kejahatantindak kekerasan yang dilakukan laki-laki. 2. perempuan lebih dimungkinkan mengetahui siapa yang menyerang atau pelaku kejahatan atas diri mereka daripada laki-laki. 3. perempuan lebih dimungkinkan untuk diserang di dalam rumah mereka daripada laki-laki. 4. perempuan lebih dimungkinkan mengalami rasa bersalah atau viktimisasi daripada laki-laki. Pernyataan diatas menunjukkan betapa perempuan rentan terhadap tindak kekerasan yang umumnya dilakukan oleh laki-laki, baik dalam wilayah publik, maupun domestik. Stereotipe yang dilekatkan terhadap perempuan sebagai individu yang lemah, inferior diadopsi oleh mereka sehingga menjadikan perempuan sebagai makhluk yang lemah.

4.3.2. Karakteristik Korban Kekerasan

Universitas Sumatera Utara Korban tindak kekerasan terhadap TKWI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia adalah para Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang berasal dari keluarga yang memiliki tingkat ekonomi lemah dan sulit untuk memenuhi biaya kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Tujuan mereka bekerja di Malaysia adalah untuk membantu perekonomian keluarga mereka. Kebanyakan dari mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia asal kota Medan yang bekerja di Malaysia ini adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan tamatan Sekolah Dasar SD, dan Sekolah Menegah Pertama SMP. Dengan hanya bersatatuskan pendidikan tersebut maka tingkat pengetahuan para Mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia inipun sangat terbatas. Mayoritas dari para mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia ini berasal dari suku Jawa yang rata-rata berusia berkisar antara 20-30 tahun, dan mereka dikontrak bekerja minimal selama 2 tahun. Informasi yang didapat mengenai pekerjaan ini didapat mereka dari orang-orang terdekat yang berada di sekitar mereka yaitu saudara, tetangga dan agen yang mereka kenal. Mereka mendaftarkan diri dan berangkat bekerja di Malaysia sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang ada. Akan tetapi semua itu tidak menjamin keberadaan dan keselamatan para Tenaga Kerja Wanita Indonesia Tersebut. Tindak kekerasan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik, mengakibatkan perempuan menderita. Dampak yang dialami korban sering diperparah dengan reaksi masyarakat ketika seorang perempuan menjadi korban. Mereka dipurukkan kedalam kondisi yang serba menyulitkan bagi mereka untuk mampu menjalankan peranan sosialnya. Dampak yang seringkali berakibat lebih lanjut kepada keberadaan Universitas Sumatera Utara eksistensinya. Selain itu juga berdampak menggerogoti rasa percaya diri maupun kemampuan menjalankan sesuatu dengan baik. Dalam bentuk kekerasan fisik selain luka yang mungkin memerlukan penangan segera dari pelayanan medik, juga dapat berpengaruh pada kondisi kejiwaannya. Mempelajari dampak yang dapat muncul pada diri korban menunjukan bahwa pada dasarnya tindak kekerasan jelas menghambat pemenuhan hak asasinya, yakni penghargaan sebagai manusia dan bebas dari tekanan atau paksaan untuk menerima perlakuan yang ditujukan kepada dirinya. Dampak sosial tampak korban kesulitan untuk membina relasi dengan orang lain, bahkan menyebabkan korban akan merasa lebih aman berkutat dengan dunia yang dibangunnya sendiri.

4.3.3. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap TKWI Yang Bekerja Di Luar Negeri Malaysia

4.3.3.1. Minimnya Pengetahuan

Para TKW yang bekerja di luar negara amnya berpendidikan rendah dan tidakmempunyai suatu keahlian,sehingga mereka hanya boleh bekerja sebagai pekerja kasar.Ketiadaan pengetahuan utamanya yang menyangkut hak mereka sebagai pekerjamenyebabkan posisi tawar mereka rendah dan berdampak kepada perlakuan ketidakadilan yang mereka dapatkan seperti upah yang tidak dibayar,kekerasan,penyiksaan dan lain-lain samaada yang terjadi ditempat kerja mahupun yang didapat dari para aentpemberangkatan. Universitas Sumatera Utara Minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh Mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia merupakan salah satu penyebab mereka kerap mendapatkan tindak kekerasan dari majikan ditempat kerja mereka. Kesalahpahaman dalam pengertian bahasa yang digunakan oleh para majikan sering menjadi penyebab para pembantu rumah tangga tersebut salah dalam melakukan pekerjaannya. Akibat karena minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh para mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia ini maka tindak kekerasan yang mereka dapatkan hanya dirasakan oleh diri mereka sendiri. Seperti yang dialami oleh ibu Ida : “aku hanya bisa diam, dari pada gajiku gak dibayar, ya ku tahan-tahankanlah ajalah” Sumber Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Mereka tidak tahu kemana mereka harus mengadu dan melaporkan segala tindak kekerasan yang mereka alami. Sehingga jika mereka mendapatkan tindak kekerasan mereka hanya bisa diam, menangis dan pasrah. Pengetahuan yang mereka miliki sangat terbatas, di tambah lagi mereka tidak boleh bergaul dan keluar rumah oleh majikan di tempat mereka bekerja. Mereka hanya dapat menangis dan menahankan segala sakit akibat dari perlakuan yang tidak baik oleh majikan mereka. Lemahnya sistem pengawasan membuktikan bahwa pemerintah gagal mengendalikan pengusaha sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap pekerja terus berlanjut. Sementara itu perusahaan tampaknya diberi kewenangan menetapkan aturan tersendiri dengan para pekerjanya yang berujung pada perlakuan eksploitasi. Universitas Sumatera Utara Baiknya pihak jasa penyalur tenaga kerja Indonesia baik legal ataupun non legal harus lebih memperhatikan nasib-nasib para pekerjanya, baiknya pihak penyalir menjadi patner yang dapat bekerja sama dengan baik sesesuai prosedur hukum yang berlaku. Pemecahan masalah pekerja migran perempuan selama ini belum menyentuh persoalan paling fundamental. Banyak pihak termasuk negara tidak menyadari bahkan tidak peduli terhadap berbagai pelanggaran hak azasi manusia yang mendera pekerja migran khususnya perempuan.

4.3.3.2. Salah Dalam Melakukan Pekerjaan Domestik

Tidak ada manusia yang sempurna. Siapapun pernah melakukan kesalahan. Hal ini merupakan salah satu hal yang manusiawi. Begitu juga dengan para Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia, mereka juga pasti pernah melakukan kesalahan terhadap pekerjaan mereka. Pengakuan dari informan bahwa jika mereka melakukan kesalahan dalam hal pekerjaan, mereka pasti mendapatkan tindak kekerasan dari majikan ditempat mereka bekerja. Hal-hal kecil sekalipun dapat menjadi pemicu terjadinya tindak kekerasan. Seperti pengakuan dari Sanih : ”waktu itu aku disuruh majikan laki-laki untuk membuatkan secangkir kopi, tapi tiba-iba majikan perempuan berteriak memanggilku dari kamarnya. Majikan perempuanku itu memintaku untuk mangambilkan roknya yang ada di dalam lemari, karena itu aku sedikit lama mengantarkan kopi majikan laki- lakiku. Dia marah-marah dan bilang aku bodoh, lamban, kemudian dia menyiram kopi panas itu kearah tangan kiriku. Panas kali, tapi aku cuma bisa Universitas Sumatera Utara diam dan nangis menahan panas air kopi itu.” Sumber Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Sehingga akibat dari tindak kekerasan tersebut tangan kirinya memerah akibat dari luka bakar dari air kopi tersebut. Hal serupa juga dialami oleh Farida, dalam pengakuannya Ida bercerita : ”aku pernah dipukul dengan gagang sapu sama majikanku, aku dituduh mencuri makanan, padahal gak ada. Aku gak bisa bela diri. Majikanku marah- marah. Aku cuma bisa diam, pasrah dan nangis” Sumber Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Menurut keterangan dari informan, tindak kekerasan yang mereka alami adalah kekerasan fisik dan mental. Mereka kerap mengalami siksaan yang dapat mengakibatkan angggota tubuh mereka mendapat luka ataupun memar. Didalam teori feminisme Marxis, memandang bahwa peran perempuan dalam sistem sosial hanya sebatas tenaga kerja yang bekerja dalam proses produksi bagi pasar kapitalis. Para pembantu rumah tangga hanya dapat diam dan pasrah ketika mereka mendapatkan tindak kekerasan dari majikan mereka. Majikan selalu menganggap bahwa pembantu rumahtangga itu adalah sepenuhnya hak mereka karena mereka menganggap bahwa para pembantu itu adalah pekerja yang telah dibayar oleh mereka.

4.3.3.3. Lemahnya Perekonomian Keluarga

Lemahnya perekonomian keluarga merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab mengapa para Tenaga Kerja Wanita Indonesia mau untuk menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri. Dengan niat dan tujuan untuk membantu Universitas Sumatera Utara perekonomian keluarga, maka para pembantu rumahtangga tersebut ini pun menjadi korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh majikannya. Berikut pengakuan dari Sri ”Aku ingin membahagiakan kedua orangtuaku, aku mau bantu perekonomian keluarga. Pengen kali aku naikkan haji orangtuaku. Tapi apa yang kudapat? Majikanku kejam kali” Sumber Penelitia Lapangan, Agustus 2008 Hal seperti inilah yang kerap kali dialami oleh kebanyakan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia. Mereka dijadikan sebagai suatu alat kapitalisme yakni ketika wanita bekerja dalam proses produksi dan pasar kapitalis mereka dijadikan persoalan di dalam masyarakat. Ward menyatakan bahwa sumbangan khusus Tenaga Kerja Wanita yang tidak dapat bayaran yang bekerja di rumahan terdapat perekonomian dunia yang didomonasi laki- laki atas wanita yang harus dipahami dan dijelaskan tidak hanya sebagai produk kapitalisme semata, tetapi sebagai ciri fenomena khusus dengan hasil dari yang mereka kerjakan Ward, 1993:52.

4.3.3.4. Frekuensi Tindak Kekerasan Terhadap Pembantu Rumah Tangga Yang Dilakukan Oleh Majikan

Dari hasil wawancara dari 3 informan, mereka kerapkali mendapat tindak kekerasan. Hampir setiap hari kekerasan fisik mereka dapatkan. Sedikit mereka melakukan kesalahan, maka kekerasan pukulan dan siksaan pun mereka dapatkan. Adapun tabel frekuensi dari tindak kekerasan yang dialami oleh 3 orang informan tersebut adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel XI Frekuensi Kekerasan Fisik Dalam Seminggu No Nama Kekerasan FisikSeminggu Jenis Kekerasan Fisik Yang Dialami 1 Sanih 3-6 kali Jambakan Tandangan Tamparan Pelecehan Seksual, dan lain-lain 2 Sri Hartati 4-5 kali Penamparan Tendangan Dorongan Siraman Dengan Air Panas Pelecehan Seksual, dan lain-lain 3 Farida Setiap hari Pemukulan dengan kayu rotan Siraman ke wajah dengan air panas Penjambakan Tamparan, dan lain- lain Sumber: Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Dari tabel frekuensi diatas, jenis kekerasan fisik yang mereka alami rata-rata hampir sama. Semua perlakuan majikan mereka pun sama, selalu menganggap pembantu rumah tangga tidak sama dengan mereka. Mereka menganggap bahwa Universitas Sumatera Utara pembantu rumah tangga tersebut hanya kaum inferior yang tidak sekelas dengan mereka. Tidak ada seorangpun dilahirkan untuk menjadi budak, tidak ada seorangpun berusaha untuk mengalami ketidakadilan, penghinaan dan ketidakberdayaan Dom Helder Camara dalam Spiral kekerasan hal 31 . Begitu juga halnya dengan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri. 4.3.3.5. Pola - Pola Kekerasan Terhadap TKWI Yang Bekerja Di Luar Negeri Malaysia Yang Dilakukan Oleh Majikan . Kekerasan violence adalah suatu tindakan yang menyakitkan atau tindakan penyerangan yang menimbulkan luka, trauma, dan penderitaan yang berkepanjangan terhadap korban. Kekerasan terhadap wanita meliputi, kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi, kekerasan seksual, kekerasan politik dan kekerasan sosial budaya. Dalam konteks ini kekerasan yang di alami oleh Tenaga Kerja Wanita Indonesia adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual. Banyak data yang menunjukkan kekerasan yang dialami Tenaga Kerja Wanita Indonesia seperti pemukulan, penganiayaan, pelecehan seksual dan lain-lain dan dapat berakhir dengan kematian. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap Tenaga Kerja Wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia adalah Universitas Sumatera Utara 1. Kekerasan Fisik adalah tindakan yang dapat mencederai seseorang yaitu berupa dorongan, cubitan, tendangan, jambakan, pukulan, cekikan, bekapan, luka bakar, pemukulan dengan menggunakan media alat, siraman dengan air panas dan zat kimia, menenggelamkan ke dalam air dsb. 2. Kekerasan Seksual adalah setiap penyerangan yang bersifat seksual terhadap perempuan, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak tanpa mempedulikan hubungan antar pelaku dan korban serta tindakan pemaksaan hubungan seksual antara individu yang satu dengan yang lain tanpa adanya ikatan suami istri. 3. Kekerasan PsikisMental adalah suatu tindakan yang kasat mata, tidak nampak namun dapat menimbulkan rasa sakit yaitu berupa penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan dan membuat korban merasa berbeda dengan orang lain yang ada disekitarnya. 4. Kekerasan Ekonomi adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang majikan terhadap pembantunya, dengan cara pengeksploitasian kerja yang tidak sebanding terhadap upah yang diterima oleh pembantu tersebut.

4.3.3.6. Kekerasan Fisik

Banyak sekali tindakan kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap pembantu rumah tangga, yaitu berupa kekerasan fisik yang sering terdengar dari media massa seperti, televisi, radio, koran, dan majalah. Semua kasus di Media massa tersebut memberitahu bagaimana tindak kekerasan yang dilakukan oleh majikan Universitas Sumatera Utara terhadap pembantu rumah tangga mulai dari pemukulan, sampai ancaman dengan senjata tajam bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Kekerasan fisik terhadap pembantu rumah tangga dapat berupa dorongan, jambakan, tendangan, pukulan, cekikan, luka bakar, luka setrikaan, kekerasan dengan benda tajam, kekerasan lainnya. Dalam kasus kekerasan secara fisik ini, semua informan mengakui bahwa mereka mengalami tindak kekerasan fisik yang dilakukan oleh majikan. Seperti pengakuan Sri Hartati: “ Karena saya lupa menutup gelas minuman majikan saya, saya dijambak, dan pada saat saya merusak pakaian majikan saya pada saat menyetrika , wajah saya pun ikut di setrika” Sumber Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Dari pengakuan informan yang lain juga mengakuiu bahwa kekerasan fisik yang kerap didapat dari majikannya pada dasarnya dari masalah yang dianggap tidak terlalu besar. Majikan selalu merasa barhak melakukan apa saja terhadap pembantu mereka. Seperti juga pengakuan dari Sri : ”....Aku seringkali dapat pukulan dari majikanku, waktu itu aku disuruh majikan laki-laki untuk membuatkan secangkir kopi, tiba-tiba majikan perempuan memanggil dan nyuruh aku ngambil rokya di dalam kamar. Majikan laki-laki marah karena aku lama ngantar kopinya, dia marah kemudian menyiram kopi panas itu mengenai tanganku.” Sumber, Penelitian lapangan, Agustus 2008 Dengan sedikit emosi Sri bercerita, Sri mengekspresikan kekesalannya dengan intonasi suara yang lantang. Ia menjabarkan kekerasan-kekerasan yang kerap didapatkannya selama ia bekerja di luar negeri. Universitas Sumatera Utara Sanih dan Farida juga mengakui dan menceritakan kekerasan-kekerasan yang kerap mereka dapatkan dari majikan tempat mereka bekerja. Mereka mendapat kekerasan fisik berupa tamparan, jambakan, tendangan,siraman dan lain-lainnya. Dengan raut wajah yang menunjukkan kekesalan akan masa lalunya Ida menceritakan kelakukan majikannya dulu selama ia bekerja berikut penuturan Ida yang bercerita dengan raut wajah yang kesal ”aku pernah disetrika sama majikanku, karna waktu itu aku sibuk kali, banyak kali perintah majikan sehingga ada baju majikanku yang hangus karna kelamaan tertekan setrika panas. Memang la itu salahku. Tapi itu kan gak ku sengaja, karna banyak kali perintah majikankulah makanya aku lupa kalau aku lagi menyetrika” Sumber, Penelitian lapangan, Agustus 2008 Seperti halnya pengakuan dari Sri dan Ida, Sanih juga kerap mendapat tindak kekerasan fisik dari majikannya. Kekerasan itu berupa pukulan, tamparan, tendangan, jambakan, luka bakar, siraman dengan air panas dan lain-lainnya.

4.3.3.7. Kekerasan PsikisMental

Kekerasan PsikisMental adalah suatu tindakan yang kasat mata, tidak nampak namun dapat menimbulkan rasa sakit yaitu berupa penghinaan, komentar- komentar yang merendahkan dan membuat korban merasa berbeda dengan orang lain yang ada disekitarnya Kasus seperti ini dialami semua informan, selain mereka kekerasan fisik tidak jarang pula mereka mengalami kekerasan psikismental yang berupa tekanan- tekanan dari majikannya, bentakan dengan suara yang lantang, makian dari majikan Universitas Sumatera Utara kurungan dll yang mengakibatkan pembantu rumah tangga itu ketakutan dan merasa diperlakukan semena-mena oleh majikannya. Berikut pengakuan dari Sanih : “Majikanku selalu membentak-bentak aku, dia marah-marah kalau menyuruh aku untuk melakukan suatu pekerjaan. Dia pun sering mengancam aku. Aku selalu ketakutan, mendengar suara majikan yang kuat, jantungku deg-degan. Takut kali aku kalau majikanku udah dirumah”. Sumber, Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Dengan antusiasnya Sanih menceritakan bagaimana tertekannya batinnya selama ia bekerja di Malaysia. Kerapkali kekerasan fisik maupun kekerasan mental dirasakannya. Begitu juga dengan Sri, Sri juga kerap mendapat tindak kekerasan mental dari majikannya. Berikut penuturan cerita Sri : “ Majikanku ngeri kali, serba salah apa yang ku kerjakan. Waktu aku kerja sering kali aku dibentak-bentak, dikata-katai aku bodoh, lamban bahkan aku pernah dikurung didalam kamar mandi. Majikanku juga selalu mengancam jika aku tidak menuruti semua perkataan dan perintahnya. Benar-benar tertekan. Tapi apa mau di bilang. Aku Cuma bisa diam dan pasrah saja lah”. Sumber, Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Farida juga mengalami hal yang sama dengan Sanih dan Sri, Ida juga kerap mendapat tindak kekerasan mental dari majikan tempat ia bekerja. Ida menuturkan : “Aku tiap hari ketakutan, tiap hari jantungan. Ada-ada aja pasti pekerjaanku yang salah dimata majikanku itu. Tiap hari aku dibentak-bentak, tiap hari aku dimarah-marah. Terkadang aku heran nengok majikanku itu. Selalu marah- marah tanpa sebab”.Sumber, Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Dilihat dari cerita dan pengakuan dari ketiga informan diatas, maka tindak kekerasan psikismental yang mereka alami hampir sama. Perlakuan majikan mereka seperti, membentak, maarah-marah, memaki dan berkata kotor, mengurung dilakukan oleh majikan terhadap pembantu rumahtangga yang bekerja dirumah mereka. Universitas Sumatera Utara

4.3.3.8. Kekerasan Seksual Pelecehan Seksual

Kisah miris selalu melekat pada buruh perempuan. Pelanggaran hak buruh perempuan dapat dilacak dari kondisi upah yang rendah dimana jenis volume pekerjaan hampir sama bahkan serupa dengan lelaki. Hak-hak yang diabaikan meliputi juga tunjangan kesejahteraan dan lama waktu pensiun termasuk hak reproduksi mereka seperti cuti haid dan cuti melahirkan. Pendek kata, buruh perempuan rentan menjadi korban praktek-praktek kerja yang eksploitatif. Kasus buruh migran adalah representasi paling nyata dari percampuran ketamakan dan eksploitasi dengan kekerasan kaum perempuan. Selain kekerasan fisik, psikis dan seksual tersebut yang berakibat sakit, cacat permanen, dampak psikologis hingga kematian Problem yang muncul dari bekerjanya buruh migran meliputi juga: meningkatnya angka perceraian dan anak terlantar. Masalah kekerasan seksual terhadap perempuan akhir-akhir ini menunjukkan gejala yang sangat memprihatinkan, bukan hanya seringnya peristiwa itu terjadi tetapi juga dalam hal derajat sadisme yang dilakukan korban kejahatan terhadap korbannya. Bukan pranata-pranata masyarakat yang memposisikan lelaki lebih dominan sehingga kekerasan seksual dilakukan oleh para majikan laki-laki terhadap pembantu rumah tangganya. Kekerasan fisik dan pelecehan terhadap pembantu rumah tangga Universitas Sumatera Utara cenderung meningkat. Namun, diakui, banyak sekali kasus yang tidak dituntaskan, bahkan kekerasan dan perkosaan terhadap kaum perempuan oleh sebagian masyarakat telah dianggap hal biasa dan tidak perlu dipermasalahkan. Perkosaan dianggap aib bagi keluarga, sehingga sedapat mungkin disembunyikan. Jika kasus sampai pada proses peradilan, seringkali hakim memutuskan vonis sangat ringan kepada pelaku. Peluang perempuan menjadi korban perkosaan terjadi dalam kisaran 3 – 70 tahun bahkan lebih. Dampaknya sangat tragis, bagi anak-anak dan perempuan dewasa korban perkosaan. Gejala trauma kerap menjangkiti korban perkosaan, gejala jiwa yang ditandai adanya perasaan hampa, masa depan tidak jelas, merasa kurang harga diri. Karena peningkatan akan kadar keberadaan dan kesadaran dirinya sangat intens, sehingga korban dihinggapi ketegangan berlanjut, yang menyebabkannya sangat rentan terhadap fluktuasi kehidupan emosionalnya. Mudah mengalami depresi, mudah tersinggung, marah. Walaupun terkadang sesekali seolah gembira, namun lebih sering merasa dirinya terpuruk, tanpa ujung pangkal. Konsentrasi korban sering tertanggu dan korban akan menghayati gangguan ini secara terus menerus, berlanjut. Kondisi yang dialami berakibat menurunnya prestasi sosial. Berikut penuturan dari Sanih : “Aku gak tau mau buat apa lagi, dari pada gajiku gak dibayar, aku tahan- tahankan ajalah. Waktu itu udah mau habis kontrak kerjaku. Jijik kali ku rasa kalau aku ingat kejadian waktu aku kerja di Malaysia, macem bukan oranglah aku di buat. Aku merasa kotor, malu kali kalau ada orang yang tau aku pernah diperkosa sama majikanku.” Sumber: Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Universitas Sumatera Utara

4.3.3.9. Kekerasan Ekonomi

Adapun bentuk tindak kekerasan yang dialami oleh para mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia selain dari kekerasan Fisik, kekerasan PsikisMental, kekerasan Seksual, maka kekerasan ekonomi merupakan tindak kekerasan yang juga dirasakan oleh para pembantu rumah tangga ini. Mereka bekerja tanpa adanya batasan waktu. Bekerja sebagai pembantu rumah tangga merupakan salah satu eksploitasi kerja yang dilakukan oleh majikan kepada pembantunya. Dengan upah yang tidak sebanding dengan jam kerja dan perlakuan dari majikan, merupakan wujud dari tindak kekerasan ekonomi yang mereka dapatkan. Seperti penuturan dari Sri : “Aku mulai bekerja dari jam 5 pagi, semua pekerjaan rumahtangga aku kerjakan, apa yang diperintahkan majikan pasti aku kerjakan”. Sumber: Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Lain lagi penuturan dari Ida : “Waktu itu aku menanyakan tentang gaji sama majikanku, maksudku aku mau mengirimkan gajiku itu ke Medan. Tapi apa jawabab dari majikanku itu, dia marah-marah dan bentak-bentak aku. Dia bilang kalau gajiku itu bisa kuambil kalua kontrak kerjaku habis”. Sumber: Penelitian Lapangan, Agustus 2008 Pembantu rumah tangga termasuk kelompok yang rentan mengalami kekerasan karena mereka mempunyai ketergantungan ekonomi terhadap majikan, sehingga ada peluang-peluang terjadinya kekerasan dan perlakuan tidak adil lainnya. Disini uang bisa menjadi alat untuk menguasai kehidupan seseorang Selain itu karena pelaku PRT sebagian besar adalah perempuan, maka ada juga kemungkinan mereka mengalami kekerasan berlapis dikarenakan keperempuanannya itu. Jadi karena disini Universitas Sumatera Utara terdapat hubungan kerja sekaligus hubungan sosial, maka perlu kiranya ada peraturan khusus yang mengatur masalah pembantu rumah tangga termasuk di dalamnya masalah pengupahan, jam kerja, tunjangan-tunjangan dan standar hidup serta standaar kamar yang harus diperoleh oleh seorang pembantu rumah tangga. Hal ini untuk menghindari perlakuan-perlakuan tidak manusiawi dari majikan maupun pihak lain. Berdasarkan teori dari Douglas Wolker Santoso Thomas,2002:11, kekerasan yang dialami oleh informan dapat diidentifikasikan kedalam 4 jenis, yaitu : 1. Kekerasan Terbuka yaitu kekerasan yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan berakibat terhadap mental dan fisik korban dari kekerasan tersebut. Seperti yang dialami oleh para informan yang mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan majikan mereka. Sanih, Sri dan Farida adalah korban dari tindak kekerasan yang terbuka, mereka kerap mendapat pukulan, jambakan, tamparan, siraman dengan air panas dan kekerasan lainnya yang dapat mengakibatkan luka fisik pada anggota tubuh mereka. Mereka tidak dapat berbuat banyak. Mereka hanya bisa diam dan pasrah dengan perlakuan yang kerap mereka dapatkan dari majikan tempat mereka kerja tersebut. 2. Kekerasan Tertutup yaitu kekerasan yang bersifat tersembunyi atau tidak dilakukan secara langsung seperti perilaku mengancam, membentak- bentak, berkata kotor. Hal inilah yang kerap di rasakan para mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu Universitas Sumatera Utara rumahtangga di Malaysia. Hal inilah yang membuat mereka merasa ketakutan dan selalu menuruti apa saja perintah dari majikan mereka. 3. Kekerasan Agresif yaitu kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu atas milik orang lain. Seperti yang dirasakan Sanih, ia hanya bisa pasrah dan diam ketika majikan ditempat ia bekerja melakukan pelecehan seksual kepadanya. Ia merasa dirinya hina dan ketakutan untuk berkomunikasi dengan majikan laki-lakinya selama ia bekerja. 4. Kekerasan Kultural yaitu kekerasan yang terjadi dalam aspek budaya dan agama. Kekerasan ini dialami oleh setiap informan pada penelitian ini. Para pembantu rumah tangga kerap kali dianggap sebagai pekerja yang paling berada dikelas bawah. Mereka dianggap sebagai bagian dari produk kapitalisme yang dapat diperlakukan sesuka hati majikan. Karena adanya anggapan bahwa para pembantu rumahtangga tersebut adalah budak yang telah dibeli dan diupah oleh majikan tersebut. Sehingga majkan merasa bahwa selama para pembantu rumah tangga tersebut bekerja di rumahnya,ia dapat dengan bebas memperlakukan dan memerintah para pembantu rumah tangga tersebut. Kekerasan yang menimpa perempuan khususnya kekerasan yang dialami oleh mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia banyak dilandasi oleh pelabelan-pelabelan yang ditujukan kepada kaum perempuan. Pelabelan tersebut sedikit banyak menimbulkan ketidakadilan bagi kaum perempuan. Seperti yang dikatakan oleh Fakih yaitu perbedaan Gender Universitas Sumatera Utara sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Keberadaan Tenaga Kerja Wanita TKW Indonesia di Malaysia yang selama ini sering mengalami dilema, seperti terlecehkan oleh beberapa tindakan kekerasan sebagian majikan, nampaknya masih menjadi masalah yang belum tertuntaskan sampai saat ini. Tindak kekerasan yang masih kerap dialami TKW inilah yang menunjukkan bahwa pada hakekatnya diskriminasi gender itu masih kerap terjadi, perempuan dianggap sebagi kaum lemah yang tingkatannya berada di bawah kaum laki-laki. Kini, hampir setiap hari pahlawan devisa acapkali mendapatkan perbuatan ganjil dari sang majikan, mulai dari pemerkosaan, kekerasan fisik dan psikis, gaji tidak dibayar, sampai tradisi menghilangkan nyawa orang lain. 4.4.4. Kehidupan Sosial Mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia Asal Kota Medan Yang Bekerja Sebagai Pembantu Rumah Tangga Di Malaysia

4.4.4.1. Dalam Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan satu kesatuan yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Keluarga memilik fungsi sebagai salah satu sarana di dalam berinteraksi dengan masyarakat. Di dalam masyarakat khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, pembantu rumah tangga memegang peranan yang penting sebagai agen sosialisasi anak. Setidak-tidaknya pada tahap awal. Universitas Sumatera Utara Di dalam kehidupan sehari-hari, mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang pernah mengalami tindak kekerasan mengalami perubahan di dalam lingkungan keluarganya. Apalagi jika dilihat dari alasan mengapa para Tenaga Kerja Wanita Indonesia asal kota Medan mau untuk menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri. Mereka memiliki angan dan cita-cita ingin membantu perekonomian keluarganya, akan tetapi kenyataan yang mereka alami berbeda. Mereka mendapat perlakuan yang negatif dari majikannya. Walaupun pada dasarnya mereka bekerja di sektor domestik rumah tangga, akan tetapi rasa kekeluargaan yang dimiliki keluarga majikan di tempat mereka bekerja tidak mereka dapatkan. Majikan di tempat mereka bekerja selalu beranggapan bahwa para pembantu rumah tangga yang bekerja dirumah mereka adalah kelas bawahan. Majikan selalu menganggap bahwa mereka merupakan pemilik kekuasaan yang eksploitatif, yaitu majikan mempunyai kekuasaan yang lebih besar, mengeksploitasi pekerja untuk bekerja lebih keras dan karena adanya hubungan pertukaran yaitu dalam bentuk upah yang mereka bayarkan terhadap pembantu rumah tangga yang bekerj di rumah mereka. Adapun perubahan yang terjadi pada mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di dalam lingkungan keluarganya adalah :  Mereka lebih banyak diam Universitas Sumatera Utara  Mereka memiliki perasaan bersalah terhadap keluarga  Mereka menjadi pribadi yang tertutup Pengakuan dari ketiga korban menyatakan bahwa mereka tidak mau lagi untuk bekrja di Malaysia. Mereka lebih memilih untuk kembali menetap di Medan. Mereka memiliki rasa trauma akibat dari tindak kekerasan yang mereka alami. Seperti pengakuan dari Ida : “Lebih baik jadi babu di negara sendiri, dari pada di Malaysia dianggap seperti bukan manusia”. Saat ini mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang pernah bekerja di Malaysia menghabiskan waktu berkumpul kembali bersama keluarganya. Mereka merasa lebih tenang, lebih aman dan lebih bahagia berada di tengah-tengah keluarganya. Mereka ingin kembali merasakan hangatnya kebersamaan di dalam keluarga setelah 2 tahun lamanya berada di luar negeri dan mendapat perlakuan yang tidak baik dari majikan di tempat mereka dulu bekerja. Indonesia adalah suatu masyarakat Patriakhal, dan kondisi ini tidak dapat diingkari. Seperti juga di negara-negara lain di dunia. Patriakhal sebagai suatu struktur komunitas dimana laki-laki memegang kekuasaan dari pada perempuan. Kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita dibawah upah buruh pria merupakan salah satu cerminan keberadaan perempuan dalam posisi subordinat. Tindak kekerasan terhadap perempuan seringkali dianggap sebagai suatu isu yang terbelakang, atau bahkan dapat dikatakan tidak menarik. Tindak kekerasan Universitas Sumatera Utara terhadap perempuan merupakan ancaman terus-menerus bagi perempuan dimanapun, baik dikaitkan tidak dengan kodrat perempuan itu sendiri. Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan mendapat tindak kekerasan, pada kenyataanya menjadi seorang yang traumatis. Rasa trauma ini mengakibatkan mereka menjadi orang-orang yang terus-menerus dalam keadaan tegang, bimbang, takut dan lamban laun akan dapat berakibat mengalami gangguan jiwa yang manifestasinya dapat berakibat tidak baik bagi diri mereka sendiri.

4.4.4.2. Dalam Masyarakat

Pada tingkat kemasyarakatan, studi di seluruh dunia menemukan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah hal umum terjadi di tempat-tempat dimana peran gender didefinisikan dan dilaksanakan secara kaku dan dimana konsep maskulinitas dikaitkan dengan kekuatan, kehormatan atau dominasi laki-laki. Norma budaya lain yang dihubungkan dengan kekerasan adalah toleransi terhadap hukuman fisik bagi permpuan dan anak-anak, diterimanya kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan perselisihan antar personal, dan persepsi bahwa laki-laki adalah ‘pemilik’ perempuan. Masyarakat adalah sekelompok individu yang saling berinteraksi dan saling menbutuhkan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Pembantu Rumah Tangga, dalam kehidupan domestik masyarakat di Indonesia sesungguhnya memiliki peran sosial penting, namun strata kelas Universitas Sumatera Utara menghambat publikasi gerak sosial kaum Hanya pembantulah satu-satunya pekerjaan yang tidak memiliki daya realitasnya di Indonesia. Kehadirannya secara sosial kaum pembantu ini ibarat udara ia tidak kelihatan tapi bisa dirasakan dan sangat penting. Keberadaan pembantu rumah tangga yang pernah mengalami tindak kekerasan oleh majikan mereka selama mereka bekerja di luar negr membawa perubahan didalam kehidupan sosial mereka pada masyarakat. Adapun perubahan yang mereka alami akibat dari tindak kekerasan ini adalah  Rasa Minder Berbeda dengan Orang Lain  Tidak Percaya Diri  Gampang Tersinggung  Menjadi Pribadi Yang tertutup  Tidak mau begitu akrab bergaul dengan orang lain yang baru mereka kenal. Menurut teori konflik Marx, yaitu adanya kelompok sosial yang dominan, yaitu menguasai sumber-sumber produksi, dan karena kelompok ini menjadi kelompok yang mengeksploitasi kelompok lain. Struktur sosial yang patriarkhi segala sesuat yang berpusat pada dominasi kaum pria , menempatkan pria menjadi kaum yang superior dalam berbagai ektor yaitu, ekonomi, politik, pendidikan, pekerjaan dsb. Sementara kaum perempuan dalam struktur sosial demikian dijadikan sebagai kaum yang posisinya subordinat padahal produktif. Pembantu rumah tangga yang pelakunya adalah perempuan kerap menjadi korban. Dan untuk mendapatkan hak atas peran yang mereka lakukan, mereka tidak Universitas Sumatera Utara dapat berbuat apa-apa. Karena pekerjaan yang mereka lakukan majikan adalah sebagai penguasa. Dengan adanya sistem yang selalu menyudutkan perempuan, maka para pembantu rumah tangga yang pernah bekerja di Malaysia dan mendapatkan tindak kekerasan pun merasa malu jika ada orang lain yang mengetahui bahwa sewaktu mereka bekerja di Malaysia mendapat tindak kekerasan dari majikannya. Mereka cenderung menjadi pribadi yang mudah cemas, dan ketakutan jika berkenalan dengan orang baru. Hubungan kerja antara pembantu dan majikan memang telah menjadi hubungan kontrak kerja yang bernada kapitalis. Akan tetapi sebagai manusia yang memiliki rasa kemanusiaan hendaklah para majikan yang ada di luar neger khususnya di Malaysia lebih menganggap bahwa pembantu rumah tangga adalah manusia yang tidak mutlak sebagai kaum yang harus dieksploitasi. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN