Finding the Glassbox of Wonder

(1)

KOMUNITAS NEGERI NIAS UTARA

SKRIPSI ALUR PROFESI (RTA 4231) SKRIPSI SARJANA SEMESTER B TAHUN AJARAN 2014/2015

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur

Oleh

HELEN KARTIKA 110406066

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

FINDING THE GLASSBOX OF WONDER

SKRIPSI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2015 Penulis

Helen Kartika 110406066


(3)

Nomor Induk Mahasiswa : 110406066

Departemen : Arsitektur

Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing

Ir.Rudolf Sitorus, MLA NIP. 195802241986011002

Koordinator Skripsi Ketua Departemen Arsitektur

Ir.N.Vinky Rahman, MT. NIP. 196703071993031004

Tanggal Lulus:

Ir.N.Vinky Rahman, MT. NIP. 196703071993031004


(4)

Nama : Helen Kartika

NIM : 110406066

Judul Proyek Tugas Akhir : FINDING THE GLASSBOX OF WONDER

Tema : Arsitektur Kontemporer

Rekapitulasi Nilai :

A

B+

B

C+

C

D

E

Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan :

Waktu Pengumpulan

Laporan

Paraf Paraf

Koordinator

No. Status Pembimbing Pembimbing

RTA-4231

I II

1. Lulus Langsung 2. Lulus Melengkapi 3. Perbaikan Tanpa

Sidang

4. Perbaikan dengan Sidang

5. Tidak Lulus

Medan, Juli 2015 Ketua Departemen Arsitektur Koordinator Tugas Akhir

Ir.N.Vinky Rahman, MT. Ir.N.Vinky Rahman, MT.


(5)

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul Finding The Glass Box of Wonder sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur pada Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyelesaian laporan skripsi ini dapat saya lakukan dengan baik berkat dukungan yang diberikan oleh pihak-pihak yang terkait dengan perealisasian desain kawasan kampus AKNIRA dan rekan-rekan yang senantiasa berada di sisi saya, oleh karena itu pada kesempatan ini, saya menghaturkan rasa syukur dan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA selaku dosen pembimbing kami yang selalu memberikan kami semangat, dukungan materil berupa data-data otentik survey lapangan, buku-buku terkait kajian literatur dan senantiasa pula memberikan kami saran dan kritik selama proses desain hingga penyusunan berkas laporan

2. Bapak Saharman Gea, Ph.D selaku pencetus ide pendirian AKNIRA yang telah membimbing kami dalam proses penyusunan laporan dengan memberikan kami materi-materi terkait studi literatur kampus AKNIRA dan atas aspirasi-aspirasi beliau berkenaan dengan desain kawasan kampus 3. Para penguji kami, ibu Salmina Wati Ginting, ST.,MT. dan ibu Wahyuni

Zahra, ST.,MT., yang telah memberikan saran-saran dan kritik yang sangat berguna dalam proses desain kampus AKNIRA


(6)

5. Kepada rekan-rekan angkatan 2011 tercinta, terkhusus kepada Ira Fransisca, Erlin F.Y, Debby Anastasya, Maryana Pertiwi, Putri Godiva, Heryani Tanoto yang dengan sabar membantu saya menyelesaikan skripsi ini dan senantiasa memotivasi saya untuk tidak berhenti di tengah jalan dalam menyelesaikan skripsi

6. Kepada Tarmizi Mukhlis, Yogi Redasatrio, Rembrand Gumelar, Teuku Ichwan Rudhie, M. Aidifitra S. Hadintha, Husni Wahyu, Risqy Aulia, M. Ricky Alamsyah selaku tim pembuat maket

Akhir kata semoga perancangan kawasan kampus AKNIRA ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Nias Utara dan perkembangan arsitektur di Indonesia pada umumnya, memberikan wawasan desain yang lebih luas terkhususnya bagi masyarakat akademik.

Medan, Juli 2015 Hormat saya,


(7)

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xv

ABSTRAK ... xvi

PROLOG ... xviii

BAB I BERDIRI DI TITIK NOL ... 1

1.1. Titik Mula ... 1

1.2. Proyeksi ... 9

1.3. Mengenal Arah ... 10

1.4. Membuka Jalan ... 11

1.5. Kerangka Berpikir ... 12

Bab II MEMBACA PETA BUTA ... 13

2.1. Membaca Nama ... 14

2.2. Menilik Legenda ... 14

2.2.1. Sejarah Budidaya Karet ... 15

2.2.2. Pendidikan Vokasi di Indonesia ... 17

2.3. Menandai Titik ... 22


(8)

2.3.4. Survey ... 25

2.4. Menerangkan Simbol ... 37

2.4.1. Deskripsi Kegiatan Pengguna ... 37

2.4.2. Deskripsi Perilaku ... 38

2.4.3. Deskripsi Kebutuhan Ruang ... 39

2.5. Menghubungkan Titik ... 40

Bab III BERFATAMORGANA ... 45

3.1. Membentuk Bayangan ... 45

3.2. Memberi Warna ... 47

3.2.1. Arsitektur Simbiotik ... 47

3.2.2. Arsitektur Berkelanjutan ... 48

3.2.3. Spirit of Place... 53

3.2.4. Timelessness ... 55

3.2.5. Arsitektur Kontemporer ... 57

3.2.6. Karakter Tema ... 59

3.3. Memberi Wujud ... 60


(9)

4.1.1. Analisa Jenis Kegiatan ... 64

4.1.2. Analisa Pengelompokan Sifat Ruang ... 65

4.1.3. Analisa Kebutuhan Ruang ... 66

4.1.4. Analisa Kebutuhan Besaran Ruang ... 67

4.1.5. Organisasi Ruang Kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet... 70

4.2. Melihat Sekeliling ... 72

4.2.1. Analisa Pencapaian ke Tapak ... 72

4.2.2. Analisa Akses Masuk dan Keluar Tapak... 73

4.2.3. Analisa Matahari ... 75

4.2.4. Analisa Angin ... 76

4.2.5. Analisa Kebisingan ... 77

4.2.6. Analisa View ... 78

4.2.7. Analisa Zoning dalam Bangunan ... 79

4.3. Menemukan Hal Menarik ... 81

4.3.1. Struktur Pondasi ... 81

4.3.2. Struktur Bangunan Utama ... 83

4.3.3. Struktur Atap ... 84

4.3.4. Analisa Bahan Bangunan ... 85

4.3.5. Analisa Utilitas ... 86


(10)

5.1. Menemukan Si Kotak Kaca ... 90

5.1.1 Konsep Pembentukan Massa Bangunan ... 90

5.1.2. Konsep Orientasi Bangunan ... 91

5.1.3. Konsep Lansekap ... 92

5.2. Melihat Yang Terdapat di Dalamnya ... 94

5.2.1. Konsep Struktur Bawah ... 95

5.2.2. Konsep Struktur Utama ... 96

5.2.3. Konsep Struktur Atap ... 97

5.2.4. Konsep Struktur Kanopi Tengah ... 98

5.2.5. Konsep Struktur Kubah ... 98

5.2.6. Konsep Material Penutup Lantai ... 99

5.3. Meruang ... 101

5.3.1. Konsep Penghawaan ... 101

5.3.2. Konsep Pencahayaan ... 103

5.3.3. Konsep Sirkulasi Manusia ... 104

5.3.4. Gambaran Suasana ... 105

KESIMPULAN ... xix

EPILOG ... xxi

DAFTAR PUSTAKA ... xxii


(11)

Tabel 1.1. Jumlah Produksi Perkebunan Karet Rakyat Kabupaten Nias Utara .... 4

Tabel 1.2. Luas Areal Tanaman dan Produksi Komoditas Karet Berdasarkan Pengelolaan Tahun 2008-2012 ... 5

Tabel 1.3. Jumlah Siswa Lulusan SMA/SMK Negeri dan Swasta Kab. Nias Utara tahun 2008-2012 ... 7

Tabel 1.4. Jumlah Tamatan Sekolah Menengah di Kab. Nias Yang Melanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi Tahun 2008-2012 ... 8

Tabel 2.1. Deskripsi kegiatan pengguna ... 37

Tabel 2.2. Deskripsi kebutuhan ruang... 39

Tabel 4.1. Deskripsi Kebutuhan Ruang ... 67

Tabel 4.2. Sistem Struktur Bawah... 81

Tabel 4.3. Sistem Struktur Bangunan Utama ... 83

Tabel 4.4. Sistem Struktur Atap ... 84


(12)

Gambar 2.1. Peta lokasi Kota Lotu ... 13

Gambar 2.2. Sistem Penyelenggaraan Pendidikan berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 ... 18

Gambar 2.3. Piramida Ketenagakerjaan dan Jenjang Pendidikan Sekolah ... 20

Gambar 2.4. Kronologi perubahan letak Kampus D-2 Budidaya Tanaman Karet AKNIRA ... 23

Gambar 2.5. Peta lokasi site AKNIRA ... 24

Gambar 2.6. Kondisi eksisting site ... 26

Gambar 2.7. Lahan perkebunan memiliki kontur terjal ... 28

Gambar 2.8. Kondisi sungai di kawasan survey Pancur Batu ... 30

Gambar 2.9. Bangunan permanen yang terabaikan di tepi sungai ... 32

Gambar 2.10. Pasar Induk Tuntungan... 33

Gambar 2.11. Interior megah Pasar Induk Tuntungan ... 34

Gambar 2.12. Kampus Politeknik Negeri Lampung ... 41

Gambar 2.13. Kegiatan praktikum mahasiswa Politeknik Negeri Lampung ... 43

Gambar 3.1. Restoran Son La karya Vo Trong Nghia ... 51

Gambar 3.2. Eksterior bangunan Evergreen Brick Works ... 61

Gambar 3.3. Ruang terbuka Evergreen Brick Works ... 62

Gambar 3.4. Pasar Tradisional Evergreen Brick Works ... 63


(13)

Gambar 4.4. Orientasi bangunan terhadap Matahari ... 75

Gambar 4.5. Orientasi bangunan terhadap Arah Angin ... 76

Gambar 4.6. Sumber Kebisingan dalam Kawasan ... 77

Gambar 4.7. View terhadap kawasan kampus AKNIRA ... 79

Gambar 4.8. Zoning dalam bangunan ... 79

Gambar 4.9. Pondasi KSLL ... 82

Gambar 5.1. Tahapan pembentukan massa bangunan ... 91

Gambar 5.2. a} pemandangan dari arah jalan raya; b) pemandangan dari jalan utama kampus; c) pemandangan dari area key building... 92

Gambar 5.3. Komposisi penyusun lansekap yang mempertegas fungsi bangunan, a) kebun entres karet; b) kebun sayur-mayur; c) persawahan. ... 93

Gambar 5.4. komposisi penyusun lansekap yang mempertegas karakter bangunan, a) perkerasan dari batuan belah; b) deretan pohon kelapa dan pinang sebagai pembatas wilayah. ... 94

Gambar 5.5. Sistem Pondasi KSLL ... 95

Gambar 5.6. Aksonometri pembalokan ... 96

Gambar 5.7. Aksonometri Atap Skilion dan Dak Beton ... 97

Gambar 5.8. Aksonometri Atap Silinder berusuk ... 98

Gambar 5.9. Kubah geodesic dan modul ... 99

Gambar 5.10. Pola Lantai ... 100


(14)

bangunan ... 102

Gambar 5.14. Cross ventilation dalam bangunan ... 102

Gambar 5.15. Cahaya matahari yang merambat dari arah Barat akan semakin tereduksi dengan adanya taman tengah dan jarak jangkau yang jauh antara kubah dengan ruang komunal ... 104

Gambar 5.16. Perbandingan energi lampu LED dan TL ... 104

Gambar 5.17. Ramp pada bangunan kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet AKNIRA ... 105

Gambar 5.18. Suasana Bangunan dari arah Barat ... 106

Gambar 5.19. Suasana Bangunan dari pintu masuk bangunan kampus ... 106

Gambar 5.20. Suasana pada koridor lantai satu bangunan kampus ... 107

Gambar 5.21. Suasana pada ruang kelas bangunan kampus ... 107

Gambar 5.22. Perspektif bangunan kampus D-2 Budidaya Tanaman Karet AKNIRA ... 108

Gambar 5.23. Maket tampak depan ... 109


(15)

Diagram 2.1. Skema aktivitas pelaksana administrasi ... 38

Diagram 2.2. Skema aktivitas pelaksana akademik (mahasiswa/i)... 38

Diagram 2.3. Skema aktivitas servis ... 38

Diagram 2.4. Skema aktivitas kepala laboratorium ... 39

Diagram 4.1. Skema organisasi ruang berdasarkan kegiatan belajar-mengajar .... 70

Diagram 4.2. Skema organisasi ruang berdasarkan praktikum ... 71

Diagram 4.3. Skema organisasi ruang berdasarkan kegiatan interaksi sosial lt.1 71 Diagram 4.4. Skema organisasi ruang berdasarkan kegiatan interaksi sosial lt.2 &3 ... 71

Diagram 4.5. Skema organisasi ruang berdasarkan kegiatan administratif ... 72

Diagram 4.6. Skema arus listrik ... 86

Diagram 4.7. Skema pembuangan sampah ... 87

Diagram 4.8. Skema air bersih ... 87

Diagram 4.9. Skema air kotor ... 88


(16)

North Nias save a million natural potentials in both the agricultural and marine sector. The problem is the unavailability of skilled young experts in managing these natural potential. The existence of a facility to accommodate vocational based education activities is one good way to improve the quality of human resources, especially the younger generation quality of local North Nias. The design of Akademi Komunitas Negeri Nias Utara (AKNIRA) is expected to answer the demands of availability of higher education that is able to accommodate the interests and talents of local youth in order to develop the North Nias regions.

The campus area design’s theme is "Spirit of Place" while the theme of the campus building for the Department of Rubber Cultivation is "Timelessness". This theme is an image of the spirit and hopes of the people in North Nias in achieving regional prosperity through the path of science. Contemporary architecture used in the design of the campus.

Keywords: campus, North Nias, sustainable development, contemporary architecture.


(17)

Nias Utara menyimpan jutaan potensi sumber daya alam baik dari sektor pertanian maupun kekayaan bahari. Permasalahannya adalah ketidaktersediaan generasi muda lokal yang ahli dan terampil dalam mengelola sumber daya alam tersebut. Penyediaan sarana pendidikan berbasis vokasi di Nias Utara tentu sangat dibutuhkan guna meningkatkan mutu para generasi muda lokal. Perancangan Kawasan Kampus Akademi Komunitas Negeri Nias Utara (AKNIRA) diharapkan mampu menjawab kebutuhan sarana vokasi dan mampu mengakomodasi pengembangan minat dan bakat generasi muda lokal dalam rangka pemajuan kesejahteraan daerah dan mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat Nias Utara.

Tema perancangan kawasan kampus adalah "Spirit of Place" sedangkan tema yang akan diterapkan pada perancangan kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet adalah "Timelessness". Tema ini merupakan semangat masyarakat Nias Utara dalam mewujudkan kesejahteraan daerahnya lewat jalur keilmuwan. Arsitektur kontemporer merupakan langgam arsitektur yang dipakai dalam desain bangunan kampus.

Kata kunci: kampus, Nias Utara, pembangunan berkelanjutan, arsitektur kontemporer.


(18)

Skripsi ini merupakan catatan-catatan petualangan menemukan “si kotak kaca misterius” dalam kasus perancangan arsitektur 6. Melalui skripsi ini diharapkan bahwa pembaca mampu merasakan dinamisme yang terjadi dalam setiap fase petualangan desain, bagaimana waktu membentuk karakter yang “bertahan selamanya” dan mencipta memori yang tidak terlupakan bagi siapa saja yang melihat dan menikmati desain kampus ini.


(19)

North Nias save a million natural potentials in both the agricultural and marine sector. The problem is the unavailability of skilled young experts in managing these natural potential. The existence of a facility to accommodate vocational based education activities is one good way to improve the quality of human resources, especially the younger generation quality of local North Nias. The design of Akademi Komunitas Negeri Nias Utara (AKNIRA) is expected to answer the demands of availability of higher education that is able to accommodate the interests and talents of local youth in order to develop the North Nias regions.

The campus area design’s theme is "Spirit of Place" while the theme of the campus building for the Department of Rubber Cultivation is "Timelessness". This theme is an image of the spirit and hopes of the people in North Nias in achieving regional prosperity through the path of science. Contemporary architecture used in the design of the campus.

Keywords: campus, North Nias, sustainable development, contemporary architecture.


(20)

Nias Utara menyimpan jutaan potensi sumber daya alam baik dari sektor pertanian maupun kekayaan bahari. Permasalahannya adalah ketidaktersediaan generasi muda lokal yang ahli dan terampil dalam mengelola sumber daya alam tersebut. Penyediaan sarana pendidikan berbasis vokasi di Nias Utara tentu sangat dibutuhkan guna meningkatkan mutu para generasi muda lokal. Perancangan Kawasan Kampus Akademi Komunitas Negeri Nias Utara (AKNIRA) diharapkan mampu menjawab kebutuhan sarana vokasi dan mampu mengakomodasi pengembangan minat dan bakat generasi muda lokal dalam rangka pemajuan kesejahteraan daerah dan mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat Nias Utara.

Tema perancangan kawasan kampus adalah "Spirit of Place" sedangkan tema yang akan diterapkan pada perancangan kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet adalah "Timelessness". Tema ini merupakan semangat masyarakat Nias Utara dalam mewujudkan kesejahteraan daerahnya lewat jalur keilmuwan. Arsitektur kontemporer merupakan langgam arsitektur yang dipakai dalam desain bangunan kampus.

Kata kunci: kampus, Nias Utara, pembangunan berkelanjutan, arsitektur kontemporer.


(21)

(22)

BAB I.

BERDIRI DI TITIK NOL

1.1. Titik Mula

Terkadang, ketika kita hendak memulai sesuatu, untuk berhasil melihat tujuan akhir tanpa keambiguan pandang, tempat dimana kita berdiri mungkin harus berganti beberapa kali. Kasus perancangan arsitektur 6 yang menjadi fokus pembahasan kami pada awalnya berjudul “Revitalisasi kawasan pusat pemerintahan ibu kota Kabupaten Nias Utara”, kawasan ini sendiri terletak di kota Lotu, Kabupaten Nias Utara yang resmi menjadi ibu kota kabupaten sejak pemekaran kabupaten Nias Utara tahun 2008 silam. Lotu sendiri sejatinya belum dapat dikategorikan sebagai sebuah kota mengingat wilayahnya yang masih sangat minim infrastruktur yang dibutuhkan sebuah tempat untuk disebut kota. Lotu sendiri belum mengalami pembangunan secara optimal ditandai dengan sebagian besar wilayahnya yang sama sekali belum terbangun. Fakta ini sendiri menjadi penanda bahwa Lotu masih termasuk dalam kelompok desa pada umumnya, bahkan kota tetangganya, Lahewa, memiliki tingkat perkembangan yang jauh lebih di depan baik dari segi pembangunan fisik wilayah maupun kepadatan penduduk berkat posisinya sebagai kota pelabuhan.

Kasus perancangan arsitektur 6 ini awalnya hanyalah berupa proyek fiktif dengan luas kawasan dan batas perancangan yang sama sekali belum dikonsepkan dan dibatasi. Pada akhirnya, diputuskan bahwa kasus perancangan kami dialihkan


(23)

pada sebuah proyek nyata. Masih di dalam area perancangan yang sama, yaitu Kota Lotu di Nias Utara, sebuah kawasan berwawasan pendidikan akan dibangun dalam rangka memajukan mutu generasi muda lokal. Semangat masyarakat setempat begitu besar sampai ke titik dimana mereka dengan sukarela menghibahkan tanah milik pribadi untuk proses pembangunan. Berangkat dari semangat melaksanakan pengabdian masyarakat dan kebutuhan mendesak akan adanya desain kawasan dan bangunan kampus inilah yang pada akhirnya mengubah judul besar kasus perancangan kami menjadi “Perancangan Kawasan Kampus Akademi Komunitas Negeri Nias Utara”.

Pemekaran Kabupaten Nias Utara pada tahun 2008 silam tentu memberikan harapan baru bagi segenap masyarakatnya akan terwujudnya kesejahteraan sosial di daerah mereka, Nias Utara. Otonomi daerah memberikan kebebasan bagi setiap wilayah administratif di Indonesia untuk maju dan mengelola sendiri potensi wilayahnya dalam rangka pengembangan wilayah dan perwujudan kesejahteraan rakyat. Nias Utara pada dasarnya memiliki banyak potensi daerah yang bila dikembangkan, akan mampu menjadi sumber pendapatan asli daerah sebagai modal pembangunan wilayahnya, namun pada kenyataannya, sejak pemekarannya pada tahun 2008, devisa daerah Nias Utara masihlah pada taraf yang sangat kecil sehingga belanja daerah masih mengandalkan dana alokasi umum dari Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan belum berdikarinya masyarakat lokal dalam mengolah dan mengelola potensi daerah mereka.


(24)

Ketidakoptimalan ini merupakan dampak dari masih minimnya tingkat pendidikan dan keahlian masyarakat Nias Utara dalam segala sektor yang potensial. Kurangnya tenaga ahli ini merupakan dampak dari kondisi ekonomi masyarakat yang masih labil dan ketidaktersediaan wadah pendidikan tinggi berbasis keahlian di seluruh wilayah Pulau Nias. Berangkat dari fakta inilah, Bapak Saharman Gea, P.hD, seorang putra daerah Nias Utara mencetuskan idenya untuk mendirikan sebuah lembaga perguruan tinggi berbasis vokasi di wilayah Nias Utara. Sambutan baik dari pemerintah daerah dan masyarakat merupakan faktor utama dari terealisasinya Akademi Komunitas Negeri Nias Utara (AKNIRA).

Akademi Komunitas Negeri Nias Utara ini sudah beroperasi sejak 2008 silam, namun proses pembelajarannya masih harus mengandalkan bangunan SMA Negeri 1 Lotu sebagai fisik kampus. Keadaan ini jelas memprihatinkan dan tentu tidak memenuhi standar dalam segi fisik kampus. Hal ini menjadikan keberadaan AKNIRA masih terkesan semu untuk diperkenalkan ke wilayah luar daerah. Pada perjalanannya, masyarakat setempat memberikan lokasi untuk pembangunan fisik kampus AKNIRA seluas 20 ha di kota Lotu. Inilah yang menjadi titik awal dimulainya rencana besar pembangunan kawasan berwawasan pendidikan tinggi berbasis keahlian pertama di wilayah Nias.

Nias Utara memiliki potensi besar pada sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata. Hal ini berkaitan dengan karakter daerahnya yang memiliki garis


(25)

keberadaan situs-situs arkeologi yang layak menjadi bahan penelitian dan objek wisata sejarah juga kondisi tanah yang subur. Untuk itulah, AKNIRA mengakomodasi proses pembelajaran pada tiga bidang keahlian pada saat ini yaitu D-2 teknologi budidaya tanaman karet, D-2 teknologi budidaya ternak potong, dan D-2 teknologi budidaya perikanan air tawar. Ketiga bidang keahlian ini merupakan bidang yang paling potensial untuk dikembangkan saat ini di wilayah Nias Utara. Fokus penulisan ini membahas tentang perancangan kawasan kampus jurusan budidaya tanaman karet AKNIRA.

Tanaman karet merupakan komoditas tani yang paling produktif di wilayah Nias selain kelapa, kakao, kopi dan cengkeh. Karet menjadi salah komoditas utama yang produksinya selalu meningkat dari tahun ke tahun, namun peningkatan tersebut tidaklah terlalu signifikan, hal ini dapat dilihat dari data produksi karet tahun 2010 sampai tahun 2012.

Tabel 1.1. Jumlah Produksi Perkebunan Karet Rakyat Kabupaten Nias Utara.

Tahun

Kuantitas Produksi (ton)

Sumber data

Tanggal pembaruan data

2010 7.673

Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara tahun 2010;

Dinas Perkebunan Sumatera Utara 07-04-2015

2011 7.673

Sumatera Utara Dalam Angka 2012; BPS Sumatera Utara


(26)

2012 7701

Sumatera Utara Dalam Angka 2013; BPS Sumatera Utara

sumber: regionalinvestment.bkpm.go.id

Berdasarkan tabel 1.1. dapat dilihat bahwa tahun 2010 dan 2011 jumlah produksi tidak mengalami peningkatan yaitu pada 7.673 ton/tahun, pada tahun 2012 barulah mengalami peningkatan produksi menjadi 7.701 ton/tahun. Secara umum di wilayah Provinsi Sumatera Utara, keberadaan perkebunan karet rakyat merupakan areal terluas dibandingkan dengan luas areal perkebunan milik PTPN, PBSN maupun PBSA, namun dari skala produktifitas, luas areal perkebunan rakyat tidak mampu memberikan hasil produksi getah karet yang berimbang, seperti yang terlihat pada data luas dan produksi tanaman karet berdasarkan pengelolaannya tahun 2008 sampai tahun 2012.

Tabel 1.2. Luas Areal Tanaman dan Produksi Komoditas Karet Berdasarkan Pengelolaan Tahun 2008-2012

Tahun Rincian Rakyat PTPN PBSN PBSA Total

2008

Luas (Ha) 363.158 53.986 60.598 34.875 512.671 Produksi (ton) 244.404 53.881 70.380 43.633 412.298

2009

Luas (Ha) 376.076 71.697 59.314 37.456 556.543 Produksi (ton) 254.650 59.072 70.444 43.794 427.960


(27)

Produksi (ton) 216.249 61.019 75.530 46.455 444.253

2011 Luas (Ha) 378.309,95 93.254,60 62.264,96 41.252,99 575.083

Produksi (ton) 280.445,65 65.466,39 63.005,42 50.543,88 459.460

2012

Luas (Ha) 378.423,44 93.282,58 62.271,64 41.258,37 576.236

Produksi (ton) 287.653,10 67.148,88 63.244,56 50.621,83 468.668

sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009-2013

Berdasarkan tabel 1.2. dapat dilihat bahwa produktifitas perkebunan rakyat 0.76 ton/ha, masih dibawah produksi PBSN sebesar 1,02 ton/ha dan PBSA sebesar 1,23 ton/ha. Hal ini mengidentifikasi perlunya dukungan dan perhatian untuk peningkatan kualitas dan kuantitas panen dengan penggunaan teknologi yang lebih baik dan peremajaan karet tua dengan klon unggul. Untuk mencapai peningkatan produksi dengan metode pengandalan tekonologi pertanian, maka tuntutan untuk menghasilkan tenaga-tenaga ahli di bidang budidaya tanaman karet semakin besar.

Ditinjau dari kepadatan populasinya, Pulau Nias pada tahun 2010 memiliki 801.317 penduduk. Kabupaten Nias Utara sendiri pada tahun 2010 memiliki populasi penduduk sebesar 127.244 jiwa. Dari angka tersebut, 56.771 jiwa penduduk Nias Utara tercatat sebagai penduduk yang telah memiliki pekerjaan dengan 49.143 jiwa tercatat berprofesi di bidang pertanian. Dominasi profesi penduduk pada sektor pertanian sudah cukup mewakili potensi sumber daya


(28)

manusia yang dibutuhkan untuk pengembangan sektor pertanian khususnya pertanian karet di masa depan. Ketersediaan jumlah petani tentu harus diimbangi dengan ketersediaan tenaga ahli muda yang terampil dalam pengolah potensi tani tersebut bersama dengan petani lokal Nias Utara. Harapan besar tentu jatuh kepada para generasi muda lokal usia produktif. Potensi populasi generasi muda lokal sebenarnya sudah cukup baik, seperti yang tercatat pada data jumlah lulusan SMA/SMK di Nias Utara tahun 2008-2012.

Tabel 1.3. Jumlah Siswa Lulusan SMA/SMK Negeri dan Swasta Kab. Nias Utara tahun 2008-2012.

Jenis Sekolah

Jumlah Siswa

2008 2009 2010 2011 2012

SMA 1390 1607 1498 1580 1421

SMK 782 1172 2014 2736 3790

Total 2172 2779 3512 4316 5211

% Potensi Peningkatan

- 27% 26% 23% 21%

sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Tahun 2012

Berdasarkan tabel 1.3. jumlah lulusan SMK menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini mengindikasikan kesadaran generasi muda lokal akan keuntungan yang diperoleh dengan mengeyam pendidikan keahlian terkait


(29)

kecepatan produktifitas dalam karir dibandingkan dengan memilih jalur SMA. Pendidikan keahlian jelas sangat diminati di Kabupaten Nias Utara. Kesadaran akan pendidikan tinggi juga semakin meningkat setiap tahunnya terbukti dengan semakin bertambahnya jumlah lulusan SMA/SMK di Nias Utara yang menempuh jalur pendidikan tinggi pada tahun 2008-2012.

Tabel 1.4. Jumlah Tamatan Sekolah Menengah di Kab. Nias Yang Melanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi Tahun 2008-2012.

Jenis Sekolah

Jumlah Siswa

2008 2009 2010 2011 2012

SMA - 500 642 711 994

SMK - 340 805 1231 2653

Total - 840 1447 1942 3647

% Potensi Peningkatan

- - 72% 34% 84%

sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Tahun 2012

Berdasarkan tabel 1.4. potensi peningkatan siswa lulusan SMA/SMK pada tahun 2012 berada pada angka yang tinggi. Hal ini kembali mengindikasikan besarnya minat belajar yang dimiliki oleh generasi muda Nias. Tentu hal ini perlu didukung dengan penyediaan infrastruktur pendidikan tinggi yang mumpuni di Pulau Nias. Perancangan kampus AKNIRA tentu akan memberikan angin segar bagi dunia pendidikan tinggi di Pulau Nias, mengingat sebagian besar penduduk


(30)

Nias masih memiliki kondisi ekonomi yang labil, maka keberadaan sebuah institusi pendidikan tinggi yang terstandarisasi dengan tambahan kurikulum berbasis keahlian tentu memberikan kemudahan dan kelegaan bagi masyarakat Nias.

1.2. Proyeksi

Sejalan dengan kaki menapak lurus ke depan,tentu benak terpikir untuk apakah kaki bergerak kearah tersebut. Kasus perancangan 6 ini juga mengajak kita untuk memikirkan tujuan dan manfaat dari proses desain ini bagi masa depan. Tujuan utama dari perancangan kawasan dan bangunan kampus AKNIRA adalah mewujudkan langkah pengabdian masyarakat dalam rangka pengembangan mutu pendidikan masyarakat Nias sebagai batu loncatan menuju kesejahteraan dan kemandirian sosial. Tujuan lainnya adalah menstimulus generasi muda lokal untuk bergabung dengan AKNIRA melalui pendekatan desain sebagai pembentuk citra dari mutu pendidikan yang ditawarkan AKNIRA. Perancangan kawasan berwawasan pendidikan AKNIRA juga merupakan langkah pengakomodasian proses belajar bagi para generasi muda Nias yang berminat untuk menempuh pendidikan tinggi berbasis keahlian tanpa harus ke luar daerah Nias. Perancangan fisik kampus AKNIRA nantinya akan mengakomodasi segala kegiatan belajar, berlatih dan berinteraksi masyarakat kampusnya secara optimal. Tujuan terakhir perancangan kampus AKNIRA khusunya kampus jurusan budidaya tanaman karet


(31)

adalah memberikan memori yang tidak akan terlupakan bagi masyarakat kampusnya lewat keunikan karakter desain yang disuguhkan.

Perancangan kampus D-2 Budidaya Tanaman Karet AKNIRA ini khususnya, diharapkan dapat memberikan manfaat berupa terpenuhinya syarat pengadaan fisik kampus AKNIRA di masa depan yang mampu mengakomodasi tuntutan pertumbuhan minta belajar generasi muda lokal di Nias. Manfaat lainnya adalah semakin meningkatnya keoptimalan proses belajar yang terjadi dan peningkatan mutu kampus AKNIRA. Perancangan ini juga diharapkan mampu memperkaya wawasan arsitektur bagi masyarakat dan pemerintah dalam kontek pembangunan fisik kawasan di masa depan. Berangkat dari pemikiran inilah diharapkan bahwa proyeksi masa depan akan wujud nyata kawasan merupakan karya arsitektur yang merepresentasikan semangat bertumbuh dan berkembang masyarakat Nias Utara yang tak berkesudahan.

1.3. Mengenal Arah

Semakin jauh melangkah ke dalam belantara, jalan-jaan kecil terpampang di depan, saatnya untuk mengenali arah dan batas sebelum menempuh mil tersebut. Perancangan 6 dengan kasus perancangan kawasan kampus AKNIRA berfokus pada bagaimana desain kawasan mampu merepresentasikan semangat dari masyarakat Nias Utara dalam memajukan daerahnya di bidang pendidikan keahlian dengan penerapan tema Spirit of Place terhadap perancangan kawasan secara umum. Terkhusus pada perancangan kampus D-2 Budidaya Tanaman


(32)

Karet AKNIRA, masalah difokuskan pada bagaimana desain dan struktur bangunan mampu merepresentasikan tema pribadi “ketidaklekangan”. Bagaimana desain mampu membentuk karakter bangunan yang tidak terikat pada trend

melainkan mampu membawa identitas diri penggunanya. Bagaimana bangunan kampus mampu secara optimal mengakomodir fungsi utamanya sebagai tempat belajar, berlatih dan berinteraksi antara subjek dan objek belajar. Bagaimana desain mampu memberi pengalaman yang tidak terlupakan baik secara visual maupun kejiwaan manusia baik dari luar maupun dari dalam bangunan. Terakhir adalah bagaimana desain struktur mampu memberikan jaminan kekokohan bangunan diatas tanah labil dengan sejarah bencana gempa bumi yang terjadi dan tetap mempertimbangkan faktor ekologi dan teknologi.

1.4. Membuka Jalan

Terduduk di pos perhentian pertama, selanjutnya adalah rimba yang belum tersentuh, untuk keluar dari sana, kita harus membuka jalan. Dalam proses desain perancangan 6 kasus perancangan kampus AKNIRA tentu dibutuhkan banyak pendalaman materi. Proses pendalaman materi proyek tentu dibutuhkan dalam rangka menemukan masalah dan mencari jalan keluarnya. Dalam kasus desain kampus D-2 jurusan budidaya tanaman karet akan dilakukan pendalama materi berupa kajian literatur, survey, wawancara dan kajian perbandingan proyek sejenis.


(33)

Kajian literatur dibutuhkan berkanaan dengan fungsi bangunan yang akan dirancang, tema yang diterapkan, dan struktur yang dianggap layak untuk pendirian bangunan. Studi banding diperlukan dalam rangka memperluas wawasan desain akan bangunan dengan fungsi sejenis, bangunan dengan tema sejenis dan bangunan dengan struktur sejenis. Wawancara merupakan metode pengumpulan data primer seperti RENSTRA AKNIRA dan kelengkapannya, pengenalan lebih lanjut mengenai proyek dan aspirasi yang dimiliki oleh pihak pemiliki AKNIRA. Survey lapangan dilakukan oleh pihak dosen pembimbing sehingga data-data primer dan pengembangannya selalu disuplai oleh pihak dosen pembimbing. Kelompok melakukan survey lapangan fiktif sebagai survey pengganti.


(34)

1.5. Kerangka Berpikir

Latar Belakang Proyek

1. Pemekaran Kabupaten Nias Utara Tahun 2008

2. Potensi perkebunan karet lokal yang belum optimal karena keterbatasan ilmu pengetahuan

3. Keterbatasan jumlah tenaga ahli dan terampil di bidang budidaya pertanian

4. Ketidaktersediaan sarana pendidikan tinggi bebasis vokasi di Nias  Tema

1. Interpretasi semangat masyarakat Nias Utara dalam mendukung kemajuan pendidikan daerah

2. Menyegarkan citra karakter budaya Nias yang menjadi keunggulan daerah

3. Mencipta ruang yang melukiskan jati diri penggunanya

Tujuan

1. Pengabdian masyarakat dalam rangka pengembangan mutu pendidikan. 2. Menstimulus generasi muda untuk menempuh pendidikan vokasi 3. Mengakomodasi kegiatan belajar, berlatih dan berinterkasi masyarakat

akademis

4. Memberikan memori tak terlupakan bagi mahasiswa AKNIRA

Perumusan Masalah

1. Bagaimana menerapkan tema “Spirit of Place” dan “Timelessness” dalam desain

2. Bagaimana mencipta ruang berwawasan pendidikan

3. Bagaimana penerapan struktur dalam mencapai pembangunan berkelanjutan 4. Bagaimana penerapan konsep sirkulasi manusia yang baik di dalam

bangunan

Pengumpulan Data 1. Survey lokasi

Survey ke Kota Pancur Batu 2. Wawancara

3. Pengumpulan data primer hasil survey lapangan 4. Kajian pustaka

5. Studi banding

 Studi banding proyek sejenis : Politeknik Negeri Lampung  Studi banding proyek tema sejenis : “Evergreen Brick Work”

Analisa

 Analisa lapangan 

Konsep

 Konsep ruang luar 


(35)

BAB II


(36)

Gambar 2.1. Peta lokasi kota Lotu


(37)

BAB II

MEMBACA PETA BUTA

2.1. Membaca Nama

Finding the Glass Box of Wonder” merupakan judul dari petualangan

menemukan desain dari sebuah bangunan yang menjadi tempat peralihan kehidupan ratusan generasi muda. “The glass box” dan “wonder” merupakan dua

kata yang membangun karakter desain. Bagaimana desain memberikan sebuah citra ruang berselubung kaca sebagai penguat karakter bangunan selaku kampus pertanian yang identik dengan rumah kaca sebagai media belajar dan berlatih. Kata wonder sendiri dalam bahasa Inggris memiliki berbagai macam arti, mulai dari heran, ingin tahu, ajaib dan misterius. Wonder yang ditampilkan pada judul merupakan kata yang mewakili proses keilmuwan yang sejatinya penuh dengan momen-momen misterius dan ajaib, membuat subjeknya tidak pernah berhenti mencari misteri lainnya.

2.2. Menilik Legenda

Membaca peta buta sama halnya dengan membaca secarik kertas yang bergurat lugu. Apa yang terdapat di dalam ruang guratan tak juga diketahui. Mengenali konteks peta sebelum melukiskannya harus menjadi perhatian utama,


(38)

untuk itulah kita menilik legenda, mencari tahu apa yang hendak kita lukiskan di peta buta.

2.2.1.Sejarah Budidaya Karet1

Penemuan tanaman karet seperti yang dicatatkan oleh sejarah terjadi pada tahu 1493 oleh Michele de Cuneo saat melakukan pelayaran ekspedisi ke benua Amerika. Pohon-pohonan yang belum teridentifikasi tersebut mengandung getah dan hidup liar di hutan pedalaman Amerika yang lebat. Pada tahun 1524, di daerah Seville, dimulailah pengenalan bahan baku karet. Penelitian kemudian dilakukan terhadap kandungan yang terdapat dalam getah tanaman karet dalam rangka pembuatan alat-alat yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.

Tim peneliti dengan bantuan penduduk asli Peru menelusuri setiap daerah yang menjadi tempat tumbuhnya tanaman ini. Penemuan selanjutnya adalah bahwa getah pohon ini dapat diperoleh dengan cara melukai kulit batangnya tanpa perlu menebang pohon tersebut dan proses ini dapat dilakukan berulang-ulang. Tanaman ini kemudian diberi nama Hevea. Orang-orang di benua Eropa kemudian mengembangkan karet untuk aneka barang keperluan sehari-hari seperti pakaian tahan air, pembungkus barang tahan air, botol karet, penghapus dan lain-lain. Kata rubber dalam bahasa inggris yang bermakna karet berasal dari kata to rub yang artinya menggosokkan atau menghapus.

1


(39)

Tanaman karet mulai diperkenalkan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Tanaman karet tertua ditanam pada tahun 1862 di Subang, Jawa Barat. Pada tahun 1864 tanaman karet ditanam untuk pertama kalinya di Kebun Raya Bogor sebagai varietas tanaman baru. Perkebunan karet di Indonesia pertama kali dibuka oleh Hofland pada tahun 1864 di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa barat dengan varietas karet rambung (Ficus elastica) sebagai objek tanam.

Pada tahun 1902 varietas karet Hevea Brasiliensis dibudidayakan di daerah Sumatera Timur untuk pertama kalinya, kemudian dibawa ke Sumatera Selatan oleh perusahaan Harrison and Crossfield Company. Selanjutnya perkebunan karet di Sumatera Selatan dikelola secara komersial oleh perusahaan Sociente Financiere des Caoutchoues asal Belgia tahun 1909 dan perusahaan asal Amerika bernama Holands Amerikaanse Plantage Maatschappij tahun 1910-1991. Distribusi karet pada saat itu menggunakan transportasi warisan perkebunan tembakau. Tahun 1910-1911 harga karet membumbung tinggi, namun pada tahun 1920-1921 resesi dunia menyebabkan kemerosotan harga. Tahun 1922 dan 1926 harga karet kembali membumbung tinggi akibat ledakan permintaan produksi karet sebagai bahan baku produksi mobil Amerika.

Pada tahun 1922 dan 1926 mulai muncul perkebunan-perkebunan rakyat yang mengakibatkan perluasan lahan perkebunan yang tidak terkendali dan surplus produki yang berlebihan. Tahun 1937-1942 diberlakukan sistem kupon karet sebagai surat izin ekspor kepada petani pemilik karet bukan kepada eksportir. Pada tahun 1944, pada masa kependudukan Jepan di Indonesia,


(40)

diterbitkanlah larangan perluasan perkebunan karet. Pajak ekspor karet dinaikkan hingga 50 % dari hasil produksi.

Pasca PD II, permintaan produksi karet kembali meningkat. Penanaman karet secara tradisional dimulai pada tahun 1980 di beberapa wilayah di Sumatera Selatan. Keterbatasan pengetahuan petani akan budidaya tanaman karet menyebabkan terjadinya pembukaan lahan secara besar-besaran. Hal ini dikarenakan petani lebih memilih melakukan penanaman pohon baru dibandingkan peremajaan pohon karet tua. Tahun 1990-an budidaya tanaman kelapa sawit mulai dipopulerkan oleh perusahaan perkebunan besar. Perkebunan kelapa sawit mulai menggeser popularitas perkebunan karet. Banyak petani karet yang mulai mengalihfungsikan lahan perkebunan karetnya menjadi perkebunan kelapa sawit. Walaupun demikian, pertumbuhan perkebunan karet terus menunjukkan peningkatan hingga saat ini. Perkembangan teknologi dan pendidikan pertanian merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan kuantitas dan kualitas produksi karet di Indonesia.

2.2.2.Pendidikan Vokasi di Indonesia

UU tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No 20 Tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa , bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta


(41)

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan di Indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat. Secara umum, ada 2 hal yang memperngaruhi pendidikan nasional yaitu, kebijakan politik dan dinamika sosial. Kebijakan politik yang berkenaan dengan penyusunan sistem pendidikan nasional terjabar pada UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003.

Gambar 2.2. Sistem Penyelenggaraan Pendidikan berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003


(42)

UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 membedakan sistem pendidikan nasional menurut satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan jenjang pendidikan. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses belajar-mengajar di sekolah dan di luar sekolah. Penyelenggaraan proses belajar-belajar-mengajar di sekolah dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan. Sebaliknya, penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dilaksanakan tanpa harus berjenjang dan berkesinambungan.

Sistem pendidikan nasional memiliki dua alur pendidikan yaitu, alur pendidikan akademik dan alur pendidikan profesional. Alur pendidikan akademik bertujuan untuk mempersiapkan kompetensi akademis peserta didik dalam rangka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sisi lain, pendidikan profesional mempersiapkan peserta didik untuk berkompetensi dalam bidang keahliannyayang berorientasi kepada dunia kerja.

Dalam sistem pendidikan yang berorientasi kepada dunia kerja, terdapat dua istilah yaitu, pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didiknya untuk memiliki pekerjaan dibidang tertentu. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didiknya untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan yang setara dengan program sarjana. Sapto Kuntoro sebagaimana dikutip Soeharsono (1989), menggambarkan hubungan antara jenjang pendidikan di sekolah dengan ketenagakerjaan sebagai sebuah piramida


(43)

Gambar 2.3. Piramida Ketenagakerjaan dan Jenjang Pendidikan Sekolah

sumber: Paradigma Baru Pendidikan Vokasi, 2012

Salah satu fenomoena yang terjadi di era globalisasi adalah terjadinya perdagangan bebas. Menurut Marzuki Usman (2005), tahun 2020 merupakan permulaan dari globalisasi secara total. Fenomena perdagangan bebas ini mengindikasikan bahwa tenaga kerja dengan kualifikasi profesional sangat dituntut. Perubahan ekonomi dunia yang sangat cepat ini diimbangi pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat. M. Hatta Rajasa (2008) menyebut bahwa pada awal abad 21 era informasi atau era digital telah tumbuh dengan sangat cepat namun kemudian, tahap demi tahap mulai bergeser ke era pengetahuan. Pada era pengetahuan ini, ilmu pengetahuan merupakan


(44)

sumber daya utama dalam kegiatan ekonomi. Dominasi ekonomi yang terjadi saat ini kita kenal sebagai ekonomi berbasis pengetahuan atau yang sering disebut ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif ditopang oleh keunggulan budaya, seni dan inovasi teknologi.2

Jika dikaitkan dengan tantangan yang dihadapi dalam abad 21 terhadap dunia pendidikan, Wagner (2008) berpendapat bahwa akan terjadi tiga transformasi mendasar, yaitu:3

1. Evolusi yang cepat dalam era ekonomi kreatif yang akan mempengaruhi dunia kerja

2. Terjadinya perubahan mendadak terhadap ketersediaan informasi yang tadinya terbatas menjadi informasi yang berkelanjutan dan melimpah 3. Terjadinya kenaikan dampak penggunaan media dan teknologi

terhadap generasi muda

Pendapat tersebut selaras dengan pernyataan Power (1999) bahwa pendidikan vokasi merupakan jenjang pendidikan yang berhubungan langsung dengan kemajuan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan bagi orang-orang yang bekerja dibidang rekayasa dan jasa. Kondisi ini memperlihatkan peran besar pendidikan vokasi sebagai jalan keluar pemenuhan tuntutan masyarakat pada era ekonomi kreatif.

2

Prof.Dr.Her i arto “ofya dkk, Paradig a Baru Pe didika Vokasi , eprints.uny.ac.id, diakses

18 Juli 2015, hlm: 1-4.


(45)

2.3. Menandai Titik

Mengetahui segala bentukan yang tertulis di legenda merupakan awal dari mengisi peta buta, saatnya menandai titik-titik tempat yang terdapat di legenda.

2.3.1 Latar belakang pemilihan lokasi.

Lokasi perancangan kawasan kampus AKNIRA terdapat di kota Lotu, ibu kita kabupaten Nias Utara. Kawasan merupakan tanah hibah dari masyarakat setempat yang kini luasnya mencapai ± 20 ha. Jalan raya belum sepenuhnya dibangun mengelilingi kawasan tersebut. Pemilihan lokasi tidak mempertimbangkan faktor kestrategisan melainkan murni karena ketersediaan lahan hibah masyarakat. Lokasi kawasan kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet juga melalui beberapa perubahan yang dikarenakan oleh perubahan konsep penzoningan dan pengerucutan jumlah bangunan yang dirancang di dalam kawasan.

2.3.2 Kronologi Perubahan Lokasi

1. Lokasi kampus D-2 Budidaya Tanaman Karet pertama kali ditetapkan pada sisi barat laut, tepat disisi kiri gerbang 2 kampus. Kampus Kawasan Budidaya Tanaman Karet diposisikan bersebelahan dengan Kampus Peternakan agar kebun dan padang penggembalaan terintegrasi.


(46)

Gambar 2.4. Kronologi perubahan letak Kampus D-2 Budidaya Tanaman Karet AKNIRA

2. Lokasi Kampus D-2 Budidaya Tanaman Karet kemudian dipindahkan ke sisi depan kawasan, sisi timur laut, menggantikan posisi Kawasan Kampus Multimedia dan Kampus Jurusan Pariwisata. Hal ini memberikan


(47)

mayur dan sawah. Walaupun lahan perkebunan tidak lagi terintegrasi dengan padang prnggembalaan ternak serta lokasi kampus yang terkesan terasing dari dua jurusan lainnya, namun hal ini memberikan kesempatan bagi penguatan citra Kawasan Kampus AKNIRA sebagai sekolah vokasi berwawasan lingkungan.

Gambar 2.5. Peta lokasi site AKNIRA

Sumber: Google Map

2.3.3 Deskripsi kondisi eksisting kawasan

Lokasi site berada di Kecamatan Lottu yang merupakan Ibukota dari Kabupaten Nias Utara.


(48)

Batas wilayah :

Sebelah Utara : Samudera Indonesia

Sebelah Timur : Samudera Indonesia dan Gunungsitoli

Sebelah Selatan : Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias

Sebelah Barat : Samudera Indonesia

Letak Geografis :

Berada pada 1003’00’’ –1033’00’’ LU dan 97000’ 00’’ –99000’00’’ LS Jarak Pencapaian menuju Lottu :

Lotu - Medan = ± 174 millaut = 280 km

Lotu - Sibolga = ± 85 millaut

Lotu - Binaka Airport = 82 km

Lotu - Gunung Sitoli = 55 km

Lotu - Kantor Bupati Nias = 34 km

Lotu – Bibir Pantai terdekat = 5 km

Lotu – Pelabuhan regional Afulu = 42 km


(49)

2.3.4 Survey

Berdasarkan foto-foto survey kawasan perancangan diketahui bahwa kawasan perancangan merupakan lahan belum terbangun baik di dalam maupun disekelilingnya. Kawasan perancangan dikeliligi oleh hutan milik masyarakat adat. Kondisi tapak sendiri sudah memasuki tahap pembersihan lahan. Tanah di lokasi perancangan merupakan tanah labil yang tergenang air dengan tingkat keasaman yang tinggi.

Gambar 2.6. Kondisi eksisting site. (a dan b) Kondisi drainase kawasan; (c) Kondisi jalan pada site; (d) Foto tim survey.

Sumber: Dokumentasi pribadi Ir. Rudolf Sitorus, MLA.

a

b


(50)

Tim yang melakukan survey lokasi merupakan tim dosen Arsitektur USU, termasuk dosen pembimbing kelompok Perancangan Arsitektur 6. Sesuai dengan standar pengerjaan kasus Perancangan Arsitektur 6, sebenarnya kelompok wajib melakukan survey lokasi yang jauh dan mempertimbangkan kesiapan kelompok dalam berinteraksi dengan pihak AKNIRA maka dosen pembimbing mengambil alternatif survey. Survey dilakukan pada kawasan terpencil di Kota Pancur Batu. Pengalaman survey merupakan pengalaman yang menarik untuk diulas sebagai materi penambahan kawasan.

Tidak kenal maka tidak sayang. Pancur batu, kota yang dekat di mata jauh di hati. Sebuah perjalanan bukan sekedar beranjak dari posisi kita biasa berdiri ke lokasi baru yang asing, perlu persiapan untuk melakukan perjalanan tersebut. Ketika hendak berangkat ke Kota Pancur Batu, yang ada di benak saya hanyalah masalah fisik belaka seperti lamanya perjalanan, apa yang harus saya pakai dan perbekalan. Alangkah tergugahnya saya ketika sebelum pergi, kami disuguhkan sebuah pertanyaan, “ Apakah Kota Pancur batu bagi kita? Mengapa kota itu ada? Apa yang menghidupinya?” jawabannya sederhana, “ saya tidak tahu apa-apa mengenai kota tersebut”. Ada rasa malu yang timbul. Sebuah perjalanan menuju lokasi yang asing, hanya bermodalkan perlengkapan fisik belaka, tidak ada pengetahuan apa-apa tentang lokasi tersebut, barulah saya menyadari bahwa hal tersebut hanya akan membawa saya menuju makna sebenarnya dari kata tersesat.


(51)

Hindia-Belanda. Jejak-jejak peninggalan kolonial di kota tersebut masih dapat kita jumpai pada gaya arsitektur pasar dan rumah-rumah disepanjang Pasar Pancur batu. kondisinya tidaklah seindah dulu ketika baru dibangun. Keindahannya aus dimakan usia, kemegahannya hilang karena tidak lagi dirawat dan pola-pola kehidupan yang sangat berubah benar-benar menyamarkan wajah asli dari kawasan ini. Kebun-kebun tembakau deli yang dulunya pernah menjadi tembakau terbaik dan termahal di dunia sudah habis diganti dengan perkebunan kelapa sawit. Penduduknya jelas bertambah dari sejak kota ini dibangun, namun kemajuan beradaban sangat kontras dari Kota Medan maupun Kota Berastagi yang mengapitnya.

Gambar 2.7. Lahan perkebunan memiliki kontur terjal

Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Ungkapan ini cukup untuk menggambarkan apa yang saya lihat disepanjang perjalanan kami menuju kota


(52)

Pancur batu. deretan ruko-ruko yang mayoritas masih dalam tahap pembangunan menjadi panorama yang menemani kami. Tren, ini yang menjadi landasan pembangunan di Sumatera Utara. Tidak peduli saya ke kota manapun di provinsi ini, yang saya temui hanyalah pembangunan ruko-ruko yang tidak tahu kapan akan berhenti. Bukannya tidak boleh, namun sesuatu yang berlebihan hanyalah memberikan efek negatif. Kota ini begitu monoton, begitu membosankan. Bangunan-bangunan baru muncul dan bangunan-bangunan bersejarah sengaja dibiarkan rusak agar pihak-pihak berkepentingan khusus punya alasan untuk merubuhkannya dan membangun ruko-ruko favorit mereka diatasnya. Sungguh menggugah hati pemandangan tersebut. Perjalanan ini menyadarkan saya dari mimpi-mimpi indah yang kami lihat di kampus ketika kami merancang tugas-tugas kami. Dunia yang kami lihat di lembaran kertas putih sangat imajiner. Saya kembali berpikir bagaimana cara untuk mengalahkan tren? Hampir mustahil rasanya, namun bukan tidak mungkin hal itu akan terjadi.

Pembangunan yang cepat dan besar-besaran mengindikasikan kemajuan kota. Ini mungkin merupakan target yang hendak dicapai oleh pemerintah kita. Hal ini benar-benar dilakukan mereka dengan serius. Pembangunan ruko-ruko di sepanjang perjalanan kami dari Medan ke Pancur batu misalnya, walaupun sedikit melenceng. Pembangunan ini juga sudah mulai merambah ke desa-desa terpencil dalam konteks pembangunan fasilitas jalan raya. Ketika kami sudah sampai ke Kota Pancur batu, kami langsung meneruskan perjalanan kami untuk masuk lebih dalam lagi, melihat sisi lain dari kota ini. Jalan beraspal sudah sampai ke


(53)

desa-desa pedalaman di Kota Pancur batu, dan pembangunan jalan raya ini terus dilakukan sampai hari ini. Kondisi sosial kemasyarakatan di desa yang kami lewati memang masih sangat tertinggal. Mereka tinggal di rumah-rumah semi permanen dan rumah-rumah panggung yang usianya sudah sangat tua, hanya ada beberapa rumah yang sudah dibangun secara permanen. Bangunan permanen ini seakan-akan menunjukkan perbedaan kelas ekonomi yang kontras dengan masyarakat yang tinggal bersebelahan dengannya. Pembangunan jalan ini selayaknya mendapat respon positif dari kita, karena dengan jalan inilah pemerintah menunjukkan bahwa harapan untuk melaksanakan pembangunan secara merata masih mungkin untuk kita raih.


(54)

Kami meneruskan perjalanan menuju daerah yang masih belum banyak terbangun. Ada bangunan bekas pabrik cat yang kini tidak lagi difungsikan dan ada vihara yang baru dibangun di daerah itu. Kami juga berkunjung ke tanah pribadi pembimbing kami. Masyarakat masih buta tentang keindahan. Mereka tidak menyadari potensi lahannya dan malah merusak keindahan alam daerah itu dengan membangun secara sembarangan. Ketika kami meneruskan perjalanan menuju sungai untuk makan siang, pemandangan hijau tersuguh di depan kami. Deretan perkebunan sawit yang berada di tanah yang berlereng-lereng adalah satu hal yang paling saya sayangkan. Satu batang kelapa sawit menyerap 11 liter air per hari, yang saya lihat bahkan lebih dari seratus batang kelapa sawit. Hari ini sudah terasa bagaimana pun hijaunya tanah kita, tidak kita nikmati suasana sejuk disekeliling kita. Di masa depan, mungkin tidak kita temui lagi tanah yang subur seperti hari ini. Inilah yang saya khawatirkan ketika melihat bagaimana tren sekali lagi menjadi sebuah inti dari permasalahan pembangunan di Negara ini. Sampai di tepi sungai, betapa kecewanya saya melihat bangunan permanen berdiri dengan tegak di tepiannya. Benar-benar mengherankan melihat sebuah bangunan yang harusnya mendukung bahkan menambah keindahan alam sekitarnya malah memiliki efek sebaliknya dari atas, sangatlah sulit untuk menikmati pemandangan kearah sungai secara langsung. Kita harus turun ke bawah untuk langung merasakan suasana alamnya. Wajah alam dirusak dan ada yang tanpa sadar disembunyikan. Inilah akibat buruk dari pembangunan tanpa visi yang jelas. Membangun hari ini namun tidak meninggalkan apa-apa di masa depan. Kita


(55)

tidak menyadarinya karena kita terpaku dengan pemikiran bahwa apa yang kita lakukan baik untuk diri kira sendiri. Kekuatan finansial, inilah titik tolak pemikiran kita, lalu setelah ini tercapai, apa lagi yang kita harapkan? Ketika tanah sudah hilang kesuburannya, ketika air bersih sudah susah ditemukan, ketika tren masa kini sudah tidak lagi bisa diaplikasikan, apa lagi yang tersisa dari generasi kita? Inilah yang saya lihat akan terjadi di masa depan.

Gambar 2.9. Bangunan permanen yang terabaikan di tepi sungai

Karena mata buta, karena hati mati. Ungkapan ini saya rasa layak dijadikan tema pembangunan Pasar Induk Tuntungan yang kami singgahi diperjalanan kami pulang menuju Medan. Saya benar-benar takjub melihat betapa lebarnya jalan masuk menuju pasar induk yang baru ini. Lebar jalannya mengalahkan jalan protokol yang ada. Saya kembali teringat ketika saya pergi ke Thailand dengan teman-teman saya. Betapa irinya saya melihat kemegahan jalan raya di sana. Betapa bangganya rakyat ibu kota Bangkok bisa menyusuri fasilitas


(56)

jalan raya yang begitu lebar dan bagus. Barulah saya sadari bahwa ada jalan selebar itu di halaman rumah kami sendiri, namun justru tidak memberikan kebanggaan seperti yang ada dalam imajinasi saya. Saya bertanya-tanya, untuk siapa dan untuk kebutuhan apa jalan seluarbiasa lebarnya ini? Pasar induk yang baru begitu jauhnya dari jalan protokol, ini merupakan kenyataan yang menurut saya layak untuk ditertawakan. Bagaimana bisa sebuah pasar induk lokasinya begitu tersembunyi?

Gambar 2.10. Pasar Induk Tuntungan

Setelah beberapa waktu perjalanan yang bagi saya cukup sia-sia, akhirnya kami sampai ke lokasi bangunan Pasar Induk Tuntungan. Bangunannya? Saya sempat berpikir jangan-jangan kami salah jalur dan masuk ke lokasi pelatihan atlet nasional. Lansekap taman bagian depannya saya nilai tidak kontekstual dan tidak fungsional. Kawasannya terdiri dari 3 bangunan utama yang difungsikan sebagai


(57)

kemegahan bangunan ini. Terlepas dari kemegahan struktur bajanya, perencanaan saya nilai masih kurang. Utilitas bangunan pasar induk tidak terencana dengan baik. Kami menemui banyak sekali stop kontak, namun utilitas drainase di dalam pasar induk tidak ada. Saya bisa membayangkan betapa kotornya pasar ini nantinya. Saya juga bisa membayangkan banyaknya genangan air yang tak tahu harus kemana dialirkan.

Gambar 2.11. Interior megah Pasar Induk Tuntungan

Kembali saya tertawa melihat kondisi bangunan sub pasar induk disebelahnya yang memberikan fasilitas kios-kios permanen. Entah bagaimana dan siapa yang mengerjakan konstruksinya, kolom-kolom kios-kios tersebut tak satupun ada yang lurus, semuanya miring dan bengkok. Ketika kami berjalan keluar dan melewati lokasi parkir samping, kami melihat tembok-tembok penahan tanah rubuh di 2 titik berbeda. Kembali saya merasa ngeri dengan pemandangan


(58)

tersebut. Belum lagi, bangunan pasar yang dibangun 5 tahun yang lalu ini sudah rusak di sana-sini padahal belum aktif difungsikan. Ini menyadarkan saya akan kenyataan pahit politik kotor dan budaya korupsi bangsa ini.

Seperti sayur dengan rumput. Ungkapan ini berarti perbedaan yang sangat drastis. Dimanakah pusat kota Medan saat pemerintahan Hindia-Belanda? Saya, ketika baru mempelajari hal ini cukup terkejut karena bukan kawasan Balai Kota yang menjadi pusat kota, melainkan Central. Mengapa? Saya justru mendapat jawabannya dari ayah saya. Ketika sebuah kota baru hendak dibangun, hal pertama yang harus segera dibangun selain pusat pemerintahan adalah pasar. Pasar merupakan tempat semua orang, tidak peduli datang dari mana dan dengan latar belakang apa berkumpul. Pasar merupakan lapangan pekerjaan bagi semua orang dan sumber pemenuhan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Sebegitu penting dan krusialnya fungsi ini sehingga pusat kota Medan tempo dulu adalah Pasar Central. Disini juga saya melihat perbedaan karakter yang kontras antara pemerintah pra kemerdekaan dengan pasca kemerdekaan. Dari segi arsitektur, Pasar Central merupakan bangunan pasar terindah se-Asia Tenggara saat pembangunannya rampung. Bagaimana dengan arsitektur Pasar Induk Tuntungan? Ini pertanyaan besar bagi pemerintah kita. Apa sebenarnya yang kita harapkan dari pasar induk yang baru?

Sudah terantuk baru tengadah. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Sepanjang perjalanan pulang itu saja yang terngiang dipikiran saya.


(59)

raya sudah sampai ke desa-desa, ini menumbuhkan harapan baru bagi kita. Pembangunan Pasar Induk Tuntungan dan tren ruko yang menjadi batu sandungan kita untuk menuju kota yang memiliki masa depan. Dimasa depan, saya khawatir akan banyak muncul kota-kota yang monoton, kota-kota yang tidak memiliki ciri khas. Saya pikir kita butuh orang-orang dengan komitmen yang kuat untuk berdedikasi dalam menciptakan pembangunan yang memiliki masa depan. Dedikasi bukan hal yang mudah jika dilakukan sendirian dan dalam lingkup yang luas, namun jika dilakukan bersama-sama, dedikasi untuk pembangunan berkelanjutan ini akan menjadi beban bersama sehingga cita-cita dapat lebih cepat dan tepat pencapaiannya.

Membagi sama adil, memotong sama panjang. Dari perjalanan kami ke Pancur batu, saya semakin diyakinkan bahwa pembangunan yang memiliki masa depan adalah pembangunan yang adil dan merata. Masyarakat, dimanapun mereka berada dan apapun pekerjaannya, sudah selayaknya dapat menikmati kemudahan yang sama. Tidak hanya orang-orang di pusat kota saja yang pantas memiliki akses jalan raya, melainkan masyarakat desa juga harus bisa menikmati akses jalan yang sama baiknya. Jalan merupakan fasilitas yang mampu menghubungkan kita dengan dunia luar sehingga peradaban kita bisa berkembang beriringan. Pembangunan fasilitas lain juga haruslah sama baiknya di desa maupun kota, sehingga kesejahteraan merata dan arus urbanisasi menurun. Pembangunan yang memiliki masa depan bukan membangun untuk mencapai kota megapolitan, namun bagaimana semua daerah dapat terhubung dan kesejahteraannya merata.


(60)

Bagaimana bangunan baru bukan menjadi fokus pembangunan namun pemanfaatan bangunan lama dalam konteks konservasi adalah jalan yang harus diambil untuk saat ini. Hal ini perlu sehingga guratan sejarah perkembangan kota tidak hilang dan kehilangan lahan untuk pertanian dan area hijau tidak semakin besar. Saat ini Pancur batu, dibandingkan Medan, masih sangat tertinggal dari segi pembangunan, namun bukan tidak mungkin di masa depan perkembangannya akan sama pesatnya. Hal ini menjadi harapan dan juga pengingat bagi kita agar pembangunan yang sekarang sudah dimulai tidak mengantarkan kita pada ketersesatan.

2.4. Menerangkan Simbol

Titik-titik yang memperkaya peta buta tidaklah bermakna apa-apa bila tidak disertai dengan simbol-simbol yang membedakan mereka. Dalam kasus perancangan Kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet AKNIRA dilakukan pula tinjauan fungsi bangunan berupa:

2.4.1 Deskripsi kegiatan pengguna

Tabel 2.1. Deskripsi kegiatan pengguna

Pengguna Kelompok Kegiatan Kriteria Kegiatan

Mahasiswa

Belajar, praktikum, praktik di lapangan Dominan (Utama) Kegiatan organisasi mahasiswa, makan dan

minum, ibadah, pengerjaan tugas kuliah


(61)

interaksi sosial

Dosen

Memberi kuliah, memimpin praktikum, membina praktik di lapangan

Dominan (Utama)

Rapat kerja, makan dan minum, ibadah, pengerjaan tugas pribadi, interaksi sosial

Pendukung

Staff

Kegiatan administratif manajemen servis Dominan (Utama) Makan dan minum, ibadah, interaksi sosial Pendukung

2.4.2 Deskripsi Perilaku

Diagram 2.1. Skema aktivitas pelaksana administrasi


(62)

Diagram 2.3. Skema aktivitas servis

Diagram 2.4. Skema aktivitas kepala laboratorium

2.4.3 Deskripsi Kebutuhan Ruang

Tabel 2.2. Deskripsi kebutuhan ruang

Pengguna Kegiatan Ruang Sifat Ruang Kelompok

Ruang Mahasiswa

belajar kelas

privat

dominan (utama) praktikum laboratorium

membaca perpustakaan

Dosen Mengajar kelas

Pekerjaan pribadi r. dosen K. Lab

Membina praktikum laboratorium Mengurus

penyelenggaraan lab

r. kepala lab

administrasi Kepala Mengurus kebijakan r. kepala


(63)

Staff TU Mengurus

administrasi kampus

r. tata usaha

Semi publik Mahasiswa Pengelola ikatan

mahasiswa r. ikatan mahasiswa Mahasiswa dan dosen Pertemuan, rapat dan seminar r. rapat Masyarakat kampus dan publik

interaksi sosial r. komunal lantai 2 dan 3

publik pelengkap

ibadah mushola

sanitasi toilet

Fotocopy dan pembelian alat keperluan sekolah

Koperasi

Makan dan minum Kantin lantai 1

2.5. Menghubungkan Titik

Peta buta yang dipenuhi symbol dan titik hanyalah sebuah gambar bisu jika tak diberikan pengikat antar titiknya. Mengetahui tempat-tempat yang berfungsi sama dan saling memiliki keterkaitan tentu akan memperluas wawasan desain. Pada kasus perancangan 6 ini, Politeknik Negeri Lampung merupakan kasus studi perbandingan proyek dengan fungsi sejenis.

Politeknik Pertanian Negeri Lampung resmi menyelenggarakan pendidikan tinggi secara mandiri dan menjadi salah satu PTN di Lampung. Sejak tanggal 7 April 2001, berdasarkan SK Mendiknas RI No. 036/O/2001. Keberadaan Politeknik ini diharapkan mampu berperan sebagai motivator, penggerak, dan peningkat mutu pengembangan daerah Lampung. Pada 2 Agustus 2004 Politeknik Pertanian Negeri Lampung resmi berubah nama menjadi


(64)

Politeknik Negeri Lampung. Politeknik Negeri Lampung memiliki 11 jurusan keahlian, yaitu Jurusan Ekonomi dan Bisnis (Agrobisnis, Akuntansi, Manajemen Informatika); Budidaya Tanaman Pangan (Produksi Tanaman Pangan, Hortikultura, Teknologi Pembenihan); Budidaya Tanaman Perkebunan (Budidaya Tanaman Perkebunan dan Produksi Tanaman Kebun); Teknologi Pertanian (Mekanisasi Pertanian, Teknik Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air dan Teknologi Pangan); dan Peternakan (Perikanan dan Peternakan).

Gambar 2.12. Kampus Politeknik Negeri Lampung

Sumber:4.bp.blogspot.com

Visi : Sebagai penghasil lulusan berkemampuan teknis dan manajerial yang inovatif, berdaya saing global, dan pusat pengembangan IPTEK terapan bidang perkebunan.


(65)

Misi : 1. Melaksanakan proses pembelajaran yang berbasis produksi dan

manajemen industri perkebunan berorientasi wirausaha.

2. Melaksanakan penelitian terapan berbasis industri perkebunan

3. Melaksanakan pemindahalian IPTEK kepada masyarakat

4. Melaksanakan kerjasama bidang produksi dan manajemen industri perkebunan dengan stakeholder.

5. Melaksanakan uji kompetensi bidang produksi dan manajemen industri perkebunan.

Posisi Pekerjaan :

Supervisor di bidang penyiapan lahan, di bidang pembibitan, di bidang penanaman dan pemeliharaan di bidang panen, di bidang pengolahan (fabrikasi) instruktur, Laboran, Asistensi Peneliti, Tenaga Penyuluh Perkebunan dan Wirausahawan.

Kajian Utama :

Budidaya dan perbanyakan tanaman perkebunan semusim dan tahunan. Manajemen Perkebunan, Produksi dan Pengolahan Hasil Perkebunan, Pengelolaaan Organisme Pengganggu, Penilaian Umum Lahan, Kewirausahaan, Penyuluhan, Proyek Usaha Mandiri dan Praktek Kerja Lapangan.


(66)

Fasilitas :

Ruang kuliah, Kebun Induk Karet (0,5 Ha), kebun pembibitan kelapa sawit (0,5 Ha), dan lahan pembibitan tanaman perkebunan semusim dan tahunan, laboratorium tanaman, laboratorium bahasa, laboratorium computer, dan rumah kaca.

Gambar 2.13. Kegiatan praktikum mahasiswa Politeknik Negeri Lampung

Sumber: 3.bp.blogspot.com

Kompetensi Lulusan :

1. Melaksanakan teknik budidaya tanaman perkebunan 2. Memahami pengembangan tanaman perkebunan

3. Memahami pasca panen dan pengelolaan hasil tanaman perkebunan 4. Menyusun program pengelolaan tanaman oerkebunan

5. Menyusun rencana kerja pengelolaan tanaman perkebunan 6. Memahami manajemen perusahaan perkebunan


(67)

7. Mengelola sumber daya manusia usaha perkebunan

8. Memahami pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan 9. Mengembangkan jiwa interprenur

10.Melaksanakan quality control

11.Menghasilkan penelitian yang inovatif sesuai dengan perkembangan dunia usaha perkebunan


(68)

BAB III


(69)

BAB III

BERFATAMORGANA

3.1. Membentuk Bayangan

Khayal membentuk mimpi, mimpi memaksa insan untuk terus mencari. Tema besar Perancangan Arsitektur 6 sejatinya sudah ditentukan terlebih dahulu, yaitu Simbiosis dan Sustainable. Berangkat dari tema besar inilah maka kasus perancangan yang ditangani kelompok awalnya berjudul Revitalisasi kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias. Simbiosis dan Sustainable mengarah kepada desain arsitektur yang mempertimbangkan faktor-faktor ekologi dan desain yang mampu bertumbuh.

Perubahan kasus perancangan yang ditangani kelompok menyebabkan terjadinya perumusan tema besar kawasan selain Simbiosis dan Sustainable. Pada akhirnya tema besar Perancangan Arsitektur 6 tersebut bukan lagi sebagai fokus utama melainkan menjadi materi yang wajib tersirat dalam desain. Tema besar kemudian dirumuskan kembali menjadi “Spirit of Place”. Tema ini merupakan

perwujudan dari semangat masyarakat Nias Utara dalam rangka memajukan pendidikan generasi muda lokal. Spirit of Place mengarahkan proses desain kepada pembentukn karakter kawasan secara kuat sehingga kemanapun oran melangkah di kawasan kampus AKNIRA nantinya, mereka tidak akan merasa seperti di tempat lain atau di dunia baru. Desain ditantang untuk mampu membangkitkan citra kawasan yang identik dengan kesederhanaan dan


(70)

ketradisionalitas dalam sebuah kemasan yang modern dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekologi kawasan.

Tema besar Spirit of Place kembali dibagi kedalam 5 tema-tema kecil bagi setiap bangunan di dalamnya. Tema kecil tersebut meliputi kebanggaan, ketidaklekangan, keseimbangan. regenerasi dan kedamaian. Kebanggaan diterapkan pada bangunan key building yaitu kantor direktorat AKNIRA dan

student centre. Keseimbangan akan diterapkan pada kampus D-2 Jurusan Budidaya Perikanan Air Tawar. Regenerasi diterapkan pada perancangan kampus D-2 Jurusan Budidaya Ternak Potong. Tema kedamaian diterapkan pada perancangan asrama mahasiswa dan perumahan dosen. Ketidaklekangan merupakan tema yang akan menjadi dasar perancangan kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet.

Pemilihan tema ketidaklekangan dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mencipta sebuah karya arsitektur yang terkenang sepanjang masa di tanah Nias sebagai saksi sejarah berkembangnya peradaban masyarakat Nias dalam bidang pendidikan tinggi. Karakter bangunan yang kuat mencirikan apa yang dilakukan dan siapa yang melakukan kegiatan di dalamnya sehingga bangunan dan subjek penggunanya memberi jiwa bagi kawasan. Diharapkan bangunan ini mampu mempertahankan citranya sehingga di jenjang 50 tahun ke depan pun bangunan ini tetap memberikan kesegaran jiwa bagi siapa saja yang melihatnya dan yang masuk ke dalamnya.


(71)

3.2. Memberi Warna 3.2.1Arsitektur Simbiotik

Perubahan yang terjadi di alam semesta terjadi secara konstan, tidak terkecuali pemikiran dan cara manusia dalam berinteraksi dan berapresiasi. Kisho Kurokawa dalam bukunya, The Philosophy Of Symbiosis, berpendapat bahwa,

“Sebuah revolusi konseptual sedang berkembang di seluruh dunia, namun berjalan secara perlahan dan akhirnya tidak terdeteksi. Hal tersebut bukanlah awal dari terciptanya sebuah ideologi baru, seperti kapitalisme atau komunisme; juga bukan sebuah filosofi baru yang menggantikan filosofi dari Kant atau Descartes. Meskipun begitu, pemikiran baru yang berkembang di seluruh dunia saat ini akan memiliki dampak yang lebih besar dari semua ideologi atau filsafat sistematik yang ada, pemikiran tersebut mengubah cara hidup kita dan pemikiran kita tentang apa yang dimaksud dengan menjadi seorang manusia secara tidak terbantahkan. Perubahan besar yang tidak terlihat ini saya identifikasikan sebagai filsafat saling ketergantungan.”4

Arsitektur simbiotik dapat terus berkembang mengikuti perkembangan zaman, tidak seperti gaya atau langgam arsitektur lainnya yang ditinggalkan seiring dengan perubahan pola kehidupan dan pola pikir manusia. Arsitektur simbiotik ini sendiri tidak dapat dipisahkan dari modernisasi yang terus menerus

4

Kisho Kurakawa,Intercultural Architecture: The Philosophy of Symbiosis, (Great Britain: Academic Edition, 1994), hlm:8.


(72)

terjadi, seperti yang dikemukakan oleh Susannah Hagan dalam bukunya, Taking Shape: a New Contract between Architecture and Nature.

“ Salah satu alasan mengapa arsitektur simbiotik erat hubungannya dengan modernisasi dan arus kecanggihan teknologi adalah kemudahan perhitungan dampak lingkungan di dalam maupun di sekitar bentukan-bentukan orthogonal dan regularisasi yang mencerminkan Internastional Style yang mewakili sekolah berbasis teknik”.5

Sebuah gagasan desain dalam dunia arsitektur yang mampu berkembang, beradaptasi dan berevolusi mengikuti perubahan era dan pola pikir masyarakat sehingga tidak ditinggalkan dan mampu bertahan selamanya, sebuah gagasan desain yang menggambarkan secara detail tentang bagaimana manusia berinteraksi dan mengapresiasi alam, bagaimana manusia sangat bergantung pada alam sebagai landasannya dan sebagai sumber penghidupannya merupakan arsitektur yang sejati.

3.2.2Arsitektur Berkelanjutan

“ Arsitektur lingkungan sekarang lebih dikenal sebagai arsitektur berkelanjutan yang dulunya dikenal sebagai arsitektur hijau.ketidakjelasan dan makna ambigu yang dimiliki oleh kata “berkelanjutan” menyebabkan makna dari

5


(73)

“arsitektur berkelanjutan” menjadi setara ketidakjelasannya dan keambiguannya.6

Arsitektur berkelanjutan sampai saat ini masih sangat sulit untuk diinterpretasikan baik secara teoritis maupun praktis. Menurut saya, arsitektur berkelanjutan merupakan sebuah gagasan desain yang dinamis dan mampu mendukung upaya manusia dalam melestarikan dan memperbaiki alam juga meningkatkan taraf kualitas hidup manusia modern. Namun, pada kenyataannya, arsitektur berkelanjutan ini sendiri termasuk sulit diterapkan dalam desain. Diperlukan riset yang mendalam untuk mendapatkan desain yang benar-benar dapat dikategorikan sebagai desain yang berkelanjutan. Untuk menghasilkan sebuah bangunan yang berkelanjutan, para praktisi dibidang properti mengatakan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk sebuah bangunan yang ramah lingkungan sangatlah tinggi.

Arsitektur berkelanjutan merupakan sebuah gagasan desain yang mampu memberikan keseimbangan ekosistem kawasan. Bagaimana sebuah bangunan tidak “melukai tanah” dengan desain pondasinya, bagaimana pola ruang dalam bangunan menghasilkan hubungan timbal-balik antara ruang dalam dan ruang luar secara positif, dan bagaimana sebuah bangunan menjadi objek yang mampu memperindah wajah lingkungannya tanpa menghilangkan citra asli kawasan tersebut. Tradisi dan filosofi hidup tercermin pada arsitektur berkelanjutan,

6


(74)

sehingga tidak hanya berfokus pada pelestarian alam sebagai sumber kehidupan, namun juga mempertahankan kesakralan budaya sebagai esensi hidup dan identitas diri manusia itu sendiri.

Arsitektur tidak lepas dari manusia, lingkungan binaan dan ekonomi. Faktor ekonomi tidak dapat diabaikan dalam merealisasikan sebuah bangunan ataupn kawasan yang bertemakan arsitektur berkelanjutan. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahan baku konstruksi yang tersedia di alam semakin langka dan semakin menurun kualitasknya akibat aktifitas modernisasi yang dilakukan oleh manusia. Inovasi menuntut waktu dan biaya. Bahan baku alternatif tidak serta-merta dapat dipakai. Untuk itu, diperlukan riset yang berkesinambungan untuk menghasilkan bahan baku konstruksi yang berkualitas baik dan juga semakin murah.

Arsitektur berkelanjutan sampai saat ini masih terus dikembangkan dan disempurnakan, sesuatu yang tidak akan ada titik henti karena alam berubah dan ilmu pengetahuan terus berkembang dan tidak ada habisnya. Terobosan baru mengenai arsitektur berkelanjutan akan terus hadir sepanjang masa, menghasilkan gagasan dinamis yang mendukung pelestarian dan perbaikan bumi pada hakikatnya, bila dilaksanakan dengan benar.

Contoh kasus bangunan berkelanjutan yang dinilai berhasil yaitu restoran Son La karya Vo Trong Nghia. Sebuah restoran yang terletak di Provinsi Son La, Vietnam yang hanya dapat diakses melalui kota Hanoi dengan menggunakan


(75)

mobil dan ditempuh selama 7 jam perjalanan. Keterbatasan yang diakibatkan oleh sulitnya medan menuju lokasi akhirnya memberikan ide bagi tim arsitek restoran ini untuk menggunakan bambu yang tumbuh di area tersebut juga batu-batu yang terdapat di area tersebut menjadi bahan baku utama konstruksi restoran ini.

Restoran ini merupakan bangunan multi massa yang terdiri atas delapan massa bangunan berlantai dua yang buat dengan kombinasi bambu dan batu sebagai struktur bangunan yang memiliki konsep semi terbuka ini. Untuk menyesuaikan bangunan dengan iklim tropis yaitu musim hujan dan musim kemarau, ditambah lagi dengan karakteristik iklim yang cenderung memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, tingkat curah hujan yang tinggi dan suhu udara yang cenderung panas, maka bangunan restoran ini menyediakan dua alternatif ruang makan, yaitu sebuah ruang makan terbuka dan ruang makan yang menyediakan fasilitas pendingin ruangan.


(76)

Gambar 3.1. Restoran Son La karya Vo Trong Nghia

Sumber: ecobooks.greenharmonyhome.com

Material utama sebagai kolom struktur dari restoran ini disebut bambu

luong,yaitu bambu dosmestik yang dapat tumbuh hingga delapan meter panjangnya. Bambu-bambu ini kemudian disusun membentuk formasi grid silang yang memberikan pencitraan seakan kita berada di tengah-tengan hutan bambu. Material untuk restoran ini dipersiapkan dengan menggunakan metode tradisional Vietnam yaitu dengan merendam batang-batang bambu di dalam lumpur kemudian diasapi. Penyambungan bambu-bambu ini juga menggunakan teknik tenun tradisional Vietnam menggunakan tali dan pasak. Batu yang digunakan sebagai material struktur didapatkan dari radius sepuluh kilometer dari lokasi pembangunan. Untuk atap dari restoran ini, arsitek memilih menggunakan atap jerami yang diberikan lapisan plastik agar kedap air.

Pada bagian pintu masuk restoran, terdapat anak tangga dengan kolam dibawahnya dan kita dapat melihat ratusan pohon buah persik yang ditanam di sekitar restoran tersebut.

Berdasarkan studi kasus kali ini saya dapat melihat bahwa sebuah kemewahan tidak harus selalu menggunakan material mahal sekelas marmer. Ternyata bahkan material ringan seperti bambu dan batu-batuan biasa yang ada disekitar kita pun dapat memberikan efek yang sama bagusnya dengan material mahal. Kecenderungan kita melihat material alami seperti bambu dan batu-batuan


(77)

biasa yang memang tidak dipungkiri terkesan sangat ringan juga harus mulai kita ubah. Restoran Son La di Vietnam ini merupakan salah satu contoh bagaimana penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan yang diartikan sebagai pembangunan ramah lingkungan dan hemat energi dalam pengertiannya secara umum. Penghematan energi bahan bakar dan penghematan waktu pembangunan dengan cara memanfaatkan material alternatif yang sudah disediakan alam sekitar menjadi sebuah standar yang harus mampu dicapai oleh sebuah bangunan yang mengusung tema arsitektur berkelanjutan.

Arsitektur simbotik dan arsitektur berkelanjutan masih akan terus berkembang seiiring dengan zaman yang akan terus berubah. Dalam hal ini, saya juga tidak dapat menjabarkan seperti apa arsitektur simbiotik dan arsitektur berkelanjutan yang ideal. Secara umum, arsitektur merupakan penyeimbang antara manusia dengan ekosistemnya. Arsitektur menjadi pencitraan akan kemampuan manusia beradaptasi dengan lingkungannya dan juga mewakili budaya yang menjadi esensi kehidupan setiap individu. Maka, sepanjang manusia tetap ada, arsitektur juga akan terus berkembang secara dinamis, berkesinambungan dan konstan selayaknya proses simbosis yang terus ada dalam siklus hidup manusia.


(1)

Gambar 5.23. Maket tampak depan.


(2)

KESIMPULAN

Proses perancangan kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet Akademi Komunitas Negeri Nias Utara menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Perancangan kawasan kampus Akademi Komunitas Negeri Nias Utara merupakan perwujudan dari semangat masyarakat Nias Utara dalam rangka pemajuan kesejahteraan daerah melalui jalur keilmuwan

2. Tema besar “Spirit of Place” dan “Timelessness” diterapkan dengan cara mengadaptasi bentuk rumah adat Nias Utara pada bangunan dan konsep hijau pedesaan yang alami pada konsep lansekap

3. Kawasan kampus AKNIRA merupakan kawasan kampus padat manusia, dimana akses kendaraan bermotor hanya diperkenankan pada area jalur masuk utama dengan sebuah area parkir yang terpusat pada bagian key building

4. Penataan lansekap kampus didesain dengan mengutamakan kenyamanan dan keamanan pengendara sepeda dan pejalan kaki

5. Tanah yang labil dengan kondisi air permukaan yang tinggi dipadatkan dengan metode pembuatan danau kecil pada sisi depan dari kawasan perancangan kampus AKNIRA

6. Perancangan kawasan kampus didominasi dengan area hijau yang merupakan taman, perkebunan, persawahan dan beberapa titik pengembangan kawasan di masa depan


(3)

7. Perancangan kampus D-2 Jurusan Budidaya Tanaman Karet menerapkan kombinasi rumah kaca dan gedung perkuliahan untuk mewujudkan interaksi yang kuat antara mahasiswa dan objek belajarnya

8. Kemasifan bangunan dipecah dengan meletakkan elemen koridor terbuka dan beratap kaca pada bagian tengah bangunan dan sebuah kubah geodesik pada sisi Barat bangunan sebagai area pembibitan karet

9. Elemen kaca sebagai kulit bangunan pada sisi Timur gedung menciptakan kesan terbuka dan mengalir pada bangunan

10. Keberadaan kebun entres karet dan kebun sayur-mayur pada sisi terluar kawasan kampus memberikan identitas visual yang kuat sebagai kampus hijau

11. Bangunan yang modern akan diseimbangkan dengan tata lansekap taman sekeliling bangunan yang mengadaptasi desain plaza perkampungan Nias yang kaya akan elemen bebatuan sebagai penutup jalan dan keberadaan pepohonan khas Nias seperti pohon pinang dan pohon kelapa sebagai tanaman penunjuk arah dan pembatas area kampus


(4)

EPILOG

Desain merupakan pencarian tak berujung, namun waktu membatasi jalannya proses desain. Pada perancangan kampus ini, perancang mengalami banyak sekali pergulatan. Desain yang tidak konteks dan membosankan merupakan pernyataan dari penguji dan pembimbing yang tidak akan pernah terlupakan oleh perancang. Ungkapan ini pula yang memotivasi perancang untuk melakukan yang terbaik di tugas akhir ini. Desain final pada akhirnya membuat ketakutan tersendiri bagi perancang karena bentukan yang sangat tidak kompak dengan bangunan lain di kawasan perancangan, namun motivasi dari dosen pembimbing dan keinginan kuat dari perancang memberikan lampu hijau untuk finalisasi desain.

Pada proses desain ini, banyak pelajaran yang bermakna yang menjadi bekal pendewasaan mental. Bagaimana kita harus siap menghadapi perubahan drastic dalam proses merancang, bagaimana kita harus mampu menyelesaikan masalah bukan lari dari masalah, dan bagaimana keegoisan harus diredam demi terlaksananya tugas perancangan ini. Waktu merupakan jawaban final dan tolak ukur terakurat bagi proses desain. Penyelesaian konsep tidak akan maksimal bila pemetaan waktu pengerjaan tidak dipertimbangkan secara matang dan tidak dipatuhi secara disiplin.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, C. (1979). The Timeless Way of Building. New York: Oxford

University Press.

Ann, Vivian, 2004,Mutualism in Architecture: An Architecture of The

In-Between”, trace.tennessee.edu, 26 Februari 2015.

Aditya, 2010, “Hotel Tepi Pantai di Ancol-Jakarta Utara”. library.binus.ac.id, 28

Oktober 2013.

Day, C. (2002). Spirit and Place. Kent: Gray Publishing.

Dewiyanti, D, 2013, Historical Attachment Sebagai Daya Tarik Place”,

temuilmiah.iplbi.or.id, 16 April 2015.

Domes, Pacific. (1971). Dome Book 2. Canada: Pacific Domes.

Hagan, S. (2001). Taking Shape: A new Contract between Architecture & Nature.

Oxford: Architectural Press, Butterworth-Heinemann.

Heynen, Hilde. (1999). Architecture and Modernity: a critique. USA:

Massachusetts Institute of Technology.

Huthudi, Bambang.S., 2004, “Pandangan Teoritik Rancangan Kubah Geodesik

Dengan Metoda Dua Dimensional”. dimensi.petra.ac.id, 23 Juni 2015.

Kurokawa, K. (1994). Intercultural Architecture: The Philosophy of Symbiosis.

Great Britain: Academy Editions.

Purwanto . S., 2012, “Konstruksi Pondasi Sarang Laba-Laba Atas Tanah Daya

Dukung Rendah Bangunan Bertingkat Tanggung”, ft.unajy.ac.id, 10 Juli 2015.

Rancangan Rencana Strategis Program Studi Luar Domisili Akademi Komunitas Nias Utara.


(6)

Sigit, 2014, “Sejarah Karet”, scribd.com, 17 Juli 2015.

Smith R. W., Bugni, V. (2006). Symbolic Interaction Theory and Architecture.

Las Vegas: University of Nevada.

Sofyan, H, dkk, t.th, “Paradigma Baru Pendidikan Vokasi”, eprints.uny.ac.id, 18