Dalam industri pembekuan udang ada dua jenis limbah. Pertama adalah limbah cair yang berupa suspensi air dan kotoran udang serta yang kedua limbah
padat yang berupa kepala udang. Limbah cair jika didiamkan akan menimbulkan bau tidak sedap dan akan mencemari sungai atau areal persawahan yang ada di dekatnya.
Begitu juga limbah padat yang sarat akan bakteri jika didiamkan akan merupakan sumber kontaminan yang akan mengganggu lingkungan. Limbah yang berbentuk cair
sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Lain halnya dengan limbah padat. Limbah ini masih bisa dimanfaatkan menjadi produk lanjut yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi, misalnya chitin, tepung ikan untuk pakan ternak, dan flavor udang. Limbah udang merupakan sumber yang kaya akan chitin, yaitu kurang lebih 30 dari berat
kering. Chitin dapat diproses lebih lanjut menjadi chitosan. Purwaningsih, 2000.
2.5.3. Chitin dan Chitosan
Chitin merupakan poli 2-asetamido-2-deoksi- β-1→4-D-glukopiranosa
yang paling melimpah di alam setelah selulosa. Chitin tidak beracun dan bahkan mudah terurai secara hayati biodegradable. Bentuk fisiknya merupakan padatan
amorf yang berwarna putih. Keberadaan chitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen Sugita, 2009. Chitin banyak
dijumpai pada jamur, crustaceae, insecta, mollusca dan arthropoda. Dalam cangkang udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang berikatan dengan garam-
garam anorganik, terutama kalsium karbonat CaCO
3
, protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen Wardaniati, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Chitosan adalah poli-2-amino-2-deoksi- β-1-4-D-glukopiranosa yang dapat
diperoleh dari deasetilasi chitin. Bentuk fisiknya merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan Sugita, 2009. Untuk memperoleh chitin dari cangkang
udang melibatkan proses deproteinasi penghilangan protein dan demineralisasi penghilangan mineral. Sedangkan untuk mendapatkan chitosan dilanjutkan dengan
proses deasetilasi penghilangan gugus asetil Wardaniati, 2009. Deproteinasi chitin merupakan reaksi hidrolisis dalam suasana asam dan basa.
Umumnya hidrolisis dilakukan dalam suasana basa dengan menggunakan larutan NaOH. Demineralisasi secara umum dilakukan dengan larutan HCl atau asam lain
seperti H
2
SO
4
pada kondisi tertentu. Keefektifan HCl dalam melarutkan kalsium 10 lebih tinggi daripada H
2
SO
4
. Hal yang terpenting dalam tahap penghilangan mineral adalah jumlah asam yang digunakan. Secara stoikiometri, perbandingan antara
padatan dan palarut dapat dibuat sama atau dibuat berlebih pelarutnya agar reaksinya berjalan sempurna. Urutan deproteinasi dan demineralisasi juga berperan penting.
Deproteinasi sebaiknya dilakukan lebih dahulu jika protein yang terlarut akan dimanfaatkan lebih lanjut. Deproteinasi pada tahap awal dapat memaksimumkan
hasil dan mutu protein serta mencegah kontaminasi protein pada proses demineralisasi. Kandungan gugus asetil pada chitin secara teoritis ialah sebesar
21,2. Deasetilasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan basa kuat NaOH atau KOH Sugita, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Cara pembuatan chitin dan chitosan dari cangkang udang sebagai bahan pengawet alami pada makanan dapat dilihat melalui tahapan deproteinasi,
demineralisasi dan deasetilasi pada skema di bawah ini Pratiwi, dkk., 2008.
a. Deproteinasi