BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis TB merupakan penyakit infeksi kronik menular. Tuberkulosis adalah setiap penyakit menular pada manusia dan hewan yang
disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan-jaringan. Spesies penyebab yang
paling sering adalah M. tuberculosis dan M. bovis. Tuberkulosis bervariasi secara luas dalam hal manifestasinya dan mempunyai kecendrungan kronisitas yang
besar. Berbagai organ dapat terkena, walaupun pada manusia paru adalah tempat utama penyakit ini dan biasanya merupakan pintu gerbang masuknya infeksi
untuk mencapai organ lainnya Dorlan, 2006. Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia
termasuk Indonesia. World Health Organization WHO dalam annual report on global TB control 2003 menyatakan 22 negara sebagai high burden countries
terhadap TB. Indonesia peringkat ketiga dengan prevalensi 10 setelah India 30 dan Cina 15 dalam menyumbang jumlah kasus TB di dunia Depkes,
2004. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga SKRT Departemen Kesehatan RI tahun 1992 TB merupakan penyebab kematian ketiga setelah
penyakit jantung dan saluran napas serta nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 dari total jumlah
pasien TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia
pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70 usia produktif 15-54 tahun. Oleh karena itu, kerugian ekonomi akibat TB
juga cukup besar Depkes RI, 2010. Pada tahun 1995 WHO menganjurkan strategi DOTS Directly Observed
Treatment Shortcourse, strategi komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan kesehatan primer di seluruh dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan
Universitas Sumatera Utara
penderita TB, agar transmisi penularan dapat dikurangi di masyarakat Girsang, 2002.
Salah satu permasalahan dalam Program Penanggulangan TBC adalah lamanya jangka waktu pengobatan yang harus dijalani penderita selama 6 sampai
8 bulan. Kegagalan proses pengobatan akibat ketidaktaatan penderita pada instruksi dan aturan minum obat yang meliputi dosis, cara, waktu minum obat dan
periode, akan mengakibatkan terjadinya kekebalan terhadap semua obat Multiple Drugs Resistance dan mengakibatkan terjadinya kekambuhan Depkes RI, 2002.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit TB adalah status gizi. Status gizi yang yang buruk akan meningkatan risiko terhadap
penyakit TB paru. Sebaliknya, penyakit TB paru dapat mempengaruhi status gizi penderita karena proses perjalanan penyakit yang memepengaruhi daya tahan
tubuh. Masalah gizi menjadi penting karena perbaikan gizi merupakan salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan penularan dan pemberantasan TB
Indonesia Triwanti, 2005. Malnutrisi muncul sebagai peningkatan risiko berkembangnya penyakit
TB. Walaupun begitu, penyebab dan efek sangat sulit untuk dibedakan karena TB juga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan Khan, 2006.
Pasien TB yang memiliki BB yang rendah saat diagnosis, kemudian mengalami kenaikan BB sebesar lima persen atau kurang dari lima persen BB
mereka selama dua bulan pertama pengobatan terapi masa intensif memiliki peningkatan risiko kekambuhan penyakit secara signifikan. Berat badan yang
rendah adalah bila memiliki berat badan 10 dibawah BB ideal. Terdapat 18,5 angka kekambuhan terjadi pada pasien dengan peningkatan berat badan lebih dari
lima persen dan 50,5 angka kekambuhan terjadi pada pasien dengan peningkatan berat kurang dari lima persen. Kurang dari lima persen kenaikan
berat badan bisa menjadi penanda peningkatan aktivitas penyakit tuberkulosis dan atau respon yang buruk terhadap terapi Khan, 2006.
Sepanjang pengetahuan kami, penelitian mengenai perubahan BB pasien TB yang mendapatkan program DOTS di Indonesia belum pernah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah