Urgensi peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan sebagai implementasi konsep school based management : penelitian di MTs Darul Hikmah Pamulang

(1)

URGEN SI PERAN SERTA M ASYARAKAT D ALAM M EN I N GKATKAN M UTU PEN D I D I KAN SEBAGAI I M PLEM EN TASI

KON SEP SCH OOL BASED M AN AGEM EN T

( PEN ELI TI AN D I M Ts D ARUL H I KM AH PAM ULAN G)

Disusun Oleh:

Yu n i Sa sm it a Afia t i N I M . 0 0 1 8 2 0 0 4 2 9

PROGRAM STUD I M AN AJEM EN PEN D I D I KAN JURUSAN KEPEN D I D I KAN I SLAM

FAKULTAS I LM U TARBI YAH D AN KEGURUAN

UN I V ERSI TAS I SLAM N EGERI SYARI F H I D AYATULLAH JAKARTA 1 4 2 7 H / 2 0 0 6 M


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr., Wb.,

Segala puji dan syukur ke h adirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan keselamatan sehingga penulis memiliki kesempatan emas dalam merampungkan skripsi ini.

Dalam proses penulisan skripsi ini banyak cobaan, rintangan dan hambatan yang penulis alami. Namun berkat dorongan dari berberapa pihak, skripsi ini akhirnya bisa terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

3. Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

4. Bapak Drs. H. Nurochim, MM., dan Bapak Drs. Abdul Rozak, M.Si dosen pembimbing skripsi. Berkat dorongan beliau, penulis memiliki motivasi yang tinggi dalam merampungkan skripsi ini.

5. Bapak HM. Saidih, S.Ag, Ketua Yayasan sekaligus sebagai Ketua Komite Sekolah MTs Darul Hikmah Pamulang dan segenap civitas madrasah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di MTs Darul Hikmah.


(3)

6. Ibunda Muslaini dan ayahanda Affandi yang telah memberikan bantuan moril dan materil kepada penulis dalam menjalankan studi.

7. Suami tercinta Agus Maulana dan anakku yang telah memberi kasih sayang sehingga dengan kasih dan sayangnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga amal baik dan jasa semua pihak yang telah membantu mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiiin.

Wassalamu’alaikum, Wr., Wb.,

Jakarta, Februari 2006


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era reformasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai kehidupan termasuk pendidikan. Salah satu perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat ini adalah manajemen negara, yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis daerah. Secara resmi, perubahan manajemen ini telah diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diikuti pedoman pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi1. Konsekwensi logis dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi. Karena itu, manajemen pendidikan berbasis pusat yang selama ini telah dipraktekkan perlu diubah menjadi manajemen pendidikan berbasis sekolah.

Selain alasan normatif, secara empirik manajemen berbasis sekolah memang perlu diterapkan karena di lapangan menunjukkan kenyataan-kenyataan sebagai berikut:

1. Manajemen berbasis pusat yang selama ini telah dipraktekan memiliki banyak kelemahan, antara lain: keputusan pusat sering kurang sesuai dengan kebutuhan

1

Slamet PH (http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/27/manajemen_ berbasis_seko-lah. htm)


(5)

sekolah; administrasi berlebihan yang dikarenakan lapis-lapis birokrasi yang terlalu banyak telah menyebabkan kelambanan dalam menangani setiap permasalahan, sehingga menyebabkan kurang optimalnya kinerja sekolah; dalam kenyataan, administrasi telah mengendalikan kreasi; proses pendidikan dijalankan dengan

undermanaged sehingga menghasilkan tingkat efektivitas dan efisiensi yang rendah; pendekatan sarwa-negara (state-driven) telah menempatkan sekolah pada posisi yang marginal, sehingga sekolah tidak berdaya, tidak memiliki keberanian moral (prakarsa) untuk berinisiatif; sekolah tidak mandiri; terjadi penyumbatan dan bahkan pemasungan demokrasi; sekolah tidak peka dan jeli dalam menangkap dan mengungkap permasalahan, kebutuhan, dan aspirasi pendidikan dari masyarakat; dan manajemen berbasis pusat tidak saja menumpulkan daya kreativitas sekolah, tetapi juga mengikis habis rasa kepemilikan warga sekolah terhadap sekolahnya.

2. Sekolah paling memahami permasalahan di sekolahnya. Karena itu, sekolah merupakan unit utama yang harus memecahkan permasalahannya melalui sejumlah keputusan yang dibuat sedekat mungkin dengan kebutuhan sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki kewenangan (otonomi), tidak saja dalam pengambilan keputusan, akan tetapi justru dalam mengatur dan mengurus kepentingan sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan payung kebijakan makro pendidikan nasional.

3. Perubahan di sekolah akan terjadi jika semua warga sekolah ada rasa memiliki dan rasa memiliki berasal dari kesempatan berpartisipasi dalam merumuskan perubahan dan keluwesan untuk mengadaptasikannya terhadap kebutuhan individu sekolah. Rasa memiliki ini pada gilirannya akan meningkatkan pula rasa tanggungjawab. Jadi, makin


(6)

besar tingkat partisipasi warga sekolah dalam pengambilan keputusan, makin besar rasa memiliki terhadap sekolah, dan makin besar pula rasa tanggungjawabnya. Yang demikian ini berarti bahwa perubahan lebih disebabkan oleh dorongan internal sekolah dari pada tekanan dari luar sekolah.

4. Telah lama pengaturan yang bersifat birokratik lebih dominan dari pada tanggungjawab profesional, sehingga kreativitas sekolah pada umumnya dan guru pada khususnya terpasung dan bahkan terbunuh. Tidak jarang pula dijumpai bahwa formalitas sering jauh melampaui hakiki. Yang lebih parah lagi guru-guru kehilangan jiwa kependidikannya. Mendidik tidak lebih dari sekadar pengenalan nilai-nilai, yang hasilnya hanya berupa pengetahuan nilai (logos) dan belum sampai pada penghayatan nilai (etos), apalagi sampai pengamalannya. Akibatnya, menurut Aburizal Bakrie :

…proses belajar mengajar di sekolah lebih mementingkan jawaban baku yang dianggap benar oleh guru, dibanding daya kreasi, nalar, dan eksperimentasi peserta didik untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru. Tidak ada keterbukaan dan demokrasi. Tidak ada toleransi pada kekeliruan akibat kreativitas berpikir, karena yang benar adalah apa yang dipersepsikan benar oleh guru, sehingga yang terjadi hanyalah memorisasi dan recall dan tidak dihargainya kreativitas dan kemampuan peserta didik. Padahal, pembelajaran yang sebenarnya semestinya lebih mementingkan pada proses pencarian jawaban dibanding memiliki jawaban. 2

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pendidikan Indonesia, harus diakui, memang telah gagal menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Hal itu memang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah menyangkut adanya kebijakan pemerintah yang tidak integratif mengenai pendidikan,

2 Aburizal Bakrie. Mengefektifkan Sistem Pendidikan Ganda. (Makalah Disampaikan pada


(7)

rendahnya kualitas imprastruktur dan suprastruktur pendidikan, minimnya tingkat partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan, dan persoalan-persoalan lain. Melihat banyaknya persoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita, karenanya dalam penelitian ini akan dibatasi pada beberapa lokus yaitu:

a Karena institusi pendidikan yang dipilih adalah Madrasah Tsanawiyah Darul Hikmah Pamulang maka dibahas sejarah singkat pendidikan madrasah. Dalam skripsi akan dijelaskan sejarah pendidikan madrasah di Indonesia secara singkat, tetapi penulis berusaha untuk tidak mengurangi informasi-informasi penting seputar sejarah madrasah secara keseluruhan.

b Dalam persoalan School Based Management, hanya dibahas secara singkat tentang informasi-informasi umum seputar School Based Management yaitu tentang konsep, pengertian dan tujuannya.

c Menyangkut persoalan partisipasi masyarakat, diulas tentang sebab-sebab rendahnya atau minimnya tingkat partisipasi masyarakat dalam ikut meningkatkan mutu pendidikan terutama madrasah. Kemudian juga dibahas tentang perlu adanya redefinisi peran dan fungsi lembaga –baik itu BP3 atau Komite Sekolah/Madrasah- dan sekaligus juga perlunya melibatkan komponen-komponen masyarakat pendukung lainnya dalam lembaga tersebut sehingga peran dan fungsi lembaga tersebut lebih optimal.

d Dalam penelitian ini dikaji tingkat partisipasi masyarakat yang tergabung dalam sebuah wadah atau lembaga pendukung madrasah baik itu lembaga BP3 atau Komite Sekolah serta perwakilan orang tua siswa.

Dari lokus-lokus pembahasan di atas, skripsi ini diberi judul “Urgensi Peran Serta Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan sebagai Implementasi Konsep


(8)

School Based Management (Penelitian di Madrasah Tsanawiyah Darul Hikmah Pamulang)”.

2. Perumusan Masalah

Supaya pembahasan dalam skripsi ini sistematis dan fokus, batasan-batasan masalah di atas akan diformulasikan dalam beberapa rumusan masalah. Adapun rumusan masalah antara lain: Point-point di atas merupakan sasaran utama penulis untuk dikembangkan, sehingga pada akhirnya akan menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apakah betul partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan itu penting? Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan? Bagaimana aspek-aspek pokok dalam school based management diimplementasikan oleh madrasah tersebut?

Jawaban atas pertanyaan tersebut dijawab melalui sebuah proses penelitian baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan. Dalam kaitan dengan penelitian lapangan, dilakukan di MTs Darul Hikmah Pamulang. Madrasah ini dipilih setidaknya karena dua alasan: pertama, MTs Darul Hikmah, meski sederhana dalam imprastrukturnya dan baru dalam berdirinya, tetapi telah menunjukkan kemajuan yang cukup berarti dalam penciptaan kualitas lulusan, minimal dalam lima tahun belakangan ini dan kedua, MTs Darul Hikmah, telah memberikan pengaruh yang cukup bagus bagi terciptanya nuansa hidup Islami bagi masyarakat di sekitarnya.

C. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan berguna bagi:


(9)

Dari hasil penelitian ini, peran serta masyarakat dan school based management

berpengaruh besar dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian, diharakan hasil penelitian ini bisa memberikan masukan atau bahan pertimbangan dalam mengembangkan mata kuliah yang berhubungan dengan manajemen pendidikan.

b. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Beberapa temuan dalam penelitian ini bisa dijadikan sebagai masukan dalam mengembangkan mata kuliah atau bentuk kegiatan yang akan dikembangkan berupa kemitraan UIN dan madrasah atau UIN dan masyarakat.

2. Dan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi: a. Madrasah dan Sekolah

Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi sekolah dan madrasah, bahwa ternyata peran serta masyarakat dan implementasi konsep

school based management sangat diperlukan bagi upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan.

b. Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) dan Departemen Agama (Depag). Penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan bagi pemerintah, dalam hal ini Diknas dan Depag, dalam membuat kebijakan yang mampu berpihak pada madrasah. Juga diharapkan bisa menjadi pertimbangan dalam membuat beberapa


(10)

program pengembangan bagi sekolah pada umumnya dan madrasah pada khususnya.

c. Peneliti dan Pemerhati Pendidikan

Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan referensi menyangkut peran serta masyarakat dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan dan implementasi konsep school based management.

D. Sitematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan; Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Kegunaan Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II Kajian Pustaka dan Kerangka Berpikir; Dalam bab ini akan membahas secara singkat tentang konsep, pengertian dan tujuan School Based Management; tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan madrasah dan kerangka berpikir yang memuat tentang kerangka berpikir dalam penyusunan penelitian ini.

BAB III Metodologi Penelitian; Pada bab ini di uraikan tentang tujuan penelitian, waktu dan tempat penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan instrumen penelitian.

BAB IV Hasil Penelitian

Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang berdirinya, dan daftar potensi MTs Darul Hikmah, serta deskripsi, analisis dan interpretasi data.


(11)

Bab ini merupakan kesimpulan dari seluruh pembahasan dalam skripsi ini, serta saran atau rekomendasi yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait yang berkepentingan dengan hasil penelitian dan mempunyai perhatian yang lebih dalam implementasi School Based Management.


(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Konsep School Based Management

Konsekuensi logis dari diberlakukannya Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2004 tentang Kewenangan Pemerintah (Pusat) dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, dan bukti-bukti empirik yang menunjukkan bahwa manajemen berbasis pusat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang optimalnya kinerja sekolah adalah perlu diterapkanya manajemen berbasis sekolah (School Based Management). Esensi School Based Management adalah otonomi sekolah plus pengambilan keputusan partisipatif. Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Pengambilan keputusan partisipatif adalah cara mengambil keputusan yang melibatkan kelompok-kelompok kepentingan sekolah, terutama yang akan melaksanakan keputusan dan yang akan terkena dampak keputusan. Tujuan School Based Management adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah. Tahap-tahap pelaksanaan School Based Management dapat diurutkan seperti berikut: mensosialisasikan konsep School Based Management, melakukan analisis sasaran, merumuskan sasaran, mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran, melakukan analisis SWOT, menyusun rencana sekolah,


(13)

mengimplementasikan rencana sekolah, melakukan evaluasi, dan merumuskan sasaran baru.

a. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Dede Rosyada, mengutip pendapat Joseph Murphy bahwa “School Based Management atau manajemen berbasis sekolah secara konsep masih belum jelas”3. Meski demikian, para pakar semisal Etheride, mendefinisikan bahwa:

SBM adalah sebuah proses formal yang melibatkan kepala sekolah, guru, orang tua siswa, siswa dan masyarakat yang berada dekat dengan sekolah, dalam proses pengambilan keputusan. Sementara Short dan Greer mendefiniskan, bahwa SBM adalah sebuah strategi yang mengangkat konsep tentang pemberdayaan dan memberdayakan semua individu di sekolah.4

Kedua definisi yang dikutip Murphy kelihatanya memiliki basis paradigma yang sama bahwa SBM pada intinya adalah memberikan otonomi yang sangat luas pada sekolah dalam membuat perencanaan, penganggaran, dan implementasi program-programnya dengan memaksimalkan keterlibatan semua komponen yang terdekat dengan sekolah tersebut, yaitu kepala sekolah, guru, karyawan, orang tua siswa, siswa dan bahkan masyarakat.

Istilah manajemen berbasis sekolah sendiri berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Arti manajemen sendiri menurut T Hani Handoko dengan mengutip James A.F. Stoner adalah: “Proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

3 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2004) Cet. I, h. 267

4


(14)

pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.”5

Lebih lanjut, Slamet PH berpendapat bahwa manajemen adalah:

Pengkoordinasian dan penyerasian sumberdaya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

Catatan: sumber daya terbagi menjadi sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, bahan/material, dan uang); input manajemen terdiri dari tugas, rencana, program, limitasi yang terwujud dalam bentuk ketentuan-ketentuan, pengendalian (tindakan turun tangan), dan kesan dari anak buah ke bapak/ibu buah). 6

Kemudian Slamet PH mengutip pendapat Poernomosidi Hadjisarosa bahwa Pengertian manajemen dapat dilukiskan seperti pada gambar berikut, dengan keterangan: SDM-M (sumberdaya manusia manajer) mengatur sumber daya manusia pelaksana (SDM-P) melalui input manajemen yang terdiri dari (T = Tugas; R = Rencana, P = Program; T3 = Tindakan Turun Tangan; K = Kesan) agar SDM-P menggunakan jasa manusianya (Jm) untuk bercampur tangan terhadap sumber daya selebihnya (SD-slbh), sehingga proses dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkan output.7

Gambar 1: Manajemen8

5 T Hani Handoko, Manajemen Edisi II, (Yogyakarta: BPFE-LMP2M AMP-YKPN, 1986), h. 8. Lebih jelas lihat juga James A.F. Stoner, Management, (New York: Prentice-Hall International, Inc. Englewood Cliffs, 1982) h. 8

6

Slamet PH., Manajemen Berbasis Sekolah dalam http://www.depdiknas.go.id/ Jurnal/27/

manajemen_berbasis_sekolah.htm 7 Ibid

8


(15)

Berbasis berarti berdasarkan pada atau berfokuskan pada. Sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan profesionalistik (kualifikasi, untuk sumber daya manusia; spesifikasi untuk barang/jasa, dan prosedur-prosedur kerja).

Dari uraian tersebut lanjut Slamet PH, dapat dirangkum bahwa manajemen berbasis sekolah adalah:

Pengkoordinasian dan penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara otonomis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Dalam hal ini, kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah meliputi: kepala sekolah dan wakil-wakilnya, guru, siswa, konselor, tenaga administratif, orangtua siswa, tokoh masyarakat, para profesional, wakil pemerintahan, wakil organisasi pendidikan. Lebih ringkas lagi, manajemen berbasis


(16)

sekolah dapat dirumuskan sebagai berikut: manajemen berbasis sekolah = otonomi manajemen sekolah + pengambilan keputusan partisipatif. 9

Dalam hal ini otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung.

…istilah otonomi juga sama dengan istilah swa, misalnya swasembada, swakelola, swadana, swakarya, swalayan, dan swa-swa lainnya. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/meng-hargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan ber-komunikasi yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.10

Konsep School Based Management adalah salah satu alternatif pendekatan dalam mengelola pendidikan yang difokuskan pada pemberian otonomi yang lebih luas pada sekolah/madrasah untuk mengelola dirinya sendiri.11 Muara akhirnya adalah peningkatan mutu madrasah tersebut. Lebih jauh, E. Mulyasa memandang bahwa:

School Based Management juga merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. School Based Management merupakan paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam rangka kebijakan pendidikan nasional.

School Based Management adalah suatu ide pengambilan keputusan pendidikan yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping

9Ibid, lebih jelas lihat juga David, Jane L. Synthesis of Research on School-Based Management, Educational Leadership, Volume 46, Number 8, May 198).

10 Ibid

11 Amir Muhammad & Imron Siregar, Implementasi School Based Management, Jurnal Edukasi, Vol.2, Nomor 2, Jakarta, Puslitbang Depag RI-Kalimah, April-Juni 2004


(17)

menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan12.

Keterlibatan kepala sekolah dan guru dalam pengambilan keputusan akan membangkitkan rasa kepemilikan yang lebih tinggi terhadap sekolah, sehingga mendorong mereka untuk mendayagunakan sumber daya yang ada seefisien mungkin untuk mencapai hasil yang optimal.

Program School Based Management dalam pelaksanaan sekolah perlu didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik. Mereka tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan, merumuskan serta mengembangkan program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orang tua menjalin kerjasama membantu sekolah sebagai nara sumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dengan demikian, dalam program-program sekolah/madrasah masyarakat diturutsertakan. Tokoh-tokoh dari setiap aspek kehidupan masyarakat seperti dari dunia perusahaan, pemerintah, agama, politik, dan sebagainya diminta bekerja sama dengan sekoalah dalam proyek perbaikan masyarakat. Untuk itu diperlukan masyarakat yang merasa ikut bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan atas pendidikan anak. Sekolah dan masyarakat dalam hal ini bekerja sama dalam suatu aksi sosial.

b. Tujuan School Based Management

Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk memberdayakan sekolah, terutama sumber daya manusianya (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua siswa, dan

12 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Mewujudkn MBS dan KBK, (Bandung: Rosda, 2003), h.. 33


(18)

masyarakat sekitarnya), melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan.

Ciri-ciri sekolah yang berdaya menurut Slamet PH pada umumnya:

…tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah; bersifat adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dsb.); bertanggungjawab terhadap hasil sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya; kontrol terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan dinilai oleh pencapaian prestasinya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggung jawab, dia memiliki suara bagaimana sesuatu dikerjakan, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya dimana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.13

Lebih jauh mengenai tujuan School Based Management ini, Direktorat Menengah Umum Departemen Pendidikan Nasional merilis dalam situsnya sebagai berikut:

Tujuan utama penerapan School Based Management pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah. Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut.

Tujuan penerapan School Based Management adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya School Based Management bertujuan untuk:

1. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;

2. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;

3. meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan

4. meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. 14

13 Slamet PH., Op Cit


(19)

2. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pendidikan Madrasah a. Rendahnya Partisipasi Masyarakat Terhadap Madrasah

Merupakan fakta yang tidak bisa dibantah, bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap peningkatan mutu pendidikan sangat rendah. Sejak Orba hingga saat ini peran pemerintah yang tinggi berbanding terbalik dengan peran masyarakat yang rendah.

Apa yang terjadi pada madrasah negeri sesungguhnya merupakan cermin dari kebijakan pemerintah terhadap dunia pendidikan secara umum. Pada tahun 70-an yang merupakan awal pemerintah mengkonsolidasikan kekuatannya, berimbas pada dunia pendidikan yang dijadikan sebagai instrumen pendudung negara terutama dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa. Pemerintah misalnya mengeluarkan kebijakan untuk membangun Sekolah Dasar Inpres secara massal yang mencapai seluruh pelosok negeri. Belakangan pemerintah juga melakukan perubahan madrasah menjadi negeri. Dalam dasawarsa 1970-an kebijakan seperti itu bisa dilakukan oleh pemerintah karena pemerintah sedang kebanjiran dana dari oil boom, yang berdampak pada anggaran pendapatan negara yang terus tinggi. Ini membuka ruang lebih besar bagi peran pemerintah dalam dunia pendidikan, terutama pada sekolah negeri.

Sementara itu dukungan yang relatif besar pada sekolah swasta tidak secara otomatis berakibat pada peningkatan mutu madrasah. Meskipun dalam kasus madrasah swasta peran masyarakat lebih besar tapi tidak memiliki nilai yang signifikan. Implikasinya sangat kasat mata yakni rendahnya mutu pendididikan, terutama mutu pendidikan dasar yakni madrasah ibtidaiyah. Selama ini pemerintah mempunyai blueprint yang harus dipatuhi menyangkut segala kebijakan penyelenggaran pendidikan, termasuk dalam hal ini partisipasi masyarakat. Masyarakat yang sejatinya menjadi bagian integral proses


(20)

pendidikan, dan memberikan kontrol aktif dalam penyelenggaran kegiatan belajar mengajar (KBM) telah kehilangan fungsinya.

Selama ini memang ada perwakilan orang tua murid lewat Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3) yang didisain sebagai lembaga perwakilan masyarakat. Namun lembaga ini jauh dari efektif, karena orang-orang yang duduk di dalamnya tidak mempunyai peran fungsional. Semua kebijakan yang dikeluarkan oleh sekolah terbatas pada guru dan kepala sekolah yang merupakan pelaksana kebijakan dari pemerintah.

Dengan manajemen pendidikan terpusat seperti yang terjadi selama ini, maka secara teknis Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama mengatur dan menyelenggarakan pendidikan untuk masyarakat. Masyarakat dalam posisi ini jelas menjadi tidak penting, karena tidak bisa mengubah kebijakan. Kalaupun ada peran, ia terbatas pada sumbangan fisik seperti pembangunan sarana pendidikan seperti gedung dan sarana fisik lainnya, yang justru tidak secara maksimal juga dipenuhi oleh masyarakat. Inilah satu masalah utama yang dihadapi oleh madrasah.

Pemerintah sendiri dengan setengah hati mengeluarkan kebijakan pembentukan Badang Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3) sebagai representasi keterlibatan masyarakat dalam madrasah. Namun anggota BP3 yang dipilih dari orang tua murid ini dibentuk sebagai perwakilan formal dan tentunya tidak fungsional. Dari segi kewenangan misalnya lembaga ini tidak memiliki hak untuk mempengaruhi jalannya proses Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM), apalagi untuk mengubah kurikulum. Bilapun BP3 berhak memberi masukan hal itu terbatas pada persoalah teknis belaka, sementara untuk urusan yang lebih substansif seperti peningkatan mutu pendidikan terbatas pada usulan saja.


(21)

Kenyataan seperti itu yang membuat pengelolaan institusi pendidikan tercerabut dari masyarakat dan menutut semua kemungkinan masukan dari bawah.

Beberapa hal yang membuat dunia pendidikan tercerabut dari masyarakat adalah; a Pemerintah menetapkan pengelolaan pendidikan merupakan tanggungjawab pemerintah

dan sekolah hanya melaksanakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

b Pemerintah tidak memberi kebebasan kepada madrasah untuk melakukan improvisasi dalam peningkatan mutu dan pengelolaan

c BP3 dipilih dari orang tua murid sebagai perwakilan formal, tidak mempunyai kewenangan fungsional seperti mempengaruhi kebijakan sekolah atau mengubah kurikulum dan sebagainya.

d Peran BP3 hanya sebatas pada pemberian sumbangan fisik belaka.

e Masyarakat menganggap tugas penyelenggaraan pendidikan di tangan pemerintah sebagai respon langsung kebijakan pemerintah.

f Proses penyelenggaraan pendidikan hanya dilakukan oleh sekolah b. Redefinisi Peran BP3

Permasalahan di atas menyebabkan masyarakat tidak mempunyai peran signifikan dalam peningkatan mutu pendidikan. Kini di era Reformasi muncul berbagai pemikiran untuk memberikan solusi dalam mewujudkan otonomi penyelenggaraan pendidikan di madrasah dengan membentuk manajemen yang mandiri. Reformasi dalam pengelolaan pendidikan seperti diusung Diknas mengarah pada terciptanya desentralisasi, baik pada tataran birokrasi maupun pengelolaan madrasah. Belakangan ini dikalangan pendidikan dikenal School Based Management (SBM), atau manajemen berbasis sekolah (School Based Management). Tawaran konsep ini merupakan jawaban dari kebijakan otonomi


(22)

penyelenggaraan pendidikan yang digulirkan oleh pemerintah. SBM mengidealkan sebuah manajemen sekolah yang otonom baik dalam penyelenggaran atau dalam pengajaran yang diberikan.

SBM dibentuk untuk mempersiapkan agar sekolah menjadi efektif dan mampu meningkatkan mutu lulusannya secara mandiri (school based quality improvement). Penerapan SBM membutuhkan kesiapan masyarakat untuk berperan serta dalam manajemen institusi pendidikan. Artinya masyarakat turut bertanggungjawab baik dalam perencanaan, penyelenggaraan, maupun pembiayaan sekolah. Peran strategis itu sejatinya dimainkan oleh BP3 yang belakangn kemudian berubah nama menjadi Komite Sekolah atau Komite Madrasah. Sayangnya peran itu tidak teraktualkan karena berbagai kendala teknis dan non teknis yang dihadapi oleh BP3 atau Komite Sekolah/Madrasah.

Berbarengan dengan digulirkannya School Based Management (SBM), maka untuk tingkat masyarakat muncul pula community based education (CBE). CBE adalah konsep pendidikan yang berbasis (mengakar) pada masyarakat. CBE mengandaikan adanya sebuah komitmen dari sebuah komunitas atau masyarakat untuk secara bersama-sama memikirkan perkembangan institusi pendidikan. CBE secara langsung memang merupakan respon atas otonomi penyelenggaraan pendidikan yang lebih khusus memunculkan SBM. Dengan demikian dari segi fungsi sangat jelas bahwa CBE dihadirkan untuk sepenuhnya mendukung SBM, yang diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Terbentuknya CBE akan membantu tidak saja dalam hal peningkatan sarana, prasarana dan mutu pendidikan, tetapi akan mendekatkan peserta didik dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.


(23)

Untuk itu manajemen berbasis komunitas bisa terbentuk manakala ada persiapan-persiapan mental dan komitmen yang kuat dari masyarakat. Sementara ini tidak jarang di lapangan ditemukan bahwa para orang tua tidak peduli dengan dunia pendidikan, bahkan tidak jarang pula ada yang antipati dengan kegiatan sekolah, bahkan tidak mau tahu soal pembiayaan.

Dapat ditarik kesimpulan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh madrasah adalah dengan melakukan redefinisi peran BP3. Sebelum menjelaskan format baru BP3, perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa kecenderungan yang menonjol dalam dunia pendidikan Indonesia. Kecenderungan itu muncul akibat interaksi masyarakat dengan dunia pendidikan, yang melahirkan watak dinamis bagi sistem pendidikan. Dinamika itu misalnya terlihat dalam pandangan praktisi pendidikan dalam menyikapi tuntutan yang berkembang dimasyarakat. Kecenderungan yang lahir sebagai respon terhadap kebijakan pemerintah mengenai otonomi penyelenggaran pendidikan ini menarik untuk ditelusuri karena grafiknya meningkat cukup drastis. Diantara kecenderungan tersebut adalah minat penyelenggara pendidikan dalam upaya peningkatan mutu dan out put peserta didik yang bermutu mendapatkan perhatian yang serius dan semakin meluas.

Di samping itu ada gelombang kecenderungan lain yang lebih deras yakni upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap proses penyelenggaran pendidikan. Masalah peningkatan mutu sesungguhnya merupakan isu yang sudah lawas, namun hal itu tidak pernah usang. Kecenderungan yang menjadi trend sekarang adalah peningkatan mutu yang dibarengi dengan upaya mendekatkan kemampuan peserta didik sehingga aplikatif terhadap dunia kerja. Bahkan lebih luas lagi peningkatan mutu itu diarahkan untuk menciptakan SDM yang memang benar-benar aplikatif terhadap tuntutan perkembangan


(24)

dan kebutuhan sebuah masyararakat. Kecenderungan ini saling kait-mengait dengan proses lahirnya policy desentralisasi oleh pemerintah yang harus disikapi leibh serius oleh masyarakat. Di tingkat masyarakat sendiri banyak harapan dan tentunya kemampuan yang sejauh ini belum teraktualkan secara kongkret untuk mengembangkan madrasah, sehingga untuk membuka cakrawala pemikiran dan aksi tersebut perlu langkah kongkret seperti pelatihan, seminar, diskusi, dan banyak media lain yang bisa digunakan. Ini akan menjelaskan sejauh mana peran masyarakat akan lebih dominan dalam mendukung madrasah atau sebaliknya.

Berangkat dari dua kecenderungan tersebut, maka redefinisi peran BP3 sedang menemukan momentumnya yang tepat. Dr. H. Sufyana M. M.Pd dalam bukunya Kapita Selekta Manajemen Pendidikan menjelaskan bahwa:

…pengembangan konsep BP3 amat diperlukan baik dalam arti keanggotaan maupun perannya. Keanggotaan BP3 hendaknya mencakup masyarakat di luat orang tua peserta didik. Mungkin saja untuk masa yang akan datang diprediksi banyak orang tua yang sudah tiak memiliki anak di sekolah, tetapi mereka memiliki potensi dan

kepedulian terhadap pendidikan. Perbedaan mendasar peranan antara BP3 yang ada sekarang dengan BP3 yang akan dikembangkan atau komite sekolah adalah di samping menyumbang dana, tetapi sampai dengan pemikiran bahkan dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah dan pemeriksaan akuntabilitas dalam pelaksanaannya. Menurut konsep manajemen mutu terpadu, BP3 sebagai pelanggan sekunder tentunya memiliki hak tersebut.15

Dengan demikian desentralisasi penyelenggaran pendidikan menyebabkan penanggungjawab institusi pendidikan berubah. Kini masyarakat diberi peluang lebih besar untuk menentukan sistem dan mekanisme yang diterapkan oleh sebuah institusi pendidikan.

15 Dr. H. Sufyana M., M.Pd, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2003) cet. 1, h. 87


(25)

Dengan demikian pola yang harus dikembangkan menyangkut hubungan masyarakat dan madrasah juga pemerintah dapat dideskripsikan sebagai berikut.

BP3 yang selama ini menjadi representasi keterlibatan masyarakat mengalami reduksi secara drastis. Dengan demikian representasi masyarakat dilengkapi dengan elemen lain, yang meliputi pemerintah/birokrasi/politisi, masyarakat, akademisi dan sekolah. Lembaga inilah yang pada tingkat ideal bisa menjadi cikal bakal lahirnya educational community. Satu hal perlu dicatat adalah beragamnya orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan akan berdampak pada kinerja yang lambat. Hal itu tentunya perlu pemikiran teknis sehingga rasio antara jumlah elemen dan fungsi lembaga menjadi lebih berimbang.

Trend baru School Based Management (SBM) pun akan lebih mempertegas peran baru BP3 ataupun komite sekolah. SBM adalah penyelenggaran pendidikan yang mengharuskan sekolah tidak bergantung pada pemerintah. Penerapan sebuah sistem yang secara otomatis mengurangi wewenang dan peran pemerintah akan menyulitkan sekolah, bila peran itu tidak tergantikan oleh lembaga lain. Masyarakat yang lebih mengetahui keinginan dan kebutuhan serta potensi daerahnya, oleh karena itu akan lebih tepat jika masyarakat sendiri yang mengatur penyelenggaraan pendidikan, mengadakan guru, membangun gedung, mengadakan alat praktik dan sebagainya. Sementara pemerintah hanya memberikan rambu-rambu baik bersifat akademik maupun non-akademik seperti kualitas guru, sarana dan prasarana pembelajaran yang mengaju pada standar internasional yang harus dipenuhi oleh masyarakat bila mendirikan sebuah lembaga pendidikan. Dengan hakikat dan fungsi seperti itu maka peran BP3 haruslah berubah, dari posisi sebagai lembaga perwakilan formal menjadi lembaga perwakilan yang fungsional.


(26)

Yang lebih penting disepakati bersama redefinisi peran BP3 tersebut harus memunculkan kesadaran baru terhadap penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan untuk semua (education for all) adalah kenyataan yang harus diterima, begitupun dengan penyelenggarannya bahwa persoalan pendidikan bukan lagi monopoli sekolah dan negara tetapi sudah menjadi tanggung jawab masyarakat. Dengan banyaknya unsur yang terlibat seperti yang disebutkan di atas, maka lembaga seperti BP3 menjadi tidak layak lagi dipertahankan. Sekarang sudah sangat mendesak dirumuskan sebuah lembaga baru yang mewakili seluruh elemen masyarakat dalam membantu mengatur jalannya proses penyelenggaran pendidikan. Lembaga ini -- terlepas namanya, mungkin bisa Board of Education atau yang lainnya-- harus bersifat terbuka dan dinamis, sebagai wadah konsultasi antara sekolah, murid, wali murid dan masyarakat. Upaya mengoptimalkan peran masyarakat ini memang bukan persoalan mudah dan diperlukan waktu yang lama untuk merumsukannya.

Kondisi ini diharapkan secara langsung akan mengubah persepsi masyarakat yang mendikhotomikan madrasah negeri dan swasta, terutama yang berkaitan dengan stigma bahwa sekolah swasta tidak bermutu. Stigma tersebut akhinya hilang dengan perubahan kualitas mutu pendidikan yang terjadi pada madrasah, terlepas apakah swasta atau negeri.

B. Kerangka Berpikir

Harus diakui bahwa pendidikan Indonesia selama ini kurang menggembirakan dalam menghasilkan output yang berkualitas. Ini dibuktikan dalam laporan UNDP tahun 2005 bahwa Human Development Index (HDI) Indonesia berada pada urutan 110, dibawah


(27)

negara-negara Asean lainnya semisal Vietnam 108, Filipina 84, Thailand 73, dan Malaysia 61.16

Hal ini terjadi karena pemerintah selama ini terlalu mengekang sekolah dengan berbagai kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan sekolah. Sejatinya sekolah diberikan keleluasaan dalam mengatur dirinya karena sekolah lebih tahu tentang kebutuhan dan keinginan dalam mengembangkan dirinya.

Akibat dari terlalu banyaknya campur tangan pemerintah terhadap pengelolaan sekolah, sekolah dan berbagai komponen di dalamnya kehilangan gairah dalam mengembangkan dirinya. Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan tidak memaksimalkan potensi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengembangan sekolah. Semestinya masyarakat dilibatkan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan karena masyarakat sendiri yang tahu tentang keinginan kemana anak-anaknya akan diarahkan.

Masyarakat sebagai komponen pendukung sekolah sudah sepatutnya dimaksimalkan partisipasinya dalam mendukung upaya peningkatan mutu pendidikan. Karenanya, sejalan dengan konsep School Based Management yang sedang digulirkan oleh pemerintah sebagai upaya dalam mereformasi bidang pendidikan, memasukan masyarakat sebagai komponen penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Masyarakat, baik yang tergabung dalam sebuah lembaga maupun tidak, diikutsertakan dalam menentukan kebijakan-kebijakan sekolah, memberikan masukan-masukan dan saran-saran, mengontrol kinerja sekolah dan bahkan ikut andil dalam proses belajar mengajar di kelas. Bila kondisi semacam ini terwujud, peningkatan kualitas mutu pendidikan akan menemukan momentumnya.

16


(28)

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan yang bersifat sementara dan dibangun berdasarkan fakta yang ada serta akan dibuktikan kebenarannya. Maka dugaan sementara penelitian ini berdasarkan teori-teori yang telah dibahas sebelumnya adalah:

Hipotesis Alternatif (Ha) : Terdapat korelasi positif yang signifikan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan peningkatan mutu pendidikan dan implementasi konsep School Based Management.

Hipotesis Nihil (Ho) : Tidak Terdapat korelasi positif yang signifikan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan peningkatan mutu pendidikan dan implementasi konsep School Based Management.


(29)

BAB III

A. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini adalah :

3. Untuk mengetahui mutu pendidikan di MTs Darul Hikmah Pamulang

4. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di MTs Darul Hikmah Pamulang

5. Untuk mengetahui tingkat implementasi konsep School Based Management di MTs Darul Hikmah Pamulang

6. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam implemntasi Manajemen Berbasis Sekolah di MTs Darul Hikmah.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan pada periode September-Nopember 2005. Waktu 3 bulan penulis rasa cukup untuk melakukan penelitian karena model penelitian yang dilakukan berupa wawancara dan penyebaran kuisioner kepada masyarakat yang diwakili oleh anggota komite sekolah dan perwakilan orang tua siswa.


(30)

Sesuai dengan judulnya, bahwa madrasah yang diteliti adalah Madrasah Tsanawiyah Darul Hikmah Pamulang. Madrasah beralamat di Jl. Surya Kencana No.24, Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Kabupaten Tangerang, Banten

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau menuliskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang tampak atau sebagaimana adanya, kemudian data-data tersebut dianalisis, diinterpretasi dan disimpulkan.

Untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua metode, yaitu:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan yaitu suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan data-data informasi dengan bantuan buku-buku ilmiah, majalah, surat kabar, dan materi kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke objek penelitian, dalam hal ini penulis akan melakukan penelitian di MTs Darul Hikmah Pamulang. Hal ini dilakukan sebagai upaya menghimpun data-data yang valid dan akurat sehingga data-data yang ditampilkan dalam skripsi ini bisa dipertanggungjawabkan.


(31)

D. Populasi dan Sampel

Hermawan Rasito mendefinisikan populasi sebagai berikut: “Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang terdiri dari manusia, tumbuhan, peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian.”17 Dan menurut Suharsimi Arikunto bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.18 Sementara populasi dalam penelitian ini meliputi kelompok masyarakat yang tergabung dalam lembaga Komite Sekolah dan perwakilan orang tua siswa di MTs Darul Hikmah Pamulang.

Sampel adalah sebagian dari populasi atau wakil populasi yang diteliti.19 Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 7 orang anggota komite sekolah dan 55 orang perwakilan orang tua siswa (10% x 555 orang tua siswa = 55 orang), dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 orang. Dalam penentuan sampel dari 10% orang tua siswa dilakukan secara acak (random) dengan cara diundi dan memperhatikan proporsi gendernya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian lapangan ini, penulis menganalisa data yang ada di lapangan, sehingga gabungan berbagai ragam pengertian, teori dan hipotesis yang ada dapat dibuktikan relevansinya. Untuk memperoleh data-data di lapangan, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:

a. Observasi, dalam kegiatan ini penulis melakukan pengamatan untuk mendapat data mengenai kondisi sarana dan prasarana sekolah. Observasi dalam penelitian dilakukan

17 Hermawan Rasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), Hal. 42

18 Op. Cit, hal. 115 19 Ibid, hal. 117


(32)

dengan cara mengamati keadaan sekolah secara umum, sarana dan prasarana serta keadaan guru dan siswa MTs Darul Hikmah Pamulang

b. Penyebaran Kuisioner/Angket, yaitu pengumpulan data dengan memberikan beberapa pertanyaan berupa angket atau kuisioner kepada objek penelitian. Bentuk angket yang akan digunakan adalah angket langsung dan bersifat tertutup dengan memuat 20 beberapa pertanyaan. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut berupa pilihan ganda dan responden kemudian memilih salah satu jawaban yang tersedia dalam pilihan ganda tersebut. Angket ini berisi pertanyaan seputar peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan dan peran serta masyarakat dalam mengimplementasikan konsep School Based Management.

c. Wawancara, dalam kegiatan ini penulis melakukan wawancara dengan kepala sekolah, ketua yayasan dan ketua Komite Sekolah. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan MTs Darul Hikmah Pamulang dan berkaitan dengan penyusunan skripsi ini.

F. Teknik Analisa Data

Teknik dalam menganalisa data dalam penelitian ini disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan bahwa data yang ada merupakan data kualitatif yang kemudian diubah menjadi data kuantitatif. Oleh karena itu, dalam menganalisa data tersebut penulis menggunakan rumus statistik distribusi frekuensi relatif atau prosentase. Adapun rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:

P = Angka Prosentase

f = Frekuensi yang dicari prosentasenya

N = Number of Cases (Jumlah frekuensi atau banyaknya jumlah individu yang menjadi responden)

f

P= x 100% N


(33)

G. Instrumen Penelitian

1. Definisi Konseptual

Peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam konteks penelitian ini adalah keikutsertaan dan keterlibatan sekelompok orang (masyarakat) dalam kaitan dengan kegiatan sekolah. School Based Management adalah sebuah konsep manajemen pendidikan dimana pengelolaannya dilakukan secara otonom oleh sekolah. Dan mutu pendidikan merupakan sebuah ukuran kualitas lulusan yang dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran, sumber daya kependidikan dan pola hubungan yang dibangun antara sekolah dan masyarakat.

2. Definisi Operasional

Peran serta masyarakat dalam hal ini adalah kegiatan atau aktivitas masyarakat yang tergabung dalam sebuah lembaga BP3 atau Komite Sekolah/Madrasah dan perwakilan orang tua siswa. Aktivitasnya meliputi pengawasan, memberikan saran-saran, dan membantu dalam penyelenggaraan pendidikan. Sementara yang dimaksud dengan implementasi manajemen berbasis sekolah adalah sebuah kegiatan dengan melakukan pengkoordinasian dan penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara otonomis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Dalam hal ini, kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah meliputi: kepala sekolah


(34)

dan wakil-wakilnya, guru, siswa, konselor, tenaga administratif, orangtua siswa, tokoh masyarakat, para profesional, wakil pemerintahan, wakil organisasi pendidikan.

3. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

No Variabel Dimensi Indikator Item/Butir 1 Peran serta

masyarakat Aspek keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan 1. Keterlibatan masyarakat dalam komite sekolah 2. Kegiatan

masyarakat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan madrasah

3. Perhatian

masyarakat/orang tua terhadap peserta didik

1, 2, 3, 5

4, 6, 7, 8, 9 10 2 Implementasi Konsep School Based Management Peran serta masyarakat dalam mengimplementasikan konsep school based management

1. Pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam peningkatan mutu pendidikan 2. Otonomi pendidikan 3. Keterbukaan

11, 13

12


(35)

Madrasah terhadap masyarakat

4. Kerjasama masyarakat dan Madrasah


(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum MTs. Darul Hikmah

1. Latar Belakang Beridirinya MTs Darul Hikmah

MTs Darul Hikmah merupakan salah satu lembaga di bawah naungan sebuah yayasan yang bernama yayasan Darul Hikmah. Yayasan ini didirikan pada tahun 1980 oleh HM. Saidih. Pendirian yayasan ini bermula dari niatan HM. Saidih untuk mencalonkan diri sebagai Kepala Desa Pamulang Barat pada tahun 1978, namun upaya tersebut gagal. Dari kegagalan tersebut HM. Saidih merasa ada hikmahnya, sehingga ia mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Darul Hikmah.

Pada tahun 1983, yayasan Darul Hikmah mengelola Madrasah Tsanawiyah dimana sebagian besar siswanya pada waktu itu adalah siswa drop-out dari sekolah-sekolah lain. Tentu saja alasan mereka untuk drop-out adalah karena faktor ekonomi, mereka tidak sanggup menyediakan biaya sekolah. Melihat banyaknya siswa-siswi yang drop-out di wilayah Pamulang Barat, HM. Saidih semakin terpacu untuk mengelola MTs Darul Hikmah. Namun demikian, meskipun siswa-siswi yang direkrut ketika itu merupakan siswa-siswi drop-out tetapi mayoritas dari mereka sekarang sudah menjadi orang-orang yang berhasil di bidangnya masing-masing. Pembangunan MTs Darul Hikmah merupakan swadaya masyarakat. Gedung sekolah, yang ketika itu terbuat dari bilik bambu, berasal dari


(37)

infaq orang tua siswa. Namun secara perlahan pembangunan MTs tersebut semakin berkembang20.

Pembangunan MTs Darul Hikmah dimulai dari awal, karena keadaan ekonomi pendirinya ketika itu memang belum memungkinkan untuk menyediakan fasilitas belajar yang memadai. Bahkan ketika HM. Saidih menjadi anggota DPRD Tangerang, gajinya ia sisihkan untuk mengembangkan MTs Darul Hikmah. Lambat laun, akhirnya MTs Darul Hikmah semakin berkembang dan yayasan kemudian semakin memperluas wilayah garapannya dengan mendirikan Madrasah Aliyah, Majlis Taklim, Madrasah Ibtidaiyah, dan biro perjalanan haji.

Menyadari, bahwa mayoritas siswanya berasal dari ekonomi kelas bawah, maka HM. Saidih harus bijaksana dalam menentukan jumlah besaran biaya pendidikan. Bahkan ada beberapa siswa yang berprestasi berasal dari keluarga kurang mampu mendapatkan beasiswa penuh dari MTs Darul Hikmah.

2. Visi, Misi dan Struktur Organisasi MTs Darul Hikmah a. Visi

Terwujudnya madrasah yang mampu melahirkan generasi yang beriman, bertaqwa, cerdas, terampil, berkepribadian dan berakhlak mulia serta menjadi kebanggaan masyarakat lingkungannya.

b. Misi

1) Membangun citra madrasah di lingkungannya

2) Menanamkan kecintaan kepada agama, bangsa dan negara

20


(38)

3) Menanamkan nilai-nilai kepribadian yang Islami dan mengembangkan akhlakul karimah

4) Mengembangkan kreatifitas dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan 5) Melatih kemampuan siswa dalam mengamalkan nilai IMTAQ dan IPTEK 6) Mengembangkan kompetensi siswa untuk berkompetisi dalam kehidupan

c. Motto

1) Carilah ilmu, tidak ada manusia yang lahir dengan membawa ilmu 2) Dengan ilmu pengetahuan dapat membuka cakrawala dunia 3) Ilmu merupakan obor, sebagai penerang dikegelapan

4) Kalau moral dan etika sudah hilang, apalagi yang tersisa pada diri manusia d. Struktur Organisasi MTs Darul Hikmah

3. Sumber Daya Kependidikan MTs Darul Hikmah

YAYASAN HM. Saidih, S.Ag

KOMITE EKOLAH

TATA USAHA 1. Nur Ali Hasan 2. Badruddin, S.Ag 3. Liati

4. Yusnah

Waka. Bid. Kurikulum Syarifuddin, AR

Waka. Bid. Kesiswaan

Syarifuddin, AR Waka. Bid. BP/BK Syamsuddin Noor

Waka. Bid. Humas Ahmad Djamhuri, HM

DEWAN GURU WALI KELAS

O S I S O. Holidin, S.Pd

Siswa Kepala Sekolah Dra. Sri Usawati


(39)

Sumberdaya kependidikan (SDK) merupakan bagian penting dalam kegiatan proses pembelajaran. SDK yang dimiliki oleh MTs Darul Hikmah berjumlah 29 orang yang terdiri dari 1 orang menjabat sebagai Kepala Madrasah, 1 orang menjabat Wakil Kepala Madrasah, 4 orang menjabat Wakil Kepala Bidang, 15 orang menjabat Wali Kelas, dan 4 orang sebagai staf, dan 25 orang sebagai Guru Bidang Studi. Namun masing-masing orang mayoritas memiliki tugas rangkap. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut:

Tabel 1. Daftar Sumber Daya Kependidikan MTs Darul Hikmah Pamulang 2005-2006

No Nama Ijazah Pendidikan Jurusan Jabatan Bidang Studi yang

Diajarkan

1 HM. Saidih, S.Ag S1 STAI

Bandung

PAI Ketua Yayasan

2 Dra. Sri Uswati S1 IAIN Jakarta PAI Kamad Fiqh

3 A. Djamhuri HM. D2 IAIN

Bandung

PAI

Wakabid Hms Qur’an/Hadits

4 M. Toni Rz, BA D3 IAIN Jakarta B. Indonesia Wali Kelas B. Indonesia

5 Syarifuddin AR. D2 AMIK

Jakarta

Manj. Info Wakabidkur IPA Fisika

6 M. Zaini K. D2 A.Ma

Serpong

PAI Wali Kelas Kesenian/KTK

7 Drs. M. Yamien S1 IAIN Jakarta PAI Wali Kelas B. Indonesia

8 Drs. Asip Suyadi, SH

S1 UNPAM Hukum Wakabid Sis PPKN

9 Drs. Fauzi

Ayatullah

S1 UNISA Bekasi

SKI Wali Kelas IPS Sejarah

10 Drs. Hariyadi S1 IAIN Jakarta PAI Wali Kelas Geografi/Ekonomi

11 Wawan Suhaeri,

A.Md

D3 APD Jakarta SDM Wakel/OSIS Biologi

12 Muchlisoh, S.Ag S1 IAIN Jakarta Matematika Wali Kelas Matematika

13 H. Jaelani, S.Ag S1 STAI

Bandung

PAI Wali Kelas Aqidah/Akhlak

14 O. Holidin D2 IAIN

Bandung

PGMI Wali Kelas Penjaskes

15 Syamsuddin Noor

S.


(40)

16 M. Sholahudin, S.Hi

S1 IAIN Jakarta Hukum Wali Kelas SKI/B.Indonesia

17 Dani Mahmudin D2 IAIN Jakarta B. Inggris Wali Kelas B. Inggris

18 Drs. Isroil Marzuki S1 IAIN Jakarta PAI Wali Kelas B. Inggris

19 Badrudin, S.Ag S1 IAIN Jakarta Sastra Arab Kaur

TU/Bendahara

B. Arab

20 Yuniawati Fajriah D2 IAIN Jakarta Matematika Wali Kelas Matematika

21 Dian Nur Ilahi, S.Ag

S1 IAIN Jakarta B. Arab GTT B. Inggris

22 Tatang Setia NG, S.Pd S1 Univ. Siliwangi Manj. Komputer GTT IPS-Ekop

23 Sehabuddin Noor S1 IAIN

Bandung

PAI GTT Muatan Lokal

24 Nur Ali Hasan SLTA Kaur TU

25 Liati N SLTA SMK

Pamulang

Staf TU

26 Yusnah SLTA MAN 3

Jakarta

Staf TU

27 Nislam SLTA Wali Kelas Info-Komputer

28 Siti Zubaedah,

S.Sosi

S1 IAIN Jakarta Dakwah Wali Kelas B. Indonesia/SKI

29 Budi Fujiana, SE S1 Budi Luhur

Jkt

Manj. Keuangan

Wali Kelas B. Inggris

Dari data di atas, ada beberapa orang yang sudah tidak lagi aktif mengajar dan bertugas di MTs Darul Hikmah, sehingga jumlah personel SDK MTs darul Hikmah hingga penulis melakukan penelitian berjumlah 26 orang.

4. Keadaan Siswa

Jumlah siswa MTs Darul Hikmah pada saat penulis melakukan penelitian adalah 555 siswa yang terdiri dari 274 laki-laki dan 281 perempuan. Secara rinci bisa dilihat dalam tabel berikut:


(41)

Tabel 2. Data Jumlah Siswa

MTs Darul Hikmah Pamulang 2005-2006

JUMLAH SISWA

KELAS 1 KELAS 2 KELAS 3 JUMLAH

L P JML L P JML L P JML L P TOTAL

99 92 191 100 91 191 75 98 173 274 281 555

Jumlah ruang kelas yang digunakan untuk menampung sejumlah siswa di atas adalah 15 ruang sehingga masing-masing ruang bisa dijadikan 1 rombongan belajar.

5. Kurikulum dan Sarana a. Kurikulum

Kurikulum yang digunakan MTs Darul Hikmah adalah kurikulum yang dikeluarkan Diknas dan Depag. Namun ada beberapa modifikasi yang dilakukan terutama menyangkut penanaman nilai-nilai moral dan keislaman. Karena 2 hal inilah yang dijadikan nilai jual

MTs Darul Hikmah. b. Sarana

MTs Darul Hikmah merupakan sekolah yang sederhana, fasilitas bangunan yang dimiliki juga sangat sederhana. Tetapi dengan kesederhanaan tersebut tidak mengesampingkan kualitas pembelajaran.

MTs Darul Hikmah memiliki 15 ruang belajar, yang semuanya dimanfaatkan untuk rombongan belajar. Disamping itu, sekolah ini memiliki sarana pendukung lainnya semisal meja, kursi, perlengkapan kantor, perlengkapan olahraga, perlengkapan kesenian dan alat pendukung lainnya. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel berikut:

Tabel 3. Daftar Inventaris MTs. Darul Hikmah Pamulang

Kondisi Jumlah

No Nama Barang


(42)

1 Meja Siswa 200 - 25 225

2 Kursi Siswa 400 - 10 410

3 Meja Guru 10 10

4 Kursi Guru 15 15

5 Papan Tulis 10 10

6 Lemari Siswa

7 Lemari Guru 3 2 5

8 Alat Kantor

1. Meja 5 5

2. Kursi 10 10

3. Mesin Ketik 1 1 2

4. Komputer 20 5 5 30

5. Printer 1 1 2

6. Kalkulator 3 3

9 Perlengkapan Olah raga

1. Bola Kaki 5 1 2 8

2. Bola Volley 7 2 3 12

3. Net 1 1

4. Tenis Meja 1 1

5. Raket 5 2 1 8

6. Seragam Olahraga 1 1 2

7. Matras 1 1

8. Cakram 2 2

9. Lembing 3 2 5

10. Bola Basket 1 1 2

10 Perlengkapan Kesenian

1. Rebana 1 1

2. Suling 5 5

3. Orgen 1 1

4. Seragam 1 1 1 2

5. Gitar 2 3

11 Alat Pendukung

1. Radio Tape 1 1 1 3

6. Komite Sekolah

Melihat pentingnya dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, MTs Darul Hikmah merespon hal tersebut dengan membentuk kepengurusan Komite Sekolah. Lembaga ini diharapkan bisa menampung aspirasi semua elemen masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Pihak-pihka yang terlibat dalam kepengurusan lembaga ini meliputi ketua yayasan, kepala madrasah, BP3, guru, staf, osis dan orang tua murid. Berikut susunan kepengurusan Komite Sekolah MTs Darul Hikmah:


(43)

Anggota : 1. Dra. Sri Uswati (Kepala Madrasah) 2. Badruddin, S.Ag (Ketua BP3) 3. Drs. Asip Suyadi (Guru) 4. Nur Ali Hasan (TU) 5. O Holidin (Ketua Osis)

6. A. Djamhuri HM. (Orang Tua/Wali)

Lembaga ini sudah ditetapkan dan diresmikan melalui surat keputusan yang diterbitkan MTs. Darul Hikmah No. MTs-i/189/PP.005/250/2004 tanggal 12 Agustus 2004. Di samping komite sekolah, MTs Darul Hikmah masih tetap memfungsikan lembaga BP3 sebagai wadah aspirasi dari orang tua murid.

7. Data Prestasi Siswa

Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa MTs Darul Hikmah merupakan sekolah/madrasah yang sangat minimalis dalam hal fasilitas pembelajaran. Dan mayoritas siswanya berasal dari kalangan keluarga yang kurang mampu. Namun demikian, MTs Darul Hikmah tergolong sekolah/madrasah yang sangat peduli dengan kualitas lulusannya. Hal ini bisa dilihat dari data rekapiulasi hasil ujian nasional tahun ajaran 2004-2005.

a. Tabel 4. Data jumlah peserta Ujian Nasional Jumlah Peserta Ujian Nasional Tahun Ajaran

Laki-laki Perempuan Jumlah


(44)

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun ajaran 2004-2005 jumlah siswa yang mengikuti Ujian Nasional adalah 116 siswa terdiri dari 49 laki-laki dan 67 perempuan.

b. Tabel 5. Nilai Ujian Nasional Tahun Ajaran 2004-2005 Nilai/Mata Pelajaran

Tahun

Ajaran B.Indonesia Matematika B. Inggris Jumlah

Keterangan

7,83 8,67 8,83 25,33 Tertinggi 4,50 3,33 3,83 11,66 Terendah

2004-2005

6,2 6 6,33 18,53 Rata-rata

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang dicapai siswa MTs Darul Hikmah Pamulang dalam Ujian Nasional Tahun Ajaran 2004-2005 untuk masing-masing mata pelajaran yang diujikan adalah: Bahasa Indonesia 7,83; Matematika 8,67; dan Bahasa Inggris 8,83. Sementara untuk nilai terendahnya adalah Bahasa Indonesia 4,50; Matematika 3,33 dan Bahasa Inggris 11,66. Jadi jumlah tertinggi ketiga mata pelajaran yang diujikan adalah 25,33; terendah 11,66 dan rata-rata 18.53.

Melihat capaian prestasi belajar siswa MTs Darul Hikmah baik pada bidang studi yang diujikan dalam Ujian Nasional maupun bidang studi lainnya yang diujikan dalam Ujian Akhir pada Tahun Ajaran 2004-2005 lebih dari cukup. Hal ini bisa menegaskan bahwa prestasi siswa sangat terbantu dengan adanya kerjasama yang memadai antara pihak sekolah dan masyarakat, meskipun fasilitas fisik sangat sederhana.

B. Analisa dan Interpretasi Data

Sebagaimana telah disinggung dalam bab sebelumnya, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survey dengan melakukan penyebaran kuisioner atau angket kepada responden. Responden dalam hal ini


(45)

adalah pihak-pihak yang merepresentasikan masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat yang dipilih secara acak (random) melalui system undian. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang merepresentasikan MTs Darul Hikmah, sebagai upaya menggali data-data pendukung melalui serangkaian pertanyaan.

Kuisioner atau angket, yang dijadikan alat untuk menggali data-data penting mengenai peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan madrasah, terdiri dari 20 pertanyaan. Dari 20 pertanyaan itu dibagi dua lokus bidang garap penelitian. Bagian 1 terdiri dari 10 pertanyaan menyangkut peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bagian 2 terdiri dari 10 pertanyaan menyangkut peran serta masyarakat dalam kerangka mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah (school based management).

Responden yang dipilih berjumlah 62 orang yang terdiri dari seluruh anggota komite sekolah (7 orang) dan 10% dari total orang tua siswa (555 x 10%= 55 orang). Angket yang disebar kepada 62 responden itu kemudian diolah dalam bentuk tabel deskriptif prosentase dengan rumus:

Berikut hasil analisa dan interpretasi data: 1. Data Responden

a. Tabel. 6. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

f

P= x 100% N

P = Angka Prosentase

f = Frekuensi yang dicari prosentasenya

N = Number of Cases (Jumlah frekuensi

atau banyaknya jumlah individu yang menjadi responden)


(46)

Jenis Kelamin f %

Laki-laki 40 65

Perempuan 22 35

Jumlah 62 100

Grafik 1. Dat a Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki 35%

Perempuan 65%

Laki-laki Perempuan

Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden yang berpartisipasi dalam penelitian adalah laki-laki 40 orang (65%) disusul perempuan 22 orang (35%).

b. Tabel. 7. Data Responden Berdasarkan Usia

Usia f %

> 40 Tahun 54 87

< 40 Tahun 8 13

Jumlah 62 100

Grafik 2. Dat a Responden Berdasarkan Usia

< 40 Tahun 13%

> 40 Tahun 87%

> 40 Tahun < 40 Tahun

Mayoritas responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini mayoritas berumur di bawah 40 tahun. Responden yang berumur di bawah 40 tahun adalah 54 orang atau berkisar


(47)

87%, berbanding 8 orang atau 13% responden yang berumur di atas 40 tahun adalah 8 orang atau berkisar 13%.

c. Tabel. 8. Data Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan f %

Petani 7 11

Pedagang 20 32

Pegawai Swasta 19 31

PNS 5 8

TNI/POLRI 1 2

Wiraswasta 10 16

Lainnya 0 0

Jumlah 62 100

Grafik 3. Dat a Responden Berdasarkan Jenis Pekerj aan

PNS 8%

TNI / Polisi 2%

Wiraswasta 16%

Pegawai Swasta

31% Pedagang32%

Lainnya 0% Petani

11%

Pet ani Pedagang Pegawai Swast a PNS TNI / Polisi Wiraswast a Lainnya

Data di atas merupakan identitas responden berdasarkan jenis pekerjaan. Data ini menujukkan mayoritas responden dari segi pekerjaan adalah pedagang 20 orang (32%) disusul pegawai swasta (karyawan swasta) 19 orang (31%), wiraswasta 10 orang (16%), petani 7 orang (11%), PNS 5 orang (8%) dan TNI/POLRI 1 orang (2%).

d. Tabel. 9. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan f %

SD 5 8

SMP 29 47

SMA 24 39

Perguruan Tinggi 4 6


(48)

Grafik 4. Dat a Responden Berdasarkan Pendidikan

SMP 47% SMA

39% Perguruan

Tinggi 6%

SD

8% SDSMP

SMA Perguruan Tinggi

Data di atas merupakan identitas responden berdasarkan tingkat pendidikan. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan SMP 29 orang (47%), disusul SMA 24 orang (39%), SD 5 orang (8%) dan Perguruan Tinggi 4 orang (6%)

2. Analisis dan Interpretasi Data

a. Peran Serta Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Madrasah 1. Tabel 10. Lamanya Responden Terlibat dalam Keanggotaan BP3/Komite Sekolah

Alternatif Jawaban f %

Kurang dari 1 Tahun 16 26 Kurang dari 2 Tahun 34 55 Lebih dari 3 Tahun 12 19

Jumlah 62 100

Grafik 5. Lamanya Responden dalam Keanggot aan BP3/ Komit e Sekolah

< 5 Tahun 55% > 5 Tahun

19% < 1 Tahun26%

< 1 Tahun < 5 Tahun > 5 Tahun


(49)

Pada data di atas menunjukkan bahwa responden yang telah masuk dalam keanggotaan BP3/Komite Sekolah kurang dari dua tahun sebanyak 34 orang (55%), kurang dari 1 tahun 26 orang (16%) dan lebih dari 3 tahun 12 orang (19%).

2. Tabel 11. Keikutsertaan Responden dalam Rapat/Diskusi dalam Membahas Persoalan Pendidikan Madrasah

Alternatif Jawaban f %

Sering 53 85

Jarang 6 10

Tidak Pernah 3 5

Jumlah 62 100

Grafik 6. Keikut sert aan Responden dalam Rapat / Diskusi Membahas Persoalan

Pendidikan

Tidak Pernah 5% Jarang

10%

Sering 85%

Sering Jarang Tidak Pernah

Tabel 11 di atas memberikan informasi kepada kita bahwa mayoritas responden (85%) selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan rapat/diskusi dalam membahas persoalan pendidikan di MTs Darul Hikmah berbanding 6 responden (10%) yang menyatakan jarang dan 3 responden (5%) menyatakan tidak pernah terlibat dalam rapat/diskusi dalam membahas persoalan pendidikan madrasah.

3. Tabel 12. Pihak yang Memprakarsai Rapat/Diskusi dalam Membahas Persoalan Pendidikan Madrasah


(50)

Alternatif Jawaban f %

Inisiatif Sendiri 30 48

Pihak Sekolah 31 50

Tidak Tahu 1 2

Jumlah 62 100

Grafik 7. Pihak yang Memprakarsai Rapat / Diskusi dalam Membahas Persoalan

Pendidikan Madrasah

I nisiatif Sendiri

48% Tidak Tahu

2%

Pihak Sekolah 50%

Inisiatif Sendiri Pihak Sekolah Tidak Tahu

Data di atas menunjukkan bahwa antara pihak sekolah dan masyarakat mempunyai porsi yang seimbang dalam memprakarsai berbagai kegiatan pertemuan/rapat/diskusi menyangkut persoalan pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan 30 responden (48%) menjawab inisiatif sendiri dalam memprakarsai kegiatan tersebut, 31 responden (50%) inisiatif pihak sekolah dan 1 responden (2%) menjawab tidak tahu.

4. Tabel 13. Masalah yang Biasanya Dibahas dalam Rapat/Diskusi

Alternatif Jawaban f %

Masalah Mutu Pendidikan 47 76 Masalah Keuangan 15 24 Tidak Tahu Masalahnya 0 0


(51)

Grafik 8. Masalah yang Biasanya Dibahas dalam Rapat / Diskusi

Masalah Mutu Pendidikan

76% Masalah

Keuangan 24%

Tidak Tahu Masalahnya

0% Masalah Mutu Pendidikan

Masalah Keuangan Tidak Tahu Masalahnya

Data di atas memberikan penjelasan bahwa mayoritas pembahasan dalam rapat/diskusi yang dilakukan pihak sekolah dan masyarakat menyangkut persoalan-persoalan mutu pendidikan (76%) dan persoalan-persoalan keuangan (24%). Ini berarti, meskipun MTs Darul Hikmah memiliki fasilitas pendidikan yang sangat sederhana, tetapi rapat-rapat yang diinisiasi oleh sekolah dan masyarakat tidak melulu membahas pada persoalan keuangan, tetapi lebih pada persoalan yang lebih substansial yaitu mutu pendidikan.

5. Tabel. 14 Persepsi Responden Mengenai Tanggungjawab Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Alternatif Jawaban f %

Ya 62 100

Bukan 0 0

Tidak Tahu 0 0


(52)

Grafik 9. Persepsi Responden Mengenai Tanggungj aw ab Masyarakat dalam

Meningkat kan Mut u Pendidikan

Ya 100%

Tidak Tahu 0% Bukan

0%

Ya Bukan Tidak Tahu

Tabel 14 menunjukkan bahwa mayoritas responden menganggap bahwa tanggungjawab pendidikan merupakan tanggungjawab bersama. Ini berarti mayoritas responden sudah memiliki persepsi bahwa masyarakat memiliki tanggungjawab yang besar dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya di lingkungannya. Hal ini dibuktikan dengan 62 responden (100%) yang menyatakan bahwa masyarakat memiliki tanggungjawab dalam meningkatkan mutu pendidikan.

6. Tabel 15. Frekwensi Sekeloh dalam Meminta Responden untuk Memberikan Saran

Alternatif Jawaban f %

Sering 53 85

Jarang 9 15

Tidak Tahu 0 0

Jumlah 62 100

Grafik 10. Frekw ensi Sekolah dalam memint a Responden Unt uk Memberikan Saran

Sering 85% Tidak Tahu

0% Jarang

15%

Sering Jarang Tidak Tahu


(53)

Data di atas menunjukkan bahwa MTs Darul Hikmah sangat terbuka kepada masyarakat pendukungnya. Hal ini dibuktikan dengan 53 responden (85%) yang menjawab bahwa sekolah selalu meminta kepada masyarakat untuk memberikan saran menyangkut persoalan-persoalan pendidikan yang dihadapi sekolah berbanding 9 responden (15%) yang menyatakan sekolah jarang meminta saran/masukkan kepada masyarakat.

7. Tabel 16. Saran yang Diharapkan Pihak Sekolah dari Responden

Alternatif Jawaban f %

Peningkatan Mutu Pendidikan 36 58

Kualitas Guru 18 29

Keuangan 8 13

Jumlah 62 100

Grafik 11. Saran yang Diharapkan Pihak Sekolah dari Responden

Peningkatan Mutu Pendidikan

58% Kualitas

Guru 29%

Keuangan 13%

Peningkatan Mutu Pendidikan Kualitas Guru

Keuangan

Pada data ini menunjukkan bahwa sekolah lebih memperhatikan peningkatan mutu pendidikan dan kualitas guru kepada masyarakat ketimbang persoalan-persoalan lainnya. Dalam hal ini bisa diasumsikan bahwa sekolah sangat mengharapkan masyarakat pendukungnya untuk terlibat aktif dalam peningkatan mutu pendidikan dan kualitas guru. Hal ini dibuktikan dengan 36 responden (58%) menyatakan sekolah mengaharapkan saran menyangkut peningkatan mutu pendidikan, kualitas guru dinyatakan oleh 18 responden (29%) dan keuangan oleh 8 responden (13%).


(54)

8. Tabel 17. Frekwensi Responden dalam Memberikan Usul/Masukan Kepada Pihak Sekolah

Alternatif Jawaban f %

Sering 41 66

Jarang 18 29

Tidak Pernah 3 5

Jumlah 62 100

Grafik 12. Frekw ensi Responden dalam Memberikan Usul/ Masukan Kepada Sekolah

Jarang 29%

Tidak Pernah 5%

Sering 66%

Sering Jarang Tidak Pernah

Terkait dengan data sebelumnya, pada tabel 17 menunjukkan bahwa masyarakat memiliki frekwensi yang cukup tinggi dalam memberikan masukan/usul kepada pihak sekolah. Tentu saja usul-usul atau masukkan yang diajukan masyarakat menyangkut peningkatan mutu pendidikan di MTs Darul Hikmah. Hal ini dibuktikan dengan 41 responden (66%) menyatakan sering memberikan usul/masukkan kepada sekolah, berbanding 18 responden (29%) yang menyatakan jarang dan 3 responden (5%) menyatakan tidak pernah memberikan usul kepada sekolah.

9. Tabel 18. Usul/Masukan Responden Kepada Pihak Sekolah

Alternatif Jawaban f %

Metode Pembelajaran 30 48

Kualitas Guru 28 45

Keuangan 4 6


(55)

Grafik 13. Usul/ Masukan Responden Kepada Pihak Sekolah Metode Pembelajaran 48% Kualitas Guru 45% Keuangan 6%

Metode Pembelaj aran Kualitas Guru Keuangan

Data di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden sangat peduli dalam hal pengembangan metode pembelajaran dan kualitas guru di MTs Darul Hikmah. Hal ini bisa dilihat bahwa 30 responden (48%) dalam memberikan masukkan/usul kepada sekolah menyangkut metode pembelajaran disusul kualitas guru yang dinyatakan oleh 28 responden (45%). Sementara responden yang memberikan masukkan dalam hal keuangan hanya 4 responden (6%).

10.Tabel 19. Frekwensi Responden dalam Mengamati Perkembangan Prestasi Siswa di Sekolah

Alternatif Jawaban F %

Sering 59 95

Jarang 3 5

Tidak Pernah 0 0

Jumlah 62 100

Grafik 14. Frekwensi Responden dalam Mengamat i Perkembangan Prest asi Sisw a di

Sekolah Sering 95% Jarang 5% Tidak Pernah 0% Sering Jarang Tidak Pernah


(56)

Data ini menunjukkan bahwa responden selalu mengamati perkembangan prestasi belajar anak-anaknya di sekolah. Hal ini dibuktikan dengan 59 responden (95%) menyatakan sering mengamati perkembangan prestasi siswa (anaknya) di sekolah berbanding 3 responden (5%) yang menyatakan jarang mengikuti perkembangan prestasi siswa (anaknya) di sekolah.

b. Peran Serta Masyarakat dalam Kerangka Mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management)

1. Tabel 20. Pendapat Responden Mengenai Pihak Yang Bertanggungjawab dalam Pendidikan

Alternatif Jawaban f %

Bukan Hanya Pemerintah 60 97 Hanya Pemerintah 2 3

Tidak Tahu 0 0

Jumlah 62 100

Grafik 15. Pendapat Responden Mengenai Pihak yang Bert anggungjaw ab dalam

Pendidikan

Tidak Tahu 0% Hanya

Pemerintah 3%

Bukan Hanya Pemerintah

97% Bukan Hanya Pemerintah

Hanya Pemerintah Tidak Tahu

Pada data di atas menunjukkan bahwa responden menyadari bahwa semua pihak bertanggungjawab dalam persoalan pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan 60 responden (97%) menyatakan bahwa pendidikan bukan hanya tanggungjawab pemerintah berbanding


(57)

2 responden (3%) yang menyatakan hanya pemerintah yang bertanggungjawab dalam persoalan pendidikan.

2. Tabel 21. Pendapat Responden Mengenai Monopoli Tanggungjawab Pendidikan oleh Sekolah

Alternatif Jawaban f %

Setuju 4 6

Tidak Setuju 58 94

Tidak Tahu 0 0

Jumlah 62 100

Grafik 16. Pendapat Responden Mengenai Monopoli Tanggungjaw ab Pendidikan oleh

Sekolah

Tidak Setuj u 94%

Tidak Tahu 0%

Setuj u 6%

Setuj u Tidak Setuju Tidak Tahu

Pada data ini juga berkaitan dengan data sebelumnya (tabel 20), bahwa mayoritas responden (58 responden/94%) menyatakan tidak setuju bila tanggungjawab pendidikan hanya dipikul oleh pihak sekolah berbanding 4 responden (6%) yang menyatakan setuju bila tanggungjawab pendidikan dimonopoli pihak sekolah. Artinya, responden menganggap bahwa sekolah sudah tidak bisa lagi memonopoli persoalan-persoalan pendidikan di sekolahnya, masyarakat juga memiliki porsi yang seimbang dalam persoalan tanggungjawab tersebut.

3. Tabel 22. Pendapat Responden Mengenai Berhak Tidaknya Masyarakat untuk Berpartisipasi dalam Penyelenggaraan Pendidikan

Alternatif Jawaban f %

Berhak 61 98


(58)

Tidak Tahu 0 0

Jumlah 62 100

Grafik 17. Pendapat Responden Mengenai Berhak Tidaknya Masyarakat unt uk Berpart isipasi dalam Penyelenggaraan

Pendidikan Berhak 98% Tidak Tahu 0% Tidak Berhak 2% Berhak Tidak Berhak Tidak Tahu

Tabel 22 menggambarkan bahwa mayoritas masyarakat berpendapat bahwa masyarakat memilikin hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan 61 responden (98%) menyatakan berhak berbanding 1 responden (2%) menyatakan tidak berhak.

Tabel 23. Pendapat Responden Mengenai Keuangan Sekolah

Alternatif Jawaban f %

Sering Mengetahui 48 77

Jarang 12 19

Tidak Tahu 2 3

Jumlah 62 100

Grafik 18. Pendapat Responden Mengenai Keuangan Sekolah Sering Mengetahui 77% Tidak Tahu 3% Jarang 19% Sering Mengetahui Jarang Tidak Tahu


(59)

Data di atas menunjukkan bahwa sekolah sangat terbuka kepada masyarakat menyangkut persoalan-persoalan keuangan. Artinya, masyarakat diberikan porsi yang cukup dalam mengontrol berbagai macam bantuan yang diterima pihak sekolah dari pihak luar termasuk dari pemerintah. Hal ini bisa dibuktikan dengan 48 responden (77%) yang menyatakan bahwa mereka sering mengetahui alur keuangan sekolah, sementara 12 responden (19%) jarang mengetahui dan 2 responden (3%) menyatakan tidak tahu persoalan keuangan sekolah.

4. Tabel 24. Frekwensi Responden dalam Rapat/Diskusi Menyangkut Pembahasan Keuangan Sekolah

Alternatif Jawaban F %

Sering 59 95

Jarang 3 5

Tidak Pernah 0 0

Jumlah 62 100

Grafik 19. Frekw ensi Responden dalam Rapat / Diskusi Menyangkut Keuangan Sekolah

Sering 95% Jarang

5%

Tidak Pernah 0%

Sering Jarang Tidak Pernah

Data ini menunjukkan bahwa mayoritas responden (59 responden/95%) sangat sering berpartisipasi dalam rapat-rapat/diskusi yang diselenggarakan pihak sekolah-masyarakat menyangkut pembahasan keuangan sekolah berbanding 3 responden (5%) yang menyatakan jarang terlibat dalam pembahasan keuangan sekolah.


(60)

5. Tabel 25. Pendapat Responden Mengenai Jenis Persoalan Keuangan yang Biasanya Dibahas dalam Rapat/Diskusi

Alternatif Jawaban F %

Dana Bangunan Sekolah 24 39

Gaji Guru 13 21

SPP 25 40

Jumlah 62 100

Grafik 20. Pendapat Responden Mengenai Jenis Persoalan Keuangan yang Biasanya

Dibahas Dalam Rapat / Diskusi

Gaj i Guru 21% SPP

40%

Dana Bangunan

Sekolah 39%

Dana Bangunan Sekolah Gaj i Guru

SPP

Tabel 25 menunjukkan ada 3 lokus pembahasan dalam rapat/diskusi yang dilakukan pihak sekolah dan masyarakat menyangkut persoalan keuangan. 25 responden (40%) yang menyatakan SPP sebagai lokus utama pembahasan, 24 responden (39%) menyatakan dana bangunan sekolah dan 13 responden (21%) yang menyatakan gaji guru sebagai lokus pemabahasannya.

7. Tabel 26. Partisipasi Responden dalam Mempromosikan Sekolah

Alternatif Jawaban F %

Sering 12 19

Jarang 49 79

Tidak Pernah 1 2


(61)

Grafik 21. Part isipasi Responden dalam Mempromosikan Sekolah

Jarang 79%

Sering 19% Tidak

Pernah 2%

Sering Jarang Tidak Pernah

Data di atas menunjukkan bahwa responden kelihatannya jarang ikut terlibat dalam mempromosikan atau mengajak teman, tetangga dan kerabat lainnya untuk masuk ke MTs Darul Hikmah. 49 responden (79%) menyatakan jarang dan 12 responden (19%) menyatang sering mengajak temannya untuk menyekolahkan anaknya ke MTs Darul Hikmah. Hal ini bisa diarik kesimpulan bahwa mayoritas responden menganggap bahwa masyarakat mempunyai nalar yang cukup dalam memilih kualitas sekolah.

8. Tabel 27. Partisipasi Responden dalam Memberikan Masukan kepada Sekolah

Alternatif Jawaban F %

Sering 57 92

Jarang 5 8

Tidak Pernah 0 0

Jumlah 62 100

Grafik 22. Part isipasi Responden dalam Memberikan Masukan Kepada Sekolah

Sering 92% Jarang

8%

Tidak Pernah 0%

Sering Jarang Tidak Pernah


(1)

5.

Dalam hal jumlah guru yang terlibat dalam proses KBM di MTs Darul Hikmah

berjumlah 26 orang. Mereka berasal dari lulusan S1, diploma dan SMA. Dari jumlah

itu hanya 3 orang yang berstatus PNS, 1 orang pensiunan PNS dan sisanya adalah

honorer.

6.

Imprastruktur yang dimiliki oleh MTs Darul Hikmah dinataranya gedung milik

sendiri, tanah, perlengkapan olahraga dan seni, mebeler, masjid, dan perlengkapan

pendukung pembelajaran lainnya, tetapi sifatnya sangat sederhana dan minim.

7.

Kegiatan ekstra kulikuler yang diselenggarakan MTs Darul Hikmah diantaranya

pramuka, olahraga, pengajian dan komputer.

Peran serta Masyarakat

1.

MTs Darul Hikmah memiliki lembaga Komite Sekolah sejak 12 Agustus 2004,

berdasarkan surat keputusan No. MTs-1/189/PP.005/250/2004.

2.

Komite ini berjumlah 7 orang

3.

Komite sekolah selalu mengadakan rapat-rapat/diskusi menyangkut persoalan

sekolah. Kegiatan ini juga selalu melibatkan masyarakat terutama orang tua siswa.

4.

Tema-tema yang dijadikan bahan rapat/diskusi antara lain menyangkut peningkatan

mutu pendidikan, pengembangan metode pembelajaran, keuangan, kualitas guru, SPP,

fasilitas sekolah dan kesejahteraan guru.

5.

Seperti telah disebutkan sebelumnya tema-tema yang dibahas dalam rapat juga

menyangkut persoalan kurikulum, kualitas guru dan pengembangan metode

pembelajaran

6.

Semua anggota komite sekolah saya rasa mengetahui besaran keungan sekolah, karena

kita secara rutin melakukan pelaporan dalam hal keuangan.


(2)

7.

Kami selaku pihak sekolah sangat terbuka kepada masyarakat. Karena kami yakin,

bahwa dengan melakukan kerjasama dengan masyarakat tugas-tugas sekolah menjadi

lebih mudah.

8.

Ada beberapa masyarakat meskipun tidak memiliki anak yang sekolah di MTs darul

Hikmah tetapi juga memiliki kepedulian dalam pengembangan pendidikan di MTs

Darul Hikmah, terutama berasal dari kelompok bimbingan ibadah haji yang

diselenggarakan yayasan Darul Hikmah.

9.

Lumayan banyak jumlah, tetapi secara pasti angkanya saya kurang tahu.

10.

Kalau masyarakat yang memiliki ikatan emosional dengan yayasan tentu memiliki

kepedulian terhadap MTs Darul Hikmah.


(3)

Peran Serta Masyarakat dalam upaya meningkatkan Mutu Pendidikan dalam

Kerangka Mengimplementasikan Konsep School Based Management

di MTs Darul Hikmah, Pamulang-Tangerang

(Mohon dijawab dengan sejujurnya)

A. Identitas Responden

1. Jenis Kelamin : Lk/Pr

2. Usia :

3. Pekerjaan :

4. Pendidikan :

B. Petunjuk Pengisian

Lingkari jawaban yang sesuai dengan apa yang anda alami C. Pertanyaan

Peran Serta Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

1. Berapa tahun bapak/ibu menjadi bagian dari MTs Darul Hikmah (menjadi orang tua siswa, guru, kepala sekolah, anggota BP3, Majlis Madrasah/Komite Sekolah)

a. <1 tahun b. < 5 tahun c. > 5 tahun

2. Apakah Bapak/Ibu pernah melakukan rapat-rapat/diskusi dengan teman-teman yang lain menyangkut persoalan pendidikan di MTs Darul Hikmah?

a. Sering b. Jarang c. Tidak Pernah (bila jawaban (c) langsung ke pertanyaan No.5)

3. Kalau pernah, siapa yang memprakarsai rapat-rapat/diskusi itu?

a. Inisiatif sendiri b. Pihak Sekolah c. Tidak Tahu 4. Masalah apa yang biasanya di rapatkan/didiskusikan?

a. Masalah mutu pendidikan b. Masalah keuangan

c. Tidak tahu masalahnya

5. Apakah Bapak/Ibu merasa bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan di MTs Darul Hikmah merupakan bagian dari tanggung jawab masyarakat?

a. Iya b. Bukan c. Tidak Tahu

6. Apakah bapak/ibu pernah dimintai saran oleh sekolah/madrasah menyangkut persoalan yang dihadapi sekolah/madrasah?

a. Sering b. Jarang c. Tidak Tahu (Bila Jawaban (c) langsung ke pertanyaan No. 8

7. Bila pernah, masalah apa biasanya Bapak/Ibu dimintai saran oleh sekolah/madrasah? a. Peningkatan Mutu Pendidikan b. Kualitas Guru c. Keuangan

8. Apakah Bapak/Ibu pernah mengajukan usul atau memberi masukan kepada sekolah/madrasah mengenai persoalan peningkatan mutu pendidikan?


(4)

(Bila jawaban (c) langsung ke pertanyaan No.10)

9. Mengenai masalah apa biasanya Bapak/Ibu mengajukan usul atau memberi saran kepada sekolah/madrasah?

a. Metode pembelajaran b. Kualitas guru c. Keuangan

10. Apakah Bapak/Ibu mengamati perkembangan prestasi belajar anak Bapak/Ibu di sekolah?

a. Sering b. Jarang c. Tidak Pernah

Peran Serta Masyarakat dalam kerangka mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Mabagement)

11. Menurut Bapak/Ibu, apakah persoalan pendidikan hanya tanggung jawab pemerintah? a. Bukan hanya pemerintah b. Hanya pemerintah c. Tidak Tahu

12. Apakah Bapak/Ibu setuju bila pengelolaan pendidikan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah?

a. Setuju b. Tidak setuju c. Tidak Tahu

13. Menurut Bapak/Ibu, apakah masyarakat berhak ikut andil dalam penyelenggaraan pendidikan?

a. Berhak b. Tidak Berhak c. Tidak Tahu 14. Apakah bapak ibu pernah mengetahui keuangan sekolah/Madrasah?

a. Sering mengetahui b. Jarang c. Tidak Tahu

15. Apakah Bapak/Ibu pernah diundang rapat oleh sekolah dalam persoalan keuangan sekolah/madrasah?

a. Sering b. Jarang c. Tidak Pernah

16. Jenis persoalan keuangan apa biasanya Bapak/Ibu diundang rapat oleh sekolah/madrasah?

a. Dana Bangunan Sekolah b. Gaji guru c. SPP

17. Apakah Bapak/Ibu pernah mengajak teman-teman yang lain untuk menyekolahkan anak-anaknya di MTs Darul Hikmah?

a. Sering b. Jarang c. Tidak Pernah

18. Apakah Bapak/Ibu pernah memberikan masukan kepada sekolah/madrasah mengenai persoalan pendidikan?

a. Sering b. Jarang c. Tidak Pernah

19. Apakah Bapak/Ibu pernah dilibatkan dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah/Madrasah (RAPBS/M) oleh Sekolah/Madrasah?

a. Sering b. Jarang c. Tidak Pernah

20. Apakah Sekolah/Madrasah pernah memberikan informasi tentang laporan pertanggungjawaban kepada Bapak/Ibu?


(5)

(6)