Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN
peneliti berasusmsi bahwa tingkat pendidikan dapat mempenaruhi pengetahuan tentang rawat gabung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sedikit responden yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang rawat gabung, sedangkan hampir enam
kalli lipatnya ialah memiliki pengetahuan yang baik tentang rawat gabung, dan tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang
rawat gabung. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Wulandari, dkk 2007 yang mendapatkan pengetahuan yang baik tentang rawat gabung pada mayoritas
respondennya, tetapi pada penelitian ini respondennya ialah ibu post partum. Bila dilihat secara rinci dari keseluruhan pertanyaan tentang rawat gabung,
maka pertanyaaan tentang tujuan rawat gabung dalam hal bantuan emosional yang mayoritas dijawab benar oleh responden, dalam hal bantuan emosional rawat
gabung bertujuan untuk terciptanya hubungan antara ibu dan bayinya bounding attachment. Notoatmodjo 2003 mengatakan bahwa pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang. Pernyataan dan hasil penelitian tersebut didukung dengan hasil penelitian Mutiara 2013
bahwa terdapat hungungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tindakan bounding attachment.
Meskipun hasil yang didapat adalah mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik tentang konsep rawat gabung, tetapi tidak semua konsep
tersebut dikuasai oleh responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil responden yang mengetahui usia kehamilan yang nantinya boleh
melakukan rawat gabung, usia kehamilan yang diperbolehkan ialah usia kehamilan 37 minggu atau lebih Hal ini terlihat pada hasil penelitian yang
menjunjukkan bahwa lebih dari dua kali lipat jumlah responden yang tidak memahami apakah bayi dapat diletakkan di dalam box bayi atau bersama ibu
dalam satu tempat tidur. Pertanyaan nomor 18 berisi tentang apakah dalam rawat gabung bayi diperbolehkan tidur pada satu tempat tidur denga ibunya, seharusnya
jawaban dari pertanyaan ini adalah diperbolehkan, namun hanya sedikit responden yang menjawab pertanyaan ini dengan benar, dan lebih dari setengah dari
responden yang menjawab pertanyaan ini dengan salah ialah memilih pilihan jawaban yang menyebutkan bahwa bayi dapat diletakkan bersama ibu pada satu
tempat tidur apabila sesuai dengan ketentuan perawat. hal ini dimungkinkan bahwa ibu masih memilliki persepsi bahwa ketentuan perawatlah yang harus
dijalankan, asumsi ini didukung oleh penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Rice 2000 yang mendapatkan bahwa sebagian besar ibu menjalankan rooming-
in karena diminta oleh perawat tanpa mereka tahu mengapa harus melakukan rawat gabung.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak mengetahui tentang kontraindikasi rawat gabung pada bayi maupun pada ibu yaitu
bayi dengan berat badan lahir rendah dan kontraindikasi ibu kanker payudara melakukan rawat gabung. Bayi dengan berat lahir rendah dilarang melakukan
rawat gabung karena bayi tersebut kurang mampu mengisap air susu ibu Wiknjosastro, 2005 selain itu juga ibu yang mengalami kanker payudara tidak
dianjurkan untuk menyusui bayinya Brunner Suddarth, 2002, sedangkan pada
rawat gabung yang diutamakan ialah proses menyusui unuk meningkatkan produksi ASI. Peneliti berasumsi apabila dalam hal konsep bahwa rawat gabung
yang terutama adalah proses menyusui, ibu tidak memahaminya maka tidak akan ada hasil yang baik dalam produksi ASI meskipun ibu melakukan rawat gabung,
asumsi ini sejalan dengan penelitian Tamba 2010 tentang pengaruh perawatan rooming-in terhadap produksi Asi pada ibu post partum yang menunjukkan
bahwa tidak ada korelasi antara perawatan rooming-in terhadap produksi ASI. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden memiliki
sikap yang positif terhadap rawat gabung, hasil tersebut sama seperti yang didapat Wijayanti 2009 yang dalam penelitiannya mendapatkan bahwa mayoritas
responden memiliki sikap yang mendukung terhadapa rawat gabung, hanya saja responden dalam penelitiannya adalah ibu post partum. Bennett dan Sheridan
2005 juga mendapatkan hasil bahwa secara umum ibu yang mendapatkan perawattan rooming in menganggap hal tersebut merupakan pengalaman yang
positif. Meskipun mayoritas responden memiliki sikap yang positif terhadap rawat
gabung, tetapi bila dilihat lebih rinci pada setiap item pernyataan sikap, maka didapat bahwa mayoritas ibu mendukung pernyataan yang menyebutkan bahwa
ibu ragu untuk melakukan rawat gabung apabila nantinya bayinya dilahirkan melalui operasi sesar, seharusnya ibu tidak perlu ragu lagi untuk melakukan rawat
gabung karena rawat gabung pada bayi yang lahir melalui operasi sesar dilakukan setelah ibu dan bayi cukup sehat. Peneliti berasumsi sikap ibu tersebut timbul
karena ibu belum benar-benar memahami konsep rawat gabung, hal ini didukung
dari hasil penelitian yang juga menyebutkan bahwa ibu belum benar memahami kontraindikasi untuk melakukan rawat gabung dan Osgood dalam Azwar 2013
juga menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan yang memiliki fungsi pengetahuan dan digunakan untuk dapat mengevaluasi
fenomena luar dan mengorganisasikannya.