Kajian Teori KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

commit to user 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Anak Tuna Grahita a. Pengertian Anak Tuna Grahita Ada beberapa istilah mengenai anak tuna grahita, yaitu terbelakang mental, tuna mental, lemah otak, lemah fikiran, dan mentaly retarded. Dalam penulisan menggunakan istilah tuna grahita. Siswa tuna grahita adalah mereka yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan kecerdasan atau kemampuanya berada di bawah rata-rata dari ukuran normal, sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Sunaryo Kartadinata 1996: 83 mengemukakan bahwa, tuna grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata, sukar mengikuti program pendidikan di sekolah umum sehingga membutuhkan layanan pendidikan secara khusus disesuaikan dengan kemampuan anak. Menurut Bratanata yang dikutip Mohammad Efendi 2006: 88 bahwa: Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya di bawah normal, sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Moh. Amin 1996: 1 dengan menggunakan istilah anak terbelakang mendefinisikan bahwa: ”Anak terbelakang adalah anak yang mengalami keterbelakangan dalam perkembangan kecerdasan. Kalau anak normal umur 10 tahun mencapai kecerdasan sesuai dengan umurnya, maka anak terbelakang hanya mencapai kecerdasan yang sama dengan anak yang lebih muda umurnya. ” Smith, et.all. yang dikutip Mumpuniarti 2007: 5 mengemukakan bahwa: People who are mentally retarded overtime have been rejerred to as dumb, stupid, immature defective, deficientg, subnormal, incompetent, and dull. Terms such as idiot, imbelice, moron and feebleminded were commonly used historically to label this population. Although the word 7 commit to user 8 faal referred to those who lwere mentally ill, and the word idiot was directed toward individuals who were severely retarded, these terms were frequently used interchangeably. Di waktu yang lalu orang-orang menyebut retardasi mental dengan istilah dungu dumb, bodoh stupid, tidak masuk immature, cacat defective, kurang sempurna deficient, di bawah normal subnormal, tidak mampu incompetent, dan tumpul dull. Istilah lainnya idiot, imbecile, moron, dan feebleminded digunakan untuk melabel kelompok penyandang tersebut. Walaupun kata tolol fool menunjuk ke orang sakit mental, dan kata idiot, mengarah individu yang cacat berat, keduanya sering digunakan secara bergantian. Dari pengertian-pengertian seperti yang dikemukakan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud anak tuna grahita adalah mereka yang jelas- jelas mengalami keterlambatan dalam perkembangan kecerdasan, sehingga untuk mengembangkan potensinya secara optimal diperlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Karena kelainannya itu maka mereka mengalami kesulitan dalam belajarnya dimana mereka terlihat sering ketinggalan dari teman-temannya yang normal. b. Ciri-Ciri Kejiwaan Siswa Tuna Grahita Anak tunagrahita memiliki beberapa karakteristik dan mendapatkan pelayanan pendidikan yang bervariasi. Moh. Amin 1996: 34 menguraikan ciri-ciri anak tuna grahita sebagai berikut: Kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, perkembangan dan dorongan emosi anak tuna grahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing, struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari anak normal. Pendapat lain dikemukakan oleh Munzayanah 2000: 24 bahwa: Karakteristik yang nampak serta banyak terjadi pada siswa penyandang tuna grahita adalah: rasa merusak sebagai dasar perkembangan, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil. Smith, et.all. yang dikutip Mumpuniarti 2007: 10-11 menguraikan ciri- ciri anak tunagrahita sebagai berikut: commit to user 9 1 Kondisi kecerdasan fungsional a Asesmen fungsi kecerdasan harus diperoleh dari berbagai sumber informasi, dan kesepakatan sebagai cacat mental merupakan tanggungjawab bersama secara tim multidisipliner. b Skala skor IQ kurang dari 75. 2 Adaptasi tingkah laku a Harus diukur secara langsung seperti ukuran pada evaluasi performance individu dibandingkan dengan kelompok usia sebaya yang sama same-age peers dari latar belakang budaya yang sama. b Teridentifikasi deficit dalam dua atau lebih bidang keterampilan adaptif. 3 Periode perkembangan a Sampai usia 21 atau di bawahnya. b Ketidaksesuaian secara terus menerus sampai lebih dari satu tahun. 4 Performance dalam bidang pendidikan a Evaluasi tampilan pada bidang pendidikan dalam konteks arus lingkungan. b Teridentifikasi deficit dalam seluruh bidang akademik inti matematika, bahasa, membaca, seni, dan science. c Deficit secara signifikan pada skor individual berkurang satu standart penyimpangan di bawah rata-rata dari sampel standardisasi nasional. d Pengukuran yang distandarisasi harus divalidasi lebih lanjut oleh data di sekolah pada dokumen yang berbeda antara individu performance dan performance kelompok usia sebaya dari latar belakang budaya yang sama. e Asesmen dari akademik performance harus juga inklud terdokumenasi daya tahan intervensi pendidikan umum. Siswa tuna grahita memiliki keterbatasan dibanding anak normal, karena anak tunagrahita memiliki intelektual rendah dengan ciri-ciri: 1 keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, 2 ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan 3 terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:56. Lebih lanjut disebutkan bahwa anak tunagrahita memiliki ciri-ciri fisik dan penampilan perkembangan bicarabahasa terlambat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak tuna grahita adalah: kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, mengalami kesukaran berfikir abstrak, mereka berbicara lancar, mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa ataupun khusus, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan commit to user 10 diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil, pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun. c. Sebab-sebab Siswa Tuna Grahita Menurut Mohammad Efendi 2006: 91, bahwa sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir faktor endogen dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya faktor eksogen. Faktor endogen yaitu faktor ketidaksempuraan psikobiologis dalam memindahkan gen, sedangkan faktor eksogen yaitu faktor yang terjdi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport yang dikutip Mohammad Efendi 2006: 91 dapat dirinci melalui jenjang sebagai berikut: 1 kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma; 2 kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur; 3 kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi; 4 kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio; 5 kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelahiran; 6 kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin; 7 kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak- kanak. Menurut Moh. Amin 1996: 62 anak tuna grahita dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu: 1 Faktor Keturunan. Faktor ini terdapat pada sel khusus yang pada pria disebut spermatozoa dan pada wanita disebut sel telur ovarium. Kelainan orang tua laki-laki maupun perempuan akan terwariskan baik kepada anaknya yang laki-laki maupun perempuan. Apakah warisan tersebut akan nampak atau tidak juga tergantung pada dominan resesifnya kelainan tersebut. 2 Gangguan metabolisme dan gizi. Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental dalam individu. 3 Infeksi dan keracunan. Diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi dan keracunan yaitu terjangkitnya penyakit- penyakit selama janin masih berada di dalam kandungan ibunya. Penyakit-penyakit tersebut antara lain: rubella, syphilis, toxoplasmosis dan keracunan yang berupa: gravidity sindrome yang beracun, kecanduan alkohol dan narkotika. 4 Trauma, ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan terkena radiasi zat radioaktif selama hamil. commit to user 11 5 Masalah pada kelahiran. Kelahiran yang disertai by poxia dapat dipastikan bahwa bayi yang di lahirkan menderita kerusakan otak, menderita kejang, nafas yang pendek, kerusakan otak juga disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit. 6 Faktor lingkungan sosial budaya. Lingkungan dapat berpengaruh terhadap intelek anak, kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Tuna grahita dapat disebabkan oleh lingkungan yang tingkat sosial ekonominya rendah. Hal ini disebabkan ketidak- mampuan lingkungan memberikan rangsangan-rangsangan yang diperlukan anak pada masa perkembangannya. Pendapat lain di kemukakan oleh Lumbantobing 1997: 14 bahwa penyebab retardasi mental terdapat tiga faktor yaitu: 1 Predisposisi genetik, termasuk kepekaan yang dipengaruhi oleh faktor genetik terhadap agens atau faktor ekologis atau lingkungan. 2 Faktor lingkungan yang dapat mengganggu organisme yang tumbuh, misalnya keadaan nutrisi, pernapasan terhadap zat kimia endogen atau eksogen, mikro organisme, radiasi dan juga keadaan lingkungan psikososial. 3 Waktu terjadinya pemaparan. Saat terjadinya pemaparan dapat mempengaruhi beratnya kerusakan, misalnya jika janin terpapar virus rubella sewaktu berusia trimester pertama maka kecacatan dapat berat, bila pemaparan terjadi waktu usia janin lebih tua atau pasca lahir maka kecacatan jauh lebih ringan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab anak tuna grahita adalah: pada masa prenatal kekurangan vitamin, gangguan psikologis sang ibu, gangguan kelainan janin; pada masa natal proses kelahiran tidak sempurna, masa pos natal, anak tuna grahita dapat disebabkan pada waktu kecil pernah sakit secara terus menerus; faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan. Di samping itu juga disebabkan oleh predisposisi genetik terhadap gens atau faktor ekologis atau lingkungan, dan waktu terjadinya pemaparan, misalnya janin terpapar virus rubella sewaktu berusia trimester pertama maka kecacatan dapat berat. d. Klasifikasi Siswa Tunagrahita Klasifikasi diperlukan untuk memudahkan pemberian bantuan atau pelayanan kepada anak tunagrahita. Dalam pengklasifikasian ini terdapat berbagai cara sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu dan ahli yang mengemukakannya. commit to user 12 Yusak S. 2003: 61 mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan IQ tingkat kecerdasan sebagai berikut: “Idiot yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun. IQ nya antara 0 –19. Imbisil kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7 tahun, minimal sama dengan anak normal usia 3 tahun, IQ nya 20 –49. Debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 10 tahun, minimal 7 tahun, IQ nya 50 – 69. Slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal. IQ nya 78 – 89.” Moh. Amin 2005: 23 mengemukakan klasifikasi anak terbelakang sebagai berikut: “Idiot kecerdasannya sekalipun sudah berusia lanjut tidak lebih dari anak normal seusia 3 tahun. Embisil kecerdasan maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 7 tahun. Debil kecerdasan perkembangan kecerdasannya antara setengah hingga tiga perempat kecepatan anak normal atau pada usia dewasa kecerdasannya maksimal kira-kira sama dengan anak normal usia 12 tahun. Moron kecerdasannya maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 16 tahun.” Klasifikasi anak tunagrahita dapat digambarkan dalam bentuk kurve sebagai berikut: Keterangan: Under 70 [mentally retarded] -- 2.2 70-80 [borderline retarded] -- 6.7 80-90 [low average] -- 16.1 90-110 [average] -- 50 110-120 [high average] -- 16.1 120-130 [superior] -- 6.7 Over 130 [very superior] -- 2.2 George Boeree: http:www.iqcomparisonsite.comIQBasics.aspx commit to user 13 Dari kedua pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa klasifikasi anak tunagrahita adalah sebagai berikut: 1 Idiot adalah anak yang mempunyai IQ antara 0 – 10, kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 0 – 2 tahun. 2 Embisil adalah anak yang mempunyai IQ antara 20 – 49, kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 3 – 7 tahun. 3 Debil adalah anak yang mempunyai IQ antara 50 – 69, kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 8 – 12 tahun. 4 Slow learners atau dapat juga disebut moron adalah anak yang mempunyai IQ antara 70 – 89, kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 16 tahun. Berdasarkan klasifikasi dari kedua pendapat di atas penulis akan meneliti kasus penyesuaian diri dalam pergaulan siswa penyandang tunagrahita, yang tergolong mampu didik yang mempunyai IQ antara 50 – 70 yang biasanya juga disebut debil. Anak tunagrahita mampu didik debil adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal Mohammad Efendi, 2006: 90. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: 1 membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; 2 menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; 3 keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. 2. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar memiliki beberapa pengertian. Dari literatur yang diperoleh dapat dijelaskan sebagai berikut: ”Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka ” Saifuddin Azwar, 2001: 8.” Nasution 2000:76 mengemukakan bahwa Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan, ketrampilan terhadap mata commit to user 14 pelajaran yang dibuktikan melalui hasil tes. Menurut Singgih D. Gunarso 1995: 40, ”Prestasi belajar adalah hasil maksimal yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar.” Berdasarkan dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil maksimal yang berupa kemampuan, keterampilan dan sikap yang dapat dicapai seseorang dalam proses belajar yang dinyatakan dengan angka, kode ataupun simbol. b. Pengertian Matematika Matematika memiliki beberapa pengertian. Pengertian matematika telah banyak didefinisikan oleh beberapa ahli, antara lain: “Matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-usur yang tidak didefinisikan ke unsur- unsur yang didefinisikan” Margono, 1997: 6. Menurut Maryana dan Soedarinah 1991: 65 Matematika adalah “pengetahuan yang bersifat hirarkis, artinya tersusun dalam urutan tertentu, bermula dari urutan sederhana kemudian menuju ke hal yang rumit, bermula dari hal yang konkret menuju ke h al yang abstrak.” Menurut Purwoto 1998:14, “Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil.” Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan yang bersifat hirarkis, bermula dari urutan sederhana kemudian menuju ke hal yang rumit, dari yang konkrit menuju ke hal yang abstrak untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan prestasi belajar matematika adalah hasil belajar siswa setelah melakukan suatu proses belajar matematika. Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah matematika sekolah yaitu matematika yang dipelajari di pendidikan dasar yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna mengembangkan kemampuan- kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpadu kepada perkembangan IPTEK. commit to user 15 Nana Sudjana 1994: 54 me ngemukakan bahwa “mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu menjelaskan dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika sebenarnya tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dalam arti matematika mempunyai kegunaan yang praktis dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Jujun S. Suriasumantri 1998:199 yang mengatakan bahwa: “matematika mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada m atematika”. Dari berbagai pandangan di atas penulis berpendapat bahwa siswa dapat belajar dengan baik dan efisien bila bahan pelajaran yang mereka terima sesuai dengan kesiapan intelektualnya atau cocok dengan kemampuannya dan telah tersusun menurut urutan tingkat kesukaran dari mudah, sedang, dan sukar berdasarkan atas pengalaman belajar sebelumnya. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Ngalim Purwanto 2002: 107 sebagai berikut: “a. Faktor dari luar, meliputi: lingkungan dan instrumental; b. Faktor dari dalam, meliputi: fisiologis, psikologis, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.” Dari faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 Faktor dari luar a Faktor lingkungan Lingkungan yang berujud alam dan sosial. Lingkungan alam seperti keadaan udara, suhu, kelembaban. Belajar dengan udara yang segar, akan lebih baik hasilnya, bila dibandingkan dengan keadaan udara yang panas commit to user 16 dan pengap. Lingkungan sosial merupakan hubungan antara individu dengan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. b Faktor instrumental Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaannya dan penggunaannya sudah direncanakan, sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Seperti: gedung, perlengkapan belajar dan administrasi kelas atau sekolah. Faktor ini diharapkan membawa hasil belajar yang baik. 2 Faktor dari dalam a Faktor fisiologi Kondisi fisiologi pada umumnya, seperti kesehatan jasmani akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Jasmani yang sehat, segar, akan mudah menerima informasi dari guru. Lain halnya bagi siswa yang tidak sehat jasmaninya, maka hasil belajarnya juga kurang baik. b Faktor psikologis Setiap manusia pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda- beda, karena perbedaan itu juga mempengaruhi hasil belajar. Faktor psikologis yang dianggap berpengaruh terhadap hasil belajar adalah: 1 Bakat Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap hasil belajar seseorang. Apabila seseorang belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya, maka kemungkinan berhasilnya akan lebih besar. 2 Minat Kalau seseorang tidak berminat mempelajari sesuatu, tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik, sebaliknya bila seseorang berminat untuk mempelajari sesuatu, maka hasilnya akan lebih baik. 3 Kecerdasan Kecerdasan besar peranannya dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelajari sesuatu. Orang yang cerdas pada umumnya lebih mampu belajar, daripada orang yang kurang cerdas. Kecerdasan seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu, sedangkan hasil pengukuran dinyatakan dengan angka yang commit to user 17 menunjukkan perbandingan kecerdasan, yang terkenal dengan sebutan Inteligence Quotient IQ. Dengan memahami taraf IQ setiap siswa, maka seorang guru dapat memperkirakan tindakan yang harus diberikan kepada siswa secara tepat. 4 Motivasi Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Oleh karena itu, meningkatkan motivasi belajar siswa menjadi bagian yang amat penting, dalam rangka mencapai hasil belajar yang maksimal. 5 Kemampuan kognitif Tujuan belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun pada umumnya pengukuran kognitif lebih diutamakan dalam rangka menentukan keberhasilan belajar di sekolah. Karena itu, kemampuan kognitif merupakan faktor penting dalam belajar siswa. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor- faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar mengajar. Adapun faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Menurut Lerner yang dikutip Mulyono Abdurrahman 1999: 259, ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika, yaitu: 1 adanya gangguan dalam hubungan keruangan, 2 abnormalitas persepsi visual, 3 asosiasi visual-motor, 4 perserverasi, 5 kesulitan mengenal dan memahami simbul, 6 gangguan penghayatan tubuh, 7 kesulitan dalam bahasa dan membaca, dan 8 performance IQ jauh lebih rendah daripada skor verbal IQ. Dari delapan faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 Adanya gangguan dalam hubungan keruangan Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, puncak-dasar, jauh- dekat, tinggi-rendah, depan-belakang, dan awal-akhir umumnya telah dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD. Anak-anak commit to user 18 memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan tersebut dari pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial mereka atau melalui berbagai permainan. Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung terselenggarakannya suatu situasi dan kondusif bagi terjalinnya komunikasi antar mereka. Adanya kondisi intrinsik yang diduga karena disfungsi otak dan kondisi ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang terselenggaranya komunikasi dapat menyebabkan anak mengalami gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan yang mengakibatkan anak tidak mampu merasakan jarak antara angka-angka pada garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak juga tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4 daripada ke angka 6. 2 Abnormalitas persepsi visual Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok. Anak yang memiliki abnormalitas persepsi visual juga sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri. Suatu bentuk bujur dangkar mungkin dilihat oleh anak sebagai empat garis yang tidak saling terkait, mungkin sebagai segi enam, dan bahkan mungkin tampak sebagai lingkaran. Adanya abnormalitas persepsi visual semacam ini tentu saja dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar matematika, terutama dalam memahami berbagai simbol. 3 Asosiasi visual-motor Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat mengitung benda- benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua, tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memegang benda yang ketiga tetapi telah mengucapkan “lima”, atau sebaliknya, telah menyentuh benda kelima tetapi baru mengucapkan ”tiga”. Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghafal bilangan tanpa memahami maknanya. commit to user 19 4 Perserverasi Anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perverasi Mulyono Abdurrahman, 1999: 261. Anak demikian mungkin mulanya dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek tertentu. 5 Kesulitan mengenal dan memahami simbul Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti +, -, =, , , dan sebagainya. Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi visual. 6 Gangguan penghayatan tubuh Anak sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar tubuh orang misalnya, mereka akan menggambarkan dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah. Misalnya, leher tidak tampak, tangan diletakkan di kepala, dan sebagianya. 7 Kesulitan dalam bahasa dan membaca Kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tertulis. 8 Performance IQ jauh lebih rendah daripada skor verbal IQ. Anak berkesulitan belajar matematika memiliki skor PIQ Performance Intelligence Quotient yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ Verbal Intelligence Quotient. Rendahnya skor PIQ pada anak berkesulitan belajar matematika tampaknya terkait dengan kesulitan memahami konsep keruangan, gangguan pesepsi visual, dan adanya gangguan asosiasi visual-motor. commit to user 20 3. Metode Resitasi a. Pengertian Metode Mengajar Dalam pelaksanaan pengajaran matematika, guru dapat menggunakan berbagai metode yang sesuai. Guru hendaknya dapat menentukan dengan tepat metode apa yang akan digunakan dalam mengajarkan pokok bahasan tertentu. Metode tugas merupakan metode yang digunakan dalam pelaksanaan pengajaran matematika. Pengertian metode mengajar menurut Tardif yang dikutip oleh Muhibbin Syah 2003 : 201, “Metode mengajar adalah cara yang berisi prosedur bahwa untuk melaksanakan kegiatan kependidikan khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa.” Roestiyah NK 1998: 1 mendefinisikan metode mengajar atau penyajian pelajaran, yaitu suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar. Pengertian lain teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik. Menurut pendapat Oemar Hamalik 1989:75, “metode mengajar adalah suatu cara yang merupakan alat untuk menyampaikan materi pelajaran guna mencapai tujuan pengajaran.” Berdasarkan pendapat para ahli, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa metode mengajar adalah suatu cara yang berisi prosedur untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa dalam kelas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dari sini nampak bahwa keberhasilan belajar salah satunya ditentukan oleh metode mengajar yang diterapkan guru dalam proses belajar mengajar. Pemilihan metode yang digunakan dalam mengajarkan suatu hal yang subyektif, khusus mengenai metode mengajar di dalam kelas selain faktor dari tujuan juga faktor murid, faktor situasi dan faktor guru ikut menentukan efektif tidaknya sebuah metode, dengan memiliki pengertian secara umum mengenai sifat berbagai metode baik mengenai seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode manakah yang paling serasi untuk situasi dan kondisi pengajaran yang khusus. commit to user 21 Metode banyak sekali jenisnya disebabkan oleh karena metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya: a tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya; b Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya; c situasi yang berbagai-bagai keadaannya; d fasilitas yang berbagai kualitas dan kuantitasnya; e Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda- beda Rostiyah NK, 1998: 67. Macam-macam metode yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode pemberian tugas, metode resitasi, metode eksperimen, metode problem solving dan lain sebagainya. Pemilihan metode ini menurut Rostiyah NK 1998: 68 berdasarkan: “a. sifat dari pelajaran, b. alat-alat yang tersedia, c. besar kecilnya kelas, d. tempat dan lingkungan, e. kesanggupan guru, f. banyak sedikitnya bahan, dan g. tujuan mata pelajaran.” Adapun metode mengajar yang berkaitan dengan penelitian ini adalah metode metode resitasi metode penugasan. Peranan tugas sangat penting dalam pengajaran. Metode tugas merupakan suatu aspek dari metode-metode pengajaran. Karena dengan tugas bermaksud: meninjau pelajaran baru, untuk menghafal pelajaran yang sudah diajarkan, untuk latihan-latihan dengan tugas untuk mengumpulkan bahan, untuk memecahkan suatu masalah dan seteursnya. Untuk lebih jelasnya mengenai metode tugas resitasi akan dijelaskan sebagai berikut. b. Metode Resitasi Kata resitasi bukanlah kata Indonesia asli tetapi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu resitation yang berarti menceritakan kembali. Setelah istilah tersebut masuk ke Indonesia dan diterima, timbullah bermacam-macam pengertian resitasi itu, dan masing-masing pengertian itu bertolak dari pikiran yang menafsirkannya. Menurut Ulih Bukit Karo-karo 199 1: 39 menyatakan bahwa, “resitasi atau resitation adalah penyajian kembali atau penimbulan kembali apa-apa yang dimiliki, diketahui a tau dipelajari.” Lebih lanjut Ulih Bukit Karo-karo 1991: 39 menyatakan bahwa, “metode resitasi adalah cara penyajian bahan pelajaran commit to user 22 dengan menugaskan pelajar-pelajar mempelajari sesuatu kemudian harus dipertanggungjawabkan.” Winarno Surakhmad 2000: 91 mengartikan bahwa “metode resitasi mempunyai tiga fase: pertama guru memberi tugas, kedua siswa melaksanakan tugas belajar, dan fase ketiga siswa mempertanggung-jawabkan kepada guru apa yang telah mereka pelajari.” Lebih lanjut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain 2006: 96 menyebutkan: Metode resitasi penugasan adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, di bengkel, di rumah siswa, atau di mana saja asal tugas itu dapat dikerjakan. Dari berbagai pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa metode tugas resitasi adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas untuk dilaksanakan oleh siswa di manapun berada asal tugas itu dapat dikerjakan untuk dipertanggungjawabkan. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak sementara waktu sedikit. Artinya, banyak bahan yang tersedia dengan waktu kurang seimbang. Agar bahan pelajaran selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan, maka metode resitasi inilah yang biasanya digunakan oleh guru untuk mengatasinya. Tugas yang dapat diberikan kepada anak didik ada berbagai jenis. Karena itu, tugas sangat banyak macamnya, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, seperti tugas meneliti, tugas menyusun laporan lisantulisan, tugas motorik pekerjaan motorik, tugas di laboratorium, dan lain-lain. Tujuan metode resitasi agar hasil belajar siswa memuaskan maka, guru perlu merumuskan tujuan yang jelas yang hendak dicapai oleh siswa. Metode tugas biasanya digunakan dengan tujuan sebagai berikut: a agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap; b untuk memperoleh pengetahuan, setelah melaksanakan tugas akan memperluas dan memperkaya pengetahuan serta keterampilan siswa di sekolah, melalui kegiatan-kegiatan di luar sekolah; c commit to user 23 dengan melaksanakan tugas siswa aktif belajar; d merasa terangsang untuk meningkatkan belajar yang lebih baik. Memupuk inisiatif dan berani bertanggung jawab sendiri; dan e selalu memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajarnya. Metode Resitasi dipergunakan apabila: a suatu pokok bahasan atau aspek-aspek tertentu yang memerlukan latihan yang lebih banyak di luar jam pelajaran atau memerlukan penjelasan lebih lanjut melalui eksperimen atau sumber-sumber informasi lain yang lebih luas. b ruang lingkup bahan pengajaran terlalu luas, sedangkan waktu yang disediakan tidak memadai. c suatu pekerjaan yang tak mungkin dapat diselesaikan selama jam pelajaran. d dalam keadaan darurat, di mana guru karena sesuatu hal tidak dapat mengajar baik untuk sebagian maupun seluruh jam pelajaran, di mana tidak ada guru lain yang dapat menggantikannya. e Suatu pokok bahasan perlu pendalaman perhatian melalui latihan mandiri Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain 2006: 96. c. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Resitasi Langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunaan metode tugas resitasi menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain 2006: 97, yaitu: “1 fase pemberian tugas, 2 langkah pelaksanaan tugas, dan 3 fase mempertanggungjawabkan tugas”. Dari ketiga langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Fase Pemberian Tugas. Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan: tujuan yang akan dicapai, jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut, sesuai dengan kemampuan siswa, ada petunjuksumber yang dapat membantu pekerjaan siswa, tersedia waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut. Langkah Pelaksanaan Tugas. Fase ini meliputi: diberikan bimbingan pengawasan oleh guru, diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja, diusahakandikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain, dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik. commit to user 24 Fase mempertanggungjawabkan tugas. Fase ini meliputi: laporan siswa baik lisantertulis dari apa yang telah dikerjakannya, ada tanya jawabdiskusi kelas, penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau cara lainnya. Tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, halaman sekolah, laboratorium, perpustakaan ataupun di rumah. Siswa akan mendalami dan akan mengalami sendiri pengetahuan yang dicarinya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya tinggal lama dalam pikiran atau jiwanya. Jika siswa dalam melaksanakan tugasnya ditunjang dengan minat dan perhatian serta kejelasan tujuan belajarnya, maka tugas tersebut dapat mengembangkan daya berpikir siswa, daya inisiatif, daya kreatif dan melatih siswa bertanggungjawab. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode tugas diantaranya adalah: 1 janganlah memberikan tugas yang berhubungan dengan bahan pelajaran yang belum diajarkan, kecuali sebagai bahan yang akan diajarkan, misalnya kliping; 2 tugas hendaknya dirasakan penting oleh setiap siswa; 3 tugas hendaknya jelas batas-batasnya; 4 usahakan mempersiapkan format atau lembar kerja yang diperlukan; 5 guru hendaknya mempelajari dengan sungguh-sungguh, apakah suatu tugas dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa secara perorangan atau tidak; 6 perhatikan juga waktu yang ada pada siswa; 7 tugas pekerjaan rumah PR hendaknya diperiksa sendiri oleh guru dan jangan diperiksa oleh murid, agar guru dapat mengetahui sampai dimana kemampuan siswa dalam memahamimendalami materi yang telah diberikan Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006: 98. Metode tugas diterapkan dalam proses pembelajaran Matematika tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap tindak lanjut. Tahap persiapan meliputi: 1 membuat rancangan tertulis pemberian tugas; 2 mendiskusikan tugas siswa; 3 menyiapkan lembar kerja; 4 menyediakan sumber belajar yang diperlukan. Tahap pelaksanaan meliputi: 1 Menjelaskan tujuan dan manfaat tugas yang diberikan kepada siswa; 2 Memberikan commit to user 25 penjelasan tentang tugas terutama mengenai kesulitan yang mungkin dihadapi dan alternatif pemecahan; 3 pembentukan kelompok bila tugas kelompok; memberikan tugas secara tertulis atau lisan; 4 memonitor mengawasi pelaksanaan dan penyelesaian tugas; dan mengadakan diskusi hasil pelaksanaan tugas. Tahap tindak lanjut meliputi: 1 melaksanakan penilaian hasil pelaksanaan tugas; 2 menyimpulkan penilaian proses dan penilaian hasil; dan 3 mendiskusikan kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diselesaikan oleh siswa selama pelaksanaan tugas. Jenis-jenis tugas banyak macamnya, diantaranya adalah: tugas latihan, tugas mempelajari sejumlah halaman, tugas mempelajari satu bab, tugas mempelajari satu topik atau pokok, tugas unitproyek, dan tugas eksperimen. Tugas latihan terdiri dari soal-soal yang sudah dijelaskan, tetapi memerlukan latihan yang lebih banyak di luar jam pelajaran, misalnya pelajaran Matematika, bahasa dan lain-lain. Tugas mempelajari satu topik atau pokok, misalnya tentang mata pencaharian bangsa Indonesia, tentang iklim, tentang binatang buas dan lain- lain. Untuk ini akan diberikan tugas mempelajari macam-macam buku atau penyelidiki sumber-sumber lain. Tugas unitproyek, tugas yang berhubungan dengan unit yang dibicarakan di dalam kelas. Tugas eksperimen, anak diberi tugas untuk membuat suatu percobaan, umpamanya dalam IPA. d. Keuntungan dan Kelemahan Metode Resitasi Metode resitasi memiliki beberapa keuntungan dan kelemahan dalam proses pembelajaran. Keuntungan dan kelemahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Keuntungan menggunakan metode resitasi menurut Winarno Surakhmad 2000: 92-93 sebagai berikut: 1 pengetahuan yang siswa peroleh dari hasil belajar, hasil eksperimen atau penyelidikan yang banyak berhubungan dengan minat mereka dan yang lebih mereka rasakan berguna untuk hidup mereka, akan lebih lama dapat diingat. 2 murid berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri. Adapun kelemahannya adalah 1 seringkali siswa melakukan penipuan dimana siswa commit to user 26 hanya meniru atau menyalin hasil pekerjaan orang lain, tanpa mengalami peristiwa belajar. 2 adakalanya tugas itu dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan. 3 apabila tugas terlalu sering diberikan, apalagi bila tugas-tugas itu sukar dilaksanakan siswa, ketenangan mental mereka terpengaruh. 4 sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individuil.

B. Kerangka Berpikir

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES PADA SISWA KELAS V TUNA GRAHITA SLB NEGERI SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 5 93

BIMBINGAN INDIVIDU UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PERKALIAN BAGI SISWA TUNA GRAHITA KELAS V SEMESTER II DI SLB C YPALB KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 6 107

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI LATIHAN SENSOMOTORIK PADA ANAK TUNA GRAHITA KELAS DASAR I SLB BINA TARUNA MANISRENGGO KLATEN TAHUN 2008 2009

2 7 75

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI TEKNIK PEMBERIAN TUGAS PEKERJAAN RUMAH PADA SISWA TUNA GRAHITA KELAS III SLB C YPALB KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 7 18

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN METODE DRILL PADA SISWA TUNA GRAHITA KELAS D III C SEMESTER II DI SLB BC YPASP WONOREJO GONDANGREJO KARANGANYAR TAHUN 2008 2009

0 4 79

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI METODE KARYAWISATA PADA ANAK TUNA GRAHITA KELAS DASAR III SLB – C YPAALB PRAMBANAN KLATEN

1 9 77

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGENAL LAMBANG BILANGAN MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA POHON BILANGAN BAGI SISWA KELAS IC I TUNA GRAHITA SLB B – C BAGASKARA SRAGEN TAHUN PELAJARAN

0 6 17

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGAJARAN REMEDIAL BAGI SISWA TUNA GRAHITA KELAS V SEMESTER II DI SLB C PBM MOJOSONGO KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 4 78

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE SIMULASI PERAN PADA ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS VI SDLB N SUKOHARJO PATI TAHUN AJARAN 2014 / 2015.

0 0 16

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS V DI SLB ABC TAWANGSARI TAHUN AJARAN 20162017

0 0 17